BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Pertanian Tropik E-ISSN No : Vol.4, No.1. April (4) : 40-46

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAB III METODE PENELITIAN Ketinggian tempat ± 90 m dpl, jenis tanah latosol.

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

BAHAN DAN METODE. ketinggian tempat 41 m di atas permukaan laut pada titik koordinat LU

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Laboratorium Analitik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Penelitian ini

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. MATERI DAN METODE

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. MATERI DAN METODE

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

BAB III MATERI DAN METODE. sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

PELAKSANAAN PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

III. MATERI DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dilahan Unit Pelaksana Teknis Badan Balai Penyuluh Pertanian (UPTB BPP) Desa Ujung Bawang Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Waktu pelelitian dilakukan selama ± 4 bulan mulai April sampai Juli 2015. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam peneltitian ini yaitu: empat varietas benih padi (varietas Lokal, Situ Bagendit, Situ Patenggang dan Batutengi, tanah mineral ultisol dari Kecamatan Gunung Meriah, pestisida. Alat alat yang digunakan dalam penelitian adalah ayakan diameter 2 mesh, cangkul, gembor, timbangan, meteran, oven, handsprayer, bor tanah. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 faktor perlakuan yaitu: Faktor I adalah pengunaan varietas padi gogo diberi simbol V terdiri dari 4 varietas yaitu: V 1 : Varietas Lokal Siliam V2 : Varietas Situ Bagendit

22 V 3 : Varietas Situ Patenggang V 4 : Varietas Batutengi Faktor II yaitu Ketebalan Tanah Mineral yang diaplikasikan diatas tanah gambut diberi simbol T ada 5 taraf yaitu: T 0 : Tanpa Tanah Mineral/0 cm sebagai kontrol (100% gambut) T 1 : 5 cm T 2 : 10 cm T 3 : 15 cm T 4 : 20 cm Setiap perlakuan dibuat dalam 4 ulangan. Model linier aditif rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini dituliskan sebagai berikut: (Gomez and Gomez, 2005). Yijk = μ + ρk + αi + βj + (αβ )ij + ijk Dimana: Yijk = hasil pengamatan pada faktor V pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke j ulangan ke-k μ = rataan nilai tengah ρk = pengaruh kelompok pada taraf ke-k αi = pengaruh perlakuan dari faktor V ke-i βj = pengaruh perlakuan dari faktor T ke-j

23 (αβ )ij = pengaruh interaksi antara perlakuan faktor V pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j ijk = galat percobaan dari faktor V pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf kej pada ulangan ke k i = Faktor perlakuan V j = Faktor perlakuan T k = kelompok Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam, jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Duncan Berjarak Ganda (DMRT) pada taraf 5% (Gomez and Gomez, 2007). 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pengembilan Contoh Tanah Tanah gambut yang dijadikan media tanam diambil contoh tanahnya untuk dianalisis dengan menggunakan bor tanah. Pengambilan contoh tanah yang digunakan diambil secara komposit. Untuk sampel tanah mineral, tanah dibersihkan dari sampah dan akar-akar kayu dengan menggunakan ayakan berdiameter 2 mesh. Selanjutnya tanah diaduk merata, tanah yang telah tercampur diambil sampel tanahnya secara komposit. Kedua sampel tanah di atas selanjutnya dikering anginkan. Dimasukkan kedalam kantong plastik yang diberi label per perlakuan selanjutnya dibawa ke laboratorium.

24 3.4.2 Persiapan Lahan Lahan gambut yang akan dijadikan sebagai lahan penelitian dibersihkan dari rerumputan dan sampah-sampah. Lahan yang telah bersih selanjutnya dibuat bedengan dengan ukuran 160 cm x 160 cm dengan jarak antar bedengan dalam baris 30 cm dan jarak bedengan atar blok/ulangan 100 cm. Denah susunan plot penelitian disajikan pada Lampiran 4. 3.4.3 Persiapan Tanah Mineral Tanah mineral yang digunakan jenis Ultisol atau sering disebut dengan podsolik merah kuning (PMK) diambil dari Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil. Sebelum diaplikasikan tanah dibersihkan dari sampah dan akar-akar kayu dengan menggunakan ayakan berdiameter 2 mesh dan diaduk merata. Tanah yang telah merata dan bersih diaplikasikan sesuai perlakuan 2 hari sebelum tanam. 3.4.4 Persiapan Benih Benih varietas padi gogo yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu direndam dalam air. Perendaman dilakukan selama 12 jam, dimaksudkan untuk mempermudah perkecambahan benih setelah penanaman di plot-plot penelitian. Benih yang telah selesai direndam kemudian dikeringkan, setelah itu dilakukan perlakuan benih dengan fungisida Beam 75 Wp dan insektisida Furadan 3G. Perlakuan benih ini dilakukan untuk mencegah serangan jamur dan lalat bibit dilapangan.

25 3.4.5 Penanaman Benih padi ditanam 2 benih pada setiap lobang tanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan cara tugal pada kedalaman 3 cm. Setelah padi berumur 14 hari setelah tanam (HST) dilakukan penjarangan dengan cara menggunting bagian pangkal batang tanaman, sehingga pada setiap lobang tanam terdapat 1. tanaman. 3.4.6 Penyiangan Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut langsung gulma dengan mengguakan tangan. Didaerah yang pertumbuhan gulma padat penyingan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. 3.4.7 Pengendalian hama dan penyakit Untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit maka dilakukan penyemprotan dengan menggunakan insektisida dengan bahan aktif deltamethrin 25 cc/l dan fungisida dengan bahan aktif mancozeb 80%. Frekuensi penyemprotan dilakukan sesuai dengan intensitas serangan hama dan penyakit dilapangan. Dosis yang digunakan adalah dosis anjuran pada masing-masing label insektisida dan fungisida diatas. Pengendalian hama dan penyakit ini dilakukan dengan menggunakan handspayer. 3.4.8 Pemanenan Pemanenan gabah dilakukan pada saat daun tanaman padi sudah mulai menguning semuanya atau daun kuning sudah mencapai 90% hanya daun bendera saja yang masih terlihat berwarna hijau. Umur penen setiap varietas berfariasi

