Laporan Praktikum Teknik Kimia I Sedimentasi

dokumen-dokumen yang mirip
PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Aplikasi Backfill di PT Antam Tbk UBPE Pongkor

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1. 2 Tujuan Percobaan

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA SOLID-LIQUID MIXING

Laporan Khusus Laboratorium Opersi Teknik Kimia I SEDIMENTASI. Disusun oleh: ZAKIATUL FITRI

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KIMIA IV DINAMIKA PROSES PADA SISTEM PENGOSONGAN TANGKI. Disusun Oleh : Zeffa Aprilasani NIM :

MODUL 1.06 SEDIMENTASI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK

PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB I DISTILASI BATCH

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA FILTRASI (FIL)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

ACARA III VISKOSITAS ZAT CAIR

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN

VISKOSITAS CAIRAN. Selasa, 13 Mei Raisa Soraya* ( ), Siti Masitoh, M.Ikhwan Fillah. Jurusan Pendidikan Imu Pengetahuan Alam

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

PENENTUAN BERAT MOLEKUL MELALUI METODE PENURUNAN TITIK BEKU (CRYOSCOPIC)

LAMPIRAN 0,5 M 0,75 M 1 M 30 0,6120 % 1,4688 % 5,0490 % 45 2,2185 % 4,7838 % 2,9197 % 60 1,1016 % 0,7344 % 3,3666 %

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

KONTRAK PERKULIAHAN. Dosen Pengasuh : Yuli Darni, S.T., M.T.

KAJIAN EKSPERIMENTAL KECEPATAN PEMISAHAN (VELOCITY CREAMING) BIODIESEL/GLISERIN TERHADAP KONSENTRASI TETESAN (DROPLET CONCENTRATION)

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

PENGARUH PERBANDINGAN KOAGULAN BIJI KELOR DAN ALUMINIUM SULFAT PADA PROSES PENJERNIHAN AIR SUNGAI

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step)

VISKOSITAS DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN PRAKATA DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRACT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I VISKOSITAS CAIRAN BERBAGAI LARUTAN

BAB III DESKRIPSI ALAT DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS KIMIA ORGANIK

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

EKSTRAKSI BAHAN NABATI (EKS)

ANALISIS PROFIL ALIRAN FLUIDA MELEWATI SUSUNAN SILINDER SEJAJAR

Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. KENAIKAN TITIK DIDIH DAN PENURUNAN TITIK BEKU

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Prinsip Pengukuran tegangan permukaan berdasarkan metode berat tetes

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA. Tegangan Permukaan. Disusun oleh: Wawan Gunawan

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

LAPORAN SKRIPSI MODEL PERSAMAAN KECEPATAN SEDIMENTASI PADA KONDISI HINDERED SETTLING

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA FISIK II. VISKOSITAS CAIRAN Selasa, 08 April 2014

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INDUSTRI PENGOLAHAN BATUBARA

yang lain.. Kekentalan atau viskositas dapat dibayangkan sebagai peristiwa gesekan

Laporan Praktikum Kimia Laju Reaksi

P E T A K O N S E P. Zat dan Wujudnya. Massa Jenis Zat Wujud Zat Partikel Zat. Perubahan Wujud Zat Susunan dan Gerak Partikel Zat

VISKOSITAS CAIRAN. Nurul Mu nisah Awaliyah, Putri Dewi M.F, Ipa Ida Rosita. Pendidikan Kimia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

Sifat Koligatif Larutan

ANALISIS HIDROMETER ASTM D (98)

MAKALAH SEMINAR PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2012/2013 ACARA D-4 HETP. (High Equivalent of Theoritical Plate)

BERAT JENIS ZAT CAIR DAN ZAT PADAT

BAB FLUIDA A. 150 N.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I DIAGRAM TERNER (SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

MODUL II VISKOSITAS. Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN TIMBAL BALIK SISTEM BINER FENOL AIR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. mol NaCl

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sedimentasi merupakan proses pemisahan larutan suspensi menjadi fluid jernih (supernatant) dan slurry yang mengandung padatan jauh lebih tinggi.larutan suspensi terdiri dari campuran fase cair dan fase padat yang berssifat settleable (dapat diendapkan karena perbedaan densitas antara keduanya). Proses sedimentasi dapat dilakukan secara batch dan continue. Proses batch sering digunakan dalam proses komersil dengan mempertimbangkan kecepatan pengendapan terminal dari partikel-partikelnya. Proses pengendapan terbagi menjadi dua bagian, yaitu slurry dan supernatant. Slurry adalah bagian dengan konsentrasi partikel terbesar dan supernatant adalah cairan yang bening. Dalam percobaan sedimentasi terdapat prosedur dalam percobaannya yaitu pertama membuat slurry, mencampur tepung tapioka dan air dengan konsentrasi yag teah ditentukan. Aduk larutan sampai homogen, masukkan dalam gelas ukur sampai volumenya mencapai 500 ml. Catat tinggi permukaan slurry dan tinggi air setiap selang waktuyang telah ditentukan. Hingga tercapai tinggi permukaan slurry atau endapan yang konstan. Kemudian catat pula tinggi slurry setelah selang waktu yang sudah di tentukan hingga terjadi critical setling point. