I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan. suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa

Kajian Drug Related Problems Pasien Otitis Media Supuratif Kronis di Bangsal THT RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Keywords : P. aeruginosa, gentamicin, biofilm, Chronic Supurative Otitis Media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan pada banyak populasi di

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. pasien, melalui pencapaian hasil terapi yang optimal terkait dengan obat. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah suatu. infeksi kronis pada telinga tengah yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

HIPERTENSI ESENSIAL. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan obat yang sering diberikan dalam menangani

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan. infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dokter yang umumnya dimulai dari penerimaan resep, pengkajian resep, penyiapan

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

Pola bakteri aerob dan kepekaan antibiotik pada otitis media supuratif kronik yang dilakukan mastoidektomi

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Di berbagai negara khususnya negara berkembang, peranan antibiotik dalam

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia. Setiap budaya di dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa pasien mendapatkan terapi obat yang tepat, efesien dan aman. Hal ini melibatkan tiga fungsi umum, yaitu Mengidentifikasi potensial Drug Related Problems, Memecahkan atau mengatasi potensial Drug Related Problems, Mencegah terjadinya potensial Drug Related Problems (Siregar & Charles,2004,; Aslam, dkk, 2004). Drug Related Problems(DRPs) adalah suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (Zuidlaren, 2006). Masalah terkait obat dapat memepengaruhi morbiditas dan mortilitas kualitas hidup pasien serta berdampak juga terhadap ekonomi dan social pasien. Berdasarkan data penelitian Chairani, 2015 tentang kajian penggunaan analgetik serta efek samping pada gangguan pencernaan pada penanganan pasien THT yang menderita otitis media pada poli rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang ada tiga parameter drug related problems yang dianalisa yaitu dari segi regimen dosis penggunaan analgetik. Ketepatan dosis penggunaan analgetik didapatkan pasien sebanyak 76,08% (35 orang) tepat dosis dan sebanyak 10,86% (5 orang) tidak tepat dosis. Efek samping obat dari 31 orang, yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 18 orang. Keluhan terbanyak meliputi mual sebesar 72,3% (13 orang). Dan interaksi analgetik dan glukortikoid adalah sebsar 23,92%.

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa telinga bagian tengah (auris media), tuba eustachius, dan antrum mastoideum yang terjadi selama lebih dari dua bulan, baik hilang timbul ataupun terus-menerus, dan diikuti dengan terjadinya perforasi pada membran timpani, serta keluarnya cairan dari dalam telinga (Soepardi & Iskandar, 2001). Berdasarkan penelitian Suman, et al., 2014 kasus yang paling banyak ditemukandibagian THT yaitukasus infeksi telinga.otitis media supuratif kronis adalah infeksi telinga yang paling banyak ditemukan. Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75 juta -140 juta (50%) diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Mikroorganisme yang menyebabkan OMSK merupakan bakteri yang sering ditemukan pada bagian kulit auris eksterna, namun dapat mengalami proliferasi bila terjadi trauma di sekitarnya, inflamasi, laserasi atau kelembapan lingkungan yang tinggi. Bakteri tersebut kemungkinan melakukan migrasi menuju auris media karena terjadi perforasi yang kronis pada membran timpani. Pada OMSK, bakteri aerobik yang dapat menginfeksi adalah Pseudomonas aeruginosa, Escherichiacoli, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,proteus mirabilis, dan Klebsiella sp. Sedangkan untuk bakteri anaerobik meliputi, Bacteroides,Peptostreptococcus, Proprionibacterium.

Penelitian yang dilakukan oleh Gul HC, et al 2006. menunjukkan bahwa Staphylococcusaureus adalah bakteri aerobik paling sering ditemukan pada kasus OMSKdiikuti oleh Pseudomonas aeruginosa (Gul HC, et al,. 2006). Diantara bakteri tersebut, P.aeruginosa merupakan bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada auris media dan struktur mastoid melalui toksin dan enzim yang diproduksi oleh bakteri tersebut (Anonim, 2004). Berdasarkan data tersebut, keberadaan OMSK tidak bisa dipandang sebelah mata saja. Diperlukan adanya terapi yang sesuai dan efisien untuk dapat mengatasinya agar tidak menimbulkan komplikasi. Namun, terapi untuk OMSK terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama dan harus berulang-ulang, karena sekret yang keluar biasanya tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal,seperti adanya perforasi membran timpani yang permanen. Selain itu juga sumber infeksi lain pada organ yang berada di sekitar telinga tengah, seperti faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal (Soepardi & Iskandar, 2001). Pengobatan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor - faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, terapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

