KERANGKA PEMIKIRAN Dimensi Ekonomi Mikro Beras dan Kemiskinan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

Elastisitas Permintaan dan Penawaran. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Konsep Dasar Elastisitas Elastisitas Permintaan ( Price Elasticity of Demand Permintaan Inelastis Sempurna (E = 0) tidak berpengaruh

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

3 KERANGKA PEMIKIRAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Katalog BPS :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BPS PROVINSI JAWA BARAT

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. A. Kontribusi Pangan Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

SILABUS. Materi Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Waktu Bahan/ Pembelajaran

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Materi 8 Ekonomi Mikro

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

III. KERANGKA TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

III. KERANGKA TEORITIS

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI JAWA TENGAH TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

ELASTISITAS PERMINTAAN DAN PENAWARAN Pertemuan 9

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih

Bentuk-Bentuk Pasar. Categories : Bentuk-Bentuk Pasar. ekonomi.

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

Transkripsi:

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Dimensi Ekonomi Mikro Beras dan Kemiskinan Dimensi ekonomi mikro dari kemiskinan, mencoba memahami gejala kemiskinan sebagai salah satu hasil interaksi antara sisi permintaan dan penawaran beras, seperti yang dapat digambarkan di bawah ini. Produksi Padi Domestik: -Harga Riil Beras -Faktor Produksi -Kapasitas Produksi -Rendemen padi Pasokan Beras Nasional Kuantitas dan Harga Beras Daya Beli Rakyat Jumlah Penduduk Miskin Di Pedesaan Impor Beras : - Harga Beras Impor - Perkiraan Defisit Beras - Kebijakan Permintaan Beras : -Daya Beli -Jumlah Penduduk -Harga Riil Beras Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian Hubungan antara produksi beras dengan pengentasan kemiskinan di pedesaan dapat dipahami dengan terlebih dahulu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan dan penawaran, serta tingkat sensitivitas terhadap faktor-faktor tersebut. Jumlah penduduk miskin di pedesaan, secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi dua besar, yaitu petani padi dan non petani padi. Bila dikaitkan dengan komoditi beras, maka jumlah penduduk miskin di pedesaan dapat dikurangi bila daya beli rakyat diperbaiki dan pasokan beras dijaga 21

kelangsungannya (menjamin keamanan/kedaulatan pangan). Daya beli rakyatnon petani padi yang umumnya adalah konsumen neto, dapat diperbaiki sekalipun pendapatan nominal tidak meningkat, asal harga beras eceran dapat dikendalikan. Sementara itu daya beli petani padi sangat ditentukan oleh pendapatan sebagai petani padi. Pasokan beras dan harga beras merupakan hasil interaksi antara permintaan dan penawaran beras. Tingkat pasokan beras ditentukan oleh pasokan padi domestik dan impor beras. Pasokan padi domestik ditentukan oleh jumlah faktor produksi, seperti lahan sawah dan pupuk, harga faktor produksi dan juga harga padi itu sendiri (harga gabah kering panen). Untuk memotivasi petani, pemerintah dapat menetapkan harga dasar gabah. Jika harga dasar gabah makin tinggi, ceteris paribus pasokan akan meningkat. Pasokan padi juga ditentukan oleh kapasitas produksi padi yang dipengaruhi oleh luas dan kualitas lahan, irigasi, distribusi penguasan lahan dan kemampuan manajerial. Bagi petani padi, pasokan padi memberikan gambaran tentang tingkat pendapatan. Ceteris paribus, makin besar produksi beras sampai batas tertentu akan meningkatkan pendapatan petani, yang berarti akan memperbaiki daya beli petani. Besarnya sumbangsih produksi padi domestik terhadap pasokan beras nasional sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi transformasi padi menjadi beras. Tingkat efisiensi transformasi dapat dinilai dari tingkat rendemen padi beras, dimana makin tinggi tingkat rendemennya, efisiensi transformasinya semakin tinggi. Efisiensi transformasi padi ke beras juga membutuhkan dukungan institusional, seperti badan penyangga (BULOG), struktur pasar, sistem keuangan dan kepastian hukum atau peraturan-peraturan. Selain berpengaruh terhadap pasokan beras, efisiensi transformasi juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap daya beli rakyat dan pasokan pangan. 3.1.1. Permintaan Beras Di sisi permintaan faktor-faktor yang memengaruhi adalah daya beli, yang dapat diukur dengan upah riil atau pendapatan per kapita, harga riil beras, yaitu 22

