BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN I.1

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

BAB I PENDAHULUAN I.1.

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Trenggalek didominasi oleh morfologi positif dimana morfologi ini

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. bagian tepi lempeng Eurasia. Batas lempeng ini merupakan tempat bertemunya tiga

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Pulau Jawa yang sebagian besar

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan emas selain digunakan sebagai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH KETENONG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PINANG BERLAPIS, KABUPATEN LEBONG, BENGKULU TUGAS AKHIR A

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Provinsi Sulawesi Barat terletak di bagian barat Pulau Sulawesi dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

MINERALISASI BIJIH BESI DI KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum gunung api pasifik (ring of fire) yang diakibatkan oleh zona subduksi aktif yang memanjang dari ujung utara Sumatera, menuju ke timur dan selatan di Jawa, hingga laut Banda dan kemudian mengarah ke utara, ke bagian timur dan utara pulau Sulawesi. Aktivitas vulkanisme yang tinggi di kawasan ini menyebabkan tingginya aktivitas mineralisasi, beberapa diantaranya adalah mineralisasi bijih yang ekonomis. Salah satu tipe endapan atau mineralisasi yang dapat terbentuk di zona ini adalah tipe endapan epitermal. Endapan epitermal merupakan endapan hasil dari aktivitas fluida hidrotermal pada kedalaman dangkal ( 1 2 km) dengan suhu yang rendah (antara < 150 o C hingga 300 o C) (White & Hedenquist, 1995). Salah satu produk dari endapan epitermal ini yang bersifat ekonomis dan menjadi sasaran pertama dalam eksplorasi adalah endapan emas. Emas merupakan logam mulia yang memiliki nilai sangat tinggi karena keterdapatannya yang langka, mudah ditempa, tahan terhadap korosi dan memiliki warna dan kilap yang indah (Kirkemo et al., 2001). Salah satu endapan epitermal yang menjadi target eksplorasi saat ini adalah tipe sulfidasi tinggi. Pada endapan epitermal sulfidasi tinggi emas dibawa langsung oleh fluida magmatik yang bersifat asam, yang kemudian bereaksi dengan batuan disampingnya dan membentuk zona alterasi & mineralisasi. Kondisi geologi berperan penting dalam mengontrol alterasi & mineralisasi yang 1

terjadi. Contoh seperti struktur geologi yang berperan menentukan orientasi, bentuk dan distribusi mineral. Sedangkan batuan asal berperan dalam jenis mineral bijih dan alterasi yang terbentuk. (Hedenquist et al., 2000). Seruyung merupakan salah satu daerah endapan emas dengan tipe epitermal sulfidasi tinggi (Angeles, 2012). Seruyung terletak di bukit terisolir bernama Seruyung yang dikelilingi oleh dataran rawa aluvial. Seruyung terletak 32 km di sebelah barat pantai timur Kalimantan dan 4 km sebelah selatan dari sungai Sebuku. Saat ini Seruyung merupakan daerah IUP produksi dari anak perusahaan J Resources Nusantara Tbk yaitu PT Sago Prima Pratama (Sitorus et al., 2013). Penelitian yang lebih rinci mengenai karakteristik endapan pada prospek tersebut masih diperlukan, salah satunya adalah pemetaan permukaan secara detil. Pemetaan detil terutama diperlukan untuk mengontrol kadar emas yang akan ditambang didalam proses eksploitasi. Daerah penelitian yang dilakukan penulis memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai pemetaan detil, dengan luas 540m x 385m dan skala peta 1 : 1500. Berdasarkan kajian pustaka dan data dari perusahaan sebelumnya, pemetaan detil di pit Seruyung belum pernah dilakukan. Sehingga penelitian yang penulis lakukan diharapkan mampu melengkapi pengetahuan mengenai karakteristik alterasi dan mineralisasi bijih, serta sebagai acuan dalam proses produksi tambang emas selanjutnya. I.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian (Gambar 1.1) secara administratif termasuk ke dalam Desa Pambeliangan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan 2

