BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

BAB 1 PENDAHULUAN. vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari

SAKIT PERUT PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

A. Pemeriksaan Fisik

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu

Kasus 1 (SGD 1,2,3) Pertanyaan:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang

K35-K38 Diseases of Appendix

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. P DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI RUANNG CEMPAKA III RSUDPANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN SEFALOSPORIN DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI APPENDISITIS AKUT PADA ANAK AKIBAT KETERLAMBATAN APPENDEKTOMI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

HUBUNGAN MULAI NYERI PERUT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN APENDISITIS AKUT ANAK BERDASARKAN KLASIFIKASI CLOUD DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

Lampiran 1 Evidence Levels and Strength of Recommendations

BAB II LANDASAN TEORI. Penyakit usus buntu adalah saluran usus yang terjadinya pembusukan dan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula

Sistem Skoring Baru untuk Mendiagnosis Apendisistis Akut. New Scoring Systems for Acute Appendicitis Diagnosis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. dengan apendisitis akut perforasi di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

Traktus Gastro Instestinal Traktus Urogenital dan organ reproduksi Traktus Respiratorius Sistem Syaraf Mamae dan organ-organ superfisial

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak dari suatu akut abdomen.

PERBEDAAN ANTARA JUMLAH LEUKOSIT DARAH PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DENGAN APENDISITIS PERFORASI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

riwayat personal-sosial

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah 4-8 %, nodul yang ditemukan pada saat palpasi adalah %,

APPENDICITIS AKUT (ICD 10: K35.9)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSYIAH/RSUDZA DARUSSALAM BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. kecil) atau appendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

Dokter Pembimbing : dr. Evo Elidar Harahap, Sp.Rad dr. Yolanda Maria Sitompul, Sp.Rad

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO :

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan bawah merupakan penyebab terbesar kunjungan anak-anak ke unit gawat darurat. Penegakan diagnosis apendisitis dilakukan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, baik penunjang laboratorium maupun radiologis. Pasien apendisitis datang ke UGD dengan keluhan utamanya nyeri perut yang semula dirasakan di umbilikal dan berpindah ke nyeri kanan bawah, keluhan lain yang sering dirasakan adalah mual sampai muntah, gangguan nafsu makan yang terkadang diikuti dengan timbulnya demam. Dari hasil laboratorium biasanya didapatkan peningkatan angka leukosit dengan dominasi netrofil segmen. Pemeriksaan penanda proses inflamasi seperti C-reaktif protein (CRP) juga sering digunakan sebagai dasar diagnosis (Fonseca et al. 2013). Untuk pemeriksaan radiologis yang sering digunakan adalah Ultrasonografi (USG), foto polos abdomen, appendikogram maupun CT-scan (Vegar-zubović et al. 2005; Old et al. 2005). Dalam rangka meningkatkan akurasi dari diagnosis appendisitis juga sudah dikenalkan berbagai score seperti Alvarado maupun Pediatric Apendisitis Skor (Walker et al. 2014; Alfraih et al. 2014). Meskipun berbagai perangkat diagnosis telah digunakan untuk penegakan diagnosis apendisitis namun masih sering terjadi keterlambatan diagnosis sehingga terjadi peritonitis. Penegakkan diagnosis pada anak-anak merupakan tantangan tersendiri karena dokter dihadapakan pada kemungkinan negatif appendektomi yang mencapai 15-20 % namun di sisi lain juga dihadapkan pada risiko terjadi perforasi sebesar 20 %. Untuk mengambil keputusan yang tepat, untuk tidak melakukan operasi berlebihan namun juga terhindar dari resiko perforasi diperlukan perangkat

