1.Definisi Hukum. 2.Pembagian/jenis-jenis Hukum

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD T. P. 2016/2017

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya

Mengapa berdana? Pariyatti Sāsana hp ; pin. Friday, April 12, 13

Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas)

Mengapa bhikkhu harus dipotong rambutnya? Mengapa bhikkhu itu tidak boleh beristeri? Mengapa anak perempuan tidak boleh dekat bhikkhu?

PANDANGAN BENAR : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun

Kāmāvacarasobhana Cittaṃ (1)

62 Pandangan Salah (6)

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

62 PANDANGAN SALAH (3) Dhammavihārī Buddhist Studies

Dhamma Inside. Kematian Yang Indah. Orang-orang. Akhir dari Keragu-raguan. Vol September 2015

D. ucapan benar E. usaha benar

Sabbadānam Dhammadānam Jināti Diantara semua pemberian, pemberian Dhamma adalah yang tertinggi

KAMMA 1 Bukan kata lain dari fatalisme atau takdir. Pariyatti Sāsana hp ; pin!

Dāna. Sebuah Perhiasan dan Pendukung untuk Batin 2. Pariyatti Sāsana hp ; pin. Sunday, October 13, 13

Sutta Nipata menyebut keempat faktor sebagai berikut: Lebih lanjut, murid para

Dāna-4. Berdana Kepada Bhikkhu Leher Kuning? Pariyatti Sāsana hp ; pin. Friday, April 12, 13

Sutta Magandiya: Kepada Magandiya (Magandiya Sutta: To Magandiya) [Majjhima Nikaya 75]

KAMMA / KEWUJUDAN SEMULA

MEDITASI VIPASSANĀ & EMPAT KESUNYATAAN MULIA

Sobhanacetasika (3) Dhammavihārī Buddhist Studies

PERTAPA GOTAMA MEMILIH JALAN TENGAH & ARIYASĀVAKA TANPA JHĀNA. Pariyatti Sāsana Yunior 2 hp ; pin!

The Purpose of Practice. The Purpose of Practice. Sayalay Susīlā s Dhamma talk

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN:

Sampul & Tata Letak: Jimmy Halim, Leonard Halim Tim Dana: Laura Perdana. Diterbitkan Oleh:

Kāmāvacarasobhana Cittaṃ (2)

PANDANGAN BENAR : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun

Pengembara yang Tersesat

PENGGOLONGAN HUKUM. Nama anggota : Mega Aditya Lavinda (19) Megantoro Prasetyo W (20) Mitsaqan Ghalizha (21) Ahmad hafiyyan (03)

Dhammacakka Pavattana Sutta!

BAB III NAFSU DALAM AGAMA BUDDHA

Manfaatkan Waktu. Semaksimal Mungkin

Sutta Maha Kammavibhanga: Penjelasan Mendetail Tentang Kamma (Maha Kammavibhanga Sutta: The Great Exposition of Kamma) Majjhima Nikaya 136

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian

SĪLA-2. Pariyatti Sāsana hp ; pin!

Fenomena Hidup dan Kehidupan Sebab-Musabab Yang Saling Bergantung

Kamma (7) Kamma Baik Lingkup-Indra. Dhammavihārī Buddhist Studies

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN PROGRAM STUDI : S1 SISTEM INFORMASI Semester : 1

SUTRA 42 BAGIAN. B. Nyanabhadra

Empat Kebenaran Mulia. Pariyatti Sāsana Yunior 2 hp ; pin 7E9064DE

MENJADI PEMENANG ARUS

Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta)

Revelation 11, Study No. 39 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu pasal 11, Pembahasan No. 39, oleh Chris McCann

Kamma (6) IV. Berdasarkan Tempat Kematangan Kamma Lingkup Inderawi

SEMUA ORANG BERDOSA. Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.

