Gambar 15. Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) 34

dokumen-dokumen yang mirip
50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2

RANCANG BANGUN DAN UJI TEKNIS ALAT PERONTOK PADI SEMI MEKANIS PORTABEL

Pedal Thresher dan Pedal Thresher Lipat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

SKRIPSI DESAIN DAN PENGUJIAN PERONTOK PADI TIPE PEDAL YANG RINGAN DAN MOBILE BERBASIS SEPEDA OLEH: NIKO DANIAR ATMAJA F

Rancang Bangun Mesin Perontok Padi (Paddy Thresher) dalam Upaya Peningkatan Kualitas dan Efisiensi Produksi Beras Pasca Panen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. ANALISA RANCANGAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA

I. BEBERAPA KIAT PENGOPERASIAN MESIN PERONTOK PADI

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

BAB III BAHAN DAN METODE

Gambar 14. Grafik Jumlah Butir per Malai pada Beberapa Varietas Padi

IV. PENDEKATAN DESAIN

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANG BANGUN ALAT MESIN HAMMER MILL UNTUK PENGOLAHAN JAGUNG PAKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

III. METODOLOGI PENELITIAN

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

Mesin Pemanen Jagung Tipe mower

III. METODE PENELITIAN

IV. ANALISA PERANCANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

MODIFIKASI ALAT PERONTOK PADI TIPE HAMMER THRESHER [Modification of Rice Thresher-Hammer thresher Type]

Pertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

III. METODE PEMBUATAN. Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

TINJAUAN PUSTAKA A. GEBOT (PAPAN PERONTOK PADI)

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Maret 2013.

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

INOVASI DESAIN MESIN PERONTOK PADI UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS HASIL PANEN

III. METODE PROYEK AKHIR. dari tanggal 06 Juni sampai tanggal 12 Juni 2013, dengan demikian terhitung. waktu pengerjaan berlangsung selama 1 minggu.

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB XIV PESAWAT SEDERHANA

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Cina sudah dimulai sejak tahun sebelum masehi (Suparyono dan Setyono,

BAB IV PROSES PEMBUATAN MESIN

ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

MESIN PANEN PADI TIPE SISIR (IRRI STRIPPER GATHERED SG

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai media untuk menanam padi. memprihatinkan, dimana negara Indonesia yang memiliki lahan yang cukup luas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat

DESAIN MESIN PERTANIAN SERBAGUNA BERDASARKAN MODEL MESIN PERONTOK PADI KONVENSIONAL

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin

BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ. produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN

BAB IV PROSES PRODUKSI DAN PENGUJIAN

Membuat Parut Listrik Sederhana MEMBUAT PARUT LISTRIK SEDERHANA (KOMPETENSI DASAR PERBANDINGAN) Oleh : Sutaji Pratomo. 1 x 2.

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Kode Produk Target : 1.3 Kode Kegiatan :

BAB I PENDAHULUAN. bulat, beruas-ruas dan tingginya antara cm. Jagung merupakan

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi

PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK

RANCANG BANGUN BAGIAN RANGKA PADA MESIN PERONTOK PADI PROYEK AKHIR

RANCANG BANGUN ALAT TANAM BENIH JAGUNG ERGONOMIS DENGAN TUAS PENGUNGKIT

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Mesin Perontok Padi Thresher **)

NAMA : Rodika NRP : DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Londen Batan, M. Eng TESIS (TM ) RANCANG BANGUN SEPEDA PASCA STROKE

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prototipe Perontok Padi Tipe Pedal Hasil Rancangan (O-Belt Thresher) Prototipe perontok padi ini merupakan modifikasi dari alat perontok padi (threadle thresher) yang sudah ada. Perontok padi ini diberi nama OBelt Thresher. Nama ini diambil dari bahasa Jawa Obel (O-belt) yang berarti kayuh, dan thresher yang berarti perontok padi. Jadi Obelt Thresher mempunya arti suatu perontok padi yang dikayuh. Prototipe perontok padi hasil rancangan ini mempunyai 4 bagian utama (Gambar 16), yaitu: 1) silinder perontok, 2) kotak perontok, 3) rangka perontok, 4) sepeda penggerak. Silinder perontok berfungsi untuk melepaskan butir-butir gabah dari malainya dengan memberikan pukulan (impact) sehingga gabah dapat terlepas dari malainya. Silinder perontok ini bediameter 30 cm dengan lebar silinder 35 cm. Lebar ini disesuaiakan dengan lebar total perontok yaitu 40 cm. Perontok padi ini digerakkan oleh tenaga manusia, yaitu dengan menyalurkan daya dari kayuhan sepeda ke silinder perontok dengan mekanisme rantai dan sproket yang nantinya akan menggerakkan silinder perontok. Tenaga putar yang disalurkan dari kayuhan sepeda ke sproket penghubung yang selanjutnya diteruskan ke freewheel pada poros silinder perontok. Mekanisme inilah yang merupakan unit penyaluran tenaga putar dari kayuhan sepeda ke silinder perontok. Gambar 15. Gambar teknik perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) 34

