DESKRIPSI SENDRATARI KOLOSAL BIMA SWARGA Oleh : I Gede Oka Surya Negara, SST.,M.Sn. JURUSAN SENI TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2009
KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa maka skrip Sendratari Bima Swarga dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Sendratari ini digarap dalam rangkaian Pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 31 tahun 2009. Didalam mewujudkan garapan tari ini, sudah tentu banyak diperoleh bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini, disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Rai, S MA selaku Rektor ISI Denpasar, atas ijin dan tugas yang diberikan sehingga garapan ini bisa berjalan dengan lancar. 2. Bapak Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, atas kepercayaan yang diberikan untuk menata Sendratari Kolosal Bima Swarga. 3. Para pendukung tari dan tabuh atas tanggung jawabnya dengan penuh disiplin di dalam mengikuti latihan-latihan, sampai kepada pementasan berlangsung dengan lancar. Akhirnya, deskrip karya ini dipersembahkan semoga ada manfaatnya. Denpasar, Juni 2009 Penata
PENDAHULUAN Latar Belakang Garapan: Pesta Kesenian Bali (PKB) adalah sebuah peristiwa budaya yang didalamnya terdapat berbagai aktivitas seni dan budaya yang dikemas kedalam berbagai bentuk seni pertunjukan dan seni rupa. Sejak pertama digelar Pesta Kesenian Bali hingga memasuki tahun yang ke 31, berbagai perkembangan dan pembaharuan telah dilakukan oleh para seniman. PKB sebagai peristiwa seni dan budaya, sejak awal telah dirancang sebagai ajang kompetisi seni budaya Bali. Dampak kompetisi seni sangat dirasa manfaatnya oleh Pemprov Bali yaitu penggalian, pelestarian dan pembinaan kesenian. Begitu pula nilai positif yang diperoleh oleh seniman pelaku, seperti peningkatan kreativitas, merekontruksi, merevitalisasi dan inovasi kesenian. Salah satu aktivitas kreatif para seniman Bali untuk ikut berpartisipasi dalam Pembukaan PKB adalah menciptakan Seni Drama dan Tari (Sendratari). Penggarapan Sendratari Bima Swarga dilakukan melalui penyatuan konsep antara penggarap tari, pedalangan, dan karawitan. Setelah dilakukan kesepakatan ide, konsep, dan bentuk garapan, selanjutnya masing-masing penata melakukan penggarapan secara sektoral. Kerja sektoral ini dilakukan dengan tetap mengacu pada konsep dan bentuk yang telah disepakati bersama. Untuk garapan tari, geraknya masih berpijak pada gerak-gerak tradisi, meskipun kemudian gerak-gerak tradisi tersebut banyak yang dikembangkan dan dikreasikan. Pada tokoh-tokoh dan figur tertentu gerak lebih terbuka terhadap pembaharuan, dikarenakan tuntutan karakter dan adegan yang diperlukan. Setelah garapan karawitan terbentuk, meskipun masih kasar, selanjutnya digabungkan dengan garap gerak tari. Dalam penggabungan ini ada penyesuaian antara garap tari dan musik, karena dalam garap tari, hampir seluruh drama/dialog dilakukan dengan gerak tari, sehingga penggarapan musik tidak bisa berimprofisasi dalam adeganadegan tertentu, begitu pula pada dialog dalang yang telah dibakukan. Setelah garapan tari, karawitan dan pedalangan terbentuk dengan pasti, barulah dimasukkan pengolahan tembang dan narasi.
