1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley, 2002). Sirosis hati merupakan jalur akhir dari berbagai tipe cedera hati kronik (Chung dan Podolsky, 2005). Sirosis hati termasuk penyakit fatal dengan angka kematian dan kesakitan yang tinggi. Komplikasi sirosis hati termasuk asites, peritonitis bakterial spontan, ensefalopati hepatik, varises esophagus, sindrom hepatorenal dan lain sebagainya. Komplikasi tersebut terjadi akibat disfungsi sel hati, porto-caval shunt dan hipertensi portal (Sherlock dan Dooley, 2002). Penilaian derajat keparahan sirosis hati dapat dengan: skor child pugh atau Model for End-Stage Liver Disease (MELD). Skor child pugh merupakan metode yang paling banyak digunakan pada praktik klinis karena praktis, tidak memerlukan komputer dan mudah diterapkan di samping pasien, jika dibandingkan dengan skor MELD (Christensen et al., 1984; Friedman, 2002; Durand dan Valla, 2005; Dancygier, 2010a). Derajat keparahan sirosis hati dapat berubah seiring perbaikan / perburukan variabel klinis dan laboratorium. Sirosis hati menyebabkan gangguan pada sebagian besar fungsi hati, termasuk keseimbangan hormonal dan metabolisme steroid (Kruszynska dan Bouloux, 2007). Pada pria, sirosis hati menyebabkan terjadi hipogonadisme dan feminisasi (Karagiannis dan Harsoulis, 2005; Kruszynska dan Bouloux, 2007;
2 Nurdjanah, 2009). Komplikasi sirosis hati berupa gangguan fungsi seksual jarang diungkapkan pasien dan digali oleh dokter sehingga komplikasi tersebut menjadi underdiagnosis dan underestimate. Disfungsi seksual tidak menyebabkan kematian, namun berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien dan pasangan hidupnya (Shabsigh, 2006). Gangguan seksual yang sering dikeluhkan pria yaitu impotensi atau disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi (DE) didefiniskan ketidak mampuan persisten untuk mencapai dan / atau mempertahankan suatu ereksi yang cukup untuk aktivitas seksual yang memuaskan (NIH, 1993). Disfungsi ereksi dapat dinilai dengan International Index of Erectile Function 5 / IIEF- 5(Rosen et al., 1997). International Index of Erectile Function 5 telah divalidasi Ikatan Dokter Indonesia pada tahun 1999. Sebagian besar penelitian di Indonesia menggunakan IIEF-5 untuk diagnosis disfungsi ereksi. Pada pasien sirosis hati prevalensi DE tinggi berkisar antara 50% sampai dengan 92% (Simsek et al., 2005; Toda et al., 2005). Sebagian besar penelitian dilakukan di negara barat dengan subyek sirosis akibat alkoholik (Huyghe et al., 2009). Sedangkan di Indonesia penyebab terbanyak sirosis hati karena infeksi virus. Penelitian yang mengungkapkan hubungan antara derajat keparahan sirosis hati dengan derajat keparahan disfungsi ereksi masih terbatas, dan sebagian besar penelitian dikaitkan alkoholisme.
3 B. Pertanyaan Penelitian Apakah derajat keparahan sirosis hati berkorelasi positif dengan derajat keparahan disfungsi ereksi? C. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat keparahan sirosis hati dengan derajat keparahan disfungsi ereksi pada pasien sirosis hati. D. Manfaat Penelitian a) Bagi pasien : Pasien dan istrinya mengetahui jika salah satu komplikasi sirosis adalah disfungsi ereksi, harapannya mereka bisa memahami komplikasi tersebut. Peneliti berharap pasien mempunyai kesadaran terhadap pentingnya menurunkan derajat keparahan sirosis hati untuk mencegah komplikasi akibat sirosis hati salah satunya tentang disfungsi ereksi. b) Pengembangan ilmu pengetahuan : Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pemahaman disfungsi ereksi sebagai salah satu penyakit penyerta ataupun komplikasi sirosis hati, sebagai dasar penelitian berikutnya. c) Pengembangan medik : Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman klinisi untuk lebih memperhatikan status seksual pasien sebagai salah satu penyakit penyerta maupun komplikasi akibat sirosis. Peneliti berharap para klinisi akan berusaha untuk menurunkan derajat keparahan sirosis hati untuk mencegah komplikasi termasuk disfungsi ereksi.