DEPARTEMEN PEMUDA DAN ANAK GBI JEMAAT INDUK DANAU BOGOR RAYA BAHAN SHARING COOL PEMUDA Minggu I; Bulan: Februari 2011

Pratityasamutpada: Sebuah Pujian Buddha (Dependent Arising: A Praise of the Buddha) oleh Je Tsongkhapa

Mahā Maṅgala Sutta (1)

Meditasi Mettā (Meditasi Cinta Kasih)

MEDITASI KESADARAN ASHIN TEJANIYA TUNTUNAN UNTUK BERLATIH PUSAT MEDITASI SHWE OO MIN DHAMMA SUKHA TAWYA MARET 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KEHIDUPAN TIDAK PASTI, NAMUN KEMATIAN ITU PASTI (LIFE IS UNCERTAIN, DEAD IS CERTAIN) Oleh: Ven. Dr. K. Sri Dhammananda

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #24 oleh Chris McCann

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (11) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 18 Januari 2005 s.d. tanggal 07 Maret 2005

本師釋迦牟尼佛. (Ben shi shi jia mou ni fo) Sakyamuni Buddha

Seri Iman Kristen (10/10)

Perkembangan Pandangan Terang

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (16) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 24 September 2005 s.d.

2 Petrus. 1 1 Dari Simon Petrus, hamba dan

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #11 oleh Chris McCann

Sutta Devadaha: Di Devadaha (Devadaha Sutta: At Devadaha) [Majjhima Nikaya 101]

Kematian Yahushua: Membatalkan Hukum?

Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka

C. HUKUM MENURUT TEMPAT BERLAKUNYA

Abhidhammatthasaṅgaha

Bagaimana Kita Bertumbuh Allah ingin Kita Bertumbuh serupa dengan Kristus dalam segala hal. Efesus 4:15a (Msg)

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan

Dāna. Pariyatti Sāsana hp ; pin. Sebuah Perhiasan dan Pendukung untuk Batin. Sunday, October 6, 13

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BERAGAMA APAKAH TUHAN

MENGATASI KEMURUNGAN DAN MENERIMA KEDAMAIAN & SUKACITA

ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SEKOLAH DASAR KECAMATAN SELO TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013

Meditasi. Oleh : Taridi ( ) KTP. Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran

Diciptakan untuk Menjadi Serupa dengan Kristus.

Sang Buddha. Vegetarian&

o Di dalam tradisi Theravāda, pāramī bukanlah untuk Buddha saja, tetapi sebagai prak/k yang juga harus dipenuhi oleh Paccekabuddha dan sāvakā.

1. Mengapa bermeditasi?

Seperti Musa, Paulus rela kehilangan keselamatannya sendiri untuk menyelamatkan bangsa Israel.

Gatha Dasar Jalan Tengah (Mulamadhyamakakarika) The Fundamental Wisdom of the Middle Way oleh Arya Nagarjuna. Pengantar

Analisis Individu (Puggalabheda)

Lesson 6 for November 11, 2017

Matematika Pernikahan

Ikhtisar Ajaran Buddha

Revelation 11, Study No. 13 in Indonesian Language. Seri Kitab Wahyu Pasal 11, Pembahasan No. 13, oleh Chris

Baptisan. Mencuci Bersih Dosa HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Kelahiran dan Kematian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih

Buddha Abhidhamma. Ultimate Science. Kata Pengantar.

2. "Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada. " Kolose 4:5.

KISAH INSPIRATIF PUTERI BUDDHA

Agama Buddha dan Kehidupan Sosial (Konsep dasar pola pikir Buddhis berdasarkan Sutta)

Sutta Cula- Malunkyovada: Petunjuk Singkat Kepada Malunkya (Cula- Malunkyovada Sutta: The Shorter Instructions to Malunkya) [Majjhima Nikaya 63]

TIGA PERMATA MULIA. --Hari Asadha--

Mutiara Islahul Qulub 6

KARAKTERISTIK DAN ESENSI AGAMA BUDDHA

Permintaan Untuk Membabarkan Dhamma. Pariyatti Sāsana Yunior 2 hp ; pin

Nasib dan Takdir Manusia, Apa Bedanya?

