BAB I PENDAHULUAN. krisis adalah kurangnya kualitas governasi atau governance kita. Baik di sektor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep governance bukanlah konsep baru, konsep governance sama luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya memberikan pelayanan yang responsif, transparan dan

LANDASAN TEORI. Menurut Koiman (2009:273), governance merupakan serangkaian proses interaksi

BAB I PENDAHULUAN. good governance. Good governance merupakan salah satu alat reformasi yang

Pendidikan Kewarganegaraan

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) LATAR BELAKANG, KONSEP KEPEMERINTAHA, KONSEP GOOD GOVERNANCE

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang sudah ditentukan. Saat ini good governance sangat ramai. yang dipimpin oleh seorang atasan terhadap pegawai-pegawainya.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

Jurnal Sains Manajemen Vol. 2 No.1 Januari 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DI KELURAHAN MANAHAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KANTOR KECAMATAN SAMARINDA SEBERANG KOTA SAMARINDA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mengatur dan mengelola sumber daya produktif, serta melayani,

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue

BAB I PENDAHULUAN. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila diterapkan secara formal dalam organisasi

POKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa Latin, yaitu Gubernare yang diserap

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

Good Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Governance. Prinsip-prinsip Good Corpotrate Governance dapat

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERSPEKTIF ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

EFEKTIVITAS KINERJA PEGAWAI DALAM PELAYANAN MASYARAKAT UNTUK PEMBUATAN E KTP PADA KANTOR KECAMATAN BONTOA KABUPATEN MAROS

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antar negara, melainkan antar

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dibawah undang undang ini tidak sekedar memindahkan

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma studi ilmu administrasi negara sangat cepat dan mengikuti

REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOVERNANCE DI DAERAH

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN AKTE KELAHIRAN. (Suatu Studi di Kabupaten Halmahera Utara) Oleh : Arki Tabaga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada saat krisis terjadi, ada wacana yang menyebutkan bahwa asal muasal krisis adalah kurangnya kualitas governasi atau governance kita. Baik di sektor pemerintah maupun di sektor bisnis. Bertolak dari proses reformasi 1998 yang menginginkan suatu perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih transparan, berkeadilan dan akuntabel, maka tuntutan akan adanya pemerintahan yang baik (good governance) menjadi relevan berhubungan satu dengan yang lainnya. Tujuan reformasi untuk penguatan peran masyarakat dengan penerapan demokrasi rakyat tidak tercapai jika tidak didukung oleh suatu pemerintahan yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan. Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring dengan tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.

Dalam waktu terakhir ini, telah terjadi perubahan paradigma organisasi dalam berbagai aspek, dari segi manajemen perubahan, dari organisasi yang bersifat sentralisasi ke organisasi yang bersifat desentralisasi, gaya kerja organisasi yang kaku berubah menjadi lebih fleksibel, kekuatan organisasi yang sebelumnya dilihat dari tolak ukur stabilitas organisasi kini bergeser pada kemampuan organisasi untuk mengadaptasi perubahan. Faktor politik yang mempengaruhi perubahan peran organisasi dalam hal ini dimana organisasi publik menuntut penerapan Good Governance. Good governance dimaksud adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya adalah good governance (kepemerintahan yang baik). Good Governance merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini sejalan dengan konsep-konsep dan terminology demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik, konsep ini dipandang sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan manajerial yang bersih dan bebas dari korupsi.

Pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance. Penerapan prinsip-prinsip Good Governance bukanlah hanya tugas dan tanggungjawab pemerintah, tetapi juga pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi civil society. Sebagai bagian dari proses reformasi Indonesia, pelaksanaan good governance di lingkungan pemerintahan tersebut sangat menentukan apakah reformasi akan berjalan terus atau putus di tengah jalan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance, diharapkan dalam menggunakan dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif dapat diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep good governance harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara (state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society). Good governance yang efektif menuntut adanya koordinasi yang baik dan integritas, profesional dan etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara merupakan tantangan tersendiri. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggungjawab serta bebas KKN. Mengingat bahwa kinerja dari suatu organisasi itu adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang

dilakukan selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak lepas dari efektivitas kerja pegawai sebagai salah satu unsur organisasi, memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Efektivitas kerja yang didefinisikan sebagai penyelesaian pekerjaan sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya dimana selama dipengaruhi pikirannya, tenaga, cara yang paling cepat (waktu) serta kondisi ruangan yang dapat mendukung semangat kerja pegawai. Dengan adanya standar manajemen dapat merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja agar hasil akhir memuaskan pada pihak-pihak yang mendapat pelayanan. Dengan semakin efektifnya kerja para pegawai dapat menjadikan organisasi semakin tangguh mencapai tujuannya dan berbagai sasarannya. Dengan adanya manajemen suatu organisasi semakin mampu berperan dengan tingkat efektivitas yang tinggi. Oleh karena itu tanpa manusia dalam suatu organisasi maka tujuan organisasi yang telah ditentukan tidak akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya manusia merupakan salah satu unsur organisasi yang paling dinamis, artinya menginginkan perubahan, dengan demikian kedudukan manusia dalam organisasi tidak dapat disamakan dengan unsur-unsur lain. Sehingga dalam suatu organisasi, pengelolaan manusia sebagai sumber daya organisasi sangat penting agar memiliki kemampuan untuk mewujudkan good governance dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance yang diantaranya adalah akuntabilitas, transparansi, fairness atau keadilan, responsivitas atau ketanggapan.

Berbicara pentingnya pelaksanaan good governance, maka hal ini juga menjadi sangat penting dalam organisasi atau suatu dinas pemerintahan. Salah satunya adalah Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara yang mana berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 58 Tahun 2001 menyebutkan salah satu fungsi Dinas Pertanian Sumatera Utara yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pembinaan tanaman pangan, hortikultura, pengelolaan lahan air, sarana dan usaha tani. Berikut adalah salah satu contoh kasus yang mengemukakan pentingnya peran Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. "...Pengamatan saya ketika mengelilingi beberapa daerah di Sumut, lahan-lahan yang dulunya merupakan lahan pertanian, ternyata sudah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan dan perumahan. Sementara lahan-lahan baru untuk pertanian, nyaris tidak ada bertambah," kata Effendi Sianipar, Minggu (8/1). Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan, apabila tidak ada upaya apa pun dari pemerintah. Sehingga apa yang dikatakan Ketum KTNA (Kontak Tani Nasional Andalan) Winarno Tohir beberapa waktu lalu, bahwa sebelum 2030, Indonesia akan kekurangan pangan, karena luas lahan pertanian yang terus menurun, sementara jumlah penduduk meningkat 1,4 persen, tidak tertutup kemungkinan, benar-benar akan menjadi kenyataan. Effendi Sianipar mengaku heran, mengapa sektor pertanian di negara agraria ini, terkesan kurang mendapat perhatian maksimal. "Harusnya sektor pertanian jadi prioritas dan dapat porsi anggaran lebih besar sehingga produktifitas dapat ditingkatkan. Ini semua menyangkut masalah pengadaan lahan baru, di samping penyuluhan, pengadaan pupuk, dan lainnya, yang belakangan cenderung terabaikan," katanya. 1 Berdasarkan PP No. 25 Tahun 2000, kewenangan Provinsi di bidang pertanian antara lain: menetapkan standar pelayanan minimal dalam bidang pertanian yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota, menetapkan standar pembibitan/ pembenihan pertanian, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparat pertanian, dan sebagainya. Dari potongan artikel di atas menyatakan bahwa lahan pertanian di Provinsi Sumatera Utara telah berkurang dan berubah menjadi lahan perkebunan dan perumahan. Hal ini terjadi 1 http://www.analisadaily.com/news/read/2012/01/09/29672/sumut_dikhawatirkan_kekurangan_pangan/ diakses pada 16 februari 2012 pukul 16:51 WIB

dikarenakan para petani cenderung menjual sawahnya karena merasa kehidupan menjadi petani tidak lagi menjanjikan. Sementara pencetakan sawah-sawah baru nyaris tidak ada. Disini peran dari Dinas Pertanian sangat besar yaitu harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat tani agar tidak gegabah terhadap apa yang mereka lakukan dan para aparatur harus lebih memperhatikan lahan pertanian. Dinas Pertanian yang memberikan pelayanan umum di bidang pembinaan tanaman pangan, hortikultura, pengelolaan lahan air, sarana dan usaha tani, sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan bagi para petani. Untuk memberikan pelayanan yang demikian, maka pegawai kantor Dinas Pertanian harus memiliki motivasi untuk mengerjakan pekerjaannya agar efektivitas organisasi dapat tercapai. Setiap organisasi harus menerapkan prinsipprinsip good governance agar menciptakan suatu pelayanan yang baik dan menerapkan kedisiplinan khususnya bagi para pegawainya. Hal ini sangat mempengaruhi mutu atau kualitas pelayanan yang akan diberikan oleh para aparatur kepada masyarakat nantinya. Apabila di suatu organisasi banyak pegawai yang datang terlambat dan menunda pekerjaannya, sudah pasti tentu berdampak pada pemberian pelayanan yang tidak memuaskan. Kapabilitas kebijakan yang rendah, manajemen keuangan yang lemah, peraturan yang terlalu berbelit-belit dan sewenang-wenang, alokasi sumber-sumber yang kurang tepat juga akan menjadi suatu masalah dalam mewujudkan efektivitas kerja pegawai. Mutu atau kualitas pelayanan di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara dapat dicapai apabila orang-orang yang bekerja di Dinas tersebut adalah mereka yang bertanggungjawab, bertekat penuh

