BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

MENENTUKAN LAJU EROSI

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

Teknik Konservasi Waduk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

: Curah hujan rata-rata (mm) : Curah hujan pada masing-masing stasiun (mm) : Banyaknya stasiun hujan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan

III. METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA

ANALISA UMUR KOLAM DETENSI AKIBAT SEDIMENTASI (Studi Kasus Kolan Detensi Ario Kemuning Palembang )

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KAPASITAS SABO DAM DALAM USAHA MITIGASI BENCANA SEDIMEN MERAPI. (Studi Kasus PA-C Pasekan, Kali Pabelan)

(sumber : stasiun Ngandong dan stasiun Pucanganom)

BAB II LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut :

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG

PENANGANAN MASALAH EROSI DAN SEDIMENTASI DI KAWASAN KELURAHAN PERKAMIL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

PERENCANAAN KONSERVASI SUB DAS CIMUNTUR KABUPATEN CIAMIS. Ajeng Aprilia Romdhon, Kunto Dwi Utomo, Suharyanto *), Hari Nugroho *)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dahulu dihitung faktor-faktor bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala.

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

ANALISIS TINGKAT EROSI DAN SEDIMENTASI DI DANAU BUYAN

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WADUK MALAHAYU KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

3.2. PENGENDALIAN DEBIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Objek Penelitian Batasan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Erosi Dan Hasil Sedimen Untuk Konservasi Lahan DAS Kreo Hulu

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN YERHADAP EROSI LAHAN DI DAS KEDUANG

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

KAJIAN EROSI DENGAN METODE MUSLE DAERAH TANGKAPAN HUJAN WADUK SERMO KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWAYOGYAKARTA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Analisis Sedimentasi di Sungai Way Besai. Ofik Taufik Purwadi 1) Dyah Indriana K 2) Astika Murni Lubis 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA EROSI DAN USAHA KONSERVASI PADA SUB DAS KONTO HULU BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

EI 30 = 6,119 R 1,21 D -0,47 M 0,53 Tabel IV.1 Nilai Indeks Erosivitas Hujan (R)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

Irma Fitria, Dr. Sakka, M.Si, Drs. H. Samsu Arif, M.Si

TINJAUAN TERHADAP INDEKS DAN KELAS BAHAYA EROSI PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI TANGGEK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Pengertian Geografi. Armin K. Lobeck mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN SIANJUR MULA- MULA KABUPATEN SAMOSIR

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang berbeda. USLE memungkinkan perencana memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (Suripin, dalam Komariah 2015). Persamaan USLE adalah sebagai berikut : E a = R K LS CP (3.1) E a R K LS CP = banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu (ton/ha/tahun) = faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan = faktor erodibilitas tanah = faktor panjang-kemiringan lereng = faktor pengelolaan tanaman dan konsevasi tanah a. Faktor erosivitas hujan (R) Faktor erosivitas hujan di definisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan, dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Suripin, dalam Hatas 2015): n i=1 R = EI30...(3.2) R =faktor erosivitas hujan (KJ/ha/tahun) n =jumlah kejadian hujan dalam setahun EI 30 =interaksi energi dengan intensitas maksimum 30 menit 19

20 Dalam penelitian Bols pada tahun 1978 untuk menentukan besarnya erosivitas hujan berdasarkan penelitian di Pulau Jawa dan Madura (suripin, 2004), didapatkan persamaan sebagai berikut: EI 30 =6,12(Rain 1,21 ) Days -0,747 ( MaxP 0,53 (3.3) EI 30 Rain =indeks erosivitas hujan =curah hujan Tahunan (cm) Days = jumlah hari hujan rata-rata pertahun (hari) MaxP = jumlah hujan maxsmal rata-rata dalam 24 jam Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang lain adalah sepeti dikemukakan oleh Lenvain (DHV, 1989). Rumus matematis yang digunakan oleh Lenvain untuk menentukan faktor R tersebut didasarkan pada kajian erosivitas hujan dengan menggunakan data curah hujan beberapa tempat di Jawa. R = 2,21P 1,36...(3.4) R = indeks erosivitas P = curah hujan bulanan (cm) Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang terakhir ini lebih sederhana karena hanya memanfaatkan data curah hujan bulanan. b. Faktor erodibilitas tanah (K) Faktor erodibilitas tanah menggunakan prakiraan besarnya nilai K untuk jenis tanah di daerah tangkapan air (Lembaga Ekologi : 1979) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

21 Tabel 3. 1Faktor Erodibilitas Tanah (K) No Jenis Klasifikasi Tanah K 1 Latosol 0.31 2 Regosol 0.12 3 Lithosol 0.16 4 Grumosol 0.21 5 Hydromof abu-abu 0.20 (Sumber : Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2014) c. Faktor panjang-kemiringan lereng (LS) Dalam menentukkan faktor panjang dan kemiringan (LS) data yang digunakan adalah peta topografi yaitu dengan mengetahui ketinggian tertinggi dan terendah pada suatu wilayah dan kemudian menentukan jarak kedua ketinggian tersebut. Dimana hasil atau faktor LS dapat diketahui melalui tabel dibawah ini : Tabel 3.2 Faktor LS berdasarkan Kemiringan Lereng No Kemiringan Lereng (%) Faktor LS 1 0-5 0,25 2 5-15 1,20 3 15-35 4,25 4 35-50 7,50 5 >50 12,00 (Sumber : RLKT (Rehabilitasi Lahan & Konservasi Tanah),Buku II 1986) Bisa menggunakan diagram untuk memperoleh nilai kombinasi L S, dengan nilai LS = 1 jika L = 22,13 m dan S = 9%.

