BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur harus dibedakan dengan koma yang merupakan keadaan bawah sadar dimana orang tersebut tidak dapat dibangunkan. Keadaan tidur menyebabkan timbulnya dua macam efek fisiologis utama: pertama, efek pada system syarafnya sendiri dan kedua, efek pada struktur tubuh lainnya. Tidur diperlukan untuk memulihkan keseimbangan alami di antara pusat-pusat neuron (Guyton & Hall, 2006). Gangguan tidur lebih sering ditemukan pada pria, mulai dari sleep walking, sleep paralysis, insomnia, narkolepsi, sampai obstructive sleep apnea. Bentuk gangguan tidur yang paling sering ditemukan adalah obstructive sleep apnea (henti nafas pada waktu tidur), dan gejala yang paling sering timbul pada sleep apnea adalah mendengkur (Pang KP,2005) Mendengkur merupakan masalah sosial dan masalah kesehatan. Mendengkur merupakan masalah yang mengganggu pasangan tidur, menyebabkan terganggunya pergaulan, menurunnya produktivitas, peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas dan peningkatan biaya kesehatan pada penderita OSA. Pendengkur berat lebih mudah menderita hipertensi, stroke dan penyakit jantung dibandingkan orang yang tidak mendengkur dengan umur dan berat badan yang sama (Chung et al., 2008) Seringkali sebelum terdiagnosis sebagai obstructive sleep apnea (OSA), penderita dengan sleep apnea diterapi untuk penyakit kardiovaskular, PPOK ( penyakit paru 1
2 obstruktif kronis) dengan gagal napas kronik dan depresi (Engleman HM, Douglas NJ, 2004). Mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama pria, usia pertengahan, dan obesitas. Di Amerika Serikat, prevalensi OSA pada kelompok usia di bawah 40 tahun adalah 25% pria dan 10-15% perempuan. Adapun pada kelompok usia di atas 40 tahun, prevalensinya mencapai 60 persen pada pria dan 40 persen pada perempuan (Yuan, 2007). OSA lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak. Mendengkur karena kebiasaan didapat pula pada masa anak-anak dan terjadi pada 7-9% dari anakanak pra sekolah dan anak usia sekolah. Gangguan pernapasan selama tidur didapat pada kira-kira 0,7% dari anak-anak usia 4-5 tahun. Pada anak pra sekolah yang obesitas, kejadian OSA sekitar 0.7% (Singapore). Pada anak OSA dapat terjadi pada semua umur termasuk neonatus dengan insiden tertinggi antara umur 3-6 tahun karena pada usia ini sering terjadi hipertrofi tonsil dan adenoid. Data insidensi OSA di Indonesia sampai saat ini belum ada karena kesadaran masyarakat maupun kalangan medis terhadap OSA sendiri masih rendah. Di berbagai kepustakaan disebutkan bahwa insidensi berkisar antara 2-4% pada orang dewasa. OSA biasanya banyak dijumpai pada laki-laki, orang gemuk dan pada masyarakat yang hipertensi tinggi. 1.2 Identifikasi masalah Identifikasi masalah yang hendak diuraikan di dalam karya tulis ini adalah : 1. Berapa angka kejadian kasus OSA pada pasien yang diperiksa di Sleep Laboratorium Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2007 Desember 2009, 2. Apa saja yang menjadi faktor risiko OSA dan bagaimana hubungannya dengan AHI
3 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian Memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya pada penderita OSA mengenai penyakitnya dan dampak pada kualitas hidupnya agar dapat ditatalaksana dengan dini. 1.3.2 Tujuan Penelitian Mengetahui gambaran Faktor Risiko penderita OSA berdasarkan adanya riwayat tekanan darah, snoring, jenis kelamin, umur, BMI dan lingkar leher, Epworth Scale, Berlin Questionnaire dan hubunganya dengan AHI. 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademis Memberi informasi mengenai angka kejadian OSA berdasarkan adanya riwayat tekanan darah, snoring, jenis kelamin, umur, BMI dan lingkar leher, Epworth scale dan Berlin Questionnaire pada kasus-kasus OSA yang diperiksa di sleep laboratorium Rumah Sakit Immanuel Bandung selama periode Januari 2007 Desember 2009. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberi pengetahuan mengenai OSA kepada masyarakat luas, khususnya mahasiswa FK Maranatha dan memberi masukan kepada Rumah Sakit Immanuel agar lebih meningkatkan pelayanan khususnya dalam bidang pembuatan diagnosis gangguan tidur.
4 1.5 Kerangka Pemikiran Obstructive sleep apnea merupakan kondisi medis yang sering kali misdiagnosed atau bahkan underdiagnosed. Hal ini akan menyebabkan keterlambatan penanganan dan pada akhirnya akan menimbulkan berbagai macam konsekuensi baik bagi penderita sendiri maupun bagi masyarakat yang berada di sekitar lingkungan penderita tersebut. Keterlambatan diagnosis, misdiagnosed atau underdiagnosed dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan baik masyarakat maupun dokter terhadap gejala dan tanda obstructive sleep apnea. Dalam karya tulis ilmiah ini penulis meneliti angka kejadian OSA berdasarkan riwayat tekanan darah, snoring, jenis kelamin, umur, BMI dan lingkar leher, Epworth Scale, Berlin Questionnaire pada kasus-kasus OSA yang diperiksa di Sleep Laboratorium Rumah Sakit Immanuel Bandung selama periode Januari 2007 Desember 2009. 1.6 Metodologi Metodologi Rancangan Penelitian Instrumen Sampel Populasi : Deskriptif dan Analitik : Cross Sectional : Rekam medik (Medical Record) : Whole Sample : Penderita OSA yang diperiksa di Sleep Laboratorium Rumah Sakit Immanuel Bandung selama periode Januari 2007 Desember 2009.
5 1.7 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Immanuel Bandung. Waktu penelitian pada bulan Desember 2009 November 2010.