BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB II LANDASAN TEORI

KEBUTUHAN & KECUKUPAN GIZI. Rizqie Auliana, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat. tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan terlihat baik tetapi juga dari segi kesehatan. Terutama anak muda lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi tua merupakan proses yang alami dalam kehidupan manusia dan

ANALISIS KARAKTERISTIK USIA LANJUT BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA DUSUN WONOGIRI JATIREJO LENDAH KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB 1 PENDAHULUAN. negatif terhadap kehidupan. Dilihat dari dampak positif, teknologi membuat

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelatihan Pembekalan Keterampilan Berwirausaha Dalam Menumbuhkan Kemampuan Wirausaha Bagi Purnabakti

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Balita usia 1-5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, dan sekaligus menambah jumlah penduduk usia lanjut. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

Bagan Kerangka Pemikiran "##

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa anak dan remaja adalah masa dimana manusia. mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 PENDAHULUAN. dua variabel atau lebih. Misalnya untuk memperkirakan hasil nilai anak berdasarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang. Terlalu banyak mengkonsumsi satu jenis makanan tanpa mengimbanginya. seseorang mengabaikan pola makan yang seimbang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih besar dari atau sama dengan 25 overweight BMI lebih besar dari. badan yang melampaui ukuran ideal (Harjadi, 1986).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi. Status Gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat dan tinggi badan dengan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh). Penilaian klinis status gizi yaitu penilaian yang mempelajari dan mengevaluasi tanda fisik yang ditimbulkan sebagai akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Gejala dan tanda-tanda fisik yang tampak dapat menjadi bantuan untuk mengetahui kekurangan gizi. Adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan yang ditentukan dengan membandingkan individu atau kelompok dengan nilai-nilai normal (Depkes, 1999). Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masa penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan. Pedoman Status gizi ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Status gizi pada lansia dapat diukur dengan mengunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) yang merupakan alat atau cara yang sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Orang-orang yang berbeda di bawah ukuran berat normal mempunyai resiko penyakit infeksi, sementara yang berada di atas ukuran berat normal mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit degeneratif. Laporan FAON atau WHO/UNU tahun 1995 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Index Massa Tubuh (IMT). IMT adalah alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Almatsier, 2003). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia yaitu kategori ambang batas IMT untuk Indonesia yang dihitung dengan rumus Berat Badan (BB) dibagi Tinggi Badan (TB) dikali Tinggi Badan (TB), dimana batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/ WHO untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut :

IMT = Berat Badan (kg) (Tinggi Badan) 2 M Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1 25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas lakilaki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Pada Lansia Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi lansia yaitu : a. Faktor langsung 1) Asupan makan Asupan makan pada lansia tentunya berbeda dengan orang dewasa maupun anak-anak, dimana pada lansia telah mengalami penurunan sistem pencernaan yang mulai berkurang, organ lain dan hal ini berpengaruh juga semakin mudah terkena berbagai penyakit. Untuk itu dibutuhkan suatu perhatian dalam hal ini pola makan maupun kualitas dan kuantitas makanan yang dibutuhkan oleh lansia (Almatzier, 2001). 2) Penyakit infeksi / Degeneratif Adanya gangguan penyakit infeksi yang diderita lansia pada umumnya terjadi dikarenakan terjadi penurunan sistem endokrin

