BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota.

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH)

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Susu segar-bagian 1: Sapi

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi karena. vitamin, mineral, dan enzim. Menurut Badan Standart Nasional (2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DENGAN IMBANGAN KONSENTRAT DAN HIJAUAN YANG BERBEDA TERHADAP KANDUNGAN LAKTOSA DAN AIR PADA SUSU SAPI PERAH SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

disusun oleh: Willyan Djaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

I. PENDAHULUAN. kehidupan manusia dan merupakan salah satu sumber protein hewani yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode

BAB I PENDAHULUAN. segar sampai produk-produk olahan yang berbahan baku susu sapi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMSI SERAT KASAR TERHADAP PRODUKSI DAN LEMAK SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN KLATEN SKRIPSI.

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari. Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai Hubungan Konsumsi Bahan Kering dan Protein Pakan

ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

TATALAKSANA PEMELIHARAAN PEDET DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU HPT) BATURRADEN, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

7.2. PENDEKATAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli tahun 2016.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DALAM SUHU BEKU TERHADAP KADAR PROTEIN,KADAR LEMAK DAN KADAR ASAM LAKTAT SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA (PE)

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik bagi anak mamalia yang baru dilahirkan (Prihadi dan adiarto, 2008).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

MATERI DAN METODE. Materi

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi Susu di Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi pusat pengembangan sapi perah di Indonesia selain Jawa Barat dan Jawa Timur. Berdasarkan data BPS (2012) populasi sapi perah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 149.931 ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota. Kabupaten Banyumas memiliki populasi sapi perah sebanyak 1.567 ekor. Kabupaten Semarang memiliki populasi sapi perah sebanyak 36.962 ekor. Kecamatan di Kabupaten Banyumas yang memiliki populasi ternak perah tergolong banyak diantaranya Kecamatan Sumbang populasi terbanyak di Desa Limpakuwus sebanyak 332 ekor 332 UT; Kecamatan Pekuncen dengan populasi terbesar di Desa Tumiyang 250 ekor 250 UT yang dimiliki oleh 46 peternak; dan Kecamatan Baturraden dengan populasi terbesar berada di Desa Kemutung Lor sebanyak 112 ekor 112 UT yang dimiliki oleh 14 peternak. Berdasarkan data yang dihimpun Adinata et al. (2009) menjelaskan bahwa populasi sapi perah di Kabupaten Semarang tersebar pada beberapa kecamatan dengan jumlah terbanyak pada Kecamatan Getasan sebanyak 9843,30 UT; Kecamatan Tengaran sebayak 5686,6 UT; dan Kecamatan Tuntang sebanyak 3510,95 UT. Produksi total susu sapi perah di Jawa Tengah menurut data BPS (2012) pada tahun 2011 sebesar 104.141.255 liter. Kabupaten Banyumas dan Kabupaten

5 Semarang secara urut memproduksi susu sebesar 2.283.466 liter dan 34.761.635 liter. Produksi total susu sapi Jawa Tengah terus meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2009 produksi sebesar 91.762.220 liter disusul 2010 sebesar 100.149.736 liter. Namun dari produksi tersebut, Jawa Tengah masih mengalami kekurangan produksi susu sapi. Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa produksi susu Jawa Timur saat ini sekitar 600 ton/hari, dari jumlah tersebut 10 ton 9.746,58 liter (BJ 1,026 g/ml) dikirim ke GKSI Jawa Tengah. Hal ini membuktikan adanya kekurangan produksi yang berkaitan ketidakefisienan produksi susu. 2.2. Peternak Sapi Perah Rakyat Astuti et al. (2010) yang berpendapat bahwa 90% usaha sapi perah di Indonesia merupakan peternakan rakyat skala kecil dengan pemeliharaan secara tradisional dan diduga belum efisien sehingga produktivitas rendah. Ditambahkan oleh Morey (2011) menyatakan bahwa industri persusuan Indonesia dikelola oleh rakyat pada tingkat budidaya ternak. Sapi perah diusahakan oleh peternakan rakyat berbasis usaha keluarga dengan skala usaha kecil (1-4 ekor sapi/peternak). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa peternak dihadapkan pada keterbatasan faktor produksi, manajemen, dan teknologi pemeliharaan yang sederhana. Proses produksi memerlukan faktor produksi berupa modal, lahan, dan tenaga kerja. Sementara pada peternakan rakyat kepemilikan faktor produksi tersebut rendah, sehingga untuk memaksimalkan keuntungan perlu adanya alokasi faktor produksi secara efisien dan optimal.