Transkripsi:

1.Definisi Hukum Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu. 2.Pembagian/jenis-jenis Hukum Ada bererapa hukum yang berlaku di Indonesia. Pembagian hukum di Indonesia berdasarkan pada beberapa aspek. Berikut jenis-jenis pembaian hukum di Indonesia. 1. Menurut sumbernya Menurut sumbernya hukum dibedakan menjadi : a. Hukum undang-undang, yaitu peraturan hukum yang tercantum dalam perundangan-undangan. b. Hukum adat, yaitu peraturan-peraturan hukum yang terletak dalam kebiasaan. c. Hukum traktat, yaitu peraturan hukum yang ditetapkan oleh beberapa negara dalam suatu perjanjian Negara. d. Hukum jurisprudensi, yaitu peraturan hukum yang terbentuk oleh putusan hakim. e. Hukum doktrin, peraturan hukum yang berasal dari dari pendapat para ahli hukum. 2. Menurut bentuknya Menurut bentuknya hukum dibedakan menjadi : a. Hukum tertulis, yaitu peraturan hukum yang terdapat pada berbagai perundangan-undangan. b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu peraturan hukum yang masih hidup dalam keyakinan sekelompok masyarakat dan ditaati oleh mayarakat tersebut walaupun peraturan tersebut tidak tertulis dalam bentuk undang-undang. 3. Menurut tempat berlakunya : Menurut tempat berlakunya hukum dibedakan menjaadi : a. Hukum nasional, yaitu peraturan hukum yang berlaku dalam suatu wilayah Negara tertentu. b. Hukum internasional, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan dalam dunia internasional. 4. Menurut waktu berlakunya : Menurut waktu berlakunya hukum dibedakan menjadi : a. Ius constitutum (hukum positif), yaitu peraturan hukum yang berlaku pada saat ini bagi suatu masyarakat dalam suatu daerah tertentu. b. Ius constituendum, yaitu peraturan hukum yang diharapkan akan berlaku pada masa mendatang. c. Hukum asasi (hukum alam), yaitu peraturan hukum yang berlaku pada siapa saja dan kapan saja diseluruh dunia.

5. Menurut cara mempertahankannya : Menurut cara mempertahankannya hukum dibedakan menjadi : a. Hukum material, yaitu peraturan hukum yang berisi perintah dan larangan untuk mengatur kepentingan bersama. b. Hukum formal, yaitu peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana cara pelaksaan hukum material 6. Menurut sifatnya : Menurut sifatnya hukum dibedakan menjadi : a. Hukum yang memaksa, yaitu peraturan hukum yang bersifat mutlak. b. Hukum yang mengatur, yaitu peraturan hukum yang dapat dikesampingkan jika pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri. 7. Menurut wujudnya : Menurut wujudnya hukum dibedakan menjadi : a. Hukum obyektif, yaitu peraturan hukum yang berlaku umum dalam suatu Negara. b. Hukum subyektif, yaitu peraturan hukum yang muncul dari hukum obyektif teapi hanya berlaku pada orang tertentu. Hukum subyektif juga disebut sebagai hak. 8. Menurut isinya : Menurut isinya hukum dibedakan menjadi : a. Hukum privat, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan pribadi. b. Hukum publik, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat kelengkapannya dan warga negararanya. 3.Hukum dalam ajaran Buddha i.cattari Arya Saccani EMPAT KEBENARAN MULIA atau Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) adalah kebenaran absolut atau mutlak yang berlaku bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras, budaya, maupun agama. Karena mengakui atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap manusia mengalami dan diliputi oleh hukum kebenaran ini. Empat Kebenaran Mulia merupakan "temuan" BUKAN ciptaan Pangeran Siddhartha yang bermeditasi di bawah Pohon Bodhi hingga memperoleh Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha. Sebagaimana temuan bola lampu oleh Thomas ALfa Edisson Jadi, maka demikian pula dengan Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan dan diajarkan oleh Sang Buddha Gotama kepada umat manusia di bumi ini. Muncul ataupun tidak muncul seorang Buddha di dunia ini, kebenaran itu akan tetap ada dan berlaku secara universal.