26 untuk varietas lokal Siliam (V 1 ) 115 HST, varietas Situ Bagendit (V 2 ) 105 HST, varietas Situ Patenggang (V 3 ) 105 HST dan varietas Batutengi (V 4 ) 104 HST. 3.5 Peubah Amatan 3.5.1 Tinggi tanaman Pengukuran tinggi tanaman dilakukan saat tanaman berumur 4, 6, 8 dan 10 minggu setelah tanam (MST). Sampel tanaman yang diamati 6 rumpun tanaman untuk setiap plot. Pada setiap sampel tanaman dibuat patok tanda sampel dari bambu. Pengukuran dimulai dari pangkal rumpun sampai ujun daun terpanjang dengan menggunakan meteran. 3.5.2 Jumlah anakan per rumpun Pengamatan jumlah anakan dihitung saat tanaman berumur 4, 6, 8 dan 10 MST. Jumlah anakan dihitung per rumpun tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot. 3.5.3 Jumlah anakan produktif Jumlah anakan produktif dihitung saat panen, yang dihitung hanya anakan yang memiliki malai. Jumlah anakan dihitung per rumpun dari tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot. 3.5.4 Jumlah gabah per malai Jumlah gabah permalai dihitung dengan mengambil semua gabah seluruh malai tanaman sampel kemudian dirata-ratakan. Penghitungan dilakukan pada saat panen.

27 3..5.5 Jumlah gabah berisi per malai Jumlah gabah berisi per malai dihitung dengan mengambil semua gabah berisi dari tanaman sampel kemudian dirata-ratakan. Penghitungan dilakukan setelah panen dari tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot. 3.5.6 Jumlah gabah hampa per malai Jumlah gabah hampa per malai dihitung dengan mengambil semua gabah hampa dari tanaman sampel. Penghitungan dilakukan setelah panen, dari tanaman sampel yang ditetapkan pada setiap plot. 3.5.7 Bobot 1000 gabah berisi Pengamatan berat 1000 gabah berisi per rumpun dihitung pada saat gabah dipisahkan dari malai kemudian dikeringkan dengan cara dijemur sampai kadar airnya mencapai 14%. 3.5.8 Bobot kering tajuk tanaman Tanaman digunting pada leher akar lalu dimasukkan ke dalam amplop, selanjutnya dioven pada suhu 65 0 C selama 72 jam (mencapai beratkonstan). 3.5.9 Bobot kering akar tanaman Pengamatan bobot akar tanaman dihitung setelah tanaman dipanen. Tanaman sampel dicangkul secara hati-hati agar akar jangan sampai putus, kemudian dicuci dalam ember dan digoyang-goyang agar tanaman bersih dari tanah, lalu dipotong mulai dari leher akar. Akar dipotong-potong sepanjang ± 5 cm, kemudian dimasukkan ke dalam amplop kertas dan dilem. Amplop

28 dimasukkan kedalam oven pada suhu 65 0 C sampai mencapai beratt konstan (tetap). 3.5.10 Bobot gabah per malai Pengamatan bobot gabah per malai dilakukan setelah panen. Gabah dipisahkan dari malai kemudian dikeringkan sampai kadar airnya mecapai 14% lalu ditimbang. 3.5.11 Bobot gabah kering rumpun Pengamatan bobot gabah per rumpun dilakukan setelah panen. Gabah yang telah dikeringkan pada setiap malai dengan kadar air mencapai 14% yang berasal dari satu rumpun yang sama dikumpulkan lalu ditimbang. 3.5.12 Bobot gabah per plot Pengamatan bobot gabah per plot dilakukan setelah panen. Gabah yang telah dikeringkan pada setiap rumpun dengan kadar air mencapai 14% yang berasal dari satu plot yang sama dikumpulkan lalu ditimbang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tinggi tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman beberapa varietas padi gogo pada pengamatan 4, 6, 8 dan 10 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai 13. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa varietas (V) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4, 6, 8 dan 10 MST. Pada perlakuan tanah mineral (T) hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4 MST. Sedangkan pada interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4, 6, 8 dan 10 MST. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap Tinggi tanaman 4 MST disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai rataan tinggi tanaman 4 minggu setelah tanam (MST) Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... cm... V 1 (Lokal Siliam) 39,07 38,74 45,52 46,85 46,45 43,33 a V 2 (Situ Bagendit) 33,37 33,88 35,63 28,17 33,94 33,00 c V 3 (Situ Patenggang) 30,30 38,43 38,98 39,58 33,37 36,13 bc V 4 (Batutegi) 33,75 40,90 37,91 37,85 39,63 38,01 b Rataan 34,12 b 37,99 a 39,51 a 38,11 a 38,35 a Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

31 Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa varietas V 1 (Lokal Siliam) berbeda nyata dengan varietas V 4 (Batutegi), V 3 (Situ Patenggang) dan V 2 (Situ Bagendit). Tinggi tanaman pada 4 MST pada varietas V 1 (Lokal Siliam) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,12% sampai dengan 0,23%. Pada Tabel 4.1. juga dapat dilihat bahwa perlakuan T2, T 4, T 3 dan T 1 berbeda nyata dengan perlakuan T 0. Tinggi tanaman pada 4 MST pada perlakuan tanah mineral T 2 (10 cm) nyata lebih tinggi dibandingkan ke empat ketebalan tanah mineral berkisar antara 0,03% sampai dengan 0,14%. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap Tinggi tanaman 6 MST disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Nilai rataan tinggi tanaman 6 minggu setelah tanam (MST) Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... cm... V 1 (Lokal Siliam) 60,10 60,50 64,08 69,00 67,30 64,19 a V 2 (Situ Bagendit) 52,90 49,41 53,06 47,03 51,16 50,71 c V 3 (Situ Patenggang) 50,60 58,32 59,86 59,14 57,40 57,06 b V 4 (Batutegi) 57,55 58,15 56,19 53,60 59,95 57,09 b Rataan 55,29 56,59 58,30 57,19 58,95 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa varietas V 1 (Lokal Siliam) berbeda nyata dengan varietas V 4 (Batutegi), V 3 (Situ Patenggang), dan V 2 (Situ Bagendit). Tinggi tanaman pada 6 MST pada varietas V 1 (Lokal Siliam) nyata lebih tinggi