semangat, mulai dari pejabat yang tinggi sampai pelaksana digaris terdepan yang menghadapi masyarakat. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disebutkan bahwa good governance akan tercapai apabila setiap organisasi dan orang-orang didalamnya selalu menerapkan prinsip-prinsip good governance. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pelaksanaan good governane dan efektivitas kerja pegawai dan menyusunnya dalam bentuk karya ilmiah dengan judul : Pengaruh Prinsip-Prinsip Good Governance Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai (Studi Pada Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara) I.2 Rumusan Masalah Arikunto 2 menguraikan bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan sebaikbaiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah: Apakah ada Pengaruh Prinsip-Prinsip Good Governance terhadap Efektivitas Kerja Pegawai (Studi pada Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara)? I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 2 Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 17

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip Good Governance di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian Sumatera Utara. 3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh prinsip-prinsip Good Governance terhadap efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. I.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Secara Subjektif, sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. 2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi Negara secara khusus dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya. 3. Secara Praktis, bagi Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan sumbangsih pemikiran, informasi dan saran. I.5 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, penulis perlu mengemukakan teori-teori sebagai kerangka berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana penelitian menyoroti masalah yang dipilih. Singarimbun 3 menyebutkan teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teori adalah : I.5.1 Pengertian Good Governance Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa, Latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer (menyetir, mengendalikan), direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan. Governance pada dasarnya pertama kali digunakan adalah di dunia usaha atau korporat. Manajemen professional yang diperkenalkan pasca perang dunia II dengan prinsip dasar memisahkan kepemilikan dengan kepengelolaan benarbenar menjadikan setiap korporat menjadi usaha-usaha yang besar, sehat dan menguntungkan. Gerakan ini dimulai secara besar-besaran di Amerika, khususnya setelah para titians entrepreneur mengalami kegagalan besar mempertahankan kebesaran untuk mempertahankan bisnisnya. Salah satu contohnya adalah Henry Ford II gagal mempertahankan kebesaran bisnisnya karena ia tidak mengenal manajemen professional. Pada tahun 1980 an mulai terlihat sisi buruk dari manajemen professional, khususnya di Amerika Serikat. Dengan model manajemen one tieer system, 3 Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Hal:37

dimana lembaga komisaris menjadi satu dengan lembaga direksi. Meskipun terdapat direksi independent namun tetap saja kontrol tidak bisa efektif. Para eksekutif korporat kemudian menjadi pemilik modal baru, dimana mereka menjalankan organisasi sesuka hati, mengambil keuntungan terbesar untuk mereka sendiri melalui mekanisme gaji, tunjangan, bonus, hak atas saham dan deviden dan sebagainya. Berbeda dengan model Eropa yang masih banyak menggunakan pola two tieer system, dimana terdapat pemisahan yang tegas antara lembaga kekomisarisan dan lembaga kedireksian. Seperti halnya dalam politik, masalahnya adalah siapa yang mengawasi pengawas. Para manajemen professional bukan saja pengelola yang diberi kepercayaan pemiliknya untuk menjadikan korporat menjadi sehat dan menguntungkan, namun mereka adalah pengawas dari korporat. Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa perkataaan governance pada mulanya digunakan dalam dunia usaha dan konsep governance ini mempunyai arti yang penting dalam keberhasilan usaha, sehingga konsep Good Governance menjadi populer, dan lembaga-lembaga dunia seperti PBB, Bank Dunia dan IMF meletakkan Good Governance sebagai kriteria Negara-Negara yang baik dan berhasil dalam pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh bantuan optimal dan Good Governance dianggap sebagai istilah standar untuk organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan. Bintoro Tjokroamidjojo 4 memandang Good Governance sebagai suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai adminstrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi Agent 4 http://khafidsociality.blogspot.com/2011/07/penerepan-prinsip-prinsip-good.html