Empat Kebenaran itu adalah: 1. Duka atau Penderitaan (DUKKHA) 2. Sebab Penderitaan (DUKKHA SAMUDAYA) 3. Berakhirnya Penderitaan (DUKKHA NIRODHA) 4. Cara Menghentikan Penderitaan (DUKKHA NIRODHA GAMINIPATIPADA) ii.kamma dan Punarbhava Kata kamma berasal dari bahasa pali, dan kata karma berasal dari bahasa sanskerta. Karma adalah perbuatan manusia ketika hidup di dunia; hukum sebab akibat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 509). Karma juga diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh jasmani, perkataan, dan pikiran yang baik maupun yang jahat (Abhidhammathasangaha, 2005: 277). Dalam Anggutara Nikaya, Sang Buddha juga mengatakan bahwa para bhikkhu, kehendak untuk berbuat itulah yang kunamakan karma. Setelah timbul kehendak dalam batinnya, seseorang melakukan perbuatan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karma merupakan perbuatan dari suatu mahluk melalui pikiran, ucapan, dan badan jasmani yang disertai dengan niat (cetana). Segala bentuk perbuatan dapat disebut dengan karma bila disertai dengan niat (cetana). Semua mahluk dapat melakukan karma kecuali telah mencapai tingkat kesucian tertinggi (arahat). Seorang arahat tidak melakukan karma karena ia telah menghentikan proses karma. Perbuatan yang ia lakukan disebut kiriya yang tidak akan menimbulkan akibat apapun. Karma akan menimbulkan akibat atau hasil disebut vipaka atau akibat karma. Adanya suatu perbuatan atau karma yang menimbulkan akibat atau vipaka disebut hukum karma atau hukum sebab akibat. Dalam Anggutara Nikaya, III, 415 dijelaskan bahwa perbuatan (karma) seseorang ditentukan oleh salah satu dari tiga faktor yaitu rangsangan luar, motif yang disadari dan motif yang tidak disadari. Labih lanjut dijelaskan bahwa kontak (phassa) merupakan penyebab dari perilaku (karma). Rasangan dari luar adalah gerakan refleks atau perilaku yang mengikuti rangsangan indria. Motif yang disadari adalah dosa (kebencian), lobha (keserakahan), moha (kebodohan), alobha (ketidak serakahan), adosa (tidak membenci), dan amoha (ketidak bodohan). Sedangkan motif yang tidak disadari adalah keinginan untuk hidup langgeng (jivitukama) dan keinginan untuk menghindar dari kematian (amaritukama). Ketiga faktor tersebut merupakan sebab terjadinya suatu karma yang akan menimbulkan akibat. Sedangkan dalam paticcasamuppada, ketidak-tahuan (avijja) merupakan sebab utama yang menimbulkan karma. Dalam agama Buddha tidak ada pembuat kamma karena ajaran Buddha mengajarkan anatta (tanpa inti). Dalam Visudhi-Magga, bhikkhu Budhagosa mengatakan bahwa Tak ada pelaku

