BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI. P = Pc = P 3 = P 2 = Pg P 5 P 4. x 5. x 1 =x 2 x 3 x 2 1

MEMPELAJARI LAJU PENYERAPAN UAP AIR OLEH LARUTAN Lithium Bromide ( LiBr) SEBAGAI ABSORBAN PADA SISTEM PENDINGIN ABSORPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Campuran udara uap air

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

IV. METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

4 Hasil dan Pembahasan

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

BAB I PENDAHULUAN I.1.

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Teori Kinetik Gas. C = o C K K = K 273 o C. Keterangan : P2 = tekanan gas akhir (N/m 2 atau Pa) V1 = volume gas awal (m3)

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

BAB II LANDASAN TEORI

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

A. Pengertian Psikometri Chart atau Humidty Chart a. Terminologi a) Humid heat ( Cs

PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MODUL 8 PSIKROMETRIK CHART

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

ABSTRAK ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

Menurut Brennan (1978), pengeringan atau dehidrasi didefinisikan sebagai pengurangan kandungan air oleh panas buatan dengan kondisi temperatur, RH, da

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan

KESETIMBANGAN ADSORBSI SENYAWA PENOL DENGAN TANAH GAMBUT

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

Kemampuan yang ingin dicapai:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

METODOLOGI PENELITIAN

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

BAB 9. Kurva Kelembaban (Psychrometric) dan Penggunaannya

Sifat Koligatif Larutan

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

BAB 2 LANDASAN TEORI. Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir francis

c. Suhu atau Temperatur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan absorbat, suhu absorbat, dan interaksi potensial antara absorbat dan absorban (Nishio Ambarita, 2008). Untuk itu dalam hal pengukuran laju penyerapan uap air oleh absorban harus memperhatikan beberapa faktor diatas, sehingga dalam prakteknya laju penyerapan uap air dalam sistem pendinginan dapat ditingkatkan. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran laju penyerapan uap air oleh larutan absorban Litium Bromida dengan beberapa perlakuan, yaitu dengan kombinasi menggunakan suhu 40 o C, kelembaban 70% pada masing-masing konsentrasi 45%, 50%, 55%, dan 60%, menggunakan suhu 45 o C kelembaban 70% pada masing-masing konsentrasi 45%, 50%, 55%, 60%, serta kombinasi kelembaban 60%, 70%, 80% pada suhu 40 o C dan 45 o C dengan konsentrasi 50%. Sehingga diperoleh total data sebanyak dua belas data. 4.1 Laju Penyerapan Uap Air pada Parameter Konsentrasi LiBr Tabel 3 menunjukkan, semakin tinggi konsentrasi larutan LiBr-H 2 O maka akan semakin tinggi pula laju penyerapan absorbat oleh larutan absorban. Ini dikarenakan pada konsentrasi yang tinggi, jumlah molekul-molekul garam yang terkandung dalam volume larutan yang sama lebih banyak, sehingga kapasitas untuk menyerap absorbat lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Selain itu konsentrasi yang tinggi juga akan menimbulkan tekanan larutan yang lebih rendah, sehingga proses absorpsi dari uap air yang bertekanan tinggi terhadap larutan absorban yang bertekanan rendah akan lebih cepat. Tabel 3. Pengaruh konsentrasi larutan LiBr terhadap laju penyerapan uap air Perlakuan Konsentrasi LiBr-H 2 O (%) Laju penyerapan (g/menit) T=40 0 C, RH=70% Laju penyerapan (g/menit) T=45 0 C, RH=70% 60 0.030 0.024 55 0.020 0.017 50 0.016 0.012 45 0.009 0.008 0,04 Laju penyerapan (g/menit) 0,03 0,02 0,01 y = 1,39E-03x - 5,44E-02 R² = 9,79E-01 y = 1,04E-03x - 3,91E-02 R² = 9,88E-01 T=40, RH=70% T=45, RH=70% 0,00 30 40 50 60 70 Konsentrasi LiBr (%) Gambar 8. Grafik pengaruh konsentrsi larutan LiBr terhadap laju penyerapan uap air 17

