BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian
|
|
- Irwan Johan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Dalam Sektor Publik Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian ini, karena dapat menjelaskan Implementasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Publik dan Transparansi. Akuntabilitas dan transparansi memiliki karakter yang berbeda namun penerapan akuntabilitas memiliki kaitan dengan transparansi (Shende, 2004). Menurut Jensen (1976), teori keagenan adalah konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara prinsipal dan agen, yaitu antara dua atau lebih individu, kelompok atau organisasi. Pihak prinsipal adalah pihak yang mengambil keputusan dan memberikan mandat kepada pihak lain (agen), untuk melakukan semua kegiatan atas nama prinsipal. Inti dari teori ini adalah kontrak kerja yang didesain dengan tepat untuk menyelaraskan kepentingan antara prinsipal dengan agen (Supanto, 2010). Entitas di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu entitas sektor publik dan non publik/swasta. Anggaran sektor publik berhubungan dengan proses penentuan jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik rakyat, serta bersifat terbuka untuk publik. Sedangkan anggaran pada sektor swasta tertutup untuk publik dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja 11
2 12 perusahaan. Meskipun berbeda, tetapi kedua sektor memiliki kesamaan sifat yakni terbagi dalam dua pihak, yaitu prinsipal dan agen. Organisasi sektor publik khususnya pemerintah daerah hubungan keagenannya muncul antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemerintah daerah sebagai agen sedangkan DPRD sebagai prinsipal. Jika ditelusuri lebih lanjut, maka DPRD itu sendiri merupakan agen dari publik/warga sebagai prinsipal yang memberikan otoritas kepada DPRD (agen) untuk mengawasi Implementasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Daerah. Akuntabilitas menjadi konsekuensi logis adanya hubungan antara agen dan prinsipal. Gray (1993) mendefinisikan akuntabilitas sebagai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atas pengelolaan tersebut kepada pihak yang dipercayakan untuk bertanggungjawab. Gregory (1995) sebagaimana yang dikutib oleh Jacobs (2000) menjelaskan bahwa akuntabilitas didefinisikan sebagai the need to give an account of one s actions. Menurut Eisenhardt (1989) ada tiga asumsi mengenai teori keagenan, yaitu: 1) asumsi tentang sifat manusia, yaitu sifat manusia yang mengutamakan kepentingan sendiri (self interest), keterbatasan rasionalitas atau daya pikir terhadap persepsi masa depan (bounded rationality), dan cendrung untuk menghindari risiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi yang terjadi antara prinsipal dan agen; dan 3) asumsi tentang informasi, adalah informasi dianggap sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Jensen (1976) menyatakan permasalahan tersebut, antara lain: 1) moral hazard adalah permasalahan yang muncul karena agen tidak melaksanakan
3 13 hal-hal yang telah disepakati bersama sesuai kontrak kerja; dan 2) adverse selection adalah prinsipal tidak mengetahui bahwa keputusan yang diambil oleh agen merupakan keputusan yang sesuai dengan informasi yang telah diterima oleh prinsipal atau terjadi kelalaian dalam bertugas. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses anggaran sektor publik terdiri dari tiga katagori utama yaitu: eksekutif, legislatif, dan masyarakat. Hubungan keagenan dalam penganggaran daerah, adalah: 1) Hubungan Masyarakat (Publik atau Voters) sebagai prinsipal dan Legislatif sebagai agen. Legislatif adalah lembaga perwakilan rakyat yang keberadaannya telah dipilih oleh rakyat (voters). Rakyat berdasarkan asas demokrasi adalah prinsipal utama dan legislatif berperan sebagai agen yang mewakili rakyat sebagai prinsipal. Rakyat melakukan pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara social pressure, yaitu rakyat berperan sebagai parliament watch, media dan aksi langsung dengan kekuatan massa melalui demontrasi (Kencana, 2010). Legislatif berperan penting dalam penganggaran daerah, karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah pengesah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam tahap ratifikasi. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, DPRD dan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan APBD. Sehingga, DPRD perlu untuk mendengarkan aspirasi rakyat melalui berbagai komponen yang mewakili rakyat, yaitu: Lembaga Sosial Masyarakat, Perguruan Tinggi, kuisioner, kotak pos, media massa, dan lain sebagainya (Kencana, 2010). 2) Hubungan Legeslatif sebagai prinsipal dan Eksekutif (Pemerintah Daerah) sebagai agen. Hubungan keagenan antara legeslatif sebagai prinsipal dan eksekutif sebagai