harga nominal beras dibagi IHK dan harga substitusi beras. Jika daya beli meningkat, ceteris paribus konsumsi beras akan meningkat. Tetapi karena beras merupakan kebutuhan pokok, maka pengaruh kenaikan pendapatan terhadap kenaikan konsumsi beras tidaklah besar. Dengan kata lain, permintaan beras tidak sensitif (inelastis) terhadap perubahan pendapatan. Jika harga riil beras makin rendah, maka ceteris paribus konsumsi beras meningkat. Tetapi juga konsumsi beras tidak sensitif terhadap perubahan harga riil beras. Jadi bila harga riil beras turun satu persen, maka jumlah beras yang diminta bertambah, namun lebih kecil dari satu persen. Sedangkan jika harga substitusi beras bertambah mahal maka konsumsi beras meningkat. Pada bagian dibawah ini akan dijelaskan parameter yang menggambarkan sensitivitas permintaan terhadap perubahan factor-faktor yang mempengaruhinya. Setelah itu, secara ringkas dijelaskan keterkaitan parameter tersebut dengan angka kemiskinan. a. Elastisitas Permintaan Beras Konsep elastisitas mengacu pada tingkat sensifitas sebuah variabel sebagai respon atas variabel-variabel yang mempengaruhinya. Dalam analisis ekonomi, Konsep elastisitas amat luas penggunaannya karena dapat memberi pemahaman terhadap reaksi para pelaku ekonomi sebagai respon atas perubahan-perubahan yang dihadapinya. Pemahaman ini amat berguna terutama dalam merancang, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan pemerintah. Elastisitas permintaan beras adalah berapa persen permintaan beras berubah bila faktor-faktor yang mempengaruhinya berubah satu persen. Dalam analisis ekonomi mikro, tiga variabel utama yang umumnya dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap permintaan terhadap satu komiditi adalah harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi dan tingkat pendapatan.secara matematis, dapat dinyatakan sebagai berikut: Q d = f(p X, P Y, I,...) Keterangan : Q d = jumlah komoditi X yang diminta 23

P X = Harga komoditi X per unit P Y = Harga komoditi Y per unit, dimana Y merupakan komoditi substitusi atau komplemen Elastisitas Harga (Price Elasticity) Jika yang diamati adalah senvititas Q d terhadap P X maka konsep yang digunakan adalah elastisitas harga (price elasticities) yaitu berapa persen jumlah komoditi X yang diminta berubah, bila harga X berubah satu persen. Hubungan antara Q d dengan P X adalah berlawanan arah (ΔX/ΔP X < 0), maka angka elastisitas harga dapat dipastikan memiliki nilai negatif, karena itu angka elastisitas harga dapat ditulis angka absolutnya saja. Jika angka elastisitas harga lebih kecil dari satu, maka permintaan dikatakan inelastis atau tidak sensitif terhadap perubahan harga, misalkan harga turun 10%, jumlah yang diminta hanya naik kurang dari 10%. Sebaliknya jika angka elastisitas harga lebih besar dari satu, maka permintaan dikatakan elastis atau sensitif terhadap perubahan harga, misalkan harga turun 10%, jumlah yang diminta naik lebih besar dari 10%. Elastisitas harga dapat berubah sepanjang kurva permintaan (movement along curve). Pada titik tengah kurva permintaan angka elastisitas adalah sama dengan satu, yang artinya jika harga X berubah satu persen, maka jumlah X yang diminta juga berubah satu persen. Areal di atas titik tengah merupakan daerah elastis, karena angka elastisitas harga lebih besar dari satu. Pada areal ini jika harga komoditi X turun satu persen, maka jumlah komoditi X yang diminta akan bertambah lebih besar dari satu persen. Sebaliknya jika harga komoditi X naik satu persen, maka jumlah komoditi X yang diminta akan berkurang lebih besar dari satu persen. Selanjutnya areal di bawah titik tengah kurva permintaan merupakan daerah inelastis, karena angka elastisitas harga lebih kecil dari satu. Pada areal ini jika harga komoditi X turun satu persen, maka jumlah komoditi X yang diminta akan bertambah, namun lebih kecil dari satu persen. Sebaliknya jika harga komoditi X naik satu persen, maka jumlah komoditi X yang diminta akan berkurang lebih besar dari satu persen. 24