Silinder perontok Kotak perontok Sepeda penggerak Sistem transmisi Gambar 16. Prototipe perontok padi hasil rancangan (O-belt Thresher) Adapun spesifikasi, konstruksi, unjuk kerja dan kinerja perontok padi hasil rancangan ini dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Spesifikasi perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) Keseluruhan Mesin Model/tipe Negara Asal Dimensi Keseluruhan Bobot Operasi (Perontok dan Sepeda) : OT-ORI001 : Indonesia : (1700 x 550 x 1350) mm : 22 kg Dimensi Panjang Lebar (mm) (mm) 1. Unit keseluruhan 1700 550 1350 2. Unit perontok padi 550 500 1000 Unit Perontok Padi a. Tipe/Jenis : OT-ORI001 b. Pembuat : Niko D Atmaja c. Bahan konstruksi : Besi d. Dimensi : - Panjang : 550 mm - Lebar : 500 mm - Tinggi : 1000 mm Tinggi (mm) 35

Tabel 3. lanjutan Unit Sepeda a. Tipe/Jenis : Sepeda gunung transmisi ganda b. Pembuat : - c. Dimensi : - Panjang : 1650 mm - Lebar : 550 mm - Tinggi : 850 mm Dimensi Bagian-bagian Perontok Padi Ukuran lubang pemasukan Lebar : 360 mm Tinggi : 280 mm Sisir Perontok Tipe : Paku dengan sistem pemasangan zig zag Diameter : 4.8 mm Jumlah : 63 buah UJI UNJUK KERJA Tanggal Pengujian : 12 Februari 2010 Lokasi Pengujian : Samudra Teknik Mandiri, Bogor Desa : Sindangbarang Kecamatan : Bogor Barat Kabupaten : Bogor Provinsi : Jawa Barat Kapasitas Perontokan : 93.48 kg/jam Susut Perontokan : 1.25 % Mobilitas : Bisa di luar dan di dalam lahan dengan satu orang operator 1. Rangka Perontok Rangka perontok ini dibuat supaya dapat dengan mudah dibongkar pasang, baik itu di lahan ataupun di luar lahan. Ragka perontok ini dibuat dengan menggunakan besi strip dengan ukuran 50x3 mm yang ditekuk sehingga terbentuk huruf U. Pada bagia atas ditambah besi strip dengan ukuran 50x3 mm yang dilas sebagai dudukan kotak perontok. Pada bagian rangka ini juga dilengkapi dudukan sproket penghubung yang dibuat dari besi strip 50x3 mm. Dudukan dari sproket penghubung tersebut dapat dilepas sehingga mempermudah dalam proses bongkar pasang perontok. Kotak perontok dipasang tepat di atas rangka utama, yaitu pada dudukan kotak perontok. Sistem pengunci antara rangka dan kotak 36