Dalam penelitian ini digunakan dua perlakuan suhu yaitu suhu 40 o C dan suhu 45 o C pada setiap pengujian larutan LiBr. Suhu merupakan salah faktor yang mempengaruhi berlangsungnya proses absorpsi. Semakin rendah suhu maka laju absorpsi akan meningkat. Pemilihan penggunaan suhu yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan kondisi suhu komponen absorber pada sistem pendingin absorpsi. Suhu didalam komponen absorber berada pada kisaran 30 o C - 45 o C, namun dalam penelitian ini dibatasi hanya menggunakan suhu 40 o C dan 45 o C. Gambar 8 menunjukkan pengaruh konsentrasi larutan LiBr terhadap laju penyerapan uap air. Dari grafik dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi dari masing-masing larutan absorban akan mempengaruhi laju penyerapannya. Pada konsentrasi dan kelembaban yang sama namun suhu yang berbeda (40 o C dan 45 o C) akan terlihat jelas bahwa suhu yang lebih rendah akan meningkatkan laju absorpsi pada masing-masing konsentrasi larutan absorban, namun pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi peristiwa sebaliknya. Hal ini dikarenakan peningkatan suhu akan memanaskan uap air yang berada dalam ruang, sehingga terjadi pemuaian udara yang mengakibatkan semakin renggangnya volume udara. Sehingga jumlah absorbat/uap air yang dapat diserap oleh larutan absorban itu sendiri akan semakin kecil. Persamaan garis linear pada Gambar 8 untuk suhu 40 o C dan 45 o C, diperoleh besarnya koefisien relasi antara laju penyerapan LiBr dengan konsentrasi larutan LiBr sebesar 0.979 pada suhu 40 o C dan 0.988 pada suhu 45 o C. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh pada kedua suhu hampir mendekati satu. Hal ini menunjukkan bahwa variabel x (konsentrasi) akan mempengaruhi variabel y (laju penyerapan larutan LiBr), dimana kedua variabel tersebut saling berbanding. Dilihat dari besarnya nilai kemiringan garis dari grafik diatas menunjukkan bahwa, pada suhu 40 o C diperoleh kemiringan yang lebih besar yaitu 0.00139 dibanding dengan suhu 45 o C yaitu sebesar 0.00104. Besarnya nilai kemiringan garis pada suhu 40 o C menunjukkan bahwa terjadi peningkatan laju penyerapan yang sangat cepat dengan adanya peningkatan konsentrasi. Selama terjadinya proses absorpsi, jumlah absorbat akan semakin meningkat pada larutan absorban, kondisi ini akan menurunkan konsentrasi larutan absorban, atau dengan kata lain terjadi proses pengenceran pada larutan absorban. Penurunan konsentrasi yang diakibatkan oleh penambahan absorbat selama proses absorpsi, akan menurunkan kemampuan absorpsi uap air hingga larutan mencapai kondisi setimbang. Konsentrasi kesetimbangan merupakan fungsi dari suhu dan kelembaban relatif dari pengukuran. Pada konsentrasi yang berbeda, namun suhu dan kelembabannya sama, maka besarnya konsentrasi kesetimbangan pada masing-masing konsentrasi yang tercapai akan sama besar. Pada saat absorbat terjerat dalam larutan absorban maka akan terjadi pembebasan sejumlah energi, dan hal ini disebut dengan peristiwa eksotermis. Peristiwa eksotermis merupakan peristiwa pelepasan panas ke lingkungannya. Terjadinya peningkatan suhu pada larutan absorban juga akan mengurangi laju absorpsi uap air. Hal ini dikarenakan, peningkatan suhu larutan juga akan meningkatkan tekanan larutan. Untuk itu dalam sistem pendingin absorpsi biasanya dilengkapi dengan air pendingin untuk mendinginkan komponen absorber, agar penyerapan uap air dari komponen evaporator tidak terhenti. 18