Penatalaksanaan OMSK menurut WHO (2004) yaitu terapi antibiotik, dimulai dari pemberisahan liang telinga atau kavum tympani (aural toilet) kemudian dilanjutkan dengan pemberian antibiotik baik antibiotik oral, antibiotik topikal, maupun antibiotik sistemik. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi pasien dan bakteri yang menginfeksi. Pada pasien OMSK dengan kleostoma dilakukan operasi lini pertama terapi pasca operasi adalah pemberian antibiotik. Selain terapi antibiotik pasien juga diberikan terapi penunjang untuk mengatasi keluhan yang sering terjadi pada pasien OMSK. Terapi penunjang yang diberikan yaitu analgesik dan antipiretik untuk memberikan kenyamanan pada pasien. Terapi penunjang lain seperti dekongestan, antihistamin, dan kortikosteroid. Dekongestan dan antihistamin pada otitis media direkomendasikan bila ada peran alergi yang dapat berakibat kongesti pada saluran napas atas. Sedangkan kortikosteroid oral mampu mengurangi efusi pada otitis media kronik lebih baik dari pada antibiotika tunggal (Berman, et al., 1994; Butler and van der voort, 2005). Menurut Pedoman dan Terapi Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya (2008), untuk otitis media kronis tipe tumbotimpal aktif diberikan terapi antibiotik ampisilin/amoksisilin atau klindamisin. kemudian dilanjutkan dengan pengobatan sumber infeksi dirongga hidung dan sekitarnya. Perawatan lokal dengan perhidol 3% dan tetes telinga (Kloramfenikol 1-2%). dan diberikan terapi antihistamin jika ada riwayat alergi. Sedangkan pada stadium tenang dilakukan Miringoplasti. Otitis media supuratif kronik dengan tipe degeneratif dapat dilakukan tindakan atikoantrotomi dan timpanoplasty.

Sejalan dengan penggunaan antibiotika yang semakin luas, resitensi beberapa organisme terhadap antibiotika semakin berkembang. Mikroorganisme penghasil betalaktamse semakin sering dijumpai pada kultur telinga tengah pada penderita otitis media. resistensi terhadap eritromisin juga meningkat di antara strain H. influenza sehingga pilihan terapi beralih ke sulfametoksazol trimetropim, Amoksisilin As.klavunalat, Sefaloporin generasi kedua dan ketiga (Binun, 1998). Berdasrakan penelurusan literatur dan pola terapi otitis media maka ditemukan masalah dalam terapi otitis media, mulai dari pemilihan obat sampai pola terapi obatnya. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Drug related problems (DRPs) pada pasien otitis media. Penelitian ini dilakukan dengan analisis dekskriptif yang dikerjakan secara prospektif dan retrospektif terhadap suatu populasi terbatas yaitu seluruh pasien otitis media supuratif kronik rawat inap di bangsal THT di RSUP DR. M. Djamil Padang selama bulan September sampai Desember 2015. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian: Apakah terjadi DRP (Drug related problem) pada pasien otitis media supuratif kronik di bangsal THT RSUP.DR.M.Djamil Padang pada bulan September sampai Desember 2015?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi dan menganalisa Drug related problems (DRPs) pada pasien otitis media supuratif kronik di bangsal rawat inap THT RSUP.DR. M. Djamil Padang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk Mengetahui Kategori Drug Related Problems yang terjadi pada pasien otitis media supuratif kronik di bangsal rawat inap THT RSUP.DR. M. Djamil Padang 2. Untuk Mengetahui Kategori Drug Related Problems yang tidak terjadi pada pasien otitis media supuratif kronik di bangsal rawat inap THT RSUP.DR. M. Djamil Padang. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai evaluasi bagi RSUP.DR.M.Djamil Padang dalam menetapkan kebijakan penggunaan obat dan pelayanan kefarmasian pada pasien otitis media supuratif kronik. 2. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengayaan materi ilmu kefarmasian khususnya dalam bidang farmasi klinik 3. Bagi penelitian lain, hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pembanding atau sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman lapangan tentang penggunaan kortikosteroid pada pasien pediatri dan pengalaman belajar untuk dapat memahami kaedah penelitian.