of change dari suatu masyarakat berkembang/developing di dalam Negara berkembang. Agent of change karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan yang berencana), maka disebut juga Agent of Development. Agent of Development diartikan sebagai pendorong proses pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program, proyek-proyek, dan peran perencanaan dalam anggaran. Menurut Bank Dunia yang dikutip Wahab 5 menyebut Good Governance adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun Administrative, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Selain itu Bank Dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai hubungan sinergis dan konsturktif diantara Negara, sektor swasta dan masyarakat. 6 Berkaitan dengan good governance, Mardiasmo dalam Tangkilisan 7, mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, dimana pengertian dasarnya adalah pemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertanggungjawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efesiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun 5 Wahab, Solihin Abdul. 2002. Analisis Kebijakan Negara. Jakarta: Rieneka Cipta. Hal. 34 6 Effendi, Sofian. 1996. Membangun Martabat Manusia; Peranan Ilmu-Ilmu Sosial Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University. Hal. 47 7 Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grassindo. Hal. 114

administrasi. Berdasarkan dokumen kebijakan UNDP 8, disebutkan : Tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan Negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaanperbedaan diantara mereka. Jelas bahwa good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat. Dari berbagai pengertian tentang Good Governance dapat disimpulkan bahwa suatu konsep tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan masyarakat yang solid dan bertanggung jawab secara efektif melalui pembuatan peraturan dan kebijakan yang absah dan yang merujuk pada kesejahteraan rakyat, pengambilan keputusan, serta tata laksana pelaksanaan kebijakan. I.5.1.1 Aspek-Aspek Good Governance Good Governance menurut definisi dari World Bank dalam Kurniawan adalah The way state power is used in managing economic and social resources for development and society. Sementara UNDP mendefinisikan sebagai The exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nations affair at all levels. Dari pengertian tersebut, secara fungsional aspek-aspek good governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif 9, 8 Dikutip dari artikel Dokumen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan, dalam Buletin Informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia (Partnership for governance Reform in Indonesia). 2000 9 Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Penerbit Pembaruan. Hal. 14

dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau justru sebaliknya dimana pemerintahan tidak berfungsi secara efektif dan terjadi in efisiensi. Berdasarkan definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu: 1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality of live. 2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan. 3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Dari aspek pemerintah (governance), good governance dapat dilihat melalui aspek: 1. Hukum/kebijakan ditujukan pada perlindungan kebebasan sosial, politik dan ekonomi. 2. Administrative competence and tranparency. Kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin dan model administrasi serta keterbukaan informasi. 3. Desentralisasi. Desentralisasi regional dan dekosentrasi di dalam departemen. 4. Penciptaan pasar yang kompetitif. Penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dan segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan pemerintah dalam mengelola kebijakan makro ekonomi.

Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masingmasing. State (negara atau pemerintah) berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector (sektor swasta atau dunia usaha) menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society (masyarakat) berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Negara (state) sebagai salah satu unsur governance, didalamnya termasuk lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan swasta yang bergerak di berbagai sektor informal lain di pasar. Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat. Namun demikian, sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kewajiban sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat (society) terdiri dari individual maupun kelompok (baik yang terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik, ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society (masyarakat) merupakan lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya domain state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan good governance, karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi domain sektor dunia usaha swasta dan masyarakat, serta fungsi administratif penyelenggaraan

pemerintahan melekat pada domain ini. Peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitas berjalannya mekanisme pasar yang benar sehingga pertimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari. Oleh karena itu, upaya perwujudan ke arah good governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan negara dan dilakukan upaya pembenahan penyelenggara pemerintahan sehingga dapat terwujud good governance. Konsep good governance akan dapat diimplementasikan bila pemerintah telah mempunyai mekanisme untuk melakukan itu semua. Dalam hal ini, Sinambela 10 mengingatkan bahwa ada 8 (delapan) kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat menghasilkan mekanisme yang menghasilkan good governance. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adanya legitimasi dari dukungan yang kuat dari masyarakat terhadap institusi publik baik yang berwujud lembaga birokrasi maupun institusi lainnya yang dibentuk masyarakat secara swadaya. 2. Adanya kebebasan dalam berpendapat untuk menyampaikan aspirasi atau kepentingan bagi setiap institusi maupun kelompok masyarakat yang ada sehingga seluruh stakeholders dapat berpartisipasi aktif dalam semua proses pembangunan. 3. Adanya keadilan serta kerangka legal berupa kepastian hukum untuk menjamin upaya penegakan keadilan tersebut. 4. Adanya akuntabilitas dan transparansi dalam mekanisme birokrasi. 10 Sinambela, Lijan P. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 51

