BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan berani karena keputusan tersebut menimbulkan pertentangan dalam tubuh NATO selaku payung utama dari gabungan operasi militer ISAF yang terbentuk dari seluruh negara-negara anggota dan mitra NATO untuk intervensi di Afghanistan. Jadwal penarikan yang telah disepakati bersama oleh para anggota ISAF adalah akhir tahun 2014. Sementara pada pertengahan tahun 2012, Perancis telah mengurangi banyak pasukan tempurnya dari Afghanistan. Pada tahun yang sama terjadi pergantian presiden di Perancis. Presiden terpilih Francois Hollande kemudian melanjutkan kebijakan penarikan pasukan ini. Bahkan Hollande lebih tegas dengan menyatakan pelaksanaan penarikan dan serangkaian operasi militer akan tuntas tepat pada akhir tahun 2012. Bab Kedua dan Ketiga tesis ini telah memaparkan alur pelaksanaan misi tempur yang dilakukan pasukan ISAF di Afghanistan, secara detail mengenai pasukan Perancis. Ini penting untuk mengajak pembaca menuju analisis di Bab Keempat yang menggunakan kerangka realisme neoklasik untuk menerangkan faktor-faktor pengambilan keputusan penarikan tersebut. Ulasan pada awal tesis berusaha menggambarkan dimensi politik internasional yang menjadi acuan mengapa AS sangat menginginkan intervensi di Afghanistan. Aksi yang dilakukan di bawah operasi NATO ini tidak tanggung-tanggung, hampir seluruh wilayah Afghanistan menjadi sasaran operasi tempur. Perluasan wilayah intervensi kemudian dijelaskan dalam empat tahapan hingga mencakup hampir seluruh pelosok Afghanistan. Pasca meningkatnya eskalasi perang dalam enam tahun pertama, Afghanistan masih berada jauh dari titik capaian perdamaian, demokrasi dan kemakmuran. Intervensi NATO mengundang banyak kontroversi di kalangan pemimpin politik pada saat itu. Mereka membaca situasi Afghanistan pasca operasi tempur dan kemudian berkesimpulan bahwa kondisi Afghanistan tidak banyak mengalami perubahan yang berarti. Sejauh itu, jatuhnya rezim Taliban mampu membuka gerbang kebebasan masyarakat sipil untuk mendapatkan hak-hak mereka. Meski demikian, perang melawan Taliban masih belum dapat diprediksi kapan akan berakhir. Beberapa negara berwacana untuk mengakhiri keterlibatan lebih lanjut di Afghanistan dengan pertimbangan semakin meningkatnya eskalasi konflik 76
yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi faktor yang mendorong semakin meluasnya isu penarikan tersebut. Perancis menjadi satu-satunya negara yang melaksanakan penarikan pasukan dua tahun lebih awal dari jadwal kesepakatan NATO. Penarikan pasukan Perancis ini mendapat kecaman, terutama dari AS. Selain Perancis, Kanada, Belanda dan beberapa negara Eropa lainnya juga ingin segera mengakhiri peran mereka dalam operasi tempur di Afghanistan. Presiden Hollande semakin menguatkan keputusan Perancis mempercepat pemulangan pasukan ini. Penyerahan kendali keamanan pada tentara dan polisi Afghanistan dalam distrik yang menjadi tanggung jawab Perancis telah dilakukan sejak eskalasi konflik mulai mereda pada tahun 2010. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Perancis telah mempersiapkan diri untuk berfokus pada isu pembangunan dibandingkan peran tempur melawan Taliban terlepas dari ancaman serangan tiba-tiba oleh kelompok Taliban terhadap beberapa upaya pembangunan agrikultur, kesehatan dan pendidikan. Pemulihan Afghanistan yang difokuskan pada kegiatan utama untuk memberi stimulus pada pertumbuhan ekonomi ini berhasil menggerakkan masyarakat menjadi lebih mandiri. Ini mempermudah Perancis yang kemudian mengeluarkan pengumuman mengenai penarikan pasukan mereka. Pada penelitian ini, kerangka