perontok menggunakan baut dan mur. Selain itu, untuk memperkuatnya dilengkapi pengunci tambahan yaitu yang dipasangkan di bawah sadle sepeda seperti halnya pemasangan boncengan pada sepeda. Desain pengunci tambahan ini desesuaikan dengan ukuran sepeda, yaitu dapat diatur panjang pendeknya sehingga posisi kotak perontok dapat berdiri tegak. Rangka dari kotak perontok ini dibuat dari besi pipa hollow dengan diameter 12.7 mm dan untuk penutupnya dibuat dengan bahan besi plat 1.2 mm. Rangka dari kotak perontok ini dibuat berbentuk segitiga dengan tujuan memperoleh kekuatan bahan yang maksimum. Kotak perontok ini berukuran 40 x 40 cm. Pada bagian atas segitiga diberi celah yang berfungsi untuk jalan poros perontok pada saat akan dilepas. Untuk melindungi silinder perontok dan menahan gabah keluar dari perontok, maka digunakan penutup kotak perontok. Penutup tersebut dibuat dengan bahan besi plat 1.2 mm yang berbentuk kotak dengan sisi mengikuti bentuk dari silinder perontok. Penutup tersebut dipasang di atas kotak perontok dan dikencangkan dengan menggunakan baut dan mur. Silinder perontok dan penutup perontok dapat dengan mudah dibuka, sehingga mudah dalam perawatan ataupun pembersihan kotak perontok setelah proses perontokan selesai. 2. Mekanisme Transmisi Tenaga Mekanisme transmisi ini terdiri atas beberapa komponen penyusun, diantaranya : 1) Sproket sepeda, 2) Sproket penghubung, 3) Rantai sepeda. a. Sproket Sepeda dan Sproket Penghubung Tenaga putar dari kayuhan sepeda oleh operator disalurkan ke silinder perontok dengan menggunakan sproket. Sproket yang dugunakan adalah sproket sepeda pada umumnya tanpa modifikasi. Diameter sproket pada pedal sepeda adalah 18 cm dan pada sproket bagian belakang sepeda 5.5 cm. Dari sproket bagian belakang sepeda, tenaga akan disalurkan melalui sproket penghubung. Diameter sproket bagian belakang sepeda yang menyalurkan tenaga ke sproket penghubung adalah 8 cm, sedangkan diameter sproket penghubung (1), (2) berturut-turut adalah 6.5 cm dan 17.4 cm. Sproket penghubung 37

inilah yang memungkinkan diganti/diatur diameternya untuk menghasilkan putaran pada silinder perontok yang diinginkan. Pemasangan sproket ini sesuai dengan ulir yang ada, tanpa ada proses pengelasan. 1 2 Keterangan: 1 = Sproket yang menghubungkan rantai ke sproket sepeda bagian belakang 2 = Sproket yang menghubungkan rantai ke frewheel pada poros silinder perontok Gambar 17. Sproket Penghubung b. Rantai Sepeda Rantai ini digunakan untuk menyalurkan daya dari pedal sepeda (tenaga penggerak) ke silinder perontok. Rantai yang digunakan adalah rantai sepeda yang dijual di pasaran, karena akan memudahkan dalam perbaikan apabila rantai tersebut putus. Sepeda yang digunakan adalah sepeda gunung biasa yang menggunakan transmisi ganda. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dalam pemasangan rantai untuk sistem transmisi tenaganya tanpa melakukan modifikasi pada sproket sepedanya. Ukuran sepedanya adalah yang biasa di pasaran secara umum (ukuran sepeda dewasa). 38

B. Cara Pengoperasian 1. Pemasangan dan Pelepasan Sebelum dilakukan pengoperasian perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher), terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan untuk mempermudah pengoperasiannya baik untuk pengujian skala laboratorium maupun pengujian di lapangan. Langkah pertama yaitu pemasangan standar sepeda yang sudah dimodifikasi, dimana standar ini lebih kuat dan tidak memungkinkan sepeda bergerak maju ataupun mundur pada saat perontokkan. Langkah selanjutnya adalah pemasangan rangka perontok ke atas sepeda (bagian belakang). Pemasangan ini sama seperti pemasangan boncengan sepeda pada umumnya, yaitu diletakkan pada as sepeda bagian belakang. Rangka ini dikencangkan dengan menggunakan mur yang dimasukkan pada as sepeda. Pamasangan rangka ini belum sepenuhnya kuat sehingga diperlukan pengunci tambahan untuk menguatkannya (Gambar 19). Langkah selanjutnya adalah pemasangan kotak perontok dan silinder perontok. Kotak perontok dipasang di atas rangka perontok. Supaya kotak perontok tidak bergerak kebelakang, diberi pengunci yang di pasangkan pada pengunci sadle sehingga rangka dapat berdiri dengan kuat. Pengunci tersebut dapat diatur panjang pendeknya, yaitu menyesuaikan tinggi dari rangka sepeda tersebut. Pengunci tersebut juga sekaligus menjadi penguat rangka. Adapun gambar standar hasil modifikasi dan pengunci perontok dapat dilihat pada gambar 18 dan 19. Gambar 18. Standar sepeda hasil modifikasi 39