5. Tersedianya informasi pembangunan yang dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah dan bebas. 6. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam penyediaan pelayanan publik. 7. Terbentuknya kerja sama yang baik antara pemerintah dan civil society organization. 8. Tersedianya kesempatan luas untuk mengoreksi, memperbaiki, dan atau menganulir setiap kebijakan pemerintahan dan pembangunan, karena pada kenyataan tidak bersesuaian dengan kepentingan masyarakat lokal, nasional, regional, ataupun dalam konteks kepentingan global. I.5.1.2 Prinsip-Prinsip Good Governance Berdasarkan pengertian Good Governance oleh Mardiasmo dan Bank Dunia yang disebutkan diatas dan sejalan dengan tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur Negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka menuntut penggunaan konsep Good Governance sebagai kepemerintahan yang baik, relevan dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ide dasarnya sebagaimana disebutkan Tangkilisan 11 adalah bahwa Negara merupakan institusi yang legal formal dan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai regulator maupun sebagai Agent of Change. Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa Good Governance awalnya digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun 11 Tangkilisan, Hessel Nogi S. Ibid. Hal. 116

sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen professionalnya, maka ditetapkan Good Corporate Governance. Sehingga dikenal prinsip-prinsip utama dalam Governance Corporate adalah: transparansi, akuntabilitas, fairness, responsibilitas, dan responsivitas. 12 Prinsip-prinsip Good Governance diatas cenderung kepada dunia usaha, sedangkan bagi suatu organisasi publik bahkan dalam skala Negara prinsipprinsip tersebut lebih luas menurut UNDP melalui LAN yang dikutip Tangkilisan 13 menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis konstruktif di antara Negara, sektor swasta atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok karakteristik Good Governance, yaitu: 1. Partisipasi (Participation) Dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang di dalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Setiap warga Negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara secara berpartisipasi secara konstruktif. 12 Nugroho. T. Rianto. 2004. Kebijakan Publik, Formulas, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia. Hal. 216 13 Tangkilisan, Hessel Nogi S. Ibid. Hal. 115

2. Penerapan Hukum (Fairness). Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.sebagai stakeholder dalam penerapan hukum, masyarakat selalu dituntut partisipasi aktifnya dalam menghidupkan cahaya hukum, agar hukum tetap memberikan pencerahan dalam realita kehidupan masyarakat dan memberikan arah bagi perjalanan peradaban bangsa. Masyarakat yang sehat dituntut untuk selalu menyediakan bahan bakar keadilan yaitu kejujuran dan keberanian agar perjalanan masyarakat dan negara tidak menyimpang dari tujuan bersama. Dalam pemahaman terhadap good governance maka aparat hukum tidak mungkin bekerja sendiri di dalam penegakan hukum tersebut, peran serta masyarakat mutlak diperlukan atau kita harus memilih tenggelam dalam keterpurukan akibat pesatnya arus globalisasi. 3. Transparansi (Transparency) Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. 14 Transparansi merupakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi 14 Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional & Departemen Dalam Negeri. 2002. Hal:18

secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor. 4. Responsivitas (Responsiveness) Responsivitas adalah daya tanggap birokrasi pemerintah untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat sehingga tidak terdapat keluhan dari masyarakat pengguna jasa. Responsivitas juga menunjuk pada keselarasan antar program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 15 Lembaga-lembaga dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders. 5. Orientasi (Consensus Oreintation) Setiap karyawan yang tergabung dalam suatu organisasi memiliki orientasi kerja masing-masing dan kemungkinan besar karyawan satu dengan lainnya mempunyai orientasi kerja yang berbeda pula, dan apabila orientasi yang dipersepsikannya ini dapat tercapai maka karyawan akan merasakan kepuasan kerja dan bekerja dengan maksimal. Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur. 6. Keadilan (Equity) Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan 15 Tangkilisan, Hessel Nogi S. Ibid. Hal. 117

menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam pemerintahan. 7. Efektivitas (Effectivness) Efektivitas merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perlu diperhatikan sebab mempunyai efek yang besar terhadap kepentingan orang banyak. 16 Dalam artian setiap organisasi dan lembaga-lembaga harus memberikan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat luas dengan menggunakan sumber daya yang ada semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan berdasarkan visi dan misi yang sudah diterapkan. 8. Akuntabilitas (Acoountability) Akuntabilitas menurut Lawton dan Rose 17 dapat dikatakan sebagai sebuah proses dimana seorang atau sekelompok orang yang diperlukan untuk membuat laporan aktivitas mereka dan dengan cara yang mereka sudah atau belum ketahui untuk melaksanakan pekerjaan mereka. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik 16 Soewarno Handayaningrat. 1985. Sistem Birokrasi Pemerintah. Hal. 16 17 http://wwwbutonutara.blogspot.com/2012/01/pengertian-akuntabilitas.html diakses pada tanggal 16 April 2012

dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawabannya. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi. 9. Strategi visi (Strategic vision) Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam hal pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan penggunaan cara sungguh-sugguh mencapai hasil yang dikehendaki stakeholders. Penerapan Good Governance kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat memastikan mandat, wewenanang, hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Disini dapat dilihat bahwa arah ke-sembilan dari Good Governance adalah membangun the professional government, bukan dalam arti pemerintah yang dikelola para teknokrat, namun oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional, yaitu mereka yang mempunyai ilmu dan pengetahuan

yang mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam melaksanakannya berlandaskan etika dan moralitas yang tinggi. Berkaitan dengan pemerintah yang dikelola siapa saja yang mempunyai kualifikasi professional mengarah kepada kinerja SDM yang ada dalam organisasi publik sehingga dalam penyelenggaraan good governance didasarkan pada kinerja organisasi publik, yakni responsivitas (Responsiveness), responsibilitas (Responsibility), dan akuntabilitas (Accountability). 18 Dalam penelitian ini, penulis mengambil 5 prinsip good governance sebagai indikator dari prinsipprinsip good governance, yaitu: 1. Akuntabilitas mengacu pada seberapa besar pejabat politik dan kegiatan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, maka dengan sendirinya akan selalu mempresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini kinerja organisai publik dinilai baik apabila sepenuhnya atau setidaknya sebagian besar kegiatannya didasarkan pada upaya-upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil rakyat. Semakin banyak tindak lanjut organisasi atas harapan dan aspirasi pejabat politik, maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik. Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik atau pemerintah seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal juga seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau 18 Mulyawan, Budi. 2009.Pengaruh Pelaksanaan Good Governance terhadap Kinerja Organisasi (Studi pada Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Palembang). Medan: FISIP-USU. Hal: 12

kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang di dalam masyarakat. 2. Transparansi dapat diartikan sebagai sikap membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai 19. Transparansi harus seimbang dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga yang memberikan informasi maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Keterbukaan turut membawa konsekuensi adanya pengawasan dan penilaian yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa untuk memastikan alokasi dan peruntukan sebuah kebijakan secara tepat, efisien, serta sesuai dengan kerangka anggaran yang ditentukan. Kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang bisa mereka berikan pada siapa informasi tersebut diberikan 20. 3. Tujuan penegakan hukum antara lain adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum yang juga merupakan salah satu asas umum penyelenggaraan negara. Setiap tidakan aparat hukum baik pada tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun upaya hukum, eksekusi dan eksaminasi harus selalu berpegang kepada aturan hukum (rule of law) 19 Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Ibid. 20 http://paulusmtangke.wordpress.com/transparansi-mewujudkan-good-governance/. Diakses pada tanggal 02/02/2012 Pukul 10:48

yang juga merupakan ciri dari good governance. Penegakan hukum tidak hanya dimaksudkan untuk menjatuhkan hukuman kepada setiap pelanggar hukum; penegakan hukum juga dimaksudkan agar pelaksanaannya harus selalu berpedoman kepada tata cara atau prosedur yang telah digariskan oleh undang-undang dengan memperhatikan budaya hukum yang hidup di masyarakat terutama harus mampu menangkap rasa keadilan yang hidup di masyarakat 21. Dalam pemahaman terhadap good governance, maka aparat hukum tidak mungkin bekerja sendiri di dalam penegakan hukum tersebut, peran serta masyarakat mutlak diperlukan atau kita harus memilih tenggelam dalam keterpurukan akibat pesatnya arus globalisasi. 4. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 22 Berdasarkan pernyataan Tangkilisan tersebut maka disebutkan bahwa responsivitas mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik, maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator Good Governance karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan suatu organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 21 Noor, Azamul Fadhly.2007. Good Governance dan Penegakan Hukum. http://azamul.wordpress.com/2007/06/13/good-governance-dan-penegakan-hukum/. Diakses pada tanggal 02/02/2012 Pukul 11:40 WIB 22 Tangkilisan, Hessel Nogi S. Ibid. Hal. 117