yang menjalankan perbuatan (kamma), ataupun seseorang yang merasakan buahnya, hanyalah suku cadang penunjang yang bergulir terus, inilah sesuangguhnya yang betul. Punarbhava Punarbhava adalah kelahiran kembali atau tumumbal lahir. Dalam agama Buddha dikenal juga dengan penerusan dari nama (patisandhi vinnana). Ketika seseorang akan meninggal dunia, kesadaran ajal (cuti citta) mendekati kepadaman dan didorong oleh kekuatan-kekuatan kamma. Kemudian kesadaran ajal padam dan langsung menimbulkan kesadaran penerusan (patisandhi vinnana ) untuk timbul pada salah satu dari 31 alam kehidupan sesuai dengan karmanya. Keinginan tak terpuaskan akan keberadaan dan kenikmatan inderawi adalah sebab tumimbal lahir (Dhammananda, 2004: 141). Dengan memadamkan nafsu keinginan maka kita dapat menghentikan tumimbal lahir. Nafsu keinginan ini merupakan salah satu sebab yang menimbulkan karma dan menimbulkan proses kelahiran kembali. Ajaran agama Buddha tentang tumimbal lahir harus kita bedakan dari ajaran tentang perpindahan dan reinkarnasi dari agama lain. Tumimbal lahir atau punarbhava yang disebut juga penerusan (patisandhi) bukan perpindahan roh karena dalam agama Buddha tidak mengenal roh yang kekal dan berpindah. Dalam agama Buddha dikenal dengan penerusan dari nama (patisandhi vinnana). Secara umum ada 4 cara tumimbal lahirnya mahluk-mahluk, yaitu Jalabuja-yoni (lahir melalui kandungan seperti manusia, sapi, dan kerbau), andaja-yoni (lahir melalui telur seperti ayam, bebek, dan burung), sansedaja-yoni (lahir melalui kelembaban seperti nyamuk dan ikan), dan opapatika-yoni (lahir secara spontan seperti mahluk-mahluk alam dewa dan peta). Ada dua pendapat tentang tumimbal lahir, yang pertama menurut Abhidhamma bahwa tumimbal lahir terjadi segera setelah kematian suatu mahluk tanpa keadaan antara apapun. Sedangkan yang kedua ada yang berpendapat bahwa suatu mahluk setelah mati maka kesadaran atau energi mental mahluk tersebut tetap ada dalam suatu tempat, didukung oleh energi mental akan nafsu dan kemelekatannya sendiri, menunggu hingga cepat atau lambat tumimbal lahir terjadi. Seorang Buddha atau arahat tidak akan terlahir kembali karena telah menghentikan karma. Dalam Dhammacakkapavatana sutta sang Buddha mengatakan bahwa inilah kelahiran-ku yang terakhir, tiada lagi tumimbal lahir bagi-ku. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang Buddha tidak akan terlahir kembali. Kelahiran kembali bukanlah suatu karangan belaka, sekarang ini para ahli sedang mengumpulkan bukti-bukti adanya suatu tumimbal lahir. Dalam film Past Lives: Stories of Reincarnation, disana memuat cerita orang-orang yang dapat mengingat kehidupan lampaunya. Hubungan Karma dengan Punarbhava

Karma dan Punarbhava mempunyai hubungan yang saling bergantungan. Ada hubungan sebab akibat antara karma dan punarbhava. Karma menyebabkan proses tumimbal lahir suatu mahluk. Dalam culakammavibhanga sutta dijelaskan bahwa setiap mahluk adalah pemilik perbuatannya sendiri, terwarisi oleh perbuataannya sendiri, lahir dari perbuatannya sendiri, berhubungan dengan perbuatannya sendiri, dan terlindung oleh perbuatannya sendiri. Hal tersebut menjelaskan bahwa suatu mahluk terlahir karena perbuatannya sendiri. Karma yang menyebabkan suatu mahluk mengalami tumimbal lahir. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah karma bukan satu-satunya sebab yang menimbulkan suatu mahluk mengalami kelahiran kembali. Selain karma ada faktor-faktor lain yang menyebabkan terlahirnya suatu mahluk. Ada tiga syarat yang diperlukan untuk kelahiran suatu mahluk yaitu senggama antara orang tua, ibu dalam masa subur, dan hadirnya gandhaba. Gandhaba adalah janin atau calon individu suatu mahluk. Karma dapat menjelaskan pertanyaan, mengapa suatu mahluk tidak ada yang sama dan berbeda. Ada orang yang tinggi-pendek, kaya-miskin, cacat-normal, dll. Dalam Culakammavibanga sutta dijelaskan mengapa orang terlahir berbeda-beda. Salah satunya dijelaskan bahwa seseorang yang membunuh mahluk hidup dan tidak mempunyai belas-kasihan terhadapnya, akibat dari perilakunya tersebut, ia akan dilahirkan kembali di alam yang buruk setelah meninggal. Dalam mahakammavibhanga sutta sang Buddha menjelaskan bahwa beberapa petapa dan brahmana mempunyai kekuatan batin dapat melihat mahluk-mahluk di alam lain. Kekuatan untuk dapat melihat mahluk-mahluk alam lain yang muncul dan lenyap sesuai dengan karmanya masingmasing disebut Dibbacakkhu-nana. Ada juga sesuatu kemampuan untuk mengingat kehidupan yang lampau disebut pubbenivasanussati-nana. Dengan memiliki dua kekuatan batin tersebut kita bisa membuktikan adanya tuimbal lahir atau kelahiran kembali. Suatu mahluk yang melakukan karma maka ia akan menerima akibat dari karma yang telah ia lakukan itu. Akibat karma tersebut dapat berakibat pada kehidupan sekarang dan yang akan datang. Dalam Visuddhimagga, Buddhagosa menjelaskan ada pembagian karma menurut waktunya. Ada empat jenis yaitu ditthadhammavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan sekarang), uppajjavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan setelah kehidupan sekarang ini), Aparaparavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan selanjutnya), dan ahosi kamma (kamma yang tidak memberikan akibat karena jangka waktunya telah habis). Karma seseorang yang telah ia lakukan tidak hanya akan menimbulkan akibat pada kehidupan sekarang ini tetapi juga pada kehidupan selanjutnya. Dalam paticcasamuppada dijelaskan dengan jelas bagaimana hubungan karma dengan punarbhava. Avijja sebagai sebab terdekat yang menimbulkan sankhara (bentuk-bentuk karma). Sankhara ini wujud aslinya adalah kamma 29 atau cetana 29, yaitu akusala citta 12, mahakusala citta 8, rupavacarakusala citta 5, dan arupavacarakusala citta 4. Kemudian sankhara ini akan menimbulkan Vinnana (kesadaran). Kesadaran inilah yang merupakan proses tumimbal lahir. Vinnana ini akan menimbulkan Nama-Rupa atau Pancakhanda yang akan menimbulkan suatu mahluk. Hal tersebut menjelaskan hubungan antara karma dan punarbhava yang sangat dekat.