Gambar 19. Pengunci rangka perontok pada sepeda Langkah selanjutnya adalah pemasangan sproket penghubung. Sproket tersebut dipasang pada dudukan yang telah dirancang sedemikian hingga dapat diatur posisinya, yaitu menyesuaikan dengan posisi rantai sepeda. Langkah terakhir adalah pemasangan rantai sepeda. Rantai ini dapat dipasang dengan mudah dengan menggunakan kunci pembuka rantai. Adapun prosedur/urutan pemasangan kotak perontok pada sepeda adalah sebagai berikut: a. Pemasangan standar sepeda hasil modifikasi. b. Pemasangan rangka utama di belakang sepeda, tepatnya di atas roda sepeda bagian belakang. c. Pemasangan kotak perontok dan silinder perontok. Bagian ini dipasang di atas rangka utama yang dikencangkan dengan menggunakan mur dan baut. d. Pemasangan pengunci tambahan, yaitu yang menghubungkan antara kotak perontok dengan sepeda. e. Pemasangan sproket penghubung. f. Pemasangan rantai sepeda, yaitu yang menyalurkan daya dari kayuhan sepeda ke silinder perontok. Sedangkan prosedur/urutan dari pelepasan kotak perontok adalah sebagai berikut: a. Melepas rantai beserta sproket penghubungnya. b. Melepas kotak perontok dan silinder perontok. 40

c. Melepas pengunci tambahan dengan dilanjutkan melepas rangka utamadari sepeda. d. Langkah terakhir adalah melepas standar hasil modifikasi. 2. Pengoperasian Pengoperasian alat perontok padi hasil rancangan ini menggunakan sistem hold-on, dimana padi yang dirontokkan dipegang oleh operator pengumpan. Padi yang dirontokkan adalah padi potong bawah yang masih ada batang padinya yang digunakan untuk pegangan pada saat perontokkan. Pada saat proses perontokkan, karung tempat gabah hasil perontokkan dapat diletakkan di belakang kotak perontok, tepatnya pada jalan keluar gabah. Operator depan (pengayuh sepeda) mengayuh sepeda dengan kecepatan optimum (50-60 rpm). Cara dan posisi operator depan sama seperti jika mengayuh sepeda pada umumnya. Sedangkan posisi operator belakang (pengumpan padi) di belakang kotak perontok. Ke dua operator tersebut bisa saling bergantian, sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk merontokkan padi tidak terlalu besar. Operator pengumpan padi mengambil padi pada suatu tumpukan padi dan setelah butir-butir gabah terontok, brangkasan bisa diletakkan di tempat lain sehingga tidak akan bercampur dengan brangkasan yang masih ada gabahnya. Pada saat perontokan, padi yang sedang dirontokkan dibalik posisinya (bagian atas menjadi bawah). Hal tersebut ditujukan untuk meratakan perontokan pada setiap bagian. Adapun mekanisme posisi operator perontokan dapat dilihat pada Gambar 20. Dengan adanya pukulan dari silinder perontok, gabah hasil perontokan keluar dari jalan pengeluaran dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Pada kondisi biasa gabah akan jatuh ke terpal yang sudah disediakan. Akan tetapi, jika diinginkan gabah hasil perontokan langsung masuk ke dalam karung, maka pada jalan pengeluaran gabah dipasang karung yang diikatkan pada paku yang sudah disediakan, sehingga tidak dua kali kerja. 41

Operator depan (pengayuh sepeda) Operator belakang (pengumpan padi) Gambar 20. Posisi operator pada saat perontokan C. PENGUJIAN FUNGSIONAL Pengujian fungsional perontok padi berbasis sepeda ini dilaksanakan di bengkel Samudera Teknik Mandiri, Bogor. Pengujian yang dilakukan pertama kali adalah pengujian stasioner. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat dapat berfungsi dengan baik pada kecepatan putar silinder perontok dalam keadaan tanpa beban. Pengujian ini dilakukan pada kecepatan kayuhan sepeda normal yang menghasilkan kecepatan putar silinder perontok tanpa beban rata-rata sebesar 366.24 rpm, sedangkan dengan beban rata-rata sebesar 348.83 rpm. Pada saat pengujian stasioner ini semua komponen alat dapat berfungsi dengan baik tanpa ada kendala. Setalah pengujian stasioner selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah pengujian kinerja dari alat perontok padi ini. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas perontokan dari alat perontok padi ini serta susut perontokan yang dihasilkannya. Dari pengujian ini diperoleh kapasitas perontokan sebesar 93.48 kg/jam dengan susut perontokan 1.25%. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan prosedur pengujian yang telah ditetapkan. Sebagai perbandingan, dilakukan juga pengujian kapasitas perontokan dengan besar pengumpanan sesuai dengan genggaman padi yang 42