maupun saluran pencernaan. Pada lansia sangat mudah terkena penyakit degeneratif misalnya Diabetes Mellitus, jantung koroner. Jika lansia dalam pola makan tidak terpantau maka besar kemungkinan lansia dapat terkena penyakit tersebut. Hal ini dapat berakibat fatal jika penangganan kurang cepat dan tepat akan berdampak pada status gizinya. Lansia akan terganggu status kesehatannya jika perhatian yang diberikan dari keluarga kurang tepat untuk itu pada keluarga yang mempunyai lansia, diharapkan untuk menjaga status gizi lansia dengan lebih perhatian pada pola makan sehari-hari yang adekuat sesuai dengan keadaan lansia. Masalah nutrisi pada lansia dipengaruhi oleh fungsi penyerapan yang melemah (adanya daya penyerapan yang terganggu). Apabila hal ini terjadi pada lansia maka akan mempengaruhi status gizinya yang berakibat timbulnya penyakit yang diakibatkan oleh asupan makanan yang terganggu (Nugroho, 2000). b. Faktor tidak langsung 1) Umur Umur adalah usia yang menjadi indikator dalam kedewasaan di setiap pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu yang mengacu pada setiap pengalamannya. Umur seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi perilaku, karena semakin lanjut umurnya, maka semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih berbakti dari usia muda (Notoatmodjo,2002). Karakteristik pada lansia sangat berpengaruh terhadap cara penanganan dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan status gizinya dengan baik. 2) Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap adanya masalah kesehatan terutama status gizi

lansia di dalam keluarganya dan biasa mengambil tindakan secepatnya (Notoatmodjo, 2003). 3) Pendapatan Pendapatan dalam hal ini pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik serta pemenuhan asupan makanan, dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik pula fasilitas dan cara pemenuhan kebutuhan lansia akan terjaga semakin baik (Berg, 1986). Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas asupan makan lansia, serta pekerjaan berpengaruh pada waktu dan pendapatan yang didorong adanya pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkatkan, perbaikan asupan makan sehari-hari yang tentunya berpengaruh pada status gizi (Berg, 1986). Pendapatan mempengaruhi lansia dalam melaksanakan pemenuhan makanan sehari-hari, dimana pada lansia secara umum memiliki pendapatan sendiri cenderung menolak bantuan orang lain. lansia yang tidak memiliki penghasilan akan menggantungkan hidupnya pada anak atau saudara meskipun status ekonomi mereka juga tergolong miskin, dimana lansia menggantungkan hidupnya terutama pada anak perempuan terdekat (Siroit, 1999). 4) Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Notoatmodjo (2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang dimiliki lansia berpengaruh pada pemilihan serta

kesadaran dalam memcukupi kebutuhan makanan sehari-hari serta mengetahui pola makan yang tepat khususnya bagi lansia. B. Perkotaan Masyarakat kota dapat diartikan masyarakat yang tidak tentu jumlah penduduknya. Pengertian masyarakat dapat ditekan pada ciri-ciri atau sifat-sifat kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Orang tua sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup dalam pandangan kebutuhan masyarakat sekitar. Mereka menilai makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial, misalnya dalam menerima tamu makanan yang disajikan harus terlihat mewah dan terhormat. Begitu pula menilai pakaian, merupakan alat kebutuhan sosial karena mahalnya pakaian yang dipakai menunjukkan kedudukan sosial si pemakai. Terdapat beberapa ciri yang menonjol dari masyarakat kota antara lain : 1. Kehidupan beragama kurang disebabkan cara berfikir yang rasional dan cenderung kearah keduniawian 2. Pembagian kerja diantara warga lebih tegas dan batas yang nyata, disebabkan meraka umumnya memiliki latar belakang yang berbeda. Sehingga dapat menimbulkan kelompok kecil yang berdasarkan pekerjaan keahlian dan kedudukan sosial yang sama 3. Timbulnya sifat individualistis atau perorangan (Soekamto, 1990) 4. Melemahnya kontak sosial sebagai akibat hubungan non pribadi dan antar warga belum memiliki toleransi yang lebih besar dibanding di desa (Simanjuntak, 1980). C. Pedesaan Pedesaan adalah unit terkecil dari kehidupan pedesaan. Desa mengandung arti sebagai suatu yang alamiah atau dukuh tempat orang hidup dalam ikatan keluarga di suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar dibanding sosial dan ekonomi, dan tidak ada keharusan satu sama dengan unit administrasi setempat. Desa biasanya terdiri dari rumah tangga petani dengan