iii.tilakkhana Tilakkhana / Tiga Corak Umum dalam Buddha Tiga Corak Umum adalah Kebenaran alam semesta yang dikaitkan dengan seluruh kehidupan walaupun berbeda ruang dan waktu. Tiga Corak Umum mengatakan tentang sifat sejati segala sesuatu. Buddha mengajarkan bahwa semua keberadaan yang berkondisi terpengaruh oleh Tiga Corak Umum. Hal ini disebut juga sebagai Tiga Pelindung Hukum (Dharma) sebagaimana yang Buddha ajarkan bahwa setiap ajaran yang berpegang pada ketiga corak ini bisa dikatakan sebagai ajaran sejati. Ajaran apa pun yang tidak mengandung Tiga Corak Umum dan Empat Kebenaran Mulia tidak dapat dikatakan sebagai ajaran Buddha. (Pada ajaran Buddha tradisi Theravada, Dukkha diajarkan sebagai corak umum ketiga; sementara pada ajaran Buddha tradisi Mahayana, Nirwana diajarkan sebagai corak umum ketiga). Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan, semua Kebenaran ini harus disadari untuk membantu kita menerima kenyataan. Anicca-Ketidakkekalan (Perubahan) Segala yang terkondisi selalu dalam perubahan. Dukkha-Ketidakpuasan (Penderitaan) Segala yang terkondisi tidaklah memuaskan. Anatta-Ketiadaan Diri (Tiada Aku) Segala fenomena adalah tanpa inti/aku yang kekal. Nirwana-Pencerahan (Keheningan Sempurna) Pencerahan adalah pencapaian Kedamaian Sejati dan Kebahagiaan Sejati. Hubungan Corak-Corak Umum Apa pun yang akan selalu dalam perubahan (Anicca) adalah tanpa inti yang kekal (Anatta) dan menyebabkan ketidakpuasan (Dukkha) jika kita melekat pada mereka. Nirwana adalah keadaan damai tanpa terpengaruh oleh ketiga corak di atas. Anicca Anicca menggambarkan fenomena dari sudut pandang waktu. Segala sesuatu di alam semesta, baik fisik (dari sel terkecil dari tubuh kita sampai bintang terbesar) maupun mental (seperti bentuk-bentuk pikiran yang berkeliaran dalam pikiran kita) selalu mengalami perubahan, tidak pernah tetap sama sekalipun hanya dalam perbedaan detik. Karena segala sesuatu merupakan hasil atau akibat dari sebab-sebab dan kondisi yang berubah, maka segala sesuatu juga terusmenerus berubah. Komponen terkecil dari benda yang paling padat sekalipun hanyalah gumpalan energi yang mengalir. Pikiran yang tidak terlatih bahkan lebih berkeliaran dan rentan untuk berubah, tidak