bisa dilakukan. Kapasitas perontokan yang diperoleh lebih rendah, yaitu 91.8 kg/jam. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jumlah padi yang diumpankan ke silinder perontok dan waktu yang diperlukan untuk merontokkan satu kali pengumpanan. Adapun perbedaan jumlah genggaman padi dapat dilihat pada Gambar 21. Pada pengujian kinerja dari alat perontok padi ini, selain diperoleh kapasitas dan susut perontokan diperoleh juga tingkat kebersihan. Besarnya tingkat kebersihan perontokan padi dengan alat perontok padi ini adalah 92.88%. Jumlah kotoran/benda asing yang ikut masuk ke dalam karung sebagian besar adalah daun padi yang sudah kering yang ikut terpotong oleh silinder perontok pada saat perontokkan. (a) (b) Gambar 21. Perbedaan jumlah genggaman pada pengumpanan sesuai prosedur (a) dan sesuai genggaman normal (b) Padi hasil perontokkan keluar dari jalan keluar gabah yang telah ditentukan, yaitu di bagian belakang kotak perontok. Gabah hasil perontokkan bisa langsung dimasukkan ke dalam karung, sehingga lebih praktis. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengurangi susut perontokkan yang terjadi. Posisi operator pengumpan dan pemasangan karung tempat gabah hasil perontokkan dapat dilihat pada Gambar 22. Pada saat pengujian kinerja ini ditemui beberapa kendala yang berkaitan dengan sistem transmisi. Pada saat pengujian kapasitas perontokkan, tepatnya saat silinder perontok diberikan beban (padi) yang terlalu besar, rantai yang menghubungkan antara sproket penghubung dan silinder perontok lepas dari sproketnya. Rantai tersebut dapat lepas karena dudukan sproket penghubung bergerak ke arah samping yang mengakibatkan 43

sproket penghubung tidak lurus dengan freewheel pada silinder perotok. Akibatnya perontokan terhenti dengan memasang kembali rantai pada sproketnya. Namun hal tersebut dapat segera diatasi dengan mengatur kembali posisi dudukan sproket penghubung dengan mengendorkan dan mengencangkan baut pengencangnya. Operator pengumpan padi Karung gabah hasil perontokan Gambar 22. Posisi operator pengumpan dan pemasangan karung Sproket penghubung Rantai yang lepas dari sproketnya Gambar 23. Rantai pengubung yang lepas dari sproketnya 44

Karena beban yang diberikan oleh silinder perontok berubah-ubah, lepasnya rantai dari sproket mungkin akan sering terjadi. Apalagi pada saat operator depan (pengayuh sepeda) memberikan kejutan pada kayuhannya. Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan sproket pengunci yang dipasang diantara sproket penghubung dan freewheel pada silinder perontok sehingga apabila terjadi bebean yang terlalu besar, rantai tidak akan terlalu tegang dan kemungkinan kecil lepas dari sproketnya. D. PENGUJIAN LAPANGAN Pengujian lapangan perontok padi hasil rancangan ini dilaksanakan di Desa Sawah dan kawasan Batulung, Bogor. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah perontok padi ini dapat beroperasi dengan baik di lahan atau tidak. Selain itu, pengujian ini melibatkan petani setempat yaitu dengan meminjamkan perontok padi ini untuk merontokkan padinya. Sehingga nantinya akan diperoleh pendapat dan masukan setelah merontokkan padi dengan menggunakan perontok padi hasil rancangan. Pengujian yang pertama dilakukan adalah pengujian mobilitas alat. Pengujian ini dilakukan di luar lahan maupun di dalam lahan. Pengujian di luar lahan yaitu mobilitas perontok padi dari rumah sampai ke sawah. Mobilitas ini dipermudah dengan adanya sepeda. Pada saat dikendarai, beban yang digunakan untuk mengayuh sepeda sepeti apabila mengendarai sepeda dengan memboncengkan satu orang. Pada saat proses mobilisasi alat dari rumah ke lahan, rantai yang menghubungkan antara sproket penghubung dan freewheel pada silinder perontok dilepas, sehingga kayuhan sepeda tetap normal. Sedangkan pengujian di dalam lahan, dilakukan mobilisasi alat perontok ke dalam lahan (sawah). Mobilisasi ini juga dipermudah dengan adanya sepeda. Alat perontok ini dibawa ke dalam lahan melalui pematang sawah. Jika kondisi tanah memungkinkan (kering), mobilisasi juga bisa dilewatkan ke tengah sawah. Adapun gambar mobilisasi alat perontok padi di luar dan di dalam lahan dapat dilihat pada Gambar 24. Setelah pengujian mobilitas alat selesai dilakukan, baik di luar atau di dalam lahan, perontok padi ini dioperasikan di dalam lahan seperti halnya pada saat pengujian fungsional. Hasil dari pengujian ini adalah tidak jauh 45