Elastisitas harga juga dapat dibandingkan antar kurva permintaan. Jika sudut kemiringan (slope) kurva permintaan semakin landai (datar) permintaan dikatakan makin elastis. Kondisi ekstrim secara teoritis adalah pada saat kurva permintaan berbentuk garis tegak lurus sejajar dengan sumbu vertikal (inelastis sempurna) dan berbentuk garis lurus sejajar sumbu horisontal (elastis sempurna). Inelastis sempurna artinya jumlah yang diminta sama sekali tidak responsif terhadap perubahan harga ( Ε =0). Sedangkan elastis sempurna artinya jumlah P yang diminta sama sekali responsif sempurna terhadap perubahan harga ( Ε = ). Elastisitas Silang (Cross Elasticity) Sensitivitas Q d terhadap P Y dikenal sebagai elastisitas silang (cross elasticity) yaitu berapa persen jumlah X yang diminta berubah jika harga barang Y berubah 1%. Nilai angka elastisitas silang (E C ) menunjukkan sifat hubungan antara komoditi X dan Y. Angka elastisitas silang yang negatif menunjukkan hubungan antara komoditi X dan Y adalah komplemen. Jika harga Y naik, maka jumlah Y yang diminta akan turun, sehingga jumlah komoditi X yang diminta juga ikut berkurang. Bila Y merupakan substitusi X maka pada saat harga Y naik, permintaan X akan naik pula, sebab konsumen mengurangi konsumi Y dan menambah konsumsi X. Dengan demikian angka elastisitas silang komoditi substitusi adalah positif (lebih besar dari nol). Elastistas Pendapatan Sensitivitas Q d terhadap I dikenal sebagai elastisitas pendapatan (cross elasticity) yaitu berapa persen jumlah X yang diminta berubah jika pendapatan berubah 1%. Nilai elastisitas pendapatan menunjukkan jenis komoditi. Jika angka elastisitas pendapatan lebih kecil dari nol, maka barang tersebut dikatakan barang inferior (inferior goods). Hal ini menunjukkan bahwa ada komoditi yang pada saat tingkat pendapatan meningkat, jumlah yang diminta justru berkurang. Jika angka elastisitas pendapatan lebih besar dari nol, maka barang tersebut dikatakan barang normal (normal goods). Untuk barang normal jika elastisitas pendapatan lebih kecil dari satu, maka komoditi tersebut merupakan P 25

komoditi kebutuhan pokok (primary goods). Sebaliknya, jika elastisitas pendapatan lebih besar dari satu, maka komoditi tersebut merupakan komoditi kebutuhan luksurius (luxurious goods). b. Elastisitas Permintaan Beras di Indonesia: Prespektif Teoritis Elastisitas permintaan beras adalah elastisitas harga, elastisitas silang dan elastisitas pendapatan. Dari sudut pandang teori, elastisitas permintaan harga komoditi beras adalah lebih kecil dari satu. Hal ini disebabkan dalam konteks Indonesia, beras masih sulit dicari substitusinya dan konsumen beras di Indonesia sangat banyak (sekitar 90% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai kebutuhan pokok). Elastisitas silang untuk komoditi beras di Indonesia, relatif kecil khususnya untuk komoditi substitusi seperti jagung dan ubi-ubian. Harga beras mempunyai pengaruh yang besar bagi konsumsi komoditas pangan lainnya. Sebaliknya perubahan harga-harga komoditas non beras berpengaruh relatif kecil terhadap konsumsi beras. Perubahan harga komoditas pangan non beras tidak memiliki dampak yang besar terhadap perubahan konsumsi beras. Elastisitas pendapatan beras juga adalah lebih kecil dari satu, dalam arti jika pendapatan tumbuh satu persen maka ceteris paribus konsumsi beras tumbuh kurang dari satu persen. c. Hubungan Antara Elastisitas Permintaan Beras dengan Kemiskinan Pengaruh elastisitas permintaan terhadap kemiskinan dapat dilihat dari sisi konsumen dan produsen beras. Permintaan beras adalah tidak sensitif terhadap perubahan pendapatan dan harga beras. Jika pendapatan konsumen beras, meningkat maka konsumsi beras, kenaikannya tidak akan besar. Bagi petani, hal ini menyebabkan petani tidak dapat berharap banyak terhadap peningkatan pendapatan. Dengan kata lain, dalam jangka panjang, pertumbuhan permintaan beras akan relatif rendah, sekalipun pendapatan nasional terus meningkat. Karena permintaan beras, tidak sensitif terhadap perubahan harga beras, maka dampak penurunan harga beras terhadap kesejahteraan rakyat tidaklah besar. Menurunnya harga beras sebesar satu persen, hanya menaikkan jumlah 26

