EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

dokumen-dokumen yang mirip
EXECUTIVE SUMMARY PENGELOLAAN BASIS DATA DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SUMBER DAYA AIR BIDANG IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah VIII Tahun

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

I. PENDAHULUAN. terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran).

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

Pengelolaan Data Lahan Sawah, Alat dan Mesin Pertanian, dan Jaringan Irigasi

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

A. Latar Belakang. ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. besar yaitu 76% dari total kebutuhan air. Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah, terletak antara 2 lintang utara -

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PEMBANGUNAN DINAS PU. PENGAIRAN KABUPATEN MUSI RAWAS

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata yang dipandang sebagai industri multidimensi, memiliki

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG KEBERLANJUTAN PROGRAM SIMANTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

Transkripsi:

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya kegiatan Penelitian dan Pengembangan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi yang dilaksanakan oleh Balai Irigasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum yang dibiayai oleh APBN tahun Anggaran 2014, dapat diselesaikan. Executive Summary ini berisi rangkuman hasil kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan untuk mendukung program ketahanan pangan dan air, sebagai upaya penyediaan lahan irigasi baru yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Tujuan dari kegiatan ini adalah tersusunnya peta alih fungsi lahan irigasi dan peta zonasi potensi lahan irigasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam mengembangkan lahan pertanian beririgasi. Executive Summary ini disusun oleh Widya Utaminingsih, SP dengan arahan Kepala Balai Irigasi selaku penanggungjawab kegiatan dan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi dan kondisi daerah irigasi terkini serta arahan terhadap pengembangan daerah irigasi baru sebagai dampak terjadinya alih fungsi lahan yang ada. Kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi terutama pada penyusunan Executive Summary ini, diucapkan terima kasih, semoga bermanfaat. Bandung, Desember 2014 Kepala Puslitbang Sumber Daya Air Dr. Ir. Suprapto, M.Eng NIP:19570507 198301 1 001 Pusat Litbang Sumber Daya Air i

EXECUTIVE SUMMARY KEGIATAN PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan penduduk dengan konsumsi beras tertinggi yaitu 139 kg/jiwa/tahun. Semakin tingginya angka pertumbuhan penduduk akan berdampak terhadap permintaan pangan (beras) nasional serta penyusutan lahan untuk permukiman dan sektor lain. Penyusutan lahan hingga saat ini mencapai 100 ribu hektar pertahun, jika kondisi ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya upaya pengendalian dan pengembangan lahan irigasi, maka akan berdampak pada minimnya penyediaan pangan nasional serta ketergantungan impor beras dari negara lain. Berdasarkan data BPS tahun 2010, diketahui bahwa Indonesia memiliki total areal sawah seluas 9.45 juta Ha. Sebagian besar diantaranya (7,23 juta Ha; 76%) merupakan sawah beririgasi, yang memberikan sumbangan terhadap 85% produksi padi nasional 2009 dan 2010 (BPS, ATAP). Sisanya adalah sawah rawa pasang surut (488,852 Ha ; 5%), sawah rawa lebak (171,994 Ha ; 2%), JIAT (92,090 Ha ; 1%) dan areal lainnya seperti sawah tadah hujan, sawah irigasi desa, dan ladang (1,473,810 Ha; 16%). Lahan seluas 9.45 juta ha tersebut merupakan lahan tersedia yang masih bisa dioptimalkan untuk pemenuhan ketahanan pangan nasional. Antisipasi terhadap ancaman konversi lahan sawah irigasi tersebut adalah dengan melakukan pengembangan lahan irigasi baru sebagai lahan pengganti alih fungsi lahan yang terjadi. Pemetaan zonasi terhadap potensi lahan yang dapat dikembangkan menjadi lahan irigasi ini dilakukan untuk mengetahui wilayah pengembangan lahan irigasi kedepan. 2. TUJUAN Tujuan dari kegiatan ini adalah tersusunnya peta alih fungsi dan zonasi potensi pengembangan lahan irigasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam mengembangkan lahan pertanian beririgasi, Pusat Litbang Sumber Daya Air 1