berbeda dengan pada saat pengujian fungsional. Semua komponen berfungsi sebagaimana mestinya. Akan tetapi, karena pada saat pengujian di kawasan Batulung kondisi tanah sawah sedang berlumpur sehingga diperlukan papan tambahan agar sepeda tidak masuk ke dalam lumpur. Setelah alat perontok padi bekerja normal, langkah selanjutnya adalah meminjamkan alat perontok padi ini ke petani setempat. Pada awalnya petani masih sedikit kesulitan dalam hal pengumpanan padi ke kotak perontok. Akan tetapi setelah beberapa waktu mengoperasikan alat perontok padi ini, petani sudah lancar dalam mengoperasikannya. Kesulitan petani dalam mengoperasikan alat perontok padi ini dikarenakan kebiasaan petani menggunakan metode gebot dalam merontokkan padinya. Selain itu, adanya rasa takut dari dalam diri pentani akan teknologi yang diperkenalkan untuk mengganti metode tradisional yang sebenarnya kurang efektif. (a) (b) (c) Gambar 24. Mobilitas perontok padi hasil rancangan di dalam lahan melalui pematang sawah (a) dan di dalam lahan (b), serta di luar lahan (c) Dari hasil pengujian lapangan ini diperoleh beberapa pendapat dari petani, antara lain adalah sebagai berikut: 46

1. Alat perontok padi hasil rancangan (O-Belt Thresher) cukup mudah untuk dioperasikan oleh petani serta mudah dipindah tempatkan. 2. Gabah hasil perontokan jauh lebih bersih bila dibandingkan dengan metode gebot, sehingga bisa langsung dimasukkan ke dalam karung. 3. Tenaga yang dibutuhkan untuk merontokkan padi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan metode gebot. Sedangkan saran yang diberikan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Lubang pemasukan padi sebaiknya diperbesar. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses pengumpanan padi. 2. Jarak antara lubang pemasukan ke tanah sebaiknya dibuat lebih rendah. Gambar 25. Penempatan O-Belt Thresher pada saat di lahan Gambar 26. Perontokan padi dengan O-Belt Thresher yang dilakukan oleh petani 47

E. ANALISA EKONOMI ALAT 1. Biaya Perontokan Padi Secara Tradisional Secara tradisional, proses peontokan padi dapat dilakukan dengan cara membanting/gebot, dimana padi dipukul-pukulkan ke sebuah papan kayu atau benda keras lainnya sehingga gabah bisa terlepas dari malainya. Hal ini biasanya dilakukan oleh tenaga buruh. Jumlah gabah yang dirontokkannya tergantung pada total produksi padi yang dipanen. Setiap hektar rata-rata dapat memproduksi padi sebesar 4.5 ton sampai 5 ton. Apabila diasumsikan papan gebot Rp15000, bunga modal 12%, harga akhir Rp1000, dan umur ekonomis papan gebot 3 tahun, maka besarnya biaya tetap dan biaya tidak tetap masing-masing adalah Rp5866/tahun dan Rp235074/tahun. Apabila kapasitas perontokan dengan menggunakan metode gebot 41,8 kg/jam (Setyono dan Suparyono, 1993), maka besarnya biaya pokok yang dibutuhkan untuk merontokkan padi dengan menggunakan metode gebot adalah sebesar Rp76,37/kg. 2. Biaya Perontokan Padi dengan Menggunakan Perontok Padi Konvensional Biaya yang diperlukan untuk merontokkan padi dengan menggunakan perontok padi konvensionalmelipuri biaya tetap dan biaya tidak tetap serta biaya investasi alat. Biaya investasi yang diperlukan untuk pembelian perontok padi ini sebesar Rp1500000, sedangkan biaya tetap dan biaya tidak tetap dapat dilihat pada lampiran 4, dimana harga akhir alat diasumsikan sebesar Rp330000 dan bunga modal 12%. Perontok padi konvensional ini mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Besarnya biaya tetap dan biaya tidak tetap masing-masing adalah Rp342000/tahun dan Rp2446200/tahun. Biaya tetap perontok tidak dipengaruhi besarnya luas hamparan yang dipanen, sedangkan biaya tidak tetap dipengaruhi oleh besarnya hamparan yang dipanen. Kapasitas perontokan perontok diasumsikan 100 kg gabah/jam, Dengan demikian besarnya biaya tidak tetap gabah adalah Rp90.6/kg atau Rp90600/ton atau Rp453000/hektar. Besarnya biaya pokok yang 48