32 dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,11% sampai dengan 0,24%. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap Tinggi tanaman 8 MST disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Nilai rataan tinggi tanaman 8 minggu setelah tanam (MST) Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... cm... V 1 (Lokal Siliam) 84,44 79,80 90,33 89,88 81,34 85,16 a V 2 (Situ Bagendit) 63,53 60,78 61,57 56,06 61,65 60,72 c V 3 (Situ 65,93 73,68 69,48 78,56 69,97 71,52 b Patenggang) V 4 (Batutegi) 80,23 81,63 77,36 74,39 83,24 79,37 a Rataan 73,53 73,97 74,68 74,72 74,05 Keterangan : Angkapada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Pada Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa tinggi tanaman pada varietas V 1 (Lokal Siliam) dan V 4 (Batutegi) berbeda nyata dengan varietas V 3 (Situ Patenggang), dan V 2 (Situ Bagendit). Tinggi tanaman pada 8 MST pada varietas V 1 (Lokal Siliam) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya antara 0,16% sampai dengan 0,34%. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap Tinggi tanaman 10 MST disajikan pada Tabel 4.4.

33 Tabel 4.4. Nilai rataan tinggi tanaman 10 minggu setelah tanam (MST) Perlakuan Ketebalan Tanah Mineral (T) T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... cm... V 1 (Lokal Siliam) 94,41 97,89 96,79 99,67 93,54 96,46 a V 2 (Situ Bagendit) 75,67 70,14 72,20 62,64 69,21 69,97 c V 3 (Situ Patenggang) 80,30 92,86 88,20 99,52 77,15 87,61 b V 4 (Batutegi) 92,54 93,05 89,83 87,73 96,33 91,90 ab Rataan 85,73 88,49 86,75 87,39 84,06 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Dari Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa varietas V 1 (Lokal Siliam) tidak berbeda nyata dengan varietas V 4 (Batutegi) namun, berbeda nyata dengan varietas V 3 (Situ Patenggang) dan V 2 (Situ Bagendit). Tinggi tanaman pada 10 MST pada varietas V 1 (Lokal Siliam) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya sebesar 0,05% sampai dengan 0,28%.. 4.1.2 Jumlah anakan Hasil pengamatan jumlah anakan beberapa varietas padi gogo pada pengamatan 4, 6, 8 dan 10 MST dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 14 sampai 29. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada umur 4, 6, 8 dan 10 MST. Sedangkan pada pemberian tanah mineral (T) dan interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4, 6, 8 dan 10 MST. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara

34 Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah anakan 4 MST disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Nilai rataan jumlah anakan 4 minggu setelah tanam (MST) Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... batang/rumpun... V 1 (Lokal Siliam) 1,49 1,78 1,80 1,62 1,82 1,70 b V 2 (Situ Bagendit) 2,21 3,21 3,85 1,85 2,86 2,80 a V 3 (Situ Patenggang) 1,88 2,53 2,80 2,93 1,97 2,42 a V 4 (Batutegi) 1,63 1,70 1,65 1,60 1,72 1,66 b Rataan 1,80 2,30 2,52 2,00 2,09 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa varietas V 2 (Situ Bagendit) danv 3 (Situ Patenggang) berbeda nyata dengan varietas V 1 (Lokal Siliam) dan V 4 (Batutegi). Jumlah anakan varietas V 2 (Situ Bagendit) pada 4 MST nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya berkisar antara 0,14% sampai dengan 0,41%. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah anakan 6 MST disajikan pada Tabel 4.6.

35 Tabel 4.6. Nilai rataan jumlah anakan 6 minggu setelah tanam (MST) Perlakuan Ketebalan Tanah Mineral (T) T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... batang/rumpun... V 1 (Lokal Siliam) 3,75 3,38 4,83 4,53 4,83 4,26 b V 2 (Situ Bagendit) 7,42 9,63 9,71 5,00 7,58 7,87 a V 3 (Situ Patenggang) 3,83 4,50 5,13 5,38 4,88 4,74 b V 4 (Batutegi) 2,63 2,67 3,02 2,11 2,63 2,61 c Rataan 4,41 5,04 5,67 4,25 4,98 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa varietas V 2 (Situ Bagendit) berbeda nyata dengan varietas V 3 (Situ Patenggang), V 1 (Lokal Siliam) dan V 4 (Batutegi). Jumlah anakan varietas V 2 (Situ Bagendit) pada 6 MST nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya sebesar 0,40% sampai dengan 0,67%. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah anakan 8 MST disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Nilai rataan jumlah anakan 8 minggu setelah tanam (MST) Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... batang/rumpun... V 1 (Lokal Siliam) 5,29 4,38 6,13 5,08 5,25 5,23 b V 2 (Situ Bagendit) 10,46 12,50 10,96 7,08 9,38 10,08 a V 3 (Situ Patenggang) 4,71 4,96 5,54 5,75 6,04 5,40 b V 4 (Batutegi) 3,17 3,33 3,74 2,58 3,58 3,28 c Rataan 5,91 6,29 6,59 5,13 6,06 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

36 Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa varietas V 2 (Situ Bagendit) berbeda nyata dengan varietas V 3 (Situ Patenggang), V 1 (Lokal Siliam) dan V 4 (Batutegi). Jumlah anakan varietas V 2 (Situ Bagendit) pada 8 MST nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,46% sampai dengan 0,67%. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah anakan 10 MST disajikan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Nilai rataan jumlah anakan 10 minggu setelah tanam (MST) Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... batang/rumpun... V 1 (Lokal Siliam) 5,38 5,25 6,25 4,63 5,33 5,37 b V 2 (Situ Bagendit) 10,75 12,92 11,38 7,46 9,92 10,48 a V 3 (Situ Patenggang) 5,04 5,08 5,58 5,96 6,04 5,54 b V 4 (Batutegi) 3,50 3,42 3,83 2,71 3,71 3,43 c Rataan 6,17 6,67 6,76 5,19 6,25 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa varietas V 2 (Situ Bagendit) berbeda nyata dengan varietas V 3 (Situ Patenggang), V 1 (Lokal Siliam) dan V 4 (Batutegi). Jumlah anakan varietas V 2 (Situ Bagendit) pada 10 MST nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,47% sampai dengan 0,67%.