beras yang diminta kurang dari satu persen. Bagi konsumen beras, penurunan harga beras, tidak terlalu mempengaruhi peningkatan kesejahteraan. Sebaliknya bagi produsen, penurunan harga beras tidak mempunyai dampak yang besar terhadap pendapatannya. Jika harga beras naik, maka ceteris paribus konsumen beras, tidak akan menurunkan konsumsi berasnya dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan belanja konsumen untuk beras dapat meningkat. Bagi kelompok miskin, kenaikan belanja tersebut dapat menurunkan kesejahteraan mereka, karena semakin besarnya porsi pendapatan yang dikeluarkan untuk belanja beras. Bagi produsen beras kenaikan belanja konsumen beras, merupakan peningkatan pendapatan mereka. 3.1.2. Penawaran Beras Sisi penawaran beras ditentukan oleh impor beras dan produksi beras domestik. Jika impor beras makin tinggi maka pasokan beras domestik makin besar. Sementara itu impor beras ditentukan terutama oleh harga beras impor, kebijakan pemerintah dan perkiraan tentang defisit beras yang akan terjadi. Sumber utama pasokan beras di Indonesia adalah pasokan padi. Besarnya pengaruh pasokan padi nasional, terhadap pasokan beras ditentukan oleh angka rendemen. Bila angka rendemen padi makin membaik, maka ceteris paribus pasokan beras juga akan meningkat. Produksi padi nasional ditentukan oleh harga riil beras, kapasitas produksi nasional yang dihitung dengan mengalikan luas lahan dengan produktivitas lahan, harga substitusi beras dan kebijakan pemerintah. Jika harga beras riil makin tinggi maka ceteris paribus pasokan padi akan bertambah. Jika kapasitas produksi makin tinggi, ceteris paribus produksi padi akan semakin tinggi. Demikian juga bila harga substitusi beras, semakin tinggi maka produksi padi ceteris paribus akan semakin besar. Sebaliknya bila harga faktor produksi, khususnya tenaga kerja, sewa barang modal dan sewa lahan, semakin tinggi, maka ceteris paribus pasokan padi berkurang. 27

Dilihat dari sifat beras sebagai komoditi primer, rendahnya tingkat pertumbuhan penduduk, maka laju pertumbuhan konsumsi beras di Indonesia, sebenarnya relatif rendah dan stabil. Faktor yang menimbulkan gejolak harga beras adalah sisi penawaran. Karena itu stabilitas sisi penawaran, khususnya peningkatan produksi beras diharapkan memperbaiki stabilitas harga dan pasokan beras di Indonesia, yang pada saat bersamaan diharapkan dapat menurunkan jumlah penduduk miskin di desa, terutama yang merupakan produsen padi. Faktor utama yang menyebabkan lambannya pertumbuhan produksi beras adalah lahan sawah yang semakin berkurang dan sebagai akibatnya Indonesia harus mengimpor beras dalam jumlah yang besar setiap tahun. 3.1.3. Struktur Pasar Padi Secara teoritis struktur pasar padi adalah persaingan sempurna (perfect competition). Struktur pasar persaingan sempurna mempunyai beberapa ciri pokok, antara lain, produk homogen (homogenity) yang artinya fungsi dan kualitas beras yang dihasilkan adalah sama, informasi sempurna (perfect information) tidak ada produsen yang dominan (small relatively output), sehingga posisi mereka adalah penerima harga (price taker) dan tidak ada kendala yang menghalangi produsen baru yang ingin memasuki pasar, sebaliknya jika produsen tidak mampu bersaing dia harus keluar dari pasar (free entry free exit). Struktur pasar ini, secara teoritis seharusnya menghasilkan alokasi sumber daya yang efisien, dimana dalam jangka panjang setiap produsen hanya menikmati laba normal. Konsumen membayar harga beras per unit sama besar dengan biaya marjinalnya saja atau tidak ada eksploitasi konsumen. Tetapi tidak ada satupun asumsi-asumsi pasar persaingan sempurna yang dapat dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti perbedaan tingkat kesuburan tanah, perbedaan kepemilikan awal (initial endowment) dan perbedaan kemajuan teknologi, maupun akses terhadap informasi. Akibatnya struktur pasar padi dalam kehidupan nyata khususnya pada level lokal, amat sulit diidentifikasi. Dalam kasus tertentu, jika distribusi lahan 28