4.2 Laju Penyerapan Uap Air pada Parameter Kelembaban dan Tekanan Hasil dari perlakuan dengan menggunakan kelembaban yang berbeda yaitu 60%, 70%, dan 80% pada masing-masing suhu 40 o C dan 45 o C menunjukkan pengaruh kelembaban yang tinggi akan meningkatkan laju penyerapan uap air. Kelembaban adalah suatu istilah yang berkenaan dengan kandungan air di dalam udara. Udara dikatakan mempunyai kelembaban yang tinggi apabila uap air yang dikandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Secara matematis, kelembaban dihubungkan sebagai rasio berat uap air di dalam suatu volume udara dibandingkan dengan berat udara kering (udara tanpa uap air) di dalam volume yang sama. Pada Gambar 9, dapat dilihat pada pengaruh kelembaban bahwa semakin tinggi kelembabannya maka akan meningkatkan laju penyerapan uap air oleh absorban. Grafik pengaruh antara konsentrasi dan laju penyerapan pada suhu 40 o C cenderung lebih baik, dimana dapat dilihat bahwa koefisien determinasi pada suhu 40 o C lebih tinggi yaitu sebesar 0.996, sedangkan pada suhu 45 o C nilai koefisien determinasiya lebih rendah yaitu sebesar 0.990. Besarnya nilai koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan bahwa, faktor dari besarnya kelembaban akan mempengaruhi nilai yang akan dicapai oleh laju penyerapan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laju penyerapan memiliki hubungan yang positif terhadap kelembaban relatif. Tabel 4. Pengaruh kelembaban relatif terhadap laju penyerapan uap air Perlakuan RH (%) Laju penyerapan (g/menit) T=40, C=50% Laju penyerapan (g/menit) T=45, C=50% 80 0.026 0.022 70 0.016 0.012 60 0.008 0.005 0,030 0,025 Laju penyerapan (g/menit) 0,020 0,015 0,010 0,005 y = 9,00E-04x - 4,63E-02 R² = 9,96E-01 y = 8,50E-04x - 4,65E-02 R² = 9,90E-01 Pada suhu 40 Pada suhu 45 0,000 30 40 50 60 70 80 90 Kelembaban relatif (%) Gambar 9. Grafik pengaruh kelembaban terhadap laju penyerapan uap air Untuk menghitung tekanan uap air/absorbat yang ditimbulkan dari perlakuan kelembaban dapat dihitung menggunakan persamaan 13. Dari persamaan ini terlebih dahulu ditentukan nilai x atau perbandingan kelembaban (humidity ratio) masing-masing suhu dan kelembaban dalam setiap pengukuran dengan menggunakan diagram psychrometric chart seperti seperti pada Gambar 10, dengan memasukkan data suhu dan kelembaban hasil pengukuran pada selang waktu 10 menit selama 10 jam. Misalnya pada pengukuran dipengukuran diperoleh data kelembaban 70% dan suhu sebesar 19

45 o C. Kemudian data tersebut diplotkan kedalam diagram psychrometric chart, dan titik perpotongan antara suhu dan kelembaban diperoleh nilai x (humidity ratio) sebesar 32 g/kg udara kering atau sama dengan 0.032 kg/kg udara kering. Nilai x (humidity ratio) digunakan dalam perhitungan tekanan uap air pada persamaan dibawah ini: P =. x 0.6220 + x (Pa) Gambar 10. Diagram Psychrometric Chart Kelembaban, suhu dan tekanan saling berbanding lurus, dimana semakin tinggi kelembaban dan suhu maka besarnya tekanan uap air yang ditimbulkan pada suatu ruangan juga akan meningkat. Selama proses absorpsi, harus dikondisikan perbedaan antara tekanan uap air dan tekanan larutan absorban. Agar proses absorbsi berjalan dengan baik, maka tekanan larutan absorban harus lebih rendah dibandingkan tekanan uap air disekitar larutan. Berikut merupakan Tabel dan Grafik pengaruh tekanan terhadap laju penyerapan, pada perlakuan suhu 40 o C dan 45 o C dengan masing-masing kelembaban 60%, 70% dan 80%. Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa, kelembaban yang tinggi akan meningkatkan tekanan uap airnya pada kondisi suhu yang sama, demikian pula sebaliknya. Selain kelembaban, kondisi suhu juga mempengaruhi tekanan uap airnya. Dimana pada suhu 45 o C tekanan uap air yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan suhu 40 o C. Tabel 5. Pengaruh tekanan uap air terhadap laju penyerapan pada suhu 40 o C Suhu 40 o C Kelembaban relatif (%) Tekanan uap air (kpa) Laju penyerapan (g/menit) 60 4.35 0.008 70 5.07 0.016 80 5.79 0.026 20

Tabel 6. Pengaruh tekanan terhadap laju penyerapan pada suhu 45 o C Suhu 45 o C Kelembaban relatif (%) Tekanan uap air (kpa) Laju penyerapan (g/menit) 60 5.56 0.005 70 6.63 0.012 80 7.27 0.022 0,030 Laju penyerapan (g/menit) 0,025 0,020 0,015 0,010 0,005 y = 1,25E-02x - 4,67E-02 R² = 9,96E-01 y = 9,59E-03x - 4,92E-02 R² = 9,41E-01 Pada suhu 40 Pada suhu 45 0,000 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 Tekanan uap air (kpa) Gambar 11. Grafik pengaruh tekanan terhadap laju penyerapan uap air pada suhu 40 o C dan 45 o C Pengaruh tekanan uap air terhadap laju penyerapan pada suhu 40 o C dan 45 o C dapat dilihat pada Gambar 11. Garis pada suhu 40 o C memiliki nilai koefisien determinsai yang lebih tinggi dibandingkan pada suhu 45 o C. Namun jika dilihat secara keseluruhan, koefisien determinasi pada kedua garis diatas hampir mendekati nilai satu. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan uap air sangat mempengaruhi laju penyerapan larutan LiBr terhadap uap air disekitarnya. Kemiringan garis pada suhu 40 o C terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan kemiringan garis pada suhu 45 o C, yaitu sebesar 0.0125 pada suhu 40 o C dan 0.00959 pada suhu 45 o C. Semakin besar kemiringannya maka garis dari persamaan diatas terlihat lebih curam, dan hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan laju penyerapan yang cepat pada suhu 40 o C jika dibandingkan pada suhu 45 o C. 21