3. SASARAN sasaran output output berupa Teknologi Pemetaan Alih Fungsi dan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi di Pulau Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat. 4. LINGKUP Lingkup kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi ini meliputi: Penyusunan peta alih fungsi lahan untuk Pulau Sulawesi, NTB dan Bali serta Penyusunan Peta Zonasi Potensi Pengembangan lahan irigasi di Pulau Sulawesi, NTB dan Bali 5. METODE Pemetaan dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 10.1 dengan proses overlay beberapa peta tematik sesuai dengan 8 kriteria pengembangan lahan irigasi meliputi: 1) Peta jenis tanah dan tata guna lahan yang mewakili kriteria tanah yang subur dan sesuai dengan tanaman yang diairi. 2) Peta ketersediaan air untuk mewakili kriteria air cukup tersedia dan memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. 3) Peta sebaran desa/sensus penduduk yang mewakili kriteria adanya petani penggarap tersedia atau akan tersedia. 4) Peta kepemilikan lahan dan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mewakili kriteria tidak ada hambatan status lahan. 5) Peta Indeks Potensi Desa yang mewakili kriteria yang dapat digunakan sebagai daerah konsumsi atau pemasaran produksi. 6) Peta infrastruktur atau peta RTRW yang mewakili kriteria adanya prasarana dari maupun ke daerah tersebut. 7) Peta potensi banjir tidak selalu mengalami banjir atau genangan yang sulit diatur. 8) Hal yang baik yang diperkirakan mendukung dan menghambat (Peta RTRW). Peta Alih fungsi lahan dilakukan dengan menghitung laju alih fungsi lahan secara periodik (3 tahunan) menggunakan peta tutupan lahan. Pusat Litbang Sumber Daya Air 2

6. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN Kegiatan penetapan zonasi lahan beririgasi dapat memberikan data mengenai skala prioritas yang dapat dikembangkan menjadi lahan sawah irigasi maupun non irigasi, hal ini tentunya mampu menjadi acuan dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Kegiatan zonasi ini menunjukkan bahwa sebagian besar lahan sawah di Indonesia merupakan lahan lawah yang perlu dipertahankan keberadaannya (tanah sawah perlindungan), yaitu seluas 4,85 juta hektar atau 54,48% dari total luas sawah di Indonesia (8,9 juta hektar). Tanah sawah perlindungan ini sebagian besar terletak di Pulau Jawa dan Bali seluas 2,16 juta ha (44,62%), di Pulau Sumatera seluas 1,07 juta ha (22,22%) dan Pulau Sulawesi seluas 858 ribu ha (17,69%). Pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap tanah sawah perlindungan (zona Perlindungan) agar mampu mendukung ketahanan pangan nasional melaui usulan kebijakan sebagai berikut: 6.1. Tidak diperkenankan untuk dialihfungsikan, kecuali untuk kepentingan tertentu yang bersifat nasional dengan persetujuaninstansi yang terkait di tingkat pusat. 6.2. Tanah yang dikonversi (alih fungsi) harus diganti di tempat lain melalui perhitungan produksi yang setara (ditinjau dari segi luas, intensitas dan produktivitas) untuk mempertahankan neraca produksi nasional. Sementara itu, dari segi potensi pengembangannya, Pulau Sulawesi masih memiliki luas zonasi potensi sebesar 1.748.807,02 Ha. Luasan potensi pengembangan lahan irigasi paling banyak terletak pada provinsi Sulawesi Selatan dengan luas 1.107.961,26 Ha. Jika dilihat dari hasil model (dapat dilihat pada peta lampiran) persebaran lokasi potensi di provinsi sulawesi selatan maka yang memiliki luasan yang terbesar adalah pada Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sindenreng Rappang. Kedua kabupaten tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah irigasi, hampir pada setiap wilayahnya yang memiliki topografi datar. Selain karena wilayahnya yang datar, pada wilayah ini memiliki sumber air dan sumberdaya manusia yang lebih bagus dibandingkan dengan wilayah lain. Kedua kabupaten tersebut Pusat Litbang Sumber Daya Air 3