6 Peternak rakyat dalam keterbatasan pada aspek pemasaran menyalurkan produksi susu sapi dikoordinir kelompok tani langsung kepada koperasi susu dengan pertimbangan harga berdasarkan parameter berat jenis susu, total solid, lemak, dan protein. Semakin tinggi kadar dari parameter tersebut, semakin tinggi harga susu yang diberikan. Pada tahun 2010 berdasarkan Morey (2011) harga susu yang diberikan koperasi kepada peternak per liter berkisar antara Rp. 2.200,00 hingga Rp. 3.500,00. Setidaknya dengan harga tersebut pendapatan peternak berada sedikit lebih tinggi daripada Upah Minimum Regional (UMR) rata-rata di tiga daerah Provinsi Jawa Tengah (Mukson et al., 2012). 2.3. Distribusi Susu di Jawa Tengah Distribusi merupakan bagian penting dalam industri persusuan karena berkaitan dengan kualitas dan harga susu nantinya (van den Berg, 1988). Distribusi susu merupakan gabungan dari tiap titik yang membentuk alur dan pola. Oleh karena itu, semakin pendek gabungan antara titik tersebut akan semakin baik dalam menjaga kualitas dan harga susu. Secara umum alur distribusi dimulai dari peternak yang memproduksi susu dan kemudian disalurkan ke Industri Pengolah Susu melalui satu titik perantara yaitu koperasi. Namun beberapa wilayah tertentu di Jawa Tengah terdapat perbedaan dengan adanya penambahan titik distribusi yaitu peloper atau pengepul yang berada antara peternak dan koperasi (Sudjatmogo, 2013). Secara tidak langsung hal ini dapat mengurangi kualitas susu dan pendapatan peternak. Hal tersebut berkaitan dengan

7 peloper yang mengambil keuntungan sehingga terdapat marjin penerimaan peternak. 2.4. Tingkat dan Tren Harga Susu Harga susu merupakan nominal penerimaan peternak dari koperasi maupun penerimaan koperasi dari IPS atas dasar kualitas yang terkandung di dalamnya. Pemberian harga susu yang berbeda berdasarkan kualitas memiliki tujuan mendorong peternak untuk memproduksi susu dengan kualitas baik (van den Berg, 1988). Selain hal tersebut, Morey (2011) menjelaskan mengenai harga susu yang diterima peternak Provinsi Jawa Barat antara tahun 2010 hingga 2011 berkisar pada Rp. 2.900,00-Rp. 3.600,00. Selain itu, peternak di Provinsi Jawa Timur menerima harga susu sekitar Rp. 3.500,00 untuk kualitas terbaik. Hal tersebut berbeda dengan harga yang diterima peternak Jawa Tengah dengan kisaran Rp. 2.600,00 hingga Rp. 3.200,00 pada tahun yang sama. Tren harga susu di Jawa Tengah diperkirakan cenderung naik akibat kemampuan pasar dalam menyerap produksi susu yang cenderung meningkat pula (Stanton dan Stanton, 2005). 2.5. Peloper atau Pengepul Susu Peloper atau pengepul susu merupakan perantara pada alur distribusi susu yang berada di antara peternak dan koperasi. Peloper secara langsung dan tidak langsung mengurangi pendapatan peternak. Pengurangan secara langsung terjadi karena peloper mengambil keuntungan dari harga tiap liter susu yang didapat