Responsivitas yang sangat rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki tingkat responsivitas yang rendah dengan sendirinya juga akan memiliki kinerja yang rendah. 5. Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam pemerintahan. I.5.2 Efektivitas Kerja Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu: effective yang berarti berhasil ditaati, mengesahkan, mujarab dan mujur. Dari sederet arti diatas, yang paling tepat adalah berhasil dengan baik. Jika seseorang dapat bekerja dengan baik maka ia dapat dikatakan bekerja dengan efektif. Amin Tunggul Widjaya 23 mengemukakan: Efektivitas adalah hasil membuat keputusan yang mengarahkan, melakukan sesuatu dengan benar, yang membantu memenuhi misi suatu perusahaan atau pencapaian tujuan. Selanjutnya Permata Wesha 24 mengatakan : Efektivitas adalah keadaan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang 23 Wijaya, Amin Tunggul. 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta Jaya. Hal. 32 24 Wesha, Permata. 1992. Kinerja Organisasi. Yogyakarta: Pembaharuan. Hal. 148

dilakukan oleh manusia untuk memberikan hasil yang diharapkan. Untuk melihat Efektivitas kerja, pada umumnya dipakai empat macam pertimbangan, yaitu pertimbangan ekonomi, pertimbangan fisiologi, pertimbangan psikologi dan pertimbangan sosial. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Efektivitas merupakan suatu keadaan yang menunjukkan keberhasilan kerja yang ditetapkan. Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu sesuai yang telah diharapkan, artinya pelaksanaan suatu tugas ditandai baik atau tidak sangat tergantung pada penyelesaian tugas tersebut, bagaimana cara melaksanakannya, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. Hal ini lebih menekankan pada penyelesaian tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Sarwoto 25 mengistilahkan efektivitas dengan berhasil guna, yaitu pelayanan yang baik corak dan mutunya dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dalam pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Efektivitas kerja berhubungan dengan hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah efektivitas kerja tidak dapat dipisahkan dengan efisiensi kerja. Efisiensi kerja berhubungan dengan biaya, tenaga, mutu dan pemikiran. Jadi efektivitas kerja adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau efektivitas kerja juga dapat diartikan dengan hasil guna penekannya pada efeknya, atau hasil tanpa perlu memperdulikan pengorbanan yang perlu diberikan oleh hasil tersebut. 25 Sarwoto. 1990. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 126

Jadi, efektivitas kerja dalam organisasi merupakan usaha untuk mencapai prestasi yang maksimal dengan menggunakan sumber daya yang masih tersedia dalam waktu yang relatif singkat tanpa menunggu keseimbangan tujuan alat dan tenaga serta waktu. Apa yang dimaksud efektivitas kerja dipertegas Siagian 26 yaitu penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang ditentukan, artinya apabila pelaksanaan tugas dinilai baik atau tidak adalah sangat tergantung pada bilamana tugas tersebut diselesaikan dan bukan terutama menjawab tetang bagaimana melaksanakan serta berapa biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan tersebut. Dari definisi diatas dapatlah kiranya diinterpretasikan bahwa efektivitas kerja mengandung arti tentang penekanan pada segi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dimana semakin cepat pekerjaan itu terselesaikan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, maka akan semakin baik pula efektivitas kerja yang dicapai. Demikian pula sebaliknya dengan semakin lamanya pekerjaan tersebut terselesaikan, maka semakin jauh pula pekerjaan tersebut dari keefektifannya. Menurut Handoko 27 pegawai mampu mencapai efektivitas kerja apabila pegawai menunjukkan kemampuan mengakumulasikan pemilihan tujuan yang dilaksanakan dengan peralatan yang akan dipergunakan untuk melaksanakan tujuan tersebut sehingga pekerjaan tersebut terselenggara sebagaimana yang diharapkan. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemilihan alternatif yang tepat sangat menentukan tingkat efektivitas kerja yang sangat tinggi dan 26 Siagian Sondang. P. 1996. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: Gunung agung. Hal. 19 27 Handoko. T. Hani. 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberti. Hal. 62

tentunya akan sangat berpengaruh besar terhadap kualitas dari hasil pekerjaan dan kualitas pekerjaan itu sendiri. I.5.2.1 Pengukuran Efektivitas Kerja Pada dasarnya Efektifitas kerja dimaksudkan untuk mengukur hasil pekerjaan yang dicapai sesuai dengan rencana, sesuai dengan kebijaksanaan atau dengan kata lain mencapai tujuan, maka hal itu dikatakan efektif. Nilai efektivitas pada dasarnya ditentukan oleh tercapainya tujuan organisasi serta faktor kesesuaian dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Jadi Efektifitas kerja pada tiap-tiap organisasi akan berbeda-beda antara organisasi satu dengan organisasi yang lainnya, tergantung pada jenis dan sifat dari organisasi yang bersangkutan. Menurut Campel yang dikutip Richard M, Steers 28 untuk mengukur Efektifitas kerja, ada beberapa variabel yang biasa dipergunakan, yaitu: 1. Kesiagaan Penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa organisasi mampu menyelesaikan sebuah tugas khusus jika diminta. 2. Kemangkiran Frekuensi kejadian-kejadian pekerja bolos dari pekerjaan pada saat jam kerja. 3. Motivasi Kecenderungan seseorang individu melibatkan diri dalam kegiatan berarahkan sasaran dalam pekerjaan. Ini bukanlah perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, 28 Steers, Richard M. 1998. Efektivitas Organisasi, Terjemahan. Jakarta: PPm Erlangga. Hal. 45