punya kestabilan. Semua unsur hidup dan tidak hidup adalah subjek pembusukan dan penghancuran. Hukum Anicca bersifat netral dan tidak memihak, tidak diatur oleh hukum apa pun yang lebih tinggi; segalanya berlalu dan terperbarui secara alamiah. Mengapa Kita Perlu Menyadari Anicca? Ketika kita menyadari bahwa orang (kepribadian, minat, dan sikap mereka) dan situasi hidup tidaklah tetap dan terus berubah, kita akan menyikapi setiap momen hubungan dengan pikiran terbuka, mampu bereaksi terhadap setiap situasi baru tanpa melekat pada konsepsi yang telah lalu. Dengan demikian hubungan dapat dikembangkan dengan baik. Kesuksesan dalam hidup tergantung pada kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan situasi dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru. Kita akan lebih sukses dalam semua upaya kita jika Kebenaran ini disadari. Kita juga akan belajar untuk menghargai kesehatan, kesejahteraan materi, hubungan, dan hidup yang tidak terlalu melekat, menggunakan kesejahteraan kita untuk dengan penuh kesadaran mempraktikkan jalan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Juga dengan Anicca, kita dapat mengubah penderitaan menjadi Kebahagiaan. Anatta Anatta menggambarkan fenomena dari sudut pandang ruang. Segala sesuatu di alam semesta tersusun dari berbagai bagian, yang juga terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil. Setiap bagian selalu berubah, kadang perubahan besar, tapi kebanyakan halus (bagi indra kita). Tak satu pun komponen yang tidak berubah, segalanya selalu berubah. Sesuatu itu ada hanya jika bagianbagian penyusunnya bergabung. Jadi, tidak ada inti atau diri yang tetap dalam segala sesuatu, inilah yang disebut tanpa-pribadi. Ini juga berarti bahwa segala sesuatu saling berhubungan dan saling bergantungan satu sama lain. Tidak ada sesuatu pun yang berdiri sendiri sebagai diri yang terpisah. Jika ada suatu diri yang sejati atau permanen, kita harus dapat mengidentifikasikannya. Bagaimanapun juga, tubuh kita berubah tak henti-hentinya dari detik ke detik, dari kelahiran sampai kematian. Pikiran bahkan berubah lebih cepat lagi. Jadi, kita tidak dapat mengatakan bahwa badan, batin, atau gabungan tertentu dari keduanya adalah suatu diri yang berdiri sendiri. Tidak ada yang dapat berdiri sendiri karena badan maupun batin tergantung dari banyak faktor untuk eksis. Karena apa yang dinamakan diri ini hanyalah sekumpulan faktor fisik dan mental yang terkondisi dan selalu dalam perubahan, tidak ada unsur yang nyata atau konkrit di dalam kita. Jika tubuh adalah diri, tubuh seharusnya mampu menghendaki atau mengendalikan dirinya untuk menjadi kuat dan sehat. Namun demikian, tubuh dapat menjadi lelah, lapar, dan jatuh sakit. Begitu pula, jika pikiran adalah diri, seharusnya pikiran dapat melakukan apa pun yang dikehendakinya, tetapi pikiran sering berlarian dari yang benar menjadi salah. Pikiran menjadi