4 14 agen berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, terjadi perubahan posisi luasnya kekuasaan antara legeslatif sebagai prinsipal terhadap eksekutif sebagai agen. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak menjadi satu kesatuan dengan Kepala Daerah beserta perangkatnya. Hubungan keagenan terjadi dalam konteks pembuatan kebijakan, yang mana legeslatif memberikan kewenangan kepada agen untuk membuat usulan kebijakan baru dan berakhir setelah usulan tersebut diterima atau ditolak. 3) Hubungan Kepala Daerah sebagai prinsipal dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai agen. Hubungan keagenan antara Kepala Daerah dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah Kepala Daerah berperan sebagai prinsipal dan Kepala SKPD sebagai agen. Eksekutif akan menyampaikan dokumen rancangan APBD kepada legeslatif untuk diteliti dan disahkan. SKPD akan mengajukan daptar usulan kegiatan daerah dan daptar usulan proyek daerah yang akan dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah kemudian tim anggaran pemerintah daerah membahas bersama DPRD tahap selanjutnya DPRD dan Kepala Daerah memberi persetujuan. Penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang telah mendapat persetujuan dari DPRD dengan Kepala Daerah dievaluasi ke Pemerintah Provinsi. Penyempurnaan RAPBD hasil evaluasi Gubernur selanjutnya disampaikan ke Badan Anggaran DPRD untuk mendapatkan persetujuan, penyempurnaan RAPBD menjadi APBD. Penetapan Perda APBD dan Peraturan Bupati tentang penjabaran APBD kemudian Buku APBD di distribusikan ke seluruh SKPD yang akan digunakan sebagai Dokumen Pelaksanaan Anggaran oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah.
5 Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pada dasarnya Dokumen Pelaksanaan Anggaran dibuat oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merupakan dokumen untuk melaksanakan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dibuat sebelumnya. Pembuatan Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang disesuaikan dengan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Dokumen Pelaksanaan Anggaran merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran. Dokumen Pelaksanaan Anggaran merupakan dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran (Permendagri, 2006). Dokumen Pelaksanaan Anggaran merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran (Permendagri, 2011). Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Dokumen Pelaksanaan Anggaran merupakan tahapan kegiatan yang dibuat oleh masing-masing pelaksana anggaran dalam rangka penyelenggaraan kegiatan, maka dengan disusunnya Dokumen Pelaksanaan Anggaran berarti bahwa program dan rencana kegiatan
6 16 tahunan yang dianggarkan akan mulai dilaksanakan dengan baik dan transparan sesuai aturan. 2.3 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ada di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Wikipedia Indonesia, 2008). APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terdiri atas: 1) Anggaran pendapatan Daerah, terdiri atas : (1) Pendapatan Asli Daerah, yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan penerimaan lainlain daerah yang sah (2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus (3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat, Dana bagi hasil pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota, Dana penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus, Bantuan keuangan dari Provinsi dan dari Pemerintah Daerah lainnya. 2) Anggaran belanja Daerah yaitu : (1) Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yaitu
7 17 Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja bagi hasil, Bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga. (2) Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan secara langsung terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan yaitu Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal. 2.4 Transparansi Transparency (transparansi) merupakan kondisi adanya keterbukaan secara penuh, juga merupakan salah satu elemen penopang akuntabilitas. Dengan demikian transparansi merupakan kunci untuk membangun lingkungan yang memiliki akuntabilitas (Mahsun, 2006). Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah (2002) menyatakan bahwa Transparansi merupakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik (Meuthia, 2000). Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Transparansi terdiri dari 2
8 18 aspek penting, yaitu (1) komunikasi publik oleh pemerintah, dan (2) hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi. Transparansi memiliki arti keterbukaan (openness) yaitu keterbukaan pemerintah memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi.(mahmudi, 2006). Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Transparansi harus seimbang, juga dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan data pada jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut. Krina (2003) menyatakan transparasi dapat diukur melalui sejumlah indikator sebagai berikut: 1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik 2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses pada sektor publik.