8 peternak dari koperasi. Sebelumnya harga pembelian susu dari IPS untuk peternak tersebut sudah dikurangi untuk biaya operasional koperasi, sehingga terdapat marjin terhadap harga beli susu sehingga penerimaan peternak berkurang. Secara tidak langsung peloper mengurangi pendapatan peternak karena menambahkan titik distribusi dan memperpanjang alur pendistribusian susu. Semakin panjang alur distribusi akan memperpanjang waktu sehingga meningkatkan jumlah bakteri serta berakibat mengurangi kualitas susu dan pengolahan lebih sulit (van den Berg, 1988). Penurunan kualitas tersebut akhirnya menurunkan harga beli susu oleh IPS kepada peternak. Mukson et al. (2011) menjelaskan bahwa salah satu upaya pengembangan usaha peternakan sapi perah di Semarang adalah memperpendek alur distribusi terutama peloper. 2.6. Koperasi Peternak Sapi Perah Koperasi peternak sapi perah menjadi perantara penyaluran produksi susu sapi dari peternak menuju IPS. Koperasi dengan anggota peternak sapi perah selain sebagai perantara produksi juga berfungsi membantu anggota dalam pengembangan usaha meliputi penyediaan modal, pakan, dan obat-obatan, serta bibit sehingga tidak langsung membangun industri persusuan yang lebih kuat. Menurut penjelasan Rajendran and Mohanty (2004), sistem koperasi muncul sebagai model yang sangat baik dalam pemasaran susu peternak. Koperasi memberikan harga per liter susu berdasar pada parameter seperti yang Industri Pengolah Susu terapkan dalam hal penyaluran hasil produksi susu dari peternak. Sesuai dengan pendapat Nugroho (2011) bahwa tahun 1980 diterbitkan Surat

9 Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri dimana mengatur kegiatan usaha sapi perah yang merupakan usaha rakyat dan dikembangkan melalui koperasi serta koperasi mewakili peternak dalam kerjasama pemasaran susu dengan IPS. Koperasi memfasilitasi peternak dalam hal distribusi produksi susu kepada IPS. Walaupun demikian untuk keperluan operasional koperasi, dilakukan pemotongan harga yang diberikan IPS berkisar antara 10-25% (Morey, 2011). Susu yang diterima dari peternak dikumpulkan dan dikirim ke IPS menggunakan truk tangki khusus. 2.7. Industri Pengolah Susu (IPS) Industri Pengolah Susu (IPS) merupakan bagian hilir dari industri persusuan di Indonesia. IPS mengolah susu sehingga memiliki nilai lebih yang selanjutnya dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan demikian, IPS memiliki fungsi lain yaitu menginisiasi berputarnya rantai industri persusuan (Morey, 2011). Keberadaan IPS merupakan hal yang menguntungkan karena meningkatkan nilai dan meningkatkan diversifikasi produk yang dibutuhkan konsumen (Rajendran and Mohanty, 2004). Empat pelaku utama industri persusuan adalah industri pengolahan susu, koperasi susu, peternak rakyat dan perusahaan sapi perah swasta yakni skala menengah dan skala besar. Masing-masing pelaku ini telah memberikan sumbangan yang berarti bagi produksi susu segar dan susu olahan bagi masyarakat (Nugroho, 2011). Stanton dan Stanton (2005) menjelaskan bahwa harga susu yang diberikan koperasi oleh IPS merupakan tren kemampuan pasar dalam menyerap susu yang diproduksi saat itu.

10 2.8. Komponen Susu Secara hierarki, susu merupakan larutan yang terdiri dari air dan bahan padat (total solid); bahan padat terbagi menjadi lemak dan bahan padat tanpa lemak (BPTL); BPTL sendiri terbagi menjadi protein, laktosa, sebagian kecil vitamin dan mineral (Tillman et al., 1991; Sudono, 1999; Mukhtar, 2006). Kualitas dan kuantitas susu seiring berjalannya masa laktasi mengalami perubahan. Volume susu yang dihasilkan ternak pada tiga bulan awal mengalami kenaikan yang kemudian menurun hingga akhir masa laktasi. Kualitas susu berkebalikan dengan volume yang dihasilkan, semakin tinggi volume susu maka persentase komponen di dalamnya akan menurun dan terjadi pada tiga bulan awal masa laktasi. Persentase kembali meningkat setelah volume produksi susu menurun hingga akhir masa laktasi. van den Berg (1988) menjelaskan bahwa lemak dan protein dalam susu menurun hingga angka minimum pada masa laktasi penuh. Namun kembali meningkat seiring menurunnya produksi susu. 2.9. Standar Kualitas Susu Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) syarat mutu susu segar berdasarkan SNI 3141.1:2011 yaitu berat jenis (BJ) pada suhu 27,5 o C minimal 1,0270; kadar lemak minimal 3,0%; solid non fat (SNF) minimal 7,8%; kadar protein minimal 2,8%; cemaran mikroba total kuman maksimum 1.000.000 CFU/ml; uji alkohol (70%) negatif; derajat asam (ph) 6,3-6,8; Soxhlet Henkel (SH) 6,0-7,5; titik beku -0,520 s/d -0,560 o C.