terganggu, kacau, dan bertentangan dengan kehendaknya. Oleh karena itu, baik batin maupun badan bukanlah diri. Mengapa Kita Perlu Menyadari Anatta? Orang yang tidak menyadari Kebenaran ini akan cenderung mementingkan diri sendiri dan egois. Orang itu tidak hanya merasa terus terancam oleh orang lain dan situasi tertentu, dia juga akan merasa terdorong untuk terus melindungi dirinya, harta bendanya, bahkan pendapatnya, dengan segala cara. Dengan menyadari Kebenaran ini, kita akan lebih mudah untuk tumbuh, belajar, berkembang, bermurah hati, baik hati, dan berwelas asih karena kita tidak merasa selalu harus membentengi diri. Kita juga akan menghadapi situasi sehari-hari dengan lebih baik, membantu kemajuan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Sepanjang kita menganggap kita memiliki diri, sikap aku-punyaku-milikku akan menguasai hidup kita dan membawa berbagai macam masalah. Dukkha Tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini yang dapat memberi kita kepuasan yang lengkap dan abadi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan terus-menerus pada segala hal (termasuk apa yang kita nilai berharga) dan nafsu keinginan yang selalu berubah dalam pikiran kita yang tidak terlatih. Bahkan selama pengalaman yang paling menyenangkan pun, terdapat kecemasan bahwa momen itu pun tidak akan berlangsung lama. Mencari kebahagiaan abadi dalam perubahan terusmenerus akan mengganggu kedamaian batin, menyebabkan penderitaan. Hal ini juga berakhir dalam penderitaan kelahiran kembali yang terus berulang. Mengapa Kita Perlu Menyadari Dukkha? Menyadari bahwa ketidakpuasan bersifat universal dan tak terhindari, memungkinkan kita untuk menghadapi kenyataan hidup dengan ketenangan. Kita akan mampu mengatasi penuaan, kesakitan, dan kematian tanpa merasa kecil hati atau putus asa. Kesadaran ini juga menyemangati kita untuk mencari penyelesaian masalah ketidakpuasan seperti yang Buddha lakukan, serta mencari Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Nirwana Nirwana adalah dasar kehidupan, substansi dari segala sesuatu. Contohnya, ombak tidak harus mati untuk menjadi air. Air adalah substansi ombak. Ombak merupakan air juga. Kita juga seperti itu. Kita membawa dasar antar-makhluk (saling keterhubungan), Nirvana, dunia yang melampaui kelahiran dan kematian, kekal dan tidak kekal, diri dan tiada diri. Nirwana adalah keheningan sejati dari konsep dan fenomena-kedamaian Sejati. Nirwana adalah dasar dari semua itu, seperti ombak yang tidak akan ada tanpa ada air. Jika Anda tahu bagaimana menyentuh

ombak, Anda tahu bagaimana menyentuh air pada saat yang sama. Nirwana tidak berdiri terpisah dari Anicca dan Anatta. Jika Anda tahu bagaimana menggunakan hal itu untuk menyadari kenyataan, Anda bersentuhan dengan Nirwana di sini dan saat ini. Nirwana adalah punahnya segala konsep pemikiran. Kelahiran dan kematian adalah konsep pemikiran. Jadi dan tidak jadi adalah konsep pemikiran. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berurusan dengan kenyataan relatif ini. Akan tetapi, jika kita mengamati hidup dengan lebih mendalam, kenyataan akan terungkap dengan sendirinya dalam jalan yang lain. Ketika Anda memahami Anicca dan Anatta, Anda telah terbebas dari penderitaan dan mencapai Nirwana. Nirwana bukanlah sesuatu yang Anda cari-cari untuk masa mendatang. Sebagai pelindung Dharma, Nirwana ada dalam semua ajaran Buddha. Nirwana bukanlah tiadanya kehidupan. Nirwana dapat ditemukan dalam kehidupan ini juga. Nirwana berarti keteduhan, keheningan, atau padamnya api penderitaan. Nirwana mengajarkan bahwa kita telah menjadi apa yang kita inginkan. Kita tidak harus mengejar segala sesuatu lagi. Kita hanya perlu kembali kepada kita sendiri dan memahami hakikat sejati kita. Ketika kita melakukan ini, kita akan berada dalam kedamaian dan sukacita sejati. Mengapa Kita Perlu Menyadari Nirwana? Nirwana adalah istilah teknis Buddhis untuk Pencerahan-pembebasan dari segala penderitaan atau Kebahagiaan Sejati! Jika kita ingin sungguh-sungguh berbahagia, Nirwana harus kita capai. iv.paticcasamuppada Paticcasamuppada atau hukum sebab-musabab yang saling bergantungan merupakan salah satu ajaran yang terpenting dalam Buddha Sasana. Paticcasamuppada adalah suatu ajaran yang menyatakan adanya sebab-musabab yang terjadi dalam kehidupan semua makhluk, khususnya manusia. Dengan menganalisa dan merenungkan Paticcasamuppada inilah, Petapa Gotama akhirnya mencapai Penerangan Sempurna menjadi Buddha.