37 4.1.3 Jumlah anakan produktif Hasil pengamatan jumlah anakan produktif beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 30 dan 33. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif. Sedangkan pada pemberian tanah mineral (T) dan interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah anakanproduktif disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Nilai rataan jumlah anakan produktif Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... batang/rumpun... V 1 (Lokal Siliam) 2,38 2,50 2,38 2,58 2,92 2,55 c V 2 (Situ Bagendit) 6,92 8,21 6,67 5,08 7,21 6,82 a V 3 (Situ Patenggang) 3,33 3,58 4,58 4,08 4,50 4,02 b V 4 (Batutegi) 2,29 2,17 2,29 1,92 2,42 2,22 c Rataan 3,73 4,11 3,98 3,42 4,26 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.9. dapat dilihat bahwa varietas V 2 (Situ Bagendit) berbeda nyata dengan varietas V 3 (Situ Patenggang), V 1 (Lokal Siliam) dan V 4 (Batutegi). Jumlah anakan produktif pada varietas V 2 (Situ Bagendit) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,41% sampai dengan 0,67%.

38 4.1.4 Jumlah gabah per malai Hasil pengamatan jumlah gabah per malai beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 34 dan 35. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai. Sedangkan pada pemberian tanah mineral (T) dan interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah gabah per malai disajikan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Nilai rataan jumlah gabah per malai Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... butir... V 1 (Lokal Siliam) 197,03 177,96 203,00 174,98 155,11 181,62 b V 2 (Situ Bagendit) 121,49 120,30 126,17 126,65 100,44 119,01 c V 3 (Situ Patenggang) 168,95 181,62 155,44 172,61 142,84 164,29 b V 4 (Batutegi) 312,61 317,66 293,56 325,60 319,16 313,72 a Rataan 200,02 199,39 194,54 199,96 179,39 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa varietas V 4 (Batutegi) berbeda nyata dengan varietasv 1 (Lokal Siliam), V 3 (Situ Patenggang)dan V 2 (Situ Bagendit). Jumlah gabah per malai pada varietas V 4 (Batutegi) nyata lebih tinggi dibandingkan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,42 sampai dengan 0,48%.

39 4.1.5 Jumlah gabah berisi per malai Hasil pengamatan jumlah gabah berisi per malai beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 36 dan 37. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah berisi per malai. Sedangkan pada pemberian tanah mineral (T) dan interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah berisi per malai. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah gabah berisi per malai disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Nilai rataan jumlah gabah berisi per malai Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... butir... V 1 (Lokal Siliam) 136,94 133,24 136,48 112,03 110,34 125,81 b V 2 (Situ Bagendit) 82,02 82,14 76,08 80,31 70,29 78,17 c V 3 (Situ Patenggang) 116,01 123,32 108,32 125,73 104,27 115,53 b V 4 (Batutegi) 214,61 222,40 204,53 196,01 218,99 211,31 a Rataan 137,40 140,27 131,35 128,52 125,97 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.11. dapat dilihat bahwa varietas V 4 (Batutegi) berbeda nyata dengan varietas V 1 (Lokal Siliam), V 3 (Situ Patenggang) dan V 2 (Situ Bagendit). Jumlah gabah berisi per malai pada varietas V 4 (Batutegi) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,41% sampai dengan 0,63%.

40 4.1.6 Jumlah gabah hampa per malai Hasil pengamatan jumlah gabah hampa per malai beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 38 sampai 41. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah hampa per malai. Sedangkan pada pemberian tanah mineral (T) dan interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah hampa per malai. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap jumlah gabah hampa per malai disajikan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12. Nilai rataan jumlah gabah hampa per malai Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... butir... V 1 (Lokal Siliam) 60,09 44,72 66,52 62,95 44,78 55,81 b V 2 (Situ Bagendit) 39,47 38,16 50,09 46,33 30,15 40,84 b V 3 (Situ Patenggang) 52,94 58,30 47,12 46,88 38,57 48,76 b V 4 (Batutegi) 98,00 95,27 89,03 129,59 100,17 102,41 a Rataan 62,62 59,11 63,19 71,44 53,42 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.12. dapat dilihat bahwa varietas V 4 (Batutegi) berbeda nyata dengan varietas V 1 (Lokal Siliam), V 3 (Situ Patenggang) dan V 2 (Situ Bagendit). Jumlah gabah hampa per malai pada varietas V 4 (Batutegi) nyata lebih tinggi dibandingkan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,67% sampai dengan 0,82%.

41 4.1.7 Bobot 1000 gabah berisi Hasil pengamatan bobot 1000 gabah berisi beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 42 dan 43. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) dan pemberian tanah mineral (T) berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 gabah berisi. Sedangkan interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 gabah berisi. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap bobot 1000 gabah berisidisajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Nilai rataan bobot 1000 gabah berisi Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... g... V 1 (Lokal Siliam) 25,44 21,09 24,24 26,85 26,59 24,84 b V 2 (Situ Bagendit) 25,64 25,44 26,15 27,07 26,63 26,18 a V 3 (Situ Patenggang) 25,47 27,03 27,14 27,54 27,39 26,91 a V 4 (Batutegi) 23,89 24,03 24,06 24,16 25,20 24,27 b Rataan 25,11 b 24,39 b 25,39 ab 26,41 a 26,45 a Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.13. dapat dilihat bahwa varietas V 3 (Situ Patenggang) dan V 2 (Situ Bagendit) berbeda nyata dengan varietas V 1 (Lokal Siliam) dan V 4 (Batutegi). Bobot 1000 gabah berisi pada varietas V 3 (Situ Patenggang) nyata lebih tinggi dibandingkan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,03% sampai dengan 0,10%.

