BAB V PENUTUP A. Kesimpulan bahwa: Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan 1. Sebelum proses pelaksanaan bawon diawali dengan beberapa tahap terkait dengan kegiatan penanaman sampai dengan pemanenan. Tahap-tahap tersebut dimulai dengan tahap persiapan lahan atau sawah yaitu proses pembentukan lahan/media tanam di areal sawah yang dilakukan dengan pembajakan dengan traktor ataupun alat tradisional (hewan). Tahap selanjutnya yaitu pembenihan dan penyemaian bibit padi, penyiapan bibit ini padi biasanya petani akan merendam gabah selama 3-4 hari untuk kemudian disemai di areal tanah pembibitan, lama waktu pembibitan ini sekitar 25-30 hari sebelum di tanam di lahan tanam. Setelah tahap pembibitan dan penyemaian selanjutnya pada tahap penanaman para buruh tanam padi akan bersama-sama ke sawah untuk tandur atau menanam padi pada pagi hari. Tahap pemupukan dan perawatan tanaman padi menjadi tahap selanjutnya, pemupukan pertama dilakukan pada umur 7 hari setelah tanam (hst) menggunakan pupuk NPK sebanyak 150 kg/ha dan urea sebanyak 50 kg/ha. Pada proses pemanenan atau derep ini diawali dengan 96
97 pemotongan batang padi terlebih dahulu, setelah padi selesai di potong menggunakan sabit maka proses selanjutnya yaitu perontokan padi. Apabila semua padi sudah terkumpul dan dimasukkan ke dalam karung maka para buruh tani akan mengangkut ke rumah pemilik sawah untuk dikumpulkan dan di bawonkan. Pelaksanaan bawon ini bila hasil derep terkumpul maka pemilik akan bawoni dengan cara membagi padi dengan perbandingan 5:1 artinya apabila buruh tani mendapat derep 60 kg maka yang 50 kg akan diperoleh petani dan 10 kg untuk buruh tani. 2. Makna sistem bawon yang pertama adalah makna berbagi, hal tersebut tercermin saat petani menyuruh atau mengajak tetangganya untuk ikut menanam padi, alasan untuk mengajak tetangga dekat untuk ikut menanam padi dilandasi dengan rasa berbagi dan tolong-menolong, rasa berbagi agar para tetangganya dapat mendapatkan bawonan dan agar para tetangganya mendapat pekerjaan sampingan dan tambahan pendapatan dari selain pekerjaan pokoknya. Makna bawon selanjutnya adalah makna gotongroyong, pada saat panen atau derep, biasanya penderep akan saling gotong-royong dan tolong-menolong apabila ada salah satu tetangganya belum selesai nggebuk padi. Artinya para penderep akan saling membantu satu sama lain agar pekerjaan derep cepat selesai dan bisa cepat pulang bersama-sama. Makna bawon terakhir adalah makna kebersamaan. Prinsip kebersamaan di masyarakat desa ini tercermin dalam hal bercocok tanam atau pertanian. Sistem bawon mempunyai makna kebersamaan karena penderep yang merupakan para tetangga pemilik sawah melakukan
98 kegiatan nandur, derep dan bawon secara bersama-sama tanpa saling mendahului, mereka tanpa egois atau saling curang satu sama lain. Tindakan kebersamaan mereka wujudkan melalui kerja sama saling membantu dan tolong-menolong dalam mengerjakan derep dan bawon. 3. Beberapa faktor yang melandasi ditinggalkanya sistem bawon di desa Mungseng adalah: a)sulitnya pengawasan saat panen (derep) dan timbulnya rasa sungkan dalam proses pekerjaan panen. b)munculnya sistem tebasan pada panen padi yakni petani menjual padi langsung kepada penebas/tengkulak ketika tanaman padi masih menguning dan masih tegak disawah beberapa hari sebelum dipanen. c)faktor guna memperoleh pendapatan lebih (ekonomis), meski sarat dengan rasa berbagi dan kebersamaan tidak lantas mendorong semua petani untuk melestarikan tradisi tersebut. Salah satu petani sudah tidak menggunakan sistem bawon dalam pembagian upah, karena disamping sudah jarang yang mau disuruh tandur dan derep, hasil dari bawon tersebut juga agak berkurang dibandingkan dengan menyewa buruh tandur dan derep. d)sulitnya mencari tenaga kerja (buruh tani) karena para warga desa yang tidak mempunyai sawah sudah jarang yang mau bekerja di sawah, mereka lebih memilih pekerjaan lain seperti berdagang, kuli bangunan, tukang meubel atau merantau ke kota besar. Para pemuda di desa Mungseng saat ini sudah tidak ada yang mau apabila disuruh kerja di sawah, mereka cenderung gengsi dan malu bila menjadi seorang petani.