sawah dan kesuburan lahan, relatif sama, maka pasar padi lebih mengarah ke persaingan sempurna. Tetapi jika dalam satu wilayah, lahan dikuasai oleh kelompok atau keluarga tertentu, maka struktur pasar mengarah kepada non kompetisi sempurna. Faktor lain yang menyebabkan struktur pasar padi pada level lokal sulit diidentifikasi, adalah perbedaan lokasi produksi dan konsumsi. Namun demikian, secara keseluruhan khususnya pada tingkat nasional dan global, produsen padi posisinya adalah penerima harga, karena secara individu tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengendalikan pasar. Karena itu daya tahan produsen sangat ditentukan oleh efisiensi internal. Hal ini menjadi masalah besar, bagi petani kecil karena tidak mampu mencapai efisiensi yang tinggi dengan perluasan skala produksi (economies of scale). 3.1.4. Luas Lahan dan Dampaknya Bagi Pendapatan Petani Seberapa besar peningkatan produksi beras, dapat mengurangi jumlah penduduk miskin, ditentukan oleh luas lahan yang dimiliki atau dikelola petani serta kualitas atau produktivitas lahan. Struktur pasar padi kalangan petani khususnya petani kecil cenderung menempatkan petani sebagai penerima harga (price taker). Berdasarkan hal tersebut, maka analisis hubungan antara luas lahan dengan pendapatan petani padi dapat dilakukan pada tingkat individu. Pendapatan petani dari usahanya dipengaruhi oleh besaran penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan, yaitu: Keuntungan = Penerimaan Biaya Produksi Tinggi rendahnya penerimaan usahatani ditentukan oleh harga yang diterima bagi produknya dikalikan dengan jumlah produksi yang dihasilkan: Penerimaan = Harga Output X Jumlah produksi Petani bertindak sebagai penerima harga (price taker), sehingga sisi penerimaan yang dapat dikontrol petani lebih ditentukan oleh jumlah produksi. Jumlah produksi adalah produktivitas dikalikan dengan luas lahan usahatani yang diusahakan. 29

Jumlah Produksi = Produktivitas X Luas Lahan (a) (b) Y Sawah Irigasi Y Sawah Non Irigasi Y 1 Y 2 MP, AP MP, AP AP S S 0 S 1 S 2 MP S 3 Sumber : Nicholson, 1995 AP MP S Gambar 5. Hubungan antara Kualitas Lahan, Skala Produksi dengan Pendapatan Petani Dengan demikian untuk meningkatkan jumlah produksi dari sisi penerimaan, upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produktivitas atau meningkatkan luas lahan atau kedua-duanya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui perbaikan teknologi dan akses petani terhadap input-input usahtani, seperti pupuk, pestisida dan benih unggul. Pada tingkat petani, pembatas yang utama biasanya adalah luas lahan yang dikuasai. Oleh sebab itu penguasaan luas lahan oleh petani akan berhubungan langsung (positif) dengan pendapatan petani. 30