9 19 3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik pada kegiatan pelayanan. Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik akan membuat pemerintah menjadi bertanggung jawab kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan pada sektor publik. 2.5 Pengaruh Penerapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pada Akuntabilitas Publik dan Transparansi Penelitian yang dilakukan oleh Antoro (2006) menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja sebagai bentuk perwujudan reformasi anggaran mampu meningkatkan akuntabilitas publik Pemerintah Daerah. Teodorus (2007) menyatakan penerapan anggaran berbasis kinerja melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berpengaruh positif terhadap akuntabilitas publik dan transparansi. Reformasi manajemen keuangan negara membawa perubahan sistem penganggaran dari sistem penganggaran tradisional ke sistem penganggaran berbasis kinerja. Pelaksanaan sistem penganggaran sudah mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut (Bastian, 2006): 1) Demokratis, mengandung makna bahwa anggaran negara harus ditetapkan melalui suatu proses yang mengikutsertakan sebanyak mungkin unsur masyarakat, selain harus dibahas dan mendapatkan persetujuan dari lembaga perwakilan rakyat.
10 20 2) Adil, berarti bahwa anggaran Negara haruslah diarahkan secara optimum bagi kepentingan orang banyak dan secara proporsional, dialokasikan bagi semua kelompok masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. 3) Transparan, yaitu proses perencanaan, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban anggaran negara harus diketahui tidak saja oleh wakil rakyat, tetapi juga oleh masyarakat umum. 4) Bermoral Tinggi, berarti bahwa pengelolaan anggaran negara harus berpegang pada peraturan perundangan yang berlaku, dan juga senantiasa mengacu pada etika dan moral yang tinggi. 5) Berhati-hati, berarti bahwa pengelolaan anggaran negara harus dilakukan secara berhati-hati, karena jumlah sumber daya yang terbatas dan mahal harganya. 6) Akuntabel, berarti bahwa pengelolaan keuangan negara haruslah dapat dipertanggungjawabkan setiap saat secara intern maupun ekstern kepada rakyat. Pelaksanaan penganggaran menekankan beberapa prinsip yang dikenal dengan konsep good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. World Bank mendifinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrasi menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2005). United Nation Development Program (UNDP) memberikan karakteristik yang menjadi prinsip pada pelaksanaan good governance, meliputi (Mardiasmo, 2005):
11 21 1) Participation. Keterlibatan masyarakat pada pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. 2) Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. 3) Transperency. Transparansi dibangun atas kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. 4) Responsiveness. Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap melayani stakeholder. 5) Consensus orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. 6) Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan. 7) Efficiency and Effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif). 8) Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. 9) Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan. Dari sembilan karakteristik tersebut, paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance. Undang- Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU no 1 tahun 2004
12 22 tentang Perbendaharaan Negara dan UU no 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara. Pelaksanaan anggaran menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut (Bastian, 2006): 1) Akuntabilitas hasil untuk DPR dan masyarakat 2) Transparansi menyeluruh pada seluruh transaksi pemerintah 3) Pemberdayaan pemimpin yang professional untuk mencapai kinerja lembaga yang optimal 4) Pengawasan yang kuat, professional, dan independensi oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan penghapusan duplikasi pada fungsi-fungsi pemeriksaan. Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan juga mengemukakan bahwa syarat agar terwujudnya kepemerintahan yang baik pada pengelolaan keuangan negara adalah dengan melaksanakan akuntabilitas publik dan transparansi. Apabila suatu lembaga pemerintahan memiliki akuntabilitas dan transparansi yang baik akan menopang peningkatan prinsip-prinsip lainnya. Dokumen Pelaksanaan Anggaran merupakan dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran (Permendagri, 2006). Dengan demikian Implementasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran juga harus mencerminkan prinsipprinsip tersebut, supaya pelaksanaan good governance melalui prinsip akuntabilitas publik dan transparansi dapat terwujud. 2.6 Penelitian Terdahulu