realisme neoklasik atau teori kebijakan luar negeri menjadi pilihan untuk membantu menemukan faktor penyebab pengambilan keputusan Perancis. Realisme neoklasik dalam tesis ini disederhanakan dalam tiga mata rantai variabel: variabel independen dalam bentuk faktor eksternal sebagai penyumbang pada pembentukan kebijakan luar negeri, variabel perantara sebagai rantai kedua yakni faktor domestik yang menterjemahkan tekanan dari variabel eksternal, serta perilaku negara sebagai variabel dependen atau variabel yang hendak dijelaskan. Dalam konteks sistem internasional, tesis ini menjelaskan struktur politik Perancis dalam kekuatan aliansi NATO dan Eropa. Perancis nampak memiliki pengaruh yang cukup dominan sebagai penyeimbang AS dalam konteks negara dengan kapasitas kekuatan yang unggul di dunia. Kultur dominasi yang bergerak dalam hubungan transatlantik selalu diprakasai oleh AS, Perancis, Jerman dan Inggris. Dalam politik internasional, pengaruh Perancis tidak dapat dilepaskan dari pengaruh prinsip politik luar negeri yang merupakan gagasan besar Jenderal de Gaulle bertahun-tahun yang lalu, yaitu Perancis yang bebas dari pengaruh asing. Sikap ini tercermin ketika Perancis memutuskan untuk keluar dari struktur aliansi transatlantik NATO pada tahun 1966. 77
Struktur internasional memberikan ruang untuk distribusi kekuatan antar negara, terutama pada lingkup keamanan. Pasca Perang Dingin, terjadi perubahan lingkungan strategis dan semakin berkembangnya isu keamanan sehingga upaya keamanan kolektif dianggap penting. Dalam hal ini, NATO adalah aliansi keamanan yang masih dipercaya oleh banyak negara. Pasca tragedi 9 September 2011, Perancis memutuskan turut terlibat dalam urusan intervensi di Afghanistan. Perancis, yang kembali masuk ke dalam struktur NATO pada tahun 2009, percaya bahwa kepentingan nasionalnya akan terwakili oleh keterlibatannya dalam agenda intervensi AS. Sebagai sebuah negara besar, Perancis mempunyai peluang untuk membantu membentuk Afghanistan menjadi negara demokrasi yang kuat secara hukum. Di samping itu, tindak terorisme menjadi bayang-bayang ancaman bukan hanya bagi AS, tetapi seluruh negara di dunia. Menjelang akhir satu dekade keberadaan Perancis di Afghanistan, isu-isu keamanan semakin merebak dengan tema yang hampir sama, yaitu masalah terorisme. Negara-negara lain di Timur Tengah dan Afrika ikut bergolak sehingga mengundang kekuatan-kekuatan besar untuk melakukan intervensi. Sebut saja Suriah, Libya dan Mali yang membuat Perancis turun tangan mencari solusi penyelesaian konflik dengan berbagai cara. Perancis menurunkan sejumlah pasukan tempurnya untuk melakukan invasi di Libya dan Mali. Jumlah personel yang dilibatkan juga terbilang cukup banyak, mencapai angka 3000 pasukan. Hampir sama dengan jumlah personel yang ditugaskan ke Afghanistan. Keadaan ini memaksa Perancis untuk segera memangkas jumlah pasukannya dari Afghanistan dan menghentikan aksi militer disana. Tanggung jawab keamanan yang diemban Perancis mendorong munculnya kebijakan untuk menarik pasukan dari Afghanistan pada tahun 2012. Dalam waktu yang bersamaan pula Eropa dan AS dilanda krisis ekonomi. Perekonomian Eropa mulai mengalami ketidakstabilan sejak tahun 2009. Sehingga mengakibatkan anggaran pertahanan berangsur-angsur menyusut di sebagian besar negaranegara Eropa, terutama Eropa barat. Berdasarkan laporan dari SIPRI bahwa terjadi pengurangan belanja militer di AS dan Eropa terhitung pada tahun 2010. Negara-negara anggota NATO telah mengurangi belanja militer mereka sebesar 10 persen. Langkah penghematan di Eropa dilakukan salah satunya dengan mengurangi intensitas operasi militer di wilayah konflik terutama di Afghanistan. Indikasi ini menunjukkan bahwa belanja militer dunia akan terus turun dalam dua hingga tiga tahun ke depan terhitung dari tahun 2011 sampai dengan NATO selesai menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada akhir tahun 2014. Perancis dengan segera mengambil tindakan menyusul hantaman krisis ekonomi ini 78