42 Pada Tabel 4.13, juga dapat dilihat bahwa perlakuan T 4 dan T 3 berbeda nyata dengan perlakuan T 0 dan T 1, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan T 2. Bobot 1000 gabah berisi pada perlakuan tanah mineral T 4 (20 cm) nyata lebih tinggi dibandingkan ke empat ketebalan tanah mineral berkisar antara 0,04% sampai dengan 0,08%. 4.1.8 Bobot kering tajuk tanaman Hasil pengamatan bobot kering tajuk tanaman beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 44 dan 45. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) dan pemberian tanah mineral (T) serta interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk tanaman. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap bobot kering tajuk tanaman disajikan pada Tabel 4.14. Tabel 4.14. Nilai rataan bobot kering tajuk tanaman Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 (20 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) cm)... g... V 1 (Lokal 156.06 a 144.86 b 146.72 b 138.02 ef 141.89 cd 145.51 a Siliam) V 2 (Situ Bagendit) 126.47 j 136.59 efg 130.39 j 134.19 ghi 133.35 hi 132.20 c V 3 (Situ Patenggang) 132.80 hi 132.79 hij 132.69 ij 133.80 hi 124.21 j 131.26 c V 4 (Batutegi) 144.03 bc 139.34 de 135.47 fgh 133.15 hi 132.26 ij 136.85 b Rataan 139.84 a 138.39 b 136.32 c 134.79 d 132.93 e Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)

43 Tabel 4.14. dapat dilihat bahwa varietas V 1 (Lokal Siliam) berbeda nyata dengan varietas V 4 (Batutegi), V 2 (Situ Bagendit) dan V 3 (Situ Patenggang). Bobot kering tajuk tanaman pada varietas V 1 (Lokal Siliam) nyata lebih tinggi dibandingkan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,06% sampai dengan 0,10%. Tabel 4.14. juga dapat dilihat bahwa perlakuan T0 berbeda nyata dengan perlakuan T 1, T 2, T 3 dan T 4. Bobot kering tajuk tanaman pada perlakuan tanpa pemberian tanah mineral T 0 nyata lebih tinggi dibandingkan ke empat ketebalan tanah mineral berkisar antara 0,01% sampai dengan 0,05%. 4.1.9 Bobot kering akar tanaman Hasil pengamatan bobot kering akar tanaman beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 46 dan 47. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) dan pemberian tanah mineral (T) serta interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman. Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap bobot kering akar tanaman disajikan pada Tabel 4.15.

44 Tabel 4.15. Nilai rataan bobot kering akar tanaman Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T 0 T1 T2 T3 T4 Rataan (0 cm) (5 cm) (10 cm) (15 cm) (20 cm)... g... V 1 (Lokal Siliam) 40,53 abc 42,90 a 42,24 ab 35,02 efg 37,69 cde 39,67 a V 2 (Situ Bagendit) 33,73 fgh 37,68 cde 33,94 fgh 43,88 a 36,00 def 37,05 b V 3 (Situ Patenggang) 27,57 i 25,80 i 31,30 hi 34,18 fgh 26,33 i 29,03 c V 4 (Batutegi) 42,45 ab 39,08 bcd 31,99 ghi 32,76 fghi 33,58 fgh 35,97 b Rataan 36,07 a 36,36 a 34,87 a 36,46 a 33,40 b Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.15. dapat dilihat bahwa varietas V 1 (Lokal Siliam) berbeda nyata dengan varietas V 2 (Situ Bagendit), V 4 (Batutegi) dan V 3 (Situ Patenggang). Bobot kering akar tanaman pada varietas V 1 (Lokal Siliam) nyata lebih tinggi dibandingkan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,09% sampai dengan 0,27%. Pada Tabel 4.15. juga dapat dilihat bahwa perlakuan T3, T 1, T 0 dan T 2 berbeda nyata dengan perlakuan T 4. Bobot kering akar tanaman pada perlakuan pemberian tanah mineral T 3 (15 cm) nyata lebih tinggi dibandingkan ke empat ketebalan tanah mineral sebesar 0,08%. 4.1.10 Bobot gabah per malai Hasil pengamatan bobot gabah per malai beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 48 dan 49. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap bobot gabah kering per malai, sedangkan pemberian tanah mineral (T) serta interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah per malai.

45 Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral disajikan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Nilai rataan bobot gabah kering per malai Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T0 (0 cm) T1 (5 cm) T2 (10 cm) T3 (15 cm) T4 (20 cm) Rataan... g... V1 (Lokal Siliam) 6,17 4,94 6,09 5,94 5,26 5,68 b V2 (Situ Bagendit) 4,30 4,22 4,62 4,73 3,81 4,34 b V3 (Situ Patenggang) 5,44 6,11 5,36 5,86 5,03 5,56 b V4 (Batutegi) 8,62 8,81 8,24 9,22 9,23 8,83 a Rataan 6,13 6,02 6,08 6,44 5,84 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Dari Tabel 4.16. dapat dilihat bahwa varietas V4 (Batutegi) berbeda nyata dengan varietas V1 (Lokal Siliam), V3 (Situ Patenggang) dan V2 (Situ Bagendit). Bobot gabah per malai pada varietas V4 (Batutegi) nyata lebih tinggi dibandingkan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,35% sampai dengan 0,51%. 4.1.11 Bobot gabah kering per rumpun Hasil pengamatan bobot gabah kering per rumpun beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 50 dan 51. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap bobot gabah kering per rumpun, sedangkan pemberian tanah mineral (T) serta interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah kering per rumpun.