22 Gmbar 3. 1Diagram untuk memperoleh nilai LS (suripin, dalam Hatas 2015) Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai berikut (Schwab et al.,1981) : L = (l/22,1) m... (3.5) L = panjang kemiringan lereng (m) m= angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang lereng dan kemiringan lereng dan dapat juga oleh karakteristik tanah, tipe vegetasi. Angka ekssponen tersebut bervariasi dari 0,3 untuk lereng yang panjang dengan kemiringan lereng kurang dari 0,5 % sampai 0,6 untuk lereng lebih pendek dengan kemiringan lereng lebih dari 10 %. Angka eksponen rata-rata yang umumnya dipakai adalah 0,5. Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai berikut (Schwab et al.,1981): S = (0,43+ 0,30s + 0,04s 2 ) / 6,61... (3.6)

23 s = kemiringan lereng aktual (%) Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi faktor LS dan dihitung dengan : LS = L1 / 2 (0,00138S 2 + 0,00965S + 0,0138)... (3.7) L = panjang lereng (m) S = kemiringan lereng (%) Rumus diatas diperoleh dari percobaan dengan menggunakan plot erosi pada lereng 3-18 %, sehingga kurang memadai untuk topografi dengan kemiringan lereng yang terjal. Harper (1988) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 20 %, pemakaian persamaan 3.7 akan diperoleh hasil yang overestimate. Untuk lahan berlereng terjal disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini (Foster and Wischmeier, 1973). LS = (l / 22)mC(cosα )1,50 [0,5(sinα )1,25 + (sinα )2,25 ]... (3.8) m = 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih = 0,4 untuk lereng 3,5 4,9 % = 0,3 untuk lereng 3,5 % C = 34,71 α = sudut lereng l = panjang lereng (m) d. Faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman (C) Faktor ini menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dan lahan yang bertanaman tertentu dan dengan manajemen (pengelolaan) tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih. Pada tanah gundul (petak baku) nilai C = 1,0. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman

24 dan pengelolaannya. Penentuan nilai C sangat sulit, dikarenakan banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berhubung berbagai lokasi tersebut memiliki iklim yang berbeda dengan berbagai ragm cara bercocok tanam sehingga penentuan nilai C diperlukan banyak data. Besarnya nilai C tidak selalu sama dalam waktu satu tahun (Asdak, 2002). Nilai faktor C untuk berbagai pengelolan tanaman disajikan dalam Tabel 3.3 Tabel 3. 3Nilai Faktor C (pengelolaan tanaman) Jenis tanaman/tata guna lahan Nilai C Tanaman rumput (bracharta sp) 0,290 Tanaman kacang jago 0,161 Tanaman gandum 0,242 Tanaman ubi kayu 0,363 Tanaman kedelai 0,399 Tanaman serai wangi 0,434 Tanaman padi lahan kering 0,560 Tanaman padi lahan basah 0,010 Tanaman jagung 0,637 Tanaman jahe, cabe 0,900 Tanaman kentang di tanam searah lereng 1,000 Tanaman kentang di tanam searah kontur 0,350 Pola tanaman tumpeng gilir + mulsa jerami 0,079 (6ton/ha/th) Pola tanam berurutan +mulsa sisa tanam 0,347 Pola tanam berurutan 0,398 Pola tanam gilir + mulsa sisa tanaman 0,357 Kebun campuran 0,200 Lading berpindah 0,400 Tanah kosong di olah 1,000 Tanah kosong tidak di olah 0,950

25 Hutan tidak terganggu 0,001 Semak tidak terganggu 0,010 Alang-alang permanen 0,020 Alang-alang di bakar 0,700 Sengon di sertai semak 0,012 Sengon tidak di sertai semak dan tanpa seresah 1,000 Pohin tanpa semak 0,320 (Sumber : suripin, dalam Hatas 2015) e. Faktor konservasi praktis (P) Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Nilai dasar P = 1 yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi. Beberapa nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi disajikan pada Tabel 3.4 Tabel 3. 4Nilai Faktor P pada Beberapa Teknik Konservasi Tanah Teras bangku Teknik Konservasi Tanah Nilai P a. baik 0,20 b. jelek 0,35 Teras bangku jagung, ubi kayu/kedelai 0,06 Teras bangku sorghum-sorghum 0,02 Teras tradisional 0,40 Teras galud : padi-jagung 0,01 Teras galud: ketela pohon 0,06 Teras galud: jaguing kacang + mulsa sisa tanaman 0,01