4.3 Penentuan Konsentrasi Kesetimbangan Pada Suhu dan Kelembaban yang sama 4.3.1 Pada Suhu 40 o C dan Kelembaban 70% 70 60 Konsentrasi LiBr (%) 50 40 30 20 10 0 Konsentrasi 60 Konsentrasi 55 Konsentrasi 50 Konsentrasi 45 0 500 1000 1500 2000 Waktu (menit) Gambar 12. Grafik penurunan konsentrasi larutan LiBr-H 2 O terhadap waktu pada T=40 dan RH=70% Tabel 7. Persamaan garis linear konsentrasi LiBr pada T=40 o C dan RH=70% Konsentrasi LiBr (%) Persamaan garis linear R 2 Kemiringan (m) 60 y = -2.08E-02x + 6.04E+01 0.997-0.0208 55 y = -1.07E-02x + 5.61E+01 0.885-0.0107 50 y = -7.62E-03x + 5.44E+01 0.993-0.0076 45 y = -3.57E-03x + 4.94E+01 0.989-0.0036 Nilai slope (kemiringan garis) yang diperoleh dari masing-masing persamaan diatas kemudian diplotkan kedalam grafik dengan memasukkan nilai x sebagai slope dan y sebagai konsentrasi larutan LiBr. Persamaan garis linear dari grafik slope-konsentrasi akan digunakan untuk menghitung nilai Ce (konsentrasi kesetimbangan) pada kondisi suhu dan kelembaban yang sama, seperti pada Gambar 13 dibawah ini: 70 Konsentrasi LiBr (%) y = -777,8x + 42,07 R² = 0,942 60 50 40 30 20 10 0-0,025-0,020-0,015-0,010-0,005 0,000 Kemiringan Gambar 13. Grafik hubungan antara kemiringan garis dan konsentrasi pada suhu 40 o C 22

Dari Gambar 13, diperoleh persamaan garis linear, y= -777.8x + 42.07dengan R 2 = 0.942. Ini menunjukkan bahwa untuk slope (m) sama dengan nol, maka dihasilkan konsentrasi pada titik 42.07%. Nilai R 2 dari persamaan garis linear tersebut mendekati satu, hal ini menunjukkan bahwa kemiringan garis bersifat linear seiring dengan penurunan konsentrasi. Persamaan kemiringan garis pada suhu 40 o C untuk fungsi konsentrasi kesetimbangan yaitu, m = a + bx, dimana variabel x merupakan konsentrasi kesetimbangan, m merupakan slope yaitu sama dengan nol, sedangkan a dan b merupakan variabel yang nilainya dapat dilihat dari persamaan kemiringan garis (a= 42.07 dan b= - 777.8). Dengan memplotkan nilai-nilai variabel yang diketahui maka: Ce tercapai pada saat m = 0. Persamaan y= -777.8x + 42.07 merupakan fungsi dari konsentrasi. f(ce)= -777.8m + 42.07 m= 0 f (Ce) = 42.07 777.8 (0) Ce = 42.07% (konsentrasi kesetimbangan pada T=40 o C dan RH=70%) Hasil perhitungan konsentrasi kesetimbangan pada suhu 40 o C dan RH 70% diperoleh sebesar 42.07%. Nilai ini menandakan bahwa pada konsentrasi tersebut maka penyerapan uap air akan terhenti. 4.3.2 Pada Suhu 45 o C dan kelembaban 70% Pada suhu 45 o C, penentuan konsentrasi kesetimbangan dilakukan sama seperti pada suhu 40 o C, sebagai berikut: 70 60 Konsentrasi LiBr (%) 50 40 30 20 10 0 Konsentrasi 60 Konsentrasi 55 Konsentrasi 50 Konsentrasi 45 0 500 1000 1500 2000 2500 Waktu (menit) Gambar 14. Grafik penurunan konsentrasi larutan LiBr-H 2 O terhadap waktu pada T=45 dan RH=70% Tabel 8. Persamaan garis linear konsentrasi LiBr pada T=45 o C dan RH=70% Konsentrasi LiBr (%) Persamaan garis linear R 2 Kemiringan (m) 60 y = -1.55E-02x + 6.03E+01 0.995-0.0155 55 y = -6.97E-03x + 5.56E+01 0.836-0.0069 50 y = -5.49E-03x + 5.42E+01 0.999-0.0055 45 y = -1.74E-03x + 4.73E+01 0.334-0.0017 23