Secara teoritis produktivitas lahan sawah ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah, kuantitas dan kualitas irigasi, serta kualitas pengelolaan lahan. Bila diasumsikan tingkat kesuburan sawah dan kualitas pengelolaan sawah di antara petani adalah sama maka pendapatan petani ditentukan oleh jenis lahan sawah yang dimiliki yang dalam konteks Indonesia umumnya dibedakan dengan lahan sawah irigasi dan non irigas (termasuk ladang padi). Selanjutnya bila diasumsikan harga padi dan harga input adalah konstan, maka hubungan antara luas lahan dan dampaknya bagi pendapatan petani dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 5.yang menunjukkan hubungan antara kualitas lahan, skala produksi dan pendapatan petani pada dalam satu musim panen. Kurva pada bagian atas menggambarkan hubungan antara luas lahan sawah (S) dengan produksi padi yaitu gabah kering panen (Y). Panel (a) adalah lahan sawah irigasi, panel (b) adalah lahan sawah non irigasi. Kurva produksi (kurva Y) lahan sawah irigasi lebih besar dibanding kurva lahan sawah non irigasi. Hal ini menunjukkan untuk luas lahan yang sama, produksi GKP yang dihasilkan sawah irigasi adalah lebih banyak dibanding dengan non rigasi. Kurva bagian bawah menggambarkan produktivitas kedua jenis lahan. Lahan sawah irigasi maksimal yang bisa dikelola adalah S 1 dimana hasil GKP yang diperoleh Y 1. Sedangkan luas lahan sawah non irigasi yang optimal adalah S 3 dimana GKP yang diperoleh Y 2. Luas lahan maksimal adalah pada saat produktivitas marjinal (MP) sudah sama dengan nol. Lebih rendahnya skala optimal lahan sawah non irigasi menunjukkan lebih cepat terjadinya the law of diminishing return. Bila masing-masing petani dapat mengelola lahannya sampai luas maksimal, maka pendapatan petani yang mengelola lahan sawah irigasi adalah lebih besar dari petani yang mengelola lahan sawah non irigasi. Sawah irigasi umumnya dapat dipanen minimal dua kali setahun, sedangkan sawah non rigasi rata-rata dipanen setahun sekali. Dengan demikian bila analisis dilakukan dalam dimensi waktu per tahun, maka penghasilan petani yang mengelola sawah jauh lebih besar lagi dibanding dengan petani yang mengelola sawah non irigasi. 31

Analisis dampak.luas lahan atau distribusi penguasaan lahan terhadap pendapatan petani dapat dilihat di Gambar 5, Misalkan semua lahan sawah yang tersedia adalah sawah irigasi dan misalkan lahan optimal seluas S 1 adalah sama dengan dua hektar. Diasumsikan juga luas lahan yang menghasilkan AP tertinggi pada S 0 adalah seluas 1 hektar. Maka secara teoritis luas lahan yang efisien untuk diolah adalah 1 sampai dengan dua hektar. Berapa luas lahan yang akan digarap petani, ceteris paribus ditentukan oleh harga Gabah Kering Panen, namun interval luas yang digarap adalah antara satu sampai dengan dua hektar. Asumsi-asumsi yang disusun pada paragraf di atas, dapat disimpulkan bahwa petani-petani yang memiliki lahan kurang dari satu hektar, selain penghasilannya lebih rendah, namun juga efisiensi usahanya lebih rendah. Demikian halnya dengan petani-petani yang memiliki sawah lebih luas dari dua hektar. Hal ini secara implisit menunjukkan petingnya distribusi penguasaan lahan yang adil, tetapi juga memenuhi syarat luas yang efisien. Analisis untuk petani yang mengelola sawah non irigasi adalah analogis dengan analisis petani pengelola lahan irigasi. Misalkan bila S 2 adalah 0,5 hektar dan S 3 adalah 1 hektar, maka luas lahan swah non irigasi yang optimal adalah antara 0,5 sampai dengan 1 hektar. Analisis yang lebih komprehensif membawa kepada kesimpulan bahwa petani yang mengelola lahan sawah non irigasi dengan luas (skala usaha) yang sangat kecil, akan memperoleh pendapatan yang sangat kecil dan mengalamai inefiensi usaha. 3.2. Dimensi Ekonomi Makro Beras dan Kemiskinan Dimensi ekonomi makro tentang beras dan kemiskinan diuraikan berdasarkan pemikiran bahwa kemiskinan adalah salah satu hasil interaksi antara permintaa agregat dengan penawaran agregat, seperti dapat divisualisasikan dalam bentuk Gambar 6.. 32