11 2.9.1. Total solid susu Susu merupakan larutan antara bahan padat dan air yang tercampur di dalam ambing dengan persentase tertentu. Tillman et al. (1991) yang berpendapat bahwa kandungan bahan padat susu sapi pada umumnya sebesar 12,8%. Wikantadi (1978) berpendapat lebih jelas bahwa kandungan bahan total padat pada susu sapi Frisian Holstein adalah 12,2%. Komposisi susu sapi perah terdiri atas air 87% dan bahan kering 13%. Bahan kering yang selanjutnya dapat disebut sebagai bahan padat susu terdiri atas bahan kering tanpa lemak 9,5% dan lemak 3,5%, sedangkan bahan kering tanpa lemak terdiri dari protein 3,6%, laktosa 4,8%, dan sisanya vitamin dan mineral (Sudono, 1999). 2.9.2. Protein susu Bahan padat dalam susu mengandung komponen tertentu yang bernilai untuk diolah menjadi produk tertentu. Komponen tersebut termasuk diantaranya protein. Protein dalam susu berbentuk misel dan kemudian disebut dengan kasein. Kasein merupakan komponen yang memberi warna putih pada susu. Menurut BSN (2011) dalam SNI 3141.1: 2011, kadar protein minimum pada susu sebesar 2,8%. Wikantadi (1978) berpendapat bahwa komposisi susu sapi FH adalah 3,5% lemak; 3% protein; 4,9% laktosa; 0,7% abu; dan 12,2% bahan total padat. 2.9.3. Lemak susu Lemak pada susu berbentuk globular yang dihasilkan oleh sel epitel. Lemak dapat diukur dengan metode gerber ataupun lactoscan dengan hasil yang

12 lebih cepat dan akurat. Menurut BSN (2011) dalam SNI 3141.1: 2011, kadar lemak minimum pada susu sebesar 3,0%. Wikantadi (1978) berpendapat bahwa komposisi susu sapi Frisian Holstein adalah 3,5% lemak; 3% protein; 4,9% laktosa; 0,7% abu; dan 12,2% bahan total padat. Kadar lemak susu dipengaruhi oleh pemberian pakan hijauan sebagai sumber serat kasar (Tillman et al., 1991). 2.9.4. Laktosa susu Laktosa susu memberikan rasa manis pada susu dan menjadi komponen bahan padat tanpa lemak. Komposisi susu sapi perah terdiri atas air 87% dan BK 13%. BK terdiri atas bahan kering tanpa lemak 9,5% dan lemak 3,5%, sedangkan bahan kering tanpa lemak terdiri dari protein 3,6%; laktosa 4,8%; dan sisanya vitamin dan mineral (Sudono, 1999). 2.9.5. Total plate count (TPC) Total Plate Count atau angka kuman merupakan nilai dari jumlah kuman dalam satu mililiter susu yang dapat mempengaruhi kualitas dan harga susu oleh Industri Pengolah Susu nantinya. O Connor (1994) menjelaskan bahwa angka TPC normal tidak melebihi 5x10 4 bakteri per mililiter, namun BSN (2011) membatasi maksimal sebanyak 1,000 juta. Swai and Schoonman (2011) menjelaskan bahwa manajemen pengelolaan susu yang kurang baik seperti menggunakan peralatan tidak steril dan temperatur lingkungan relatif tinggi menyebabkan pertumbuhan bakteri terutama pada tahap distribusi.