2 diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sampai dengan penunjang radiologi yang memiliki akurasi tinggi (Dunn 2012; Wray et al. 2013; F Sullin & Steven 2014). USG dapat digunakan untuk penunjang penegakan diagnosis apendisitis. Pada pasien apendisitis terjadi bendungan vasa linfatik sampai dengan rupture, hal ini menyebabkan terjadinya oedem di apendik, perubahan ini yang tampak pada pemeriksaan USG sebagai penebalan dengan diameter >7 mm atau USG digunakan untuk melakukan deferensial diagonosis seperti dengan USG digunakan untuk menilai nyeri organ berongga di abdomen kanan bawah seperti saluran kencing, organ genetalia interna perempuan atau kelainan di organ berongga lainnya seperti saluran empedu. Dibandingkan pemeriksaan lainnya pemeriksaan USG memiliki keunggulan karena bersifat non infasif dan non radiatif sehingga aman dilakukan meskipun pada anak anak (Limchareon et al. 2014). Namun kelemahan dari USG adalah operator dependen sehingga terkadang didapatkan hasil USG yang non visual. Namun hasil USG non visual bukan berarti tidak ada apendisitis karena apendisitis dengan letak retrosekal akan sulit divisualisasi dengan USG dan letak retrosekal ini merupakan letak apendisitis vermivormis terbanyak (>50%). Penggunakan USG pada apendisitis juga bisa digunakan dengan mencari tanda-tanda indirek seperti hipokinesia usus, nyeri saat probe USG ditekan ke region kanan bawah, dan penebalan preperitoneal fat (Kouamé et al. 2012). Pemeriksaan lain yang bisa dipakai adalah apendikogram. Karena bersifat infasif dan radiatif pemeriksaan ini biasanya dilakukan apabila pemeriksaan USG tidak memberikan informasi yang cukup untuk diagnosis apendisitis namun klinis mendukung gejala-gejala apendisitis. Pemeriksaan apendikogram juga dilakukan pada pasien/anak yang umurnya lebih besar (>6 tahun), pada anak di bawah 6 tahun belum bisa kooperatif untuk minum kontras dan prosedur apendikogram yang lain. Gambaran apendisitis pada apendikogram adalah adanya apendik non filling, partial filling, gambaran lumen yang irregular (Hayes 2004).

3 Pemeriksaan CRP bertujuan untuk mengkonfirmasi adanya reaksi inflamasi yang bisa disebabkan karena proses infeksi. CRP merupakan respon inflamasi akut meskipun peningkatan CRP dapat disebabkan karena inflamasi lain, namun dengan peingkatan kadar CRP > 5 dilaporkan bisa dijadikan penunjang diagnosis apendisitis (Fonseca et al. 2013). B. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan, dapat disampaikan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan peningkatan kadar CRP dalam penegakkan diagnosis apendisitis pada anak? 2. Akah terdapat hubungan pemeriksaan USG dalam penegakkan diagnosis apendisitis pada anak? 3. Apakah terdapat hubungan pemeriksaan apendikogram dalam penegakkan diagnosis apendisitis pada anak? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan pemeriksaan USG dalam diagnosis apendisitis anak. 2. Mengetahui hubungan pemeriksaan CRP dalam diagnosis apendisitis anak. 3. Mengetahui hubungan pemeriksaan apendikogram dalam diagnosis apendisitis anak.

4 D. Keaslian Penelitian Penelitian yang sudah dipublikasikan : 1. Adam et al, 2014 dengan judul: Evaluation of Acute Appendicitis by Pediatric Emergency Physician Sonography Persamaan: Mengukur akurasi pemeriksaan USG dalam diagnosis apendisitis Perbedaan: penelitian ini selain USG juga mngukur peningkatan kadar CRP, dan apendikogram. 2. Tubagus, 2006 dengan judul: Pemeriksaan Jumlah lekosit dalam mendukung akurasi diagnosis pada tiap tiap derajat apndisitis anak berdasarkan klasifikasi claud di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta Persamaan: Mengukur jumlah leukosit untuk diagnosis apendisitis anak Perbedaan: pada penelitian ini dinilai kadar CRP, USG dan apendikogram untuk diagnosis apendisitis anak. 3. Sengupta et al, 2009 dengan judul: White cell count and CRP Measurement in patients with possible appendicitis Persamaan : Mengukur kadar leukosit dan CRP untuk penegakan diagnosis apendisitis Perbedaan: pada penelitian ini juga digunakenan hasil USG dan apendicogram untuk diagnosis apendisitis

5 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat bagi dokter untuk menentukan perangkat diagnosis yang berguna untuk penegakan diagnosis apendisitis sehingga terhindar dari intervensi yang berlebih ataupun pemberian terapi di bawah standar yang seharusnya. Bagi pasien dan masyarakat penelitan ini diharapkan mampu menurunkan morbiditas dan segera mendapatkan terapi yang sesuai. Penelitian ini juga berguna untuk dasar menghaluskan perangkat diagnosis dan skore yang sudah ada sehingga mampu mendeteksi kelainan secara akurat.