26 Teras galud: kacang kedelai 0,11 Tanaman dalam montur a. kemiringan 0-8% 0,50 b. kemiringan9-20% 0,75 c. kemiringan >20% 0,90 Tanaman dalam jalur-jalur: jaghungkacang tanah + mulsa mulsa limbah jerami: 0,05 a. 6 ton/ha/tahun 0,30 b. 3ton/ha/tahun 0,50 c. 1ton/ha/tahun 0,80 Tanaman perkebunan: a. di sertai penutup tanah rapat 0,10 b. di sertai penutup tanah sedang 0,50 Padang rumput a. baik 0,04 b.jelek 0,40 (Sumber : Asdak, 1995) Jika faktor nilai C dan P digabungkan maka kriteria penggunaan lahan dan besarnya nilai CP dapat dilihat pada tabel 3.5: Tabel 3.5 Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) No Penggunaan Lahan Faktor CP 1 Pemukiman 0,60 2 Kebun Campuran 0,30 3 Sawah 0,05 4 Tegalan 0,75

27 5 Perkebunan 0,40 6 Hutan 0,03 (Sumber : RLKT (Rehabilitasi Lahan & Konservasi Tanah) Dengan menggunakan analisis perhitungan diatas maka kriteria erosi dapat diketahui tingkat bahaya erosi yang terjadi didaerah studi. Tabel 3.6 Kriteria Erosi No Erosi (ton/ha/th) Kelas Kriteria 1 0-20 I. Sangat rendah Sangat baik 2 20-50 II.Rendah Baik 3 50-250 III.Sedang Sedang 4 250-1000 IV.Tinggi Jelek 5 >1000 V.Sangat tinggi Sangat jelek (Sumber : RLKT (Rehabilitasi Lahan & Konservasi Tanah),Buku II 1986) B. SDR (Sedimen Delivery Ratio) Sediment Delivery Ratio (SDR) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah antara sedimen yang betul-betul terbawa oleh aliran sungai/mengendap di dalam waduk terhadap jumlah tanah yang tererosi pada suatu daerah aliran sungai/daerah tangkapan waduk. Nilai SDR mendekati satu berarti bahwa semua tanah yang tererosi masuk kedalam sungai/waduk, hal ini hanya mungkin terjadi pada daerah aliran sungai yang kecil dan tidak mempunyai daerah-daerah yang datar atau yang mempunyai lereng-lereng yang curam, mempunyai kerapatan drainase yang tinggi, dan tanah yang terangkut mempunyai banyak butir-butir halus, atau secara umum dikatakan bahwa daerah tersebut tidak memiliki sifat yang cenderung menghambat pengendapan sedimen di dalam daerah aliran sungainya (sistem konservasi tanah belum ada). Makin luas suatu daerah aliran sungai, ada kecenderungan makin kecil nilai SDR (Suripin, dalam Ridho 2015) :

28 SDR = Y/ E a......(3.9) SDR = Sediment Delivery Ratio E a Y = Banyaknya tanah tererosi persatuan luas persatuan waktu (ton/ha/tahun) = hasil sedimen (ton/ha/tahun) Berikut persamaan yang digunakan untuk menyatakan hubungan karakteristik morfometri DAS dan SDR (Sediment Delivery Ratio) berdasarkan formula yang menggunakan parameter luasan dari Daerah Tangkapan Air. 1.. Metode Bouce SDR = 0,41 A-0,3... (3.10) SDR = Sediment Delivery Ratio A = Luas Daerah Tangkapan Air (miles) 2. Metode Vanoni (1975) SDR = 0,42 A-0,125... (3.12) SDR =Sediment Delivery Ratio A = Luas Daerah Tangkapan Air (miles) 3. Metode USDA SCS (1979) SDR = 0,51 A-0,11... (3.13) SDR = Sediment Delivery Ratio A = Luas Daerah Tangkapan Air (miles) 4. Metode Renfro (1975) Log SDR = 1,7935 0,14191 log A... (3.14)

29 SDR A = Sediment Delivery Ratio = Luas Daerah Tangkapan Air (km2) 5. Metode Auerswald (1992) SDR = -0,02 + 0,385 A-02... (3.15) SDR = Sediment Delivery Ratio A = Luas Daerah Tangkapan Air (miles) Untuk melakukan pendekatan dan mengetahui nilai error terhadap hasil sedimen dengan hasil perhitungan sedimen yang menggunakan beberapa metode empiris dilakukan dengan perhitungan nilai Relative Error dengan rumus sebagai berikut: Relative Error = X X x x 100% (3.14) = selisih antara nilai sejati dan nilai hampiran = nilai sejati