13 23 Penelitian mengenai implementasi anggaran yang dilakukan oleh Antoro (2006) memperoleh hasil bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja sebagai bentuk perwujudan reformasi anggaran mampu meningkatkan akuntabilitas publik Pemerintah Daerah. Anugriani (2014) membuktikan transparansi berpengaruh positif terhadap kinerja anggaran berkonsep value for money. Auditya (2013) menyatakan akuntabilitas pengelolaan keuangan berpengaruh positif pada kinerja pemerintah daerah sedangkan transparansi pengelolaan keuangan berpengaruh positif pada kinerja pemerintah Provinsi Bengkulu. Dwiningsih (2006) penelitiannya menghasilkan pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan daerah belum sepenuhnya terlaksana. Penelitian yang dilakukan Ismiarti (2013) menyatakan bahwa implementasi akuntabilitas pada pengelolaan keuangan daerah mampu meningkatkan kinerja. Meutia (2011) menunjukkan variabel akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat, efisiensi dan efektivitas berpengaruh terhadap penyusunan anggaran berbasis kinerja. Rahmannurrasjid (2008) memperoleh hasil penerapan azas akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah mengharuskan pemerintah memberikan pertanggungjawaban dan informasi kepada masyarakat terkait pengelolaan pemerintahan sehingga pemerintah berusaha untuk memberikan yang terbaik (kinerja terbaik) kepada masyarakat. Teodorus (2007) hasil penelitiannya menyatakan penerapan anggaran berbasis kinerja melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berpengaruh positif terhadap akuntabilitas publik dan transparansi. Werimon (2007) menunjukkan bahwa implementasi akuntabilitas dan transparansi menyebabkan kontrol yang besar
14 24 dari masyarakat menyebabkan pengelola pemerintahan akan bekerja sesuai dengan ketentuan yang ada, dan pada akhirnya akan mampu menghasilkan kinerja pemerintahan dengan baik.
BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia yang masih berlangsung hingga sekarang telah menghasilkan berbagai perubahan khususnya dalam hal tata kelola pemerintahan. Salah satu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian
15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Masalah Konsep good governance muncul karena adanya ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Pemahaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Implikasi otonomi daerah terhadap akuntansi sektor publik adalah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kinerja instansi pemerintah kini menjadi sorotan dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik. Masyarakat sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1998 mendorong lahirnya reformasi dalam semua bidang. Lahirnya UU no.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah menjadi salah satu paradigma dalam penyelenggaran untuk mengelola urusan-urusan publik. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan, baik oleh Pusat maupun Daerah mempunyai fungsi untuk mendorong dan memfasilitasi pembangunan guna mencapai pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciAnggaran Sektor Publik
Prinsip-Prinsip Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Anggaran Sektor Publik Definisi Prinsip Prinsip, menurut KBBI: Kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir dan bertindak. Prinsip: suatu pernyataan fundamental
Lebih terperinciImplementasi Manajemen Risiko dalam kerangka SPIP. Tri Wibowo, Msi, CA, CPMA
Implementasi Manajemen Risiko dalam kerangka SPIP Tri Wibowo, Msi, CA, CPMA Dasar Hukum UU no 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara PP nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP PROSES PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
Lebih terperinciGood Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik
Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik KOSKIP, KAJIAN RUTIN - Sejak lahir seorang manusia pasti berinteraksi dengan berbagai kegiatan pemerintahan hingga ia mati. Pemerintahan merupakan wujud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Sesuai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. (1984) mengungkapkan bahwa hubungan keagenan di pemerintahan antara
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori yang mendasari penulisan ini adalah teori keagenan. Berdasarkan teori agensi yang mengadopsi pendapat Jensen dan Meckling
Lebih terperinciGood Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah
Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol.5, Desember 2012, 12-16 12 Good Governance dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Desi Handayani Program Studi Akuntansi - Politeknik Caltex Riau desi@pcr.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kepemerintahaan yang baik (good
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi yang semakin berkembang dan berkelanjutan, partisipasi Pemerintah Daerah dalam mewujudkan kepemerintahaan yang baik (good governance) merupakan suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena yang terjadi dalam perkembangan otonomi daerah di Indonesia saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan tata kelola pemerintahan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan kontrak dimana satu atau lebih
Lebih terperincireformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui agenda reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena terjadinya krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah
Lebih terperinciPengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik
Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik.domain publik sendiri memiliki wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tatacara penyelenggaraan pemerintah mengelola dan mengatur pemerintah sangat mempengaruhi baik atau buruknya suatu pemerintahan berjalan. Pemerintah yang dikelola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang
Lebih terperinciMengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH
Modul ke: GOOD GOVERNANCE Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik Fakultas FAKULTAS www.mercubuana.ac.id RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi Pengertian Istilah good governance lahir sejak berakhirnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntabilitas merupakan suatu bentuk kewajiban pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah dalam melaksanakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi dan Tujuan Anggaran 2.1.1. Definisi Anggaran Menurut Indra Bastian (2010:191), Anggaran dapat diinterpresentasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu : penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Akuntansi sektor publik merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. good governance. Good governance merupakan salah satu alat reformasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin maraknya tindakan korupsi di lingkungan pemerintahan, pemerintah dituntut untuk melakukan reformasi birokrasi dan menerapkan prinsip good governance.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Sinkronisasi Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi, sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA SERANG TAHUN ANGGARAN 2011
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA SERANG TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN ANGGARAN 2008
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS. aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang
8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Transparansi (Transparancy) Transparansi menurut Mardiasmo (2004:30) berarti keterbukaan (openness) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang
Lebih terperinciPENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE
PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE Arison Nainggolan Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Methodist Indonesia arison86_nainggolan@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 1 2009 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 01 TAHUN 2009 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Paradigma/pandangan masyarakat umumnya membentuk suatu pengertian tertentu di dalam dinamika perkembangan kehidupan masyarakat, bahkan dapat mengembangkan
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi
Bab 1 PENDAHULUAN Bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah yang diteliti dan dikerucutkan dalam bentuk rumusan permasalahan. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan asas densentralisasi
Lebih terperinciWALIKOTA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA KUPANG TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata semakin jauh dari kenyataan,
Lebih terperinciBAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang
10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori agensi( Agency theory) Pemerintahan demokrasi merupakan hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dapat digambarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang telah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada bangsa Indonesia akan pentingnya menggagas kembali konsep otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta citacita bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintahan daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah, merupakan penyelenggara pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah satu agenda reformasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah merupakan titik reformasi keuangan daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatannya. Optimalisasi serta peningkatan efektivitas dan efisiensi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semangat otonomi daerah dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2010 T E N T A N G
1 Menimbang Mengingat : a. b. c. 1. 2. PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2010 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN
Lebih terperinciKEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.
KEWARGANEGARAAN Modul ke: GOOD GOVERNANCE by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan : 1. Pengertian, Konsep dan Karakteristik Good Governance. 2. Prinsip-prinsip
Lebih terperinciPEMERIMNTAH KABUPATEN PURBALINGGA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERIMNTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan (kontrak) di antara dua
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa Lebih Perhitungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berlakunya peraturan pemerintah mengenai otonomi daerah, hal tersebut merupakan sebuah indikasi bahwa rakyat menghendaki sebuah keterbukaan dan kemandirian.
Lebih terperinciBUPATI REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,
BUPATI REMBANG BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perubahan sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi yang dibawa oleh arus informasi telah menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas sudah menjadi kewajiban yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SAMBAS TAHUN ANGGARAN 2011
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SAMBAS TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BENGKALIS TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,
Lebih terperinciPemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah dikenal dengan Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 LATARBELAKANG. adanya era reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
16 BAB 1 LATARBELAKANG 1.1 Pendahuluan Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR :. 09 TAHUN 2012
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR :. 09 TAHUN 2012 T E N T A N G PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan Undang-Undang tentang Otonomi Daerah menuntut good government dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang harus mengedepankan akuntanbilitas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam pengelolaan keuangan daerah untuk
Lebih terperinci