dikenal sebagai lumbung padi pada provinsi Sulawesi Selatan, secara lengkap, luas potensi pengembangan lahan irigasidisajikan dalam tabel 1 dan 2. Tabel 1. Luas Potensi Pengembangan lahan irigasi di P. Sulawesi Provinsi Luas Potensi Irigasi (Ha) Sulawesi Selatan 1,107,961.26 Sulawesi Tengah 322,111.67 Sulawesi Barat 148,035.99 Sulawesi Tenggara 128,591.72 Sulawesi Utara 30,059.13 Gorontalo 12,047.25 TOTAL 1,748,807.02 Tabel 2. Luas Potensi Pengembangan Irigasi di Pulau Sulawesi berdasarkan kelas potensinya Kelas I II III IV V Keterangan Potensi sangat tinggi Potensi tinggi Potensi sedang Potensi cukup rendah Potensi rendah Luas Potensi Irigasi (Ha) 619.793.75 0 937.229.75 191.783.52 0 Total 1,748,807.02 Berdasarkan Penentuan kelas potensinya, luas zonasi potensi pengembangan lahan irigasinya masuk kedalam kelas I ( Potensi sangat tinggi) seluas 619,8 ribu Ha, kelas III (potensi sedang) seluas 937,2 ribu Ha dan Kelas IV (potensi cukup rendah) 191,8 ribu Ha, sehingga dapat disimpulkan bahwa zonasi potensi pengembangan lahan irigasi didominasi oleh kelompok zonasi sedang dimana jika akan dikembangkan untuk irigasi harus membenahi/memperbaiki indeks potensi desa (IPM) dan infrastruktur desa yang ditekankan pada ketersediaan sarana pemasaran produksi di lokasi yang berpotensi sedang tersebut. Berbeda dengan Pulau Sulawesi, Pulau Bali yang saat ini menjadi destinasi wisata baik lokal maupun mancanegara juga masih terdapat wilayah yang Pusat Litbang Sumber Daya Air 4

dapat dikembangkan menjadi daerah irigasi, walaupun tidak seluas pulau Sumatera dan Jawa maupun Sulawesi, akan tetapi dari faktor kesuburan lahan, ketersediaan air dan kondisi geografis pulau Bali ini relatif subur untuk pengembangan lahan irigasi baru. Luas potensi lahan irigasi yang dapat dikembangkan menjadi areal irigasi seluas 72.464,76 Ha. Luas Potensi Pengembangan lahan irigasi di P. Bali disajikan dalam tabel 3. Tabel 3. Luas Potensi Pengembangan Irigasi di Provinsi Bali No. Kabupaten Luas (Ha) 1 Tabanan 11,100.09 2 Badung 9,450.98 3 Karangasem 7,728.88 4 Kota Denpasar 6,387.52 5 Buleleng 6,341.93 6 Gianyar 3,377.42 7 Klungkung 1,444.71 8 Jembrana 865.42 9 Bangli Total 390.98 47,087.93 Wilayah Kepualauan Nusa Tenggara memiliki luas potensi sebesar 249.843,52 Ha. Luasan Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih luas dibandingkan dengan luas Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau lombok merupakan lokasi dengan luas potensi terbesar terutama pada kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur. Wilayah tersebut merupakan wilayah pertanian tembakau, sehingga jika wilayah tersebut dikategorikan sebagai wilayah berpotensi harus dilakukan kajian ulang mengenai untung dan ruginya perubahan lahan dari pertanian tembakau menjadi pertanian padi. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki wilayah terluas di Pulau Timor. Luas Potensi Pengembangan lahan irigasi di P. Nusa Tenggara disajikan dalam tabel 4. Tabel 4. Luas Potensi Pengembangan Irigasi di Kepulauan Nusa Tenggara. No. Provinsi Luas Potens irigasi (Ha) 1 Nusa Tenggara Barat 177,378.75 2 Nusa Tenggara Timur 72,464.76 Total 249,843.52 Hasil akhir dari pemetaan zonasi potensi dan pengembangan lahan irigasi berdasarkan klasifikasi terhadap potensi yaitu (1) kelas berpotensi baik, (2) kelas berpotensi sedang, dan (3) kelas kurang berpotensi. Hal yang Pusat Litbang Sumber Daya Air 5