46 Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral disajikan pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Nilai rataan bobot gabah kering per rumpun Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T0 (0 cm) T1 (5 cm) T2 (10 cm) T3 (15 cm) T4 (20 cm) Rataan... g... V1 (Lokal Siliam) 11,56 10,11 11,01 10,27 11,55 10,90 b V2 (Situ Bagendit) 11,28 10,28 10,21 10,98 10,43 10,64 b V3 (Situ Patenggang) 10,61 12,13 10,80 11,51 11,14 11,24 b V4 (Batutegi) 15,24 16,66 15,47 14,78 13,29 15,09 a Rataan 12,17 12,29 11,87 11,88 11,60 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 4.17. dapat dilihat bahwa varietas V4 (Batutegi) berbeda nyata dengan varietas V3 (Situ Patenggang), V1 (Lokal Siliam), dan V2 (Situ Bagendit). Bobot gabah kering per rumpun pada varietas V4 (Batutegi) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,26% sampai dengan 0,32%. 41.12 Bobot gabah per plot Hasil pengamatan bobot gabah kering per plot beberapa varietas padi gogo dan hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 52 dan 53. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan varietas (V) berpengaruh nyata terhadap bobot gabah per plot, sedangkan pemberian tanah mineral (T) serta interaksi perlakuan varietas dengan tanah mineral (V x T) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah kering per plot.

47 Hasil uji beda rataan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) terhadap pengaruh faktor perlakuan Varietas, Tanah Mineral dan Interaksi antara Varietas dan Tanah Mineral terhadap bobot gabah perplot disajikan pada Tabel 4.18. Tabel 4.18. Nilai rataan bobot gabah kering per plot Ketebalan Tanah Mineral (T) Perlakuan T0 (0 cm) T1 (5 cm) T2 (10 cm) T3 (15 cm) T4 (20 cm) Rataan... g... V1 (Lokal Siliam) 740,01 646,90 704,60 656,98 739,06 697,51 b V2 (Situ Bagendit) 721,69 657,64 653,43 702,81 667,79 680,67 b V3 (Situ Patenggang) 678,88 776,52 691,38 736,50 713,22 719,30 b V4 (Batutegi) 975,07 1066,39 990,23 945,87 850,32 965,58 a Rataan 778,91 786,86 759,91 760,54 742,59 Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test) Dari Tabel 4.18. dapat dilihat bahwa varietas V 4 (Batutegi) berbeda nyata dengan varietas V 3 (Situ Patenggang), V 1 (Lokal Siliam) dan V 2 (Situ Bagendit). Bobot gabah kering per plot pada varietas V4 (Batutegi) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ke tiga varietas lainnya berkisar antara 0,26% sampai dengan 0,30%. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pengaruh pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi gogo (Oriza sativa L.) Varietas padi gogo berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan seperti tinggi tanaman 4, 6, 8 dan 10 MST dan produksi seperti jumlah anakan pada umur 4, 6, 8 dan 10 MST, jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, jumlah gabah berisi per malai jumlah gabah hampa per malai, bobot 1000 gabah berisi, bobot

48 kering tajuk tanaman, bobot kering akar tanaman, bobot gabah per malai, bobot gabah kering per rumpun dan bobot gabah per plot. Perlakuan varietas padi gogo memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman 4, 6, 8 dan 10 MST. Perlakuan varietas Lokal Siliam memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan tinggi tanaman pada setiap umur amatan dibandingkan dengan varietas Situ Bagendit, varietas Situ Patenggang dan varietas Batutegi. Perlakuan varietas Lokal Siliam pada tanaman padi gogo membantu meningkatkan tinggi tanaman 4, 6, 8 dan 10 MST. Hal ini disebabkan karena varietas Lokal Siliam merupakan salah satu varietas unggul padi gogo yang sudah dilakukan introduksi dari luar negeri dan juga program pemuliaan sehingga dapat lebih unggul dibandingkan dengan varietas lainnya. Selain itu, lamanya fase vegetatif yang dimulai saat berkecambah sampai gabah matang untuk setiap varietas berbeda-beda sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tinggi tanaman hingga perbedaan umur panen. Balai Penelitian Tanaman Padi (2005), menyatakan bahwa cukup banyak varietas padi gogo yang telah dikenal petani. Sejak tahun 1960-2002, Badan Litbang Pertanian telah berhasil melepas 30 varietas unggul padi gogo, baik hasil pemutihan varietas Lokal Siliam, introduksi dari luar negeri maupun dari program pemuliaan. Balai Penelitian Tanaman Padi (2007), menyatakan bahwa lama fase vegetatif tidak sama untuk setiap varietas sehigga menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen, sedangkan fase generatif dan pematangan gabah pada umumnya sama setiap varietas. Perlakuan varietas padi gogo memperlihatkan pengaruh nyata terhadap peubah jumlah anakan 4, 6, 8 dan 10 MST dan jumlah anakan produktif. Perlakuan varietas Situ Bagendit memberikan pengaruh nyata lebih baik

49 memperbanyak jumlah anakan pada setiap umur amatan dan jumlah anakan produktif, dibandingkan dengan varietas Lokal Siliam, varietas Situ Patenggang dan varietas Batutegi. Perlakuan varietas Situ Bagendit pada tanaman padi gogo memperbanyak jumlah anakan dan jumlah anakan produktif. Hal ini disebabkan karena lamanya fase vegetatif tidak sama untuk setiap varietas padi gogo sehigga menyebabkan terjadinya perbedaan menunjukkan pengaruh yang berbeda pada jumlah anakan. Dimana pola pertumbuhan tanaman padi ada 3 fase yaitu fase generatif, vegetatif dan fase pematangan gabah. Hal senada dikemukakan oleh Manurung dan Ismunadji (1988), menyatakan bahwa fase generatif ditandai dengan pembentukan anakan yang aktif, bertambah tingginya tanaman dan daun tumbuh secara teratur. Hasil penelitian Iwo dan Obok (2010), menyampaikan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada jumlah hari hingga 50% berbunga, jumlah anakan setelah matang, anakan produktif, biji-bijian/malai dan hasil gabah. FARO 43, FARO 49 dan NERICA-1 telah berbunga 50% pada periode yang sama menunjukkan hasil berbeda secara signifikan (PL.05) dari FARO4 6, yang merupakan genotipe matang awal dan FARO 48, akhir genotipe matang. Penelitian ini senada dengan temuan Imolehin dan Wada (2000), seperti yang dilaporkan Kamura (1956), selain matang awal, kemampuan anakan dan produktivitas padi merupakan parameter yang baik yang mempengaruhi hasil gabah yang positif. FARO 48 memiliki jumlah tertinggi jumlah anakan dan NERICA-1 dan anakan produktif yang paling sedikit. Perlakuan varietas padi gogo memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah jumlah gabah per malai, jumlah gabah berisi per malai dan jumlah gabah hampa per malai. Perlakuan varietas Batutegi memberikan pengaruh nyata lebih baik