99 B. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang sistem bawon di desa Mungseng Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yang dijadikan masukan atau bahan pertimbangan yaitu, sebagai berikut: 1. Kepada masyarakat dan petani di Desa Mungseng, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, agar tetap mendukung dan melestarikan sistem bawon, terutama karena terdapat banyak makna didalamnya yang sangat berguna dan bermanfaat dalam kehidupan seharihari serta bagi generasi penerus bangsa. 2. Kepada buruh tani di Desa Mungseng, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, agar lebih bersikap disiplin dan teratur dalam melakukan pekerjaan derep dan bawon agar sistem bawon yang mempunyai banyak manfaat dan maknanya dapat tetap terjaga kelestariannya.
100 DAFTAR PUSTAKA Abdulrahman. (1984). Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia. Jakarta: Cendara Press. Amiruddin. (2010). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Arikunto Suharmisi. (2002). Prosedur Penelitian. Edisi Lima. Jakarta: Rineka Cipta. Arumbinang Kasihono. (1993). Sistem Bawon Untuk KUD: Suatu Alternatif Pengalihan Saham 20%. Jakarta: CV Haji Masagung. A.T, Mosher. (1968). Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasagama. Basrowi. (2005). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Burhanuddin Bungin. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. C.E. Bishop, W.D. Toussaint. (1979). Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Jakarta: Mutiara. Dannerius Sinaga. (1988). Sosiologi dan Antropologi. Klaten: PT. Intan Pariwara. Fadholi Hernanto. (1996). Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya. Gatut Murniatmo, dkk. (2000). Khazanah Budaya Lokal (Sebuah Pengantar untuk Memahami Kebudayaan Daerah di Nusantara). Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Gunawan Wiradi dkk. (2009). Ranah Studi Agraria: Penguasaan dan Hubungan Agraris. Yogyakarta: STPN. Hayami Yujiro dan Masao Kikuchi. (1987). Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hilman Hadikusuma. (1992). Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
101 I Gede A.B Wiranata. (2003). Hukum Adat Indonesia Perkembangannya dari Masa ke Masa. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (Edisi Keempat). (2008). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta Lexy J. Moleong. (2009). Metode Penelitian Kualtitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Margono, S. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta. Munandar Soelaeman. (1992). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. OK. Chairudin. (1993). Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Paul Johnson, Doyle. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia. Phil. Astrid S. Susanto. (1999). Pengatar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Raja Garindo Press. P.J. Bouman. (1980). Ilmu Masyarakat Umum: Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT. Pembangunan. Sanapiah Faisal. (2001). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Graindo Press. Selo Soemardjan. (1993). Masyarakat dan Manusia dalam Pembangunan (Pokokpokok Pikiran Selo Soemardjan). Jakarta: Pusakata Sinar Harapan. Sinaga, Dannerius dkk. (1988). Sosiologi dan Antropologi. Palembang: PT Intan Pariwara. Soekartawi. (1986). Pembangunan Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soepomo. (1989). Kedudukan Hukum Adat di Kemudian Hari. Jakarta: Pustaka Rakyat.. (1997). Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II. Jakarta: Pradnjaparamita.
102 Soerjono Soekanto. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Pers.. (2011). Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Soleman B. Taneko. (1984). Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Rajawali. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2006). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Wahyudi Panjta Sunjata. (1997). Kupatan Jalasutera Tradisi, Makna dan Simboliknya. Yogyakarta: Depdikbud. Internet http://paskomnas.com/id/berita/biaya-panen-murah-produksi meningkat.php/ (diakses pada tanggal 03 September 2012 pukul 20.30 WIB). http://www.suaramerdeka.com/harian/0704/02/kedu05.htm/ (diakses pada tanggal 06 September 2012 pukul 13.40 WIB).