Dari Gambar 14, nilai slope (kemiringan garis) dari persamaan garis masing-masing konsentrasi diplotkan ke dalam suatu grafik slope dan konsentrasi seperti terlihat pada Gambar 15. 70 Konsentrasi LiBr (%) y = -914,8x + 43,90 R² = 0,837 60 50 40 30 20 10 0-0,020-0,015-0,010-0,005 0,000 Kemiringan Gambar 15. Grafik hubungan antara kemiringan garis dan konsentrasi pada suhu 45 o C Dari grafik diatas diperoleh y= -914.8x + 43.90, diperoleh nilai m=0, a= 43.90, b= -914.8, dan x merupakan konsentrasi kesetimbangan. Maka dari nilai setiap variabel diatas diplotkan ke dalam persamaan konsentrasi kesetimbangan m = a + bx, seperti dibawah ini: Ce tercapai pada saat m = 0. Persamaan y= - 914.8x + 43.90 merupakan fungsi dari konsentrasi. f(ce)= -914.8x + 43.90 m= 0 f (Ce) = 43.90 914.8(0) Ce = 43.90% (konsentrasi kesetimbangan pada T=45 o C dan RH=70%) Salah satu metode lain dalam penentuan Ce (konsentrasi kesetimbangan) ialah menggunakan diagaram P-T-X (Tekanan-Suhu-Konsentrasi), dengan memplotkan nilai tekanan uap air dan suhu larutan (pada Gambar 6). Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh data suhu larutan sebagai berikut: Tabel 9. Data suhu larutan dan tekanan uap air pada settingan T=40 o C dan RH=70% Konsentrasi awal (%) Suhu larutan rata-rata ( o C) Kelembaban rata-rata (%) Tekanan uap air (kpa) 60 42.03 70.16 5.05 55 41.35 70.40 5.06 50 41.21 70.59 5.07 45 40.12 70.48 5.07 Rata-rata 41.18 70.41 5.06 24

Tabel 10. Data suhu larutan dan tekanan uap air pada settingan T=45 o C dan RH=70% Konsentrasi awal (%) Suhu larutan rata-rata ( o C) Kelembaban rata-rata (%) Tekanan uap air (kpa) 60 47.54 69.83 6.52 55 45.92 69.72 6.64 50 45.90 71.14 6.63 45 44.87 65.25 6.07 Rata-rata 46.06 68.99 6.47 4.4 Penentuan Konsentrasi Kesetimbangan Larutan Absorban LiBr-H 2 O pada suhu sama dan RH yang berbeda Proses absorpsi merupakan proses terjeratnya fluida oleh fluida lain dengan membentuk suatu larutan. Selama terjadinya proses absorpsi, massa uap air yang terkandung di dalam absorban akan semakin meningkat, seiring dengan peningkatan tersebut mengakibatkan menurunnya konsentrasi larutan LiBr hingga mencapai setimbang. Konsentrasi kesetimbangan (Ce) merupakan kondisi dimana tidak terjadi lagi perubahan konsentrasi, dengan kata lain tercapainya keadaan yang konstan. Dalam penelitian ini juga akan dihitung besarnya konsentrasi kesetimbangan yang dicapai pada masing-masing perlakuan suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan untuk menghitung jumlah absorbat yang terjerat pada permukaan absorban saat larutan mencapai konsentrasi kesetimbangan (Qe). Penentuan konsentrasi kesetimbangan dilakukan karena pada saat pengukuran tidak tercapai konsentrasi kesetimbangannya. Konsentrasi kesetimbangan ditentukan dengan menggunakan diagram P-T-X (Tekanan Uap Air-Suhu Larutan-Konsentrasi Jenuh LiBr), dengan memplotkan nilai tekanan uap air dan suhu larutan pada diagram P-T-X maka dapat ditentukan berapa konsentrasi jenuh yang dicapai. Dilakukan penentuan besarnya konsentrasi kesetimbangan dengan menggunakan diagram P-T-X, pada: - T= 40 C, RH= 60% - T= 45 C, RH= 60% - T= 40 C, RH= 70% - T= 45 C, RH= 70% - T= 40 C, RH= 80% - T= 45 C, RH= 80% 25