dibutuhkan untuk merontokan padi dengan perontok padi konvensional sebesar Rp103/kg. 3. Biaya Perontokan Padi dengan Menggunakan Perontok Padi Hasil Rancangan Biaya yang diperlukan untuk merontokkan padi dengan menggunakan alat perontok padi hasil rancangan melipuri biaya tetap dan biaya tidak tetap serta biaya investasi alat. Biaya investasi yang diperlukan untuk pembelian perontok padi ini tanpa sepeda yaitu sebesar Rp1200000, sedangkan biaya tetap dan biaya tidak tetap dapat dilihat pada lampiran 4, dimana harga akhir alat diasumsikan sebesar Rp90000 dan bunga modal 12%. Alat perontok padi yang dirancang mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Besarnya biaya tetap dan biaya tidak tetap masing-masing adalah Rp308400/tahun dan Rp2236228/tahun. Biaya tetap alat tidak dipengaruhi besarnya luas hamparan yang dipanen, sedangkan biaya tidak tetap dipengaruhi oleh besarnya hamparan yang dipanen. Berdasarkan hasil pengujian alat dapat ditunjukkan bahwa kapasitas perontokan rata-rata sebesar 93.48 kg gabah/jam. Dengan demikian besarnya biaya tidak tetap per kilogram gabah adalah Rp88,6 atau Rp88600/ton atau Rp443000/hektar. Besarnya biaya pokok yang dibutuhkan untuk merontokan padi dengan O-Belt Thresher adalah sebesar Rp101/kg. Nilai ini lebih kecil bila dibandingkan dengan perontokan dengan menggunakan perontok padi konvensional. Selain dari segi biaya perontokan, perontok padi hasil rancangan ini memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan bila dibandingkan dengan perontok padi konvensional. Adapun keunggulan dan kekurangan dari perontok padi tipe pedal yang ringan dan mobile hasil rancangan dengan perontok padi konvensional dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: 49

Tabel 4. Perbandingan Perontok Padi Tipe Pedal Hasil Rancangan dengan Perontok Padi Konvensional Variabel Keunggulan Kekurangan Perontok Padi Hasil Rancangan (O-Belt Thresher) - Mobilitas tinggi (dengan 1 operator) - Bobot lebih ringan (14.5 kg) - Susut perontokan lebih rendah (1.25%) - Biaya pokok perontokan lebih rendah (Rp 101/kg) - Mudah dipasang dan dilepas - Mudah dioperasikan - Mudah dalam perawatan dan perbaikan - Mudah dalam penyimpanan - Komponen/suku cadang mudah diperoleh - Lebih praktis karena hasil perontokan bisa langsung dimasukkan ke dalam karung - Penggunaan tenaga manusia tinggi (operator 2 orang) - Hanya bisa menggunakan sepeda gunung transmisi ganda Perontok Padi Konvensional - Penggunaan tenaga manusia rendah (operator 1 orang) - Mobilitas rendah (dengan 2 operator) - Akses perontok ke lahan susah - Bobot lebih berat (55 kg) - Susut perontokan lebih tinggi (4.12%, Tjahjoutomo) - Biaya perontokan lebih tinggi (Rp 103/kg) 50

Tabel 4. lanjutan Variabel Kekurangan Perontok Padi Hasil Rancangan (O-Belt Thresher) Perontok Padi Konvensional - Membutuhkan ruang yang lebih besar untuk penyimpanan - Kurang praktis karena hasil perontokan tidak langsung dimasukkan ke dalam karung 51