tetapi lebih merupakan perasaan sedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan. 4. Kepuasan kerja Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peran pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka merasa dihargai karena pekerjaan mereka. 5. Beban Pekerjaaan Beban pekerjaan yang diberikan pimpinan kepada bawahan sesuai dengan kemampuan seseorang dan sesuai dengan jumlah kelompok mereka. 6. Waktu menyelesaikan tugas Waktu merupakan salah satu pengukuran efektivitas kerja yang sangat penting sebab dapat dilihat apakah waktu yang digunakan suatu organisasi sudah dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap anggota berorganisasi. 29 Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya tidak dapat melepaskan diri dari perlunya pembagian kerja yang tepat supaya setiap pegawai bisa melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif. Pengukuran Efektifitas kerja yang penulis lakukan didasarkan atas banyaknya tugas yang dipikul dan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut, sehingga dari kedua hal tersebut dapat disusun sesuai dengan kebutuhan perusahaan/organisasi sehingga menghasilkan Efektifitas kerja sebagaimana diharapkan. Pengukuran Efektifitas kerja berdasarkan banyaknya tugas yang dipikul dan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut dapat berarti bahwa bila 29 Steers, Richard M. Ibid. Hal. 46

tugas yang dibebankan kepada pegawai sedikit, sementara jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut lebih banyak, maka akan terjadi banyak pegawai yang menganggur sehingga menjadi tidak efektif. Sebaliknya jika tugas yang di bebankan banyak sedangkan banyak pegawai yang melaksanakannya terbatas, maka akan terjadi penumpukan pekerjaan dimana hal ini akan mengakibatkan banyaknya pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan atau tertunda sehingga terjadi ketidakefektifan. I.5.3 Pengaruh Prinsip-Prinsip Good Governance terhadap Efektivitas Kerja Dinas Pertanian adalah salah satu lembaga pemerintah yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat di bidang pertanian. Dalam melayani masyarakat, aparatur dinas pertanian dituntut untuk melaksanakan tugas dengan baik, yakni efektifitas kerjanya harus tinggi. Tercapainya efektifitas kerja bukan saja ditentukan dari banyaknya jumlah pegawai, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti pengelolaan organisasi, pengendalian yang baik yang disebut dengan Good Governance. Pengelolaan dan pengendalian yang baik dari suatu organisasi publik menyangkut pencapaian tujuan organisasi secara bersama-sama, yaitu untuk menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif. Dengan pengertian lain Good Governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel oleh organisasi-organisasi pemerintah seperti organisasi

publik pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang mencakup kepemimpinan, struktur organisasi dan sumber daya manusianya. Berdasarkan kajian teoritis, diindikasikan bahwa apabila pemimpin organisasi publik, struktur organisasi dan sumber daya manusianya memahami dan menerapkan good governance dalam melaksanakan tugasnya, maka akan tercipta prinsip Good Governance yang berpengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai dari organisasi itu sendiri 30. Dengan demikian jelaslah prinsip-prinsip Good Governance akan berpengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai. I.6 Hipotesis Sugiyono 31 menyebutkan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Nihil (Ho): Tidak ada pengaruh positif antara pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance dan efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. 2. Hipotesis Alternatif (Ha): 30 Yesi Mutia Basri.Pengaruh Pemahaman Prinsip-Prinsip Good Governance terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:mmwt1g7eJWEJ:journal.aktfebuinjkt.ac.id/ %3Fpage_id%3D65+pengaruh+penerapan+prinsipprinsip+good+governanc+terhadap+efektivitas+kinerja+pegawai&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses pada tanggal 15 Februari 2012 31 Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi Negara. Bandung: Alfabeta. Hal. 70

Ada pengaruh positif antara pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance dan efektivitas kerja pegawai di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. I.7 Definisi Konsep Menurut Singarimbun 32, konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu sama lainnya. Maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, yang menjadi konsep dari peneliti ini adalah: 1. Prinsip-prinsip Good Governance, adalah suatu karakteristik atau ukuran pokok dari pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. 2. Efektivitas Kerja pegawai, adalah kemampuan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai yang telah diharapkan, dimana pelaksanaan suatu tugas ditandai baik atau tidak sangat tergantung pada penyelesaian tugas tersebut, bagaimana cara melaksanakannya, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. I.8 Definisi Operasional Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana variabel diukur. Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni satu 32 Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.Ibid. Hal:33