Permintaan Agregat: -Tingkat Harga Umum - Pendapatan Riil Perkapita - Distribusi Pendapatan - Kebijakan pemerintah - Kejutan Eksternal Penawaran Agregat : -Harga input -Stok Barang Modal -Jumlah Tenaga Kerja -Teknologi -Manajemen -Kebijakan Pemerintah -Kejutan Eksternal Kinerja Makro: -Pertumbuhan Ekonomi -Stabilitas Harga Umum -Pengangguran Jumlah Penduduk Miskin Gambar 6. Dimensi Ekonomi Makro dan Penduduk Miskin Gambar 6. menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara permintaan dan penawaran agregat terhadap pengentasan kemiskinan terjadi melalui perbaikan kinerja ekonomi makro yang diukur dari pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga umum dan tingkat pengangguran. Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan stabil dalam jangka panjang, terkendalinya laju inflasi pada level yang rendah dan perluasan kesempatan kerja yang menurunkan tingkat pengangguran, dipercaya dapat menurunkan atau mengurangi jumlah penduduk miskin. Seberapa cepat ekonomi dapat tumbuh, tanpa disertai inflasi yang tinggi dan sebaliknya disertai dengan perluasan kesempatan kerja, sangat ditentukan oleh kemampuan mengelola sisi permintaan dan penawaran agregat. 3.2.1. Permintaan Agregat Permintaan agregat (agregat demand) adalah total barang/jasa yang diminta pada berbagai tingkat harga umum. Permintaan agregat ditentukan oleh 33

internal dan eksternal perekonomian. Faktor-faktor internal antara lain adalah tingkat harga umum, pendapatan per kapita, distribusi pendapatan dan kebijakan pemerintah. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada diluar kemampuan kendali perekonomian internal, seperti resesi dunia. Hubungan antara tingkat harga umum dengan jumlah output agregat yang diminta adalah berlawanan arah. Jika indeks harga umum menurun (deflasi) ceteris paribus akan meningkatkan jumlah agregat yang diminta. Sebaliknya jika terjadi inflasi, jumlah agregat yang diminta akan meningkat. Membaiknya pendapatan per kapita dan distribusi pendapatan, akan menyebabkan permintaan agregat bertambah. Kebijakan ekspansif pemerintah, baik kebijakan fiskal (perpajakan) dan atau moneter akan meningkatkan permintaan agregat. Misalkan, bila pemerintah menambah belanjanya, maka permintaan agregat akan bertambah. Sebaliknya kebijakan kontraktif akan mengurangi permintaan agregat. Komponen utama permintaan agregat adalah konsumsi rumah tangga (consumption), konsumsi pemerintah (government consumption) dan investasi swasta (investment). Jika perekonomian melakukan hubungan dengan perekonomian luar negeri atau dunia, maka komponen permintaan agregat ditambah dengan ekspor neto (net export) yaitu selisih antara ekspor dengan impor barang dan jasa. Pada saat perekonomian semakin maju, biasanya terjadi perubahan struktur permintaan agregat. Pada awalnya, komponen permintaan agregat didominasi oleh konsumsi. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa pada saat pendapatan nasional per kapita masih rendah, sekitar 75% permintaan agregat adalah konsumsi. Bila diamati lebih seksama, pada saat itu komponen konsumsi didominasi oleh konsumsi pangan. Ketika pendapatan per kapita semakin tinggi, nilai absolut konsumsi semakin besar, namun porsi relatif terhadap PDB semakin mengecil. Sekalipun demikian, porsi konsumsi dalam permintaan agregat tetap yang paling dominan. Ketika pendapatan nasional meningkat, struktur konsumsi juga mengalami 34