50 meningkatkan jumlah gabah per malai, jumlah gabah berisi per malai dan jumlah gabah hampa per malai dibandingkan dengan varietas Lokal Siliam, varietas Situ Bagendit dan varietas Situ Patenggang. Manurung dan Ismunadji (1988), menyatakan bahwa lama fase reproduktif dan pematangan gabah dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu masing-masing 30 hari. Perlakuan varietas padi gogo memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah bobot 1000 gabah berisi, bobot kering tajuk tanaman, bobot kering akar tanaman, bobot gabah per malai dan bobot gabah per plot. Perlakuan varietas Situ Patenggang memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot 1000 gabah berisi dibandingkan dengan varietas Lokal Siliam, varietas Situ Bagendit dan varietas Batutegi. Perlakuan varietas Lokal Siliam memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot kering akar tanaman dibandingkan dengan varietas Situ Bagendit, varietas Situ Patenggang dan varietas Batutegi. Perlakuan varietas Batutengi memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot gabah per malai, dimana diperoleh perbedaan hasil antara varietas Batutengi dan varietas Lokal Siliam sebesar 35,67%, varietas Batutengi dan varietas Situ Patenggang sebesar 37,03% dan varietas Batutengi dan varietas Situ Bagendit sebesar 50,84%. Perlakuan varietas Batutengi memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot gabah kering per rumpun, dimana diperoleh perbedaan hasil antara varietas Batutengi dan varietas Situ Patenggang sebesar 25,51%, varietas Batutengi dan varietas Lokal Siliam sebesar 27,76% dan varietas Batutengi dan varietas Situ Bagendit sebesar 29,48%. Perlakuan varietas Batutengi memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot gabah per plot, dimana diperoleh perbedaan hasil antara varietas Batutengi dan varietas Situ

51 Patenggang sebesar 25,50%, varietas Batutengi dan varietas Lokal Siliam sebesar 27,76% dan varietas Batutengi dan varietas Situ Bagendit sebesar 29,50%. Salah satu upaya meningkatkan produksi padi gogo yaitu melalui penggunaan varietas unggul yang tepat. Hasil penelitian ini, varietas Batutengi lebih baik dibandingkan varietas yang lainnya. Sadimantara (2013), menyampaikan bahwa upaya peningkatan beras nasional melalui pengembangan budidaya padi selain padi sawah perlu dilakukan pengembangan budidaya padi gogo merupakan salah satu alternatif peningkatan produksi padi nasional, mengingat lahan kering yang berpotensi untuk budidaya padi tersebut tersedia cukup. 4.2.2 Pengaruh perbedaan pertumbuhan dan produksi padi gogo (Oriza sativa L.) akibat ketebalan tanah mineral Pemberian amelioran tanah mineral yang diaplikasikan diatas tanah gambut memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah pertumbuhan dan produksi seperti tinggi tanaman 4 MST, bobot 1000 gabah berisi, bobot kering tajuk tanaman dan bobot kering akar tanaman. Pemberian amelioran tanah mineral memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman 4 MST. Dimana ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan di atas tanah gambut pada ketebalan 10 cm (T 2 ) memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan tinggi tanaman pada umur 4 MST dibandingkan dengan tanpa ketebalan tanah mineral (T 0 ), ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan di atas tanah gambut pada ketebalan 5 cm (T 1 ), 15 cm (T 3 ) dan 20 cm (T 4 ). Ketebalan tanah mineral membantu meningkatkan tinggi tanaman 4 MST. Ketebalan pada tanah gambut meningkatkan K, Na, Ca, Mg, dan ph H 2 O. Hasil analisis tanah sebelum penelitian dan sesudah penelitian meningkatkan

52 kandungan N, C, Ca, Mg, ph (H 2 O), dimana kandungan N sebelum penelitian pada tanah gambut 1,92 % dan setelah penelitian meningkat menjadi 2,00%. Kandungan C sebelum penelitian pada tanah gambut adalah 45,45 % meningkat menjadi 49,35%. Kandungan Ca sebelum penelitian pada tanah gambut adalah 7,19 meningkat menjadi 9,06 sesudah penelitian. Kandungan Mg pada tanah gambut sebelum penelitian adalah 2,97 meningkat menjadi 3,12 sesudah penelitian. Kandungan ph (H 2 O) pada tanah gambut sebelum penelitian adalah 3,73 meningkat menjadi 4,01. Hasil penelitian Nurhayati (2013), menunjukkan bahwa perlakuan amelioran berpengaruh sangat nyata terhadap peubah peningkatan tinggi tanaman umur 4 minggu setelah tanam. Hal senada dikemukakan oleh Zuraida (2013), yang menyatakan bahwa pemberian amelioran pada tanah gambut sangat nyata meningkatkan ph H 2 O, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mgdd dan kejenuhan basa. Ketebalan tanah mineral memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah bobot 1000 gabah berisi. Ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan diatas tanah gambut pada ketebalan 20 cm (T4) memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot 1000 gabah berisi dibandingkan dengan tanpa ketebalan tanah mineral (T 0 ), pemberian amelioran tanah mineral yang diaplikasikan di atas tanah gambut pada ketebalan 5 cm (T 1 ), 10 cm (T 2 ) dan 15 cm (T 3 ). Ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan di atas tanah gambut pada ketebalan 20 cm (T 4 ) membantu meningkatkan bobot 1000 gabah berisi. Ketebalan tanah mineral memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah bobot kering tajuk tanaman. Pemberian amelioran tanah mineral yang diaplikasikan diatas tanah gambut pada ketebalan 20 cm (T4) memberikan pengaruh nyata lebih