37 Gambar 16. Diagram P-T-X Penentuan konsentrasi kesetimbangan menggunakan diagram P-T-X dilakukan dengan memplotkan data tekanan uap air dan suhu larutan. Dari titik perpotongan antara tekanan uap air dan suhu larutan akan diperoleh titik konsentrasi larutan jenuh LiBr. Misalnya data tekanan uap air sebesar 4.35 kpa dan data suhu larutan sebesar 40.13 o C, maka titik perpotongannya akan dihasilkan konsentrasi LiBr jenuh sebesar 37% (dapat dilihat pda Gambar 16). Dari hasil penentuan konsentrasi kesetimbangan pada masing-masing perlakuan suhu dan kelembaban, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 11. Konsentrasi Kesetimbangan pada suhu 40 dan kelembaban 60%, 70%, 80% Setting pada suhu 40 C RH Co T larutan P uap air Ce 60 0,50 40.13 4.35 0.370 70 0,50 41.21 5.07 0.340 80 0,50 41.21 5.79 0.290 Tabel 12. Konsentrasi Kesetimbangan pada suhu 45 dan kelembaban 60%, 70%, 80% Setting pada suhu 45 C RH Co T larutan P uap air Ce 60 0,50 44.40 5.56 0.375 70 0,50 45.90 6.63 0.360 80 0,50 46.61 7.27 0.345 26

Konsentrasi kesetimbangan merupakan fungsi dari kondisi suhu dan kelembaban. Untuk itu, pada konsentrasi dan suhu yang sama namun kelembaban yang berbeda, maka besarnya konsentrasi kesetimbangan yang dicapai juga akan berbeda. Hal ini dikarenakan nilai dari kelembaban dan suhu akan mempengaruhi tekanan uap air yang dihasilkan. Dari Tabel 11 dan 12 menunujukkan, besarnya konsentrasi kesetimbangan yang dicapai pada suhu yang lebih rendah dan kelembaban tinggi akan lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa larutan absorban tersebut dapat menyerap uap air lebih banyak dibanding dengan kelembaban yang lebih rendah pada kondisi suhu yang sama. Nilai dari konsentrasi kesetimbangan yang dicapai pada masing-masing kondisi suhu dan kelembaban yang berbeda yang diperoleh dengan menggunakan diagram P-T-X, akan digunakan untuk menghitung jumlah uap air yang terjerat pada permukaan absorban saat larutan mencapai kondisi setimbang (Qe). Perhitungan jumlah absorbat yang terjerat pada permukaan absorban saat kondisi setimbang, dilakukan dengan menggunakan model sorpsi isotermis BET, Langmuir dan Freundlich. 4.5 Model Sorpsi Isotermis Perhitungan menggunakan model sorpsi siotermis bertujuan untuk melihat kondisi seberapa besar jumlah absorbat yang dapat terjerat pada permukaan absorban dalam kondisi setimbang. Model sorpsi isotermis yang digunakan ada tiga yaitu, model BET, Langmuir dan Freundlich. Hasil perhitungan jumlah absorbat yang dapat terjerat pada permukaan absorban saat kondisi setimbang (Qe) dari masing-masing model akan dibandingkan dengan perhitungan Qe dengan perhitungan data. Contoh Perhitungan Qe sederhana Pada T= 40 dan RH= 60% Co Ce Qe = m V = (0.50g/ml 0.37g/ml)/50 g) x 100 ml = 0.260 g absorbat/g absorban 4.5.1 Sorpsi Isotermis Model BET Contoh perhitungan konstanta BET pada suhu 40 o C dan RH 60% Q K Ce Qe = Co 1 Ce Ce 1 + (K 1) Co Co Ce Co Ce Qe 1 Ce = 1 + (K 1) Co Co 1 Q K Ce Co 1 Qe 1 Ce = Co Q o K + K 1 Ce Q K Co y = a + b x Tabel 13 dan 14 merupakan hasil perhitungan Qe data dan Qe model BET pada masingmasing suhu 40 o C dan 45 o C. Tabel tersebut dibawah menunjukkan bahwa perbandingan antara nilai Qe data hitung dengan nilai Qe model BET pada suhu 45 o C lebih mendekati dibandingkan pada suhu 40 o C. Hal ini berarti bahwa hubungan antara Qe data hitung dengan Qe model BET pada suhu 45 o 27