mendasari dari pembagian kelas ini adalah setiap terbentuknya poligon dari hasil overlayakan dilakukan peninjauan lapangan. Dalam peninjauan tersebut, setiap poligon ditemukan memiliki ciri karakteristik yang berbedabeda. Perbedaan tersebut diantaranya adalah kondisi fisik, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Kondisi fisiknya adalah ketersediaan air, elevasi dan kemiringan lereng, penggunaan lahan dan status lahan, alih fungsi lahan, keberadaan saluran irigasi dan kejadian genangan (banjir). Kondisi ekonomi adalah keuntungan mata pencaharian bertani padi dengan mata pencaharian lain. Kondisi sosial adalah sumberdaya manusia dalam bertani padi dan Indeks Pembangunan Manusia. Penentuan zonasi potensi pengembangan lahan irigasi berdasarkan klasifikasi terhadap potensi dibagi berdasarkan (1) jika seluruh kondisi dari ciri karakteristik terpenuhi menjadi potensi maka termasuk dalam kelas berpotensi baik, (2) jika sebagian kondisi dari ciri karakteristik ada yang tidak terpenuhi dan sulit untuk diubah maka termasuk dalam kelas berpotensi sedang, (3) jika seluruh dan sebagian besar kondisi dari ciri karakteristik tidak terpenuhi dan sulit untuk sulit untuk diubah maka termasuk dalam kelas kurang berpotensi. Kendala yang dihadapi dalam pemetaan ini adalah peta Daerah Irigasi (DI) yang lokasi spasialnya tidak valid, dimana ada beberapa lokasi DI pada peta tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan. Dengan ini banyak lokasi sampel yang ternyata sudah dalam daerah irigasi dan merupakan sawah fungsional. Kendala lainnya adalah peta Daerah Rawan Banjir (DRB) memiliki atribut yang umum yaitu banjir dan non-banjir saja. Untuk perencanaan detil seperti perencanaan irigasi seharusnya informasi yang dibutuhkan dari peta banjir memiliki informasi yang lebih detil seperti lama genangan dan besar perkolasinya. 7. KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan 1) Alih fungsi lahan yang terjadi adalah di Provinsi Bali, pada Tahun 2009 total sawah seluas 81.931 Ha, yang kemudian turun menjadi 81.625 Ha atau 102 Ha/tahun (0,37%), sedangkan di Sulawesi ratarata laju alih fungsi lahan sebesar 2,67% per tahun. Pusat Litbang Sumber Daya Air 6

2) Lahan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi lahan irigasi berdasarkan hasil pemetaan zonasi potensi pengembangan lahan irigasi untuk Pulau Sulawesi sebesar 1.748.807.02 Ha, Kepulauan Nusa Tenggara sebesar 249,843.52 Ha, dan Pulau Bali sebesar 47.087,93 Ha yang tersebar diseluruh kabupaten masingmasing provinsi hasil kajian. 7.2. Saran 1) Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi telah disusun dan dapat digunakan untuk menentukan lokasi pengembangan lahan irigasi baru berdasarkan kelas potensinya, untuk implementasinya harus mempertimbangkan kelas potensinya. 2) Berdasarkan kelas potensinya maka dapat disarankan untuk melakukan peninjauan dan perbaikan terhadap criteria yang dijelaskan sebagai berikut: No. Kelas Perbaikan yang harus dilakukan 1 Potensi rendah a. Pengendalian banjir atau Genangan b. Mengusahakan petani penggarap c. Memperhatikan peruntukan nya dalam RTRW. d. Meninjau status lahan lokasi yang akan dikembangkan e. Meningkatkan Indeks Potensi Desa menjadi nilai yang lebih tinggi f. Harus melakukan perbaikan terhadap infrastruktur desa khususnya untuk sarana pemasaran produksi 2 Potensi cukup rendah a. Pengendalian terhadap banjir atau Genangan b. Meninjau status lahan lokasi yang akan dikembangkan c. Meningkatkan Indeks Potensi Desa menjadi nilai yang lebih tinggi. d. Harus melakukan perbaikan terhadap Pusat Litbang Sumber Daya Air 7

infrastruktur desa khususnya untuk sarana pemasaran produksi 3 Potensi sedang a. Meninjau status lahan lokasi yang akan dikembangkan b. Meningkatkan Indeks Potensi Desa menjadi nilai yang lebih tinggi. c. Harus melakukan perbaikan terhadap infrastruktur desa khususnya untuk sarana pemasaran produksi 4 Potensi tinggi a. Harus melakukan perbaikan terhadap infrastruktur desa khususnya untuk sarana pemasaran produksi 5 Potensi sangat tinggi Lahan yang masuk dalam potensi sangat tinggi berarti sudah memenuhi 8 syarat pengembangan lahan irigasi sehingga tidak perlu melakukan perbaikan apapun terhadap kelas ini. Pusat Litbang Sumber Daya Air 8