53 baik meningkatkan bobot 1000 gabah berisi dibandingkan dengan tanpa ketebalan tanah mineral memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah bobot kering tajuk tanaman. Tanpa ketebalan tanah mineral (T 0 ) memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot kering tajuk tanaman dibandingkan dengan ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan di atas tanah gambut pada ketebalan 5 cm (T 1 ), 10 cm (T 2 ), 15 cm (T 3 ) dan 20 cm (T 4 ). Tanpa ketebalan tanah mineral lebih baik untuk meningkatkan bobot kering tajuk tanaman. Ketebalan tanah mineral memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah bobot kering akar tanaman. Ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan di atas tanah gambut pada ketebalan 15 cm (T3) memberikan pengaruh nyata lebih baik meningkatkan bobot kering akar tanaman dibandingkan dengan tanpa ketebalan tanah mineral (T 0 ), ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan di atas tanah gambut pada ketebalan 5 cm (T 1 ), 10 cm (T 2 ) dan 20 cm (T 4 ). ketebalan tanah mineral yang diaplikasikan diatas tanah gambut pada ketebalan 15 cm (T 3 ) membantu meningkatkan bobot kering akar tanaman. Amelioran yang mengandung Al dan Fe sebelum penelitian dan sesudah penelitian mengalami peningkatan, dimana kandungan Al sebelum penelitian adalah 0,22 dan setelah penelitian adalah 0,34. Kandungan Fe sebelum penelitian adalah 2,47 dan setelah penelitian adalah 3,61. Amelioran yang mengandung Fe dan Al ini dapat mengurangi dampak buruk asam fenolat. Subiksa (2009), menyatakan bahwa ameliorasi diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah masam dan keberadaan asam organik beracun, sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik. Amelioran alami yang mengandung kation polivalen (Fe, Al, Cu, dan Zn) seperti terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai sangat efektif

54 mengurangi dampak buruk asam fenolat. Subiksa (2009), menyatakan bahwa lahan gambut bersifat sangat masam karena kadar asam-asam organik sangat tinggi dari hasil pelapukan bahan organik. Sebagian dari asam-asam organik tersebut, khususnya golongan asam fenolat, bersifat racun dan menghambat perkembangan akar tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman sangat terganggu. Ameliorasi diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah masam dan keberadaan asam organik beracun, sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik. Efektivitas pengendalian asam-asam fenolat dapat ditingkatkan dengan pemberian amelioran tanah mineral yang berkadar Fe tinggi melalui pembentukan senyawa kompleks organik-fe. Hartatik (2008), menyatakan bahwa untuk meningkatkan efektivitas pengendalian asam-asam fenolat pada gambut maka diperlukan bahan amelioran insitu yang mempunyai kadar Fe, Al dan Cu yang tinggi dan dibuat dalam bentuk formula yang tepat dengan mempertimbangkan jenis asam fenolat yang dominan dalam gambut yang akan diameliorasi. Makarim dan Surtatik (2009), menyatakan bahwa perkembangan perakaran tanaman padi gogo pada umumnya sepanjang lapisan olah (± 18 cm). Dengan demikian pada saat aplikasi tanah mineral pada ketebalan 20 cm (T 4 ) tanaman padi tidak merespon positif sehingga akar tanaman tidak dapat melakukan perkembangan perakaran. 4.2.3 Pengaruh interaksi antara beberapa varietas padi gogo (Oriza sativa L.) dengan ketebalan tanah mineral pada lahan gambut Pada penelitian ini interaksi antara beberapa varietas padi gogo (Oriza sativa L.) dengan ketebalan tanah mineral pada lahan gambut berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk tanaman dan bobot kering akar tanaman.

55 Interaksi perlakuan varietas Lokal Siliam (V 1 ) padi gogo dengan tanpa ketebalan tanah mineral pada lahan gambut (T 0 ) meningkatkan bobot kering tajuk tanaman. Interaksi perlakuan padi gogo varietas Situ Bagendit (V 2 ) dengan ketebalan tanah mineral pada lahan gambut 15 cm (T 3 ) meningkatkan bobot kering akar tanaman. Salah satu upaya meningkatkan produksi padi gogo yaitu melalui penggunaan varietas unggul baru dan amelioran tanah mineral yang tepat merupakan salah satu faktor penentu di dalam meningkatkan produksi pangan. Hal ini sejalan dengan Salampak (1999), menyatakan bahwa pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Hartatik (1998), pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi sampai dosis 7,5% serapan maksimum mampu menurunkan konsentrasi asamasam fenolat sekitar 30% dan meningkatkan produksi padi. Ketebalan mineral juga dapat memperkuat ikatan-ikatan kation dan anion sehingga konservasi terhadap unsur hara yang berasal dari pupuk menjadi lebih baik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Varietas padi gogo (Oriza sativa L.) menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan produksi terhadap pertumbuhan dan produksi seperti tinggi tanaman tertinggi pada 4, 6, 8 dan 10 MST dan bobot tajuk tanaman serta bobot akar tanaman tertinggi dijumpai pada varietas lokal Siliam; jumlah anakan terbanyak pada setiap umur amatan dan jumlah anakan produktif terlihat pada varietas Situ Bagendit, jumlah gabah per malai, jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah hampa permalai, bobot gabah per malai, bobot gabah kering per rumpun dan bobot gabah per plot tertinggi terdapat pada varietas Batutegi; sedangkan untuk bobot 1000 gabah berisi tertinggi terdapat pada varietas Situ Patenggang. 5.1.2 Ketebalan tanah mineral berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas padi gogo (Oriza sativa L.). Komponen pertumbuhan yang dipengaruhi ketebalan tanah mineral meliputi: tinggi tanaman pada umur 4 MST tertinggi dipengaruhi oleh pemberian tanah mineral T 2 (10 cm); bobot tajuk tanaman tertinggi terdapat pada tanpa pemberian amelioran tanah mineral (T 0 ); bobot akar tertinggi terdapat pada T 3 (15 cm). Untuk komponen produksi pemberian tanah mineral hanya berpenagurh terhadap bobot 1000 gabah berisi dimana pemberian amelioran T 2 (10 cm) memberikan pengaruh tertiggi.