perubahan, dimana porsi pengeluaran untuk pangan mengalami penurunan. Konsumsi non pangan yang meningkat terutama adalah jasa pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi dan informasi. Pada saat perekonomian terus tumbuh, maka porsi investasi dalam permintaan agregat terus meningkat. Beberapa bukti empiris menunjukkan porsi tersebut dapat mencapai sekitar 30% sampai dengan 40% permintaan agregat. Besar porsi investasi dalam permintaan agregat dalam jangka panjang, sangat menentukan kecepatan pertumbuhan kapasitas produksi perekonomian. Jika investasi terus meningkat, maka dalam jangka pendek permintaan agregat akan terus meningkat, tetapi dalam jangka panjang kapasitas produksi akan terus meningkat. 3.2.2. Penawaran Agregat Penawaran agregat adalah jumlah total barang/jasa yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga umum. Penawaran agregat ditentukan oleh faktor-faktor tingkat harga umum, tingkat harga input, stok barang modal, jumlah tenaga kerja, tingkat kemajuan teknologi, manajemen, kebijakan pemerintah dan kejutan eksternal. Penawaran agregat dalam jangka pendek, mengacu kepada tingkat response jumlah output agregat ketika harga umum pengalami kenaikan. Jika jumlah output agregat yang ditawarkan memiliki respon yang besar terhadap perubahan tingkat harga umum, maka penawaran agregat dikatakan elastis. Jika penawaran agregat bersifat elastis, maka peningkatan permintaan agregat akan menstimulir pertumbuhan ekonomi, tetapi laju inflasi relatif rendah. Dalam jangka panjang, pengertian penawaran agregat mengacu kepada kapasitas produksi, yaitu berapa output agregat yang dapat dihasilkan ketika seluruh faktor produksi telah digunakan. Kapasitas produksi agregat sebuah perekonomian, besarnya ditentukan oleh stok barang modal yang tersedia, jumlah 35

tenaga kerja, kemajuan teknologi dan manajemen yang mempunyai pengaruh terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja dan barang modal. 3.2.3. Perkembangan Struktur Produksi dan Dampaknya terhadap Kemiskinan Struktur produksi juga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan perekonomian sangat mengandalkan sektor pertanian, khususnya pangan. Ketika perekonomian mengalami kemajuan, maka terjadi pergeseran struktur produksi, dimana peran sektor pertanian menurun, digantikan oleh sektor industri. Selanjutnya ketika perekonomian terus berkembang, sektor yang menjadi andalan adalah sektor jasa. Saat ini peran sektor pertanian di negara-negara maju hanya 3% PDB, sedangkan peran sektor industri sekitar 30%-35% PDB. Dengan demikian peran sektor jasa mencapai lebih dari 60% PDB. Dampak perubahan struktur produksi terhadap pengentasan kemiskinan bersifat mendua. Di satu sisi, perubahan struktur produksi dapat mengentaskan kemiskinan khususnya di desa, melalui perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Di sisi lain, perubahan struktur produksi dapat menambah kemiskinan, bila modernisasi perekonomian, menutup akses bagi angkatan kerja yang berasal dari sektor pertanian untuk masuk ke sektor industri dan atau jasa. 3.3. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis pada tulisan ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari lembaga-lembaga pemerintah seperti BPS, Bulog, dan Departemen Perdaganghan. Data yang dikumpulkan tersebut merupakan data panel dengan time series dari tahun 2000-2008 dan cross-section yang terdiri dari 23 provinsi. Data ke-23 propinsi ini merupakan propinsi penghasil deras terbesar yang ada di Indonesia. Jumlah amatan dalam data panel tercatat sebanyak 36

7 23 = 161 amatan. Data tersebut terdiri dari variabel-variabel sebagai berikut: jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, produk domestik regional bruto (PDRB) perkapita, share PDRB tanaman pangan, rata-rata produktifitas, rasio ketahanan pangan minimum dan harga riil beras, serta variabel dummy yang menyatakan rejim kebijakan harga BBM. Keseluruhan variabel tersebut di rangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Variabel-variabel yang Digunakan dalam Model No Variabel Keterangan Satuan Sumber 1 LMISD Log. Jumlah penduduk miskin desa Orang BPS 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 LAVPRO LYC LPBRS BBM LSPANGAN HBE HDG HPU PIM VIB LPP LLAI LNONIR LLADANG LVPU Log Produksi per hektar Log. PDRB riil per kapita Log. Harga riil beras Dummi kebijakan Log. Share pangan Harga Beras eceran Harga Dasar gabah Harga Pupuk urea Harga beras impor Volume Impor Beras Log. Prpduksi padi Log. Luas lahan sawah irigasi Log. Luas lahan non irigasi Log Luas lahan ladang Log. Volume pupuk urea Ribu ton Ribu rupiah Rupiah 0 dan 1 Persen Rupiah Rupiah Rupiah Rupiah Ribu ton Ribu ton Ribu hektar Ribu hektar Ribu hektar Ribu hektar Deptan BPS Dep.Perdag BPS Bulog Bulog Bulog Dep.Perdag Dep.Perdag BPS BPS BPS BPS BPS 37