Utara. Daerah tersebut merupakan area IUP Produksi milik PT. Sago Prima Pratama, anak perusahaan dari PT. J Resources Nusantara Tbk. Secara kesampaian daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan jalur udara dari Yogyakarta Balikpapan Tarakan yang ditempuh dalam waktu 3 jam. Kemudian dari Tarakan menuju site hanya dapat dicapai melalui jalur air, kurang lebih 1 jam perjalanan menggunakan speedboat dari Nunukan atau 3 jam dari Tarakan, dari lokasi staging sampai site dapat ditempuh dengan kendaraan selama 15 menit. Koordinat UTM (WGS 84) dari prospek ini adalah 50N 526880E dan 432100N. Luas daerah penelitian penulis memiliki ukuran 540m x 385 m yang terletak di pit pada pusat bukit Seruyung. Berikut merupakan letak lokasi penelitian beserta areal IUP Seruyung. 3

Gambar 1.1. Letak lokasi penelitian pada IUP produksi Seruyung. 4

I.3 Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah hubungan antara kondisi geologi dengan alterasi dan mineralisasi mineral bijih yang terbentuk pada daerah penelitian. 2. Bagaimanakah tipe dan distribusi dari zona alterasi dan mineralisasi bijih beserta asosiasi himpunan mineralnya dari daerah penelitian. 3. Bagaimanakah genesa pembentukan endapan epitermal sulfidasi tinggi di daerah penelitian. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan hubungan kondisi geologi baik litologi maupun struktur geologi, dalam mengontrol proses alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih di daerah penelitian. 2. Mengetahui tipe dan distribusi zona alterasi dan mineralisasi bijih beserta asosiasi himpunan mineralnya di daerah penelitian. 3. Menginterpretasi genesa pembentukan endapan epitermal sulfidasi tinggi di daerah penelitian. I.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terbagi menjadi 2, yaitu manfaat dari segi ilmu pengetahuan dan manfaat untuk aplikasi. Manfaat dari segi ilmu pengetahuan Dapat memahami hubungan antara kondisi geologi, alterasi dan mineralisasi di daerah penelitian serta menentukan tipe endapan emas serta potensinya. 5

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk daerah yang memiliki kondisi geologi yang serupa. Manfaat untuk aplikasi Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan tahapan eksplorasi dan eksploitasi selanjutnya. I.6 Ruang Lingkup Secara umum ruang lingkup pada penelitian ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup penelitian. I.6.1 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah penelitian terdapat di pit Seruyung, Desa Pambeliangan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Utara. Lokasi berada pada Peta Geologi Regional lembar Tarakan & Sebatik tahun 1995. I.6.2 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian berupa pemetaan geologi lokal dan pemetaan zonasi alterasi di daerah penelitian. Peta yang dihasilkan adalah peta berskala 1 : 1500 dengan luas daerah penelitian 540m x 385m. Didasari oleh analisis karakteristik mineralisasi dan paragenesa mineral, geokimia batuan dan geokimia bijih pada endapan bijih tersebut. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui kombinasi data lapangan, data sekunder serta data laboratorium. 6

I.7 Peneliti Terdahulu dan Keaslian Penelitian Kondisi geologi dan prospek daerah Seruyung, Kalimantan Utara telah diteliti oleh sejumlah kegiatan penelitian dan eksplorasi sumber daya mineral oleh beberapa peneliti. Penulis melakukan kajian terhadap peneliti peneliti terdahulu agar mendapatkan gambaran awal mengenai daerah penelitian dan menghindari adanya duplikasi penelelitian. Peneliti peneliti terdahulu tersebut diantaranya adalah : 1. Van Bemmelen (1949) Van Bemmelen (1949) dalam penelitiannya mengenai geologi regional Kalimantan salah satunya mencakup mengenai bagian timur laut Kalimantan, dimana lokasi penelitian terletak. Daerah ini merupakan suatu sinklin yang luas yang menunjam ke arah tenggara. Struktur geologi pada kawasan ini dicirikan oleh lipatan dengan orientasi NW SE dan sesar berarah NE-SW. Semakin ke arah utara cekungan deformasi struktur menjadi semakin kompleks. Pembentukan struktur tersebut diperkirakan akibat dari penunjaman lempeng samudera Sulu dibawah akresi lempeng benua Kalimantan bagian utara, penunjaman tersebut juga menyebabkan terjadinya ekstrusi batuan vulkanik Neogen di kawasan tersebut. 2. S. Hidayat, Amiruddin dan D. Satrianas (1995). Secara umum membahas mengenai kondisi geologi regional Kalimantan Utara secara sistematik. Peta geologi pada daerah ini diterbitkan sebagai peta geologi regional lembar Tarakan dan Sebatik dengan skala 1:250.000 yang memuat 7