dengan menghentikan seluruh aksi militer dan menarik pasukannya dari Afghanistan demi menyelamatkan pertumbuhan ekonomi ke depan. Bagi Hollande, negaranya memiliki ruang gerak yang leluasa dalam politik global karena kapasitas dan kemampuannya. Untuk mempertahankan eksistensinya, perlu kontrol terhadap stabilitas kekuatan negara yang disandarkan pada kekuatan ekonomi dan militer. Sementara itu, rantai kedua diisi oleh variabel perantara yang berfokus pada situasi politik dalam negeri. Randall Schweller mengidentifikasi bahwa proses politik dalam negeri memaksa negara-negara menghadapi ancaman eksternal dengan perilaku tertentu. Argumen ini mirip dengan konsep Zakaria yang berfokus pada cara proses politik domestik mempengaruhi kemampuan negara untuk bertindak dalam politik internasional. 192 Intervening variable pada kebijakan luar negeri Perancis mengacu pada elemen ruang militer. Tindakan untuk bergabung dalam komando ISAF telah menguras banyak anggaran militer Perancis. Penghabisan dana militer secara besar-besaran dalam beberapa tahun langsung memberikan dampak pada situasi domestik Perancis. Negara ini merasakan dampak langsung karena anggaran negara yang cukup besar dialirkan ke bidang pertahanan dan militer. Hal ini mendorong berkembangnya protes masyarakat yang terus meluas. Mobilisasi suara rakyat berhasil mendorong terlaksananya keputusan untuk melakukan penarikan pasukan pada tahun 2012. Ketika mencetuskan keputusan penarikan pasukan Perancis, Presiden Sarkozy menjanjikan batas waktu pelaksanaan hingga akhir tahun 2013. Namun, Presiden Hollande mengambil langkah berbeda sesuai dengan janjinya saat kampanye, yakni pemulangan pasukan yang lebih cepat setahun dari rencana kebijakan sebelumnya. Tahapan penarikan pasukan Perancis menjadi sebuah proses yang rumit. Keputusan Perancis ini bukan hanya mendapat tentangan dari pihak AS, namun para petinggi NATO menyarankan agar keputusan tersebut tidak benar-benar dilaksanakan. Kekhawatiran muncul akan potensi rencana dari anggota yang lain untuk mengikuti jejak Perancis. Protes yang berkembang tidak hanya dari masyarakat Perancis saja; di negara-negara lain juga terjadi demonstrasi serupa yang menolak keterlibatan secara lebih jauh. Selain itu, berakhirnya keterlibatan Perancis di Afghanistan memungkinkan akan berkurangnya sumber dana yang digunakan dalam operasi pada beberapa distrik. Terhitung akhir 2012 jumlah pasukan Perancis di Afghanistan berkurang 192 N. Kitchen, Systemic pressures and domestic ideas: a neoclassical realist model of grand strategy formation, Review of International Studies, vol. 36, no. 1, January 2010, pp. 117-118. 79
secara drastis. Penarikan mundur pasukan Perancis ini ditandai dengan penurunan bendera Perancis dari kamp Nijrab di Provinsi Kapisa. 