kegiatan produksi, konsumsi dan investasi sebagai hasil keputusan secara bersama (Hayumi dan Kikushi, 1987) Walaupun dewasa ini desa terpengaruh arus budaya kota, tetapi masih ada tanda-tanda yang membedakan antara desa dan kota. Menurut Simanjuntak (1982), tanda yang terlihat adalah warga masyarakat pedesaan mempunyai hubungan erat dan lebih mendalam dari pada hubungannyadengan warga masyarakat lain diluar batas wilayahnya. Sistem kehidupannya biasanya berkelompok atas dasar kekurangan. Penduduknya biasanya hidup dari pertanian, pekerjaan selain pertanian merupakan sambilan, karena itu apabila musim panen atau menanam padi pekerjaan tersebut ditinggalkan. Dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sering bekerja sama sehingga melembaga sistem gotong royong. Karena itu dalam masyarakat pedesaan tidak dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian, tetapi berdasarkan usia mengingat kemampuan fisik masing-masing dan atas dasar jenis kelamin (Simanjuntak, 1982). D. Perbedaan Status Gizi Lansia Di Pedesaan Dan Perkotaan Perkembangan penduduk lansia (lanjut usia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Namun jika dilihat pada tahun 2020 walaupun jumlah lansia tetap mengalami kenaikan yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%), ternyata jumlah lansia yang tinggal di perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,5%) (Anonim, 2007). Terdapat perbedaan yang cukup besar antara lansia yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Perbedaan ini bisa jadi karena antara lain lansia yang hidup dikota tetapi berasal dari desa lebih memilih kembali ke desa di hari tuanya,

dan mungkin juga bisa jadi karena penduduk perdesaan usia harapan hidupnya lebih besar karena tidak menghirup udara yang sudah berpolusi, tidak sering menghadapi hal-hal yang membuat mereka stress, lebih banyak tenteramnya ketimbang hari-hari tiada stress atau juga bisa jadi karena makanan yang dikonsumsi tidak terkontaminasi dengan pestisida sehingga membuat mereka tidak mudah terserang penyakit sehingga berumur panjang. Kecenderungan meningkatnya lansia yang tinggal di perkotaan ini bisa jadi disebabkan bahwa tidak banyak perbedaan antara rural dan urban. Karena pemusatan penduduk di suatu wilayah dapat menyebabkan dan membentuk wilayah urban. Suatu contoh bahwa untuk membedakan wilayah rural dan urban di antara kota Jakarta dan Bekasi atau antara Surabaya dengan Sidoarjo serta kotakota lainnya kelihatannya semakin tidak jelas. Oleh karena itu benarlah kata orang bahwa Pantura adalah kota terpanjang di dunia, tidak jelas perbatasan antara satu kota dengan kota lainnya. Alasan lain mengapa pada tahun 2020 ada kecenderungan jumlah penduduk lansia yang tinggal di perkotaan menjadi lebih banyak karena para remaja yang saat ini sudah banyak mengarah menuju kota, mereka itu nantinya sudah tidak tertarik kembali ke desa lagi, karena saudara, keluarga dan bahkan teman-teman tidak banyak lagi yang berada di desa. Sumber penghidupan dari pertanian sudah kurang menarik lagi bagi mereka, hal ini juga karena pada umumnya penduduk desa yang pergi mencari penghidupan di kota, pada umumnya tidak mempunyai lahan pertanian untuk digarap sebagai sumber penghidupan keluarganya. F. Kerangka Teori Faktor Langsung : a. Konsumsi Makanan b.penyakit Infeksi /Degeneratif Faktor Tidak Langsung a. Umur b. Tingkat pendidikan c. Pendapatan d. Pengetahuan Status Gizi Usia harapan hidup 2.Populasi 3.Stress 4.Kontamina si Makanan

Jumlah lansia Di perkotaaan dan di pedesaan Gambar 2.1. Kerangka Teori: Sumber : Depkes (2006), Notoatmodjo (2003) G. Kerangka Konsep Perkotaan Pedesaan Status Gizi Lansia H. Hipotesis Ada perbedaan status gizi lansia di perkotaan (Posyandu Margo Mukti) dan di pedesaan (Posyandu Melati) Kabupaten Jepara.