4 E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh sirosis hati terhadap disfungsi ereksi banyak dilakukan (Tabel 1), tetapi sebagian besar dilakukan pada pasien sirosis dengan etiologi alkoholik(cornely et al., 1984; Jensen dan Gluud, 1985; Huyghe et al., 2009). Simsek dan kawan-kawan (2005) meneliti fungsi seksual pada pasien penyakit hati kronis, hasil penelitian menunjukkan penyakit hati kronis yang stabil tidak berpengaruh terhadap fungsi seksual. Toda dan kawan-kawan (2005) menilai korelasi antara penyakit virus hati kronis dengan disfungsi ereksi di Jepang, hasil penelitian menunjukkan peningkatan derajat keparahan DE berkorelasi positif dengan peningkatan kelas child pugh. (P <0,05). Pada penelitian Toda dan kawan-kawan (2005) sebagian besar sirosis disebabkan oleh hepatitis C. Muhammad dan kawan-kawan (2012) meneliti derajat disfungsi ereksi berdasarkan kelas child pugh, hasil penelitian menunjukkan sirosis child C mempunyai resiko 8,49 kali mengalami disfungsi ereksi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penyebab utama sirosis hati di Indonesia adalah infeksi virus hepatitis B dan bukan karena alkoholik. Tingkat konsumsi alkohol di Indonesia lebih rendah dibandingkan di negara barat atau di Jepang. Sepengetahuan peneliti belum terdapat penelitian yang secara khusus menilai hubungan antara derajat keparahan sirosis hati dengan derajat keparahan disfungsi ereksi di Indonesia.
5 Tabel 1. Penelitian tentang disfungsi seksual pada pasien sirosis. No Peneliti / Metode / Subyek / Penyebab sirosis 1. Cornely dan kawan-kawan (1984) Metode : Case control Study Subyek : 20 pasien sirosis alkoholik, 40 pasien sirosis non alkoholik. 2. Jensen dan Gluud (1985) Metode : Case control Study Subyek : 18 pasien kelompok sirosis alkoholik, 18 pasien kelompok alkoholik, 18 pasien kelompok diabetes mellitus tergantung insulin, 18 pasien kelompok tanpa penyakit kronik (kontrol). 3. Simsek dan kawan-kawan (2005) Subyek: 10 (12 %) pasien sirosis (child A dan B), 28 (35%) hepatitis kronis dan 43 (53%) carrier. Penyebab: 63 (77.8%) HBV, 15 (18.5%) HCV, 1 (1.2%) HBV & HCV, 2 (2.5%) HBV & HDV. 4 Toda dan kawan-kawan (2005) Subyek: 64 hepatitis kronis dan 53 sirosis hati. Penyebab: 21 (18%) HBV, 94 (80%) HCV, dan 2 (2%) non-b non-c. 5. Huyghe dan kawan-kawan ( 2009) Subyek : 98 pasien sirosis hati Penyebab: 36 (36,7%)alkoholik, 10 (10,2%) HBV, 31 (31,6%) HCV dan 21 (21,5%) lain-lain. 6. Muhammad dan kawan-kawan (2012) Subyek: 589 pasien sirosis hati. Penyebab: tidak dinyatakan. Judul Chronic advanced liver disease and impotence : cause and effect? Sexual dysfunction in men with alcoholic liver cirrhosis. A comparative study Assessment of sexual functions in patients with chronic liver disease Erectile dysfunction in patients with chronic viral liver disease: its relevance to protein malnutrition Erectile dysfunction in end-stage liver disease men Frequency and severity of erectile dysfunction in Child Turcot Pugh classes of liver cirrhosis Hasil Impotensi yang lebih parah cenderung pada alkoholisme bila dibandingkan non alkoholisme. (p < 0,01). semua kelompok mempunyai peningkatan disfungsi ereksi dibandingkan kontrol. Prevalensi dan jenis disfungsi seksual tidak berbeda antara laki-laki dengan sirosis alkohol dengan alkoholik kronis tampa sirosis. Prevalensi DE pada sirosis hati 50 %, hepatitis kronis 50%, dan carier 51,1%. Penyakit hati kronis yang stabil tidak mempengaruhi fungsi seksual. Peningkatan derajat keparahan DE berkorelasi positif dengan peningkatan kelas child pugh. (P <0,05). Usia dan kadar serum albumin merupakan faktor independen terjadinya DE. Frekuensi aktivitas seksual berkurang dan prevalensi DE 74 % pada pasien sirosis. Pasien sirosis yang mengalami DE cenderung pada kelompok child C (p <0.000) dengan odd risk 8.49 (95% CI: 4,73-16,53). Keterangan : DE: disfungsi ereksi; HBV : virus hepatitis B; HCV: virus hepatitis C; HDV: virus hepatitis D