1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan bawah merupakan penyebab terbesar kunjungan anak-anak ke unit gawat darurat. Penegakan diagnosis apendisitis dilakukan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, baik penunjang laboratorium maupun radiologis. Pasien apendisitis datang ke UGD dengan keluhan utamanya nyeri perut yang semula dirasakan di umbilikal dan berpindah ke nyeri kanan bawah, keluhan lain yang sering dirasakan adalah mual sampai muntah, gangguan nafsu makan yang terkadang diikuti dengan timbulnya demam. Dari hasil laboratorium biasanya didapatkan peningkatan angka leukosit dengan dominasi netrofil segmen. Pemeriksaan penanda proses inflamasi seperti C-reaktif protein (CRP) juga sering digunakan sebagai dasar diagnosis (Fonseca et al. 2013). Untuk pemeriksaan radiologis yang sering digunakan adalah Ultrasonografi (USG), foto polos abdomen, appendikogram maupun CT-scan (Vegar-zubović et al. 2005; Old et al. 2005). Dalam rangka meningkatkan akurasi dari diagnosis appendisitis juga sudah dikenalkan berbagai score seperti Alvarado maupun Pediatric Apendisitis Skor (Walker et al. 2014; Alfraih et al. 2014). Meskipun berbagai perangkat diagnosis telah digunakan untuk penegakan diagnosis apendisitis namun masih sering terjadi keterlambatan diagnosis sehingga terjadi peritonitis. Penegakkan diagnosis pada anak-anak merupakan tantangan tersendiri karena dokter dihadapakan pada kemungkinan negatif appendektomi yang mencapai 15-20 % namun di sisi lain juga dihadapkan pada risiko terjadi perforasi sebesar 20 %. Untuk mengambil keputusan yang tepat, untuk tidak melakukan operasi berlebihan namun juga terhindar dari resiko perforasi diperlukan perangkat
2 diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sampai dengan penunjang radiologi yang memiliki akurasi tinggi (Dunn 2012; Wray et al. 2013; F Sullin & Steven 2014). USG dapat digunakan untuk penunjang penegakan diagnosis apendisitis. Pada pasien apendisitis terjadi bendungan vasa linfatik sampai dengan rupture, hal ini menyebabkan terjadinya oedem di apendik, perubahan ini yang tampak pada pemeriksaan USG sebagai penebalan dengan diameter >7 mm atau USG digunakan untuk melakukan deferensial diagonosis seperti dengan USG digunakan untuk menilai nyeri organ berongga di abdomen kanan bawah seperti saluran kencing, organ genetalia interna perempuan atau kelainan di organ berongga lainnya seperti saluran empedu. Dibandingkan pemeriksaan lainnya pemeriksaan USG memiliki keunggulan karena bersifat non infasif dan non radiatif sehingga aman dilakukan meskipun pada anak anak (Limchareon et al. 2014). Namun kelemahan dari USG adalah operator dependen sehingga terkadang didapatkan hasil USG yang non visual. Namun hasil USG non visual bukan berarti tidak ada apendisitis karena apendisitis dengan letak retrosekal akan sulit divisualisasi dengan USG dan letak retrosekal ini merupakan letak apendisitis vermivormis terbanyak (>50%). Penggunakan USG pada apendisitis juga bisa digunakan dengan mencari tanda-tanda indirek seperti hipokinesia usus, nyeri saat probe USG ditekan ke region kanan bawah, dan penebalan preperitoneal fat (Kouamé et al. 2012). Pemeriksaan lain yang bisa dipakai adalah apendikogram. Karena bersifat infasif dan radiatif pemeriksaan ini biasanya dilakukan apabila pemeriksaan USG tidak memberikan informasi yang cukup untuk diagnosis apendisitis namun klinis mendukung gejala-gejala apendisitis. Pemeriksaan apendikogram juga dilakukan pada pasien/anak yang umurnya lebih besar (>6 tahun), pada anak di bawah 6 tahun belum bisa kooperatif untuk minum kontras dan prosedur apendikogram yang lain. Gambaran apendisitis pada apendikogram adalah adanya apendik non filling, partial filling, gambaran lumen yang irregular (Hayes 2004).
3 Pemeriksaan CRP bertujuan untuk mengkonfirmasi adanya reaksi inflamasi yang bisa disebabkan karena proses infeksi. CRP merupakan respon inflamasi akut meskipun peningkatan CRP dapat disebabkan karena inflamasi lain, namun dengan peingkatan kadar CRP > 5 dilaporkan bisa dijadikan penunjang diagnosis apendisitis (Fonseca et al. 2013). B. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan, dapat disampaikan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan peningkatan kadar CRP dalam penegakkan diagnosis apendisitis pada anak? 2. Akah terdapat hubungan pemeriksaan USG dalam penegakkan diagnosis apendisitis pada anak? 3. Apakah terdapat hubungan pemeriksaan apendikogram dalam penegakkan diagnosis apendisitis pada anak? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan pemeriksaan USG dalam diagnosis apendisitis anak. 2. Mengetahui hubungan pemeriksaan CRP dalam diagnosis apendisitis anak. 3. Mengetahui hubungan pemeriksaan apendikogram dalam diagnosis apendisitis anak.
4 D. Keaslian Penelitian Penelitian yang sudah dipublikasikan : 1. Adam et al, 2014 dengan judul: Evaluation of Acute Appendicitis by Pediatric Emergency Physician Sonography Persamaan: Mengukur akurasi pemeriksaan USG dalam diagnosis apendisitis Perbedaan: penelitian ini selain USG juga mngukur peningkatan kadar CRP, dan apendikogram. 2. Tubagus, 2006 dengan judul: Pemeriksaan Jumlah lekosit dalam mendukung akurasi diagnosis pada tiap tiap derajat apndisitis anak berdasarkan klasifikasi claud di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta Persamaan: Mengukur jumlah leukosit untuk diagnosis apendisitis anak Perbedaan: pada penelitian ini dinilai kadar CRP, USG dan apendikogram untuk diagnosis apendisitis anak. 3. Sengupta et al, 2009 dengan judul: White cell count and CRP Measurement in patients with possible appendicitis Persamaan : Mengukur kadar leukosit dan CRP untuk penegakan diagnosis apendisitis Perbedaan: pada penelitian ini juga digunakenan hasil USG dan apendicogram untuk diagnosis apendisitis
5 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat bagi dokter untuk menentukan perangkat diagnosis yang berguna untuk penegakan diagnosis apendisitis sehingga terhindar dari intervensi yang berlebih ataupun pemberian terapi di bawah standar yang seharusnya. Bagi pasien dan masyarakat penelitan ini diharapkan mampu menurunkan morbiditas dan segera mendapatkan terapi yang sesuai. Penelitian ini juga berguna untuk dasar menghaluskan perangkat diagnosis dan skore yang sudah ada sehingga mampu mendeteksi kelainan secara akurat.