memiliki korelasi yang lebih erat/dekat ditunjukkan dengan nilai determinasi yang lebih besar dibandingkan pada suhu 40 o C (dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18). Tabel 13. Hasil perhitungan Qe model BET pada suhu 40 o C RH Co Ce Qe Hitung X=Ce/Co Y=(Ce/Co)/(Qe(1-Ce/Co) K BET Q Qe Model 60 0.50 0.37 0.260 0.74 10.95-0.94 0.045 0.275 70 0.50 0.34 0.320 0.68 6.64-0.94 0.045 0.280 80 0.50 0.29 0.420 0.58 3.29-0.94 0.045 0.469 Tabel 14. Hasil perhitungan Qe model BET pada suhu 45 o C RH Co Ce Qe Hitung X=Ce/Co Y=(Ce/Co)/(Qe(1-Ce/Co) K BET Q Qe Model 60 0.50 0.375 0.250 0.75 12.00-0.66 0.031 0.253 70 0.50 0.360 0.280 0.72 9.18-0.66 0.031 0.272 80 0.50 0.345 0.310 0.69 7.18-0.66 0.031 0.316 0,5 0,35 0,4 y = 1,286x - 0,087 R² = 0,879 0,30 y = 1,050x - 0,014 R² = 0,950 Qe Model BET 0,3 0,2 Qe Model BET 0,25 0,20 0,1 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Qe Hitung Gambar 17. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model BET 40 o C 0,15 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Qe Hitung Gambar 18. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model BET 45 o C 4.5.2 Sorpsi Isotermis Model Langmuir Contoh perhitung konstanta Langmuir pada suhu 40 o C dan RH 60% Q K C Q = 1 + K C 1 = 1 + K Ce Q Q K Ce 1 Qe = 1 1 Q K Ce + 1 Q y= b x + a 28

Hasil perhitungan Qe data hitung dan Qe model Langmuir pada masing-masing suhu 40 o C dan 45 o C disajikan pada Tabel 15 dan 16. Tabel dibawah menunjukkan bahwa perbandingan antara nilai Qe data hitung dengan nilai Qe model Langmuir pada suhu 45 o C lebih mendekati dibandingkan pada suhu 40 o C. Hal ini berarti bahwa hubungan antara Qe data hitung dengan Qe model Langmuir pada suhu 45 o memiliki korelasi yang lebih erat/dekat ditunjukkan dengan nilai determinasi yang lebih besar dibandingkan pada suhu 40 o C (dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20). Tabel 15. Hasil perhitungan Qe model Langmuir pada suhu 40 o C RH Co Ce Qe Hitung X= l/ce Y= 1/Qe K L Q Qe Model 60 0.50 0.37 0.260 2.70 3.85-4.683 0.113 0.268 70 0.50 0.34 0.320 2.94 3.13-4.683 0.113 0.304 80 0.50 0.29 0.420 3.45 2.38-4.683 0.113 0.429 Tabel 16. Hasil perhitungan Qe model Langmuir pada suhu 45 o C RH Co Ce Qe Hitung X= l/ce Y= 1/Qe KL Q Qe Model 60 0.50 0.375 0.250 2.67 4.00-3.861 0.078 0.251 70 0.50 0.360 0.280 2.78 3.57-3.861 0.078 0.277 80 0.50 0.345 0.310 2.90 3.23-3.861 0.078 0.312 0,5 0,35 Qe Model Langmuir 0,4 0,3 0,2 0,1 y = 1,034x - 0,011 R² = 0,973 Qe Model Langmuir 0,30 0,25 0,20 y = 1,009x - 0,002 R² = 0,992 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Qe Hitung Gambar 19. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Langmuir pada 40 o C 0,15 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Qe Hitung Gambar 20. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Langmuir pada 45 o C 4.5.3 Sorpsi Isotermis Model Freundlich Contoh perhitung konstanta Freundlich pada suhu 40 o C dan RH 60% Q = KC / Log Qe = Log K + 1 Log Ce n y = a + bx 29