Sinopsis Dikisahkan Dewi Kunti berniat mengadakan upacara Dewa Yadnya, namun karena ada Pandu dan Dewi Madri yang belum diupacarai, maka Kunti meminta anaknya (Panca Pandawa) untuk menjemput roh Pandu dan Dewi Madri ke Yamaloka. Panca Pandawa saling berdebat, siapa yang bersedia pergi menjemput ayah dan ibunya. Akhirnya Sang Bima bersedia pergi. Dengan kekuatan dan kemampuan Angkus Perananya, Dewi Kuti, Yudistira, Arjuna, Nakula dan Sahadewa dimasukkan kedalam tubuhnya. Lalu berangkatlah Bima. Di Yamaloka, pasukan Cikrabala mempersiapkan pengadilan para roh. Bima yang baru tiba ikut diadili. Keributan pun terjadi. Cikrabala yang dikalahkan oleh Bima lalu melapor kepada Bhatara Yama. Terjadilah perkelahian, dan Bhatara Yama dapat dikalahkan. Karena kekalahan Bhatara Yama, Bima akhirnya diijinkan mencari roh orang tuanya di kawah. Bima mengobok-obok kawah Candra Dimuka. Semua roh dinaikkan, karena dia tidak menemukan orang tuanya. Bhatara Yama kembali menegur Bima dan membantu menemukan roh orang tuanya. Dihadapan Bima terhampar dua gumpalan roh. Bima dengan kemampuan Angkus Perananya, mengeluarkan Dewi Kunti dan saudaranya dari dalam tubuhnya. Dewi Kunti meminta kepada ank-anaknya untuk menghaturkan sembah guna membentuk kembali tubuh Pandu dan Madri. Awalnya Bima tak mau menyembah, namun Nakula membohongi Bima dengan mengatakan panjang jarinya tidak sama. Bima mengatupkan kedua tangannya, tanpa sadar telah melakukan sembah. Maka terbentuklah tubuh Pandu dan Madri, namun belum dapat bicara. Kembali Kunti mengutus Bima mencari Tirta Maha Pawitra kepada Bhatara Bhayu. Kehadiran Bima yang mendadak membuat Bhatara Bhayu marah dan lalu membunuh Bima. Sampai tiga kali Bima dibunuh, tetapi hidup kembali. Bhatara Bhayu akhirnya mengijinkan Bima mengambil Tirta Maha Pawitra yang dijaga oleh Naga Antaboga. Terjadi lagi perkelahian di dalam laut antara Naga dan Bima. Gelombang air laut menjadi kacau, kadang menghantam tubuh Bima dan Naga yang sedang berperang. Akhirnya Naga Antaboga dapat ditaklukkan, dan Tirta Maha Pawitra dapat diraihnya.
Selanjutnya. akhir pementasan ini bukan saja menjadi tontonan, tapi juga menyampaikan tuntunan/pesan untuk dijadikan sebuah cerminan bagi seorang anak yang berbakti kepada orang tua (Suputra). Pada pementasan garapan Bima Swarga ini dibagi dalam beberapa babak, masingmasing babak terdiri atas beberapa adegan, yaitu: Babak I Babak II : : - Adegan para Prajurut. - Adegan para Dayang. - Adegan Panca Pandawa ( Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa). - Dewi Kunti diiringi 2 dayang. - Adegan Paruman (rapat): Dewi Kunti hendak melaksanakan Upacara Dewa Yadnya, namun karena ada Pandu dan Dewi Madri yang belum diupacarai, maka Kunti meminta anaknya untuk menjemput roh Pandu dan Dewi Madri ke Yama Loka. Panca Pandawa saling mendebat tentang siapa yang mesti pergi menjemput ayah dan ibunya. Akhirnya Bima bersedia pergi. Dengan kemampuan Angkus Prana, Bima memasukkan Dewi Kunti dan ke empat saudaranya kedalam tubuhnya. Lalu berangkatlah Bima ke Yama Loka. Di Yamaloka, Pasukan Cikrabala mempersiapkan pengadilan. - Adegan para roh diadili satu persatu. - Bima yang baru tiba di Yama Loka ikut diadili. - Terjadi keributan, Cikrabala dan Bhatara Yama dapat dikalahkan oleh Bima. - Dengan seijin Bhatara Yama, Bima mencari roh kedua orang tuanya di kawah Candra Dimuka. - Karena tidak menemukannya, roh-roh semua dinaikkan. - Akhirnya Bhatara Yama ikut membantu Bima. Babak III : - Dihadapan Bima terhampar dua gumpalan roh. - Bima dengan Angkus Prananya mengeluarkan Ibu dan saudaranya dari dalam tubuhnya. - Ibu Kunti meminta anaknya menghaturkan sembah kepada dua gumpalan roh, guna membentuk kembali tubuh Pandu dan Madri. - Awalnya Bima tidak mau menyembah, namun Nakula membohongi Bima dengan mengatakan panjang jarinya tidak sama. - Dengan mengatupkan kedua tangannya, tanpa sadar Bima telah melakukan sembah. - Terbentuklah tubuh Pandu dan Madri, namun belum dapat bicara. - Kembali Kunti meminta Bima mencari Tirta Maha Pawitra kepada
Bhatara Bhayu. Bima berangkat ke tengah laut. - Kehadiran Bima yang mendadak, membuat Bhatara Bhayu marah. - Bima dibunuh sampai tiga kali, tetapi hidup kembali. - Bhatara Bhayu akhirnya mengijinkan Bima mengambil Tirta Pawitra yang dijaga oleh Naga Antaboga. - Perang di tengah laut antara Bima dan Naga. - Akhirnya Naga Antaboga dapat ditaklukkan dan Tirta Pawitra dapat diraihnya (ending).
ADEGAN, POLA LANTAI, DAN SUASANA