193 Perancis menjadi satu-satunya negara yang berani melaksanakan inisiatif dan keputusannya sekalipun harus menghadapi tentangan dari banyak pihak. Amerika Serikat, negara yang paling mendominasi pasca Perang Dingin, mempunyai sekutu yang kuat di Eropa Barat. Para sekutu ini umumnya selalu mendukung setiap keputusan yang dibuat oleh AS. Namun, beberapa kali ini tidak berlaku bagi Perancis. Prinsip independensi yang dideklarasikan oleh Gaulle bertahun-tahun lalu masih berlaku hingga kini. Sikap Perancis ini memang konsisten; setiap kebijakan yang telah dibentuk selalu akan dilaksanakan, meskipun tidak sejalan dengan AS atau negara-negara Eropa lain yang merupakan kawan baik Perancis. Dapat kita lihat di tahun 2014 ini, setelah NATO bereaksi keras atas aneksasi Krimea dengan menunda kerja sama militer dan sipil dengan Rusia, Perancis tetap bereaksi dengan meneruskan proyek kerja sama pengembangan tank dengan Rusia. Sekalipun kerja sama ini harus ditunda sementara terkait situasi politik antara Rusia dan Ukraina, di sini Perancis masih mencerminkan politik luar negerinya yang memegang teguh prinsip independensi. 194 Studi kasus mengenai kebijakan luar negeri Perancis ini menjadi menarik karena pola perilaku yang ditampilkan Perancis dalam lingkup internasional selalu menonjolkan dimensi tradisional politik luar negeri ala Gaulle. Kebijakan luar negeri Perancis tidak melepaskan prinsip utama yang mengacu pada kekuatan Perancis sebagai negara tanpa pengaruh dari mana pun. Perancis memiliki kontrol dalam menganalisis situasi dan menentukan pilihanpilihan politik luar negerinya. Terdapat dua temuan utama yang diperoleh dari analisis faktor pengambilan kebijakan Perancis menarik pasukan dari Afghanistan dengan menggunakan analisis realisme neoklasik dalam tesis ini. Pertama, lingkungan geopolitik membawa perubahan besar pada ancaman keamanan yang dihadapi negara pasca Perang Dingin. Perkembangan politik global menunjukkan dinamika hubungan yang kooperatif sekaligus kompetitif diantara negaranegara dengan kekuatan besar di dunia. Pola hubungan ini yang melahirkan distribusi kekuasaan dalam sistem internasional yang mendorong negara untuk berperilaku bebas sesuai dengan kapabilitasnya. Perancis mempunyai keinginan kuat untuk aktif kembali dalam aliansi transatlantik NATO yang terwujud dengan dukungannya pada kebijakan luar negeri AS 193 France ends Afghan combat mission, Press TV, <http://www.presstv.ir/detail/2012/11/20/273547/france-ends-afghan-combat-mission/>, diakses pada 3 April 2014. 194 Tank Rusia-Perancis Ditangguhkan, Commando, vol. 10, no. 2, 2014, p. 5. 80
untuk melakukan intervensi di Afghanistan. Setelah cukup lama berada di Afghanistan, Perancis mengambil keputusan untuk melakukan invasi militer pada negara lain yaitu Mali dan Libya sehingga mengharuskannya untuk meninggalkan Afghanistan secepat mungkin. Faktor lain yang menyebabkan penarikan pasukan Perancis ialah krisis ekonomi yang melanda Eropa dan AS dalam waktu yang bersamaan yaitu pada akhir satu dekade keberadaaan Perancis di Afghanistan. Krisis keuangan membuat Perancis harus merampingkan jumlah pasukan dan anggaran militernya yang terus membengkak guna mengurangi defisit anggaran. Kedua, NATO diperlukan Perancis agar dapat lebih leluasa dalam melengkapi pengaruhnya di Eropa mengingat prioritas Perancis adalah untuk konstruksi Eropa seperti yang disebutkan dalam Buku Putih. Meski demikian, prinsip independensi Perancis menuntunnya untuk tidak selalu sejalan dengan keputusan NATO, termasuk dalam hal penarikan pasukan dari Afghanistan. Dalam konteks ini, peran situasi domestik Perancis sebagai variabel perantara menjadi penting. Analisis menunjukkan bahwa sebagai kelanjutan dari lingkup sistem internasional terdapat dorongan besar dari dalam negeri Perancis untuk segera melakukan penarikan pasukan dari Afghanistan. Dorongan itu didapat dari dua faktor penyebab, yaitu peningkatan dana militer dan peningkatan jumlah korban jiwa dari pihak tentara Perancis akibat perang yang berkepanjangan di Afghanistan. 81