Model Freundlich juga memiliki perbandingan hasil Qe data hitung dengan Qe model paling mendekati pada suhu 45 o C, sama halnya dengan model BET dan model Langmuir. Hal ini berarti bahwa hubungan antara Qe data hitung dengan Qe model Langmuir pada suhu 45 o memiliki korelasi yang lebih erat/dekat ditunjukkan dengan nilai determinasi yang lebih besar dibandingkan pada suhu 40 o C. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22 dibawah ini: Tabel 17. Hasil perhitungan Qe model Freundlich pada suhu 40 o C RH Co Ce Qe Hitung X=log Ce Y=log Qe K F n Qe Model 60 0.50 0.37 0.260-0.432-0.585 0.039-0.517 0.265 70 0.50 0.34 0.320-0.469-0.495 0.039-0.517 0.312 80 0.50 0.29 0.420-0.538-0.377 0.039-0.517 0.424 Tabel 18. Hasil perhitungan Qe model Freundlich pada suhu 45 o C RH Co Ce Qe Hitung X=log Ce Y=log Qe K F n Qe Model 60 0.50 0.375 0.250-0.426-0.602 0.020-0.388 0.251 70 0.50 0.360 0.280-0.444-0.553 0.020-0.388 0.279 80 0.50 0.345 0.310-0.509-0.509 0.020-0.388 0.311 0,5 0,35 Qe Model Freundlich 0,4 0,3 0,2 0,1 y = 1,008x - 0,002 R² = 0,992 Qe Model Freundlich 0,30 0,25 0,20 y = 1,002x - 0,000 R² = 0,998 0,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Qe Hitung Gambar 21. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Freundlich pada suhu 40 o C 0,15 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 Qe Hitung Gambar 22. Grafik perbandingan Qe hitung dengan Qe Model Freundlich pada suhu 45 o C Qe merupakan jumlah absorbat yang dapat terjerat pada permukaan absorban saat kondisi setimbang dengan satuan gram absorbat/gram absorban. Dari perbandingan ketiga model diatas (BET, Langmuir, dan Freundlich) dapat dilihat bahwa pada kondisi suhu 45 o C memiliki nilai korelasi yang lebih dekat, ditunjukkan dengan nilai determinsai yang lebih besar, yaitu pada model BET suhu 45 o C diproleh R 2 = 0.950, model Langmuir pada suhu 45 o C diperoleh R 2 = 0.992 dan model Freundlich pada suhu 45 o C diperoleh R 2 = 0.998. Koefisien determinasi yang tinggi menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara variabel x (Qe hitung) dengan variabel y (Qe model). Selain itu dari grafik perbandingan Qe data hitung dan Qe model (BET, Langmuir, dan Freundlich) pada suhu 45 o C diperoleh nilai kemiringan garis hampir mendekati satu. Hal ini menunjukkan bahwa garis yang terbentuk pada setiap grafik perbandingan Qe data hitung dan Qe model (BET, Langmuir dan Freundlich) pada suhu 45 o C, berupa garis lurus dengan nilai kemiringan satu. 30

Hasil perhitungan Qe dari ketiga model diatas yaitu model BET, Langmuir dan Freundlic dapat dilihat bahwa Qe data hasil perhitungan dengan model Freundlich lebih mendekati dengan Qe hasil perhitungan data. Untuk melihat tingkat keakuratan dari masing-masing model, dapat dilakukan perhitungan persentase kesalahan dengan menggunakan persamaan 16. Persentase kesalahan yang lebih rendah dari masing-masing model menunjukkan tingkat keakuratan hasil model dibanding dengan hasil perhitungan lebih baik. Hasil perhitungan persentase kesalahan dari masing-masing model pada kondisi suhu 40 o C dan 45 o C dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 19. Hasil Perhitungan Persentase kesalahan pada suhu 40 o C Suhu 40 o C RH (%) Persentase kesalahan Persentase kesalahan Persentase kesalahan model model BET (%) model Langmuir (%) Freundlich (%) 60 5.8 3.1 1.9 70 12.5 5.0 2.5 80 11.6 2.1 0.9 Tabel 20. Hasil Perhitungan Persentase kesalahan pada suhu 45 o C Suhu 45 o C RH (%) Persentase kesalahan Persentase kesalahan Persentase kesalahan model model BET (%) model Langmuir (%) Freundlich (%) 60 1.2 0.4 0.4 70 2.9 1.1 0.4 80 1.9 0.6 0.3 Berdasarkan Tabel 19 dan 20, dapat dilihat besarnya nilai persentase kesalahan dari perbandingan antara Qe data hitung dengan Qe model pada suhu 40 o C dan 45 o C. Pada suhu 40 o C dan 45 o C, persentase kesalahan untuk model BET memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan model Langmuir dan Freundlich. Dari ketiga model diatas, dapat ditentukan bahwa model Freundlich yang memiliki persentase kesalahan terendah, sehingga model ini merupakan model yang memiliki tingkat ketelitian yang paling baik. 31