formasi batuan beserta anggota formasinya dan urutan dari formasi tersebut berdasarkan umur pembentukannya. 3. Prasetyo dan Umbal (2009) Prasetyo dan Umbal (2009) di dalam laporan yang berjudul Preeliminary proposed scout drilling programme for Seruyung Prospect telah meneliti mengenai urut urutan stratigrafi yang terdapat di prospek Seruyung. Pada umumnya daerah tersebut didominasi oleh perlapisan tuf dan lapilli tuf andesitik dengan kemiringan yang landai dan kontak gradasional. Batuan dasarnya berupa lava andesit porfiritik. Breksi hidrotermal terbentuk kemudian akibat aktivitas alterasi dengan batuan induk berupa tuff. Selain itu ditemukan pula intrusi andesit porfiritik yang berumur kuarter. Bagian termuda dari stratigrafi pada daerah ini adalah endapan koluvium yang tidak terkonsolidasi. 4. Angeles, C.A (2012) Angeles pada tahun 2012 menulis laporan evaluasi untuk PT J Resources Nusantara yang berjudul Evaluation Report of J Resources Ltd's Seruyung Project, East Kalimantan, Indonesia. Laporan tersebut membahas mengenai kondisi geologi dan prospek emas di daerah Seruyung. Litologi yang mendasari prospek Seruyung umumnya adalah batuan vulkaniklastik andesitik dari tuff kristal litik dan di intrusi oleh magma andesit porfiritik. Sistemnya berupa endapan epitermal sulfidasi tinggi dengan karakteristik silika vuggy berada di pusat dari lensa breksi hidrotermal yang dikontrol oleh struktur. Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa terdapat 3 hal yang mengontrol terjadinya mineralisasi bijih di prospek tersebut, (1) kontrol struktur, dengan bukti tren mineralisasi yang 8

tidak mengikuti litologi, (2) kontrol litologi, dimana breksi hidrotermal dan vuggy silica lebih sering terbentuk pada litologi tuf, (3) kontrol elevasi, dimana mineralisasi lebih luas di elevasi bagian atas. 5. M. Sitorus, D. Kristanto, S. Marlisa dan H. Rijadi (2013) Sitorus et. al. (2013) telah merangkum dan membahas mengenai sejarah eksplorasi dan prospek dari prospek Seruyung di dalam laporan perusahaan yang berjudul Seruyung Gold Exploration Project Report, PT Sago Prima Pratama. Laporan ini menjelaskan mengenai kondisi geologi daerah Seruyung, alterasi, mineralisasi, karakteristik endapan, struktur geologi, analisis geofisika, model endapan dan estimasi sumber daya yang rata-rata sebesar 10.3 Mt @ 1.3g/t Au untuk total 420.000 ons emas. Dalam laporan ini dilampirkan pula data hasil pemboran eksplorasi perusahaan sebelumnya, hasil analisis uji kolom, hasil analisis assay emas dan hasil pengujian asam terkait isu lingkungan. Pengkajian peneliti terdahulu ini bertujuan untuk mengetahui gambaran awal mengenai kondisi geologi daerah penelitian. Hubungan dari penelitian penulis lakukan dengan peneliti terdahulu adalah pendekatan metode yang digunakan dalam melakukan pengamatan pada singkapan batuan di permukaan dan analisis laboratorium. Perbedaan dari peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah fokus dan luasan daerah dari penelitian penulis. Luas daerah pemetaan yang dilakukan penulis adalah 540 X 385 m dengan skala 1:1500. Dalam penelitian ini penulis fokus pada proses alterasi dan mineralisasi bijih yang terjadi di pit Seruyung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kombinasi data pengamatan langsung di lapangan dan data hasil analisis laboratorium. Analisis 9

laboratorium meliputi analisis petrografi (sayatan tipis), analisis mikroskopi bijih (sayatan poles), dan analisis data XRD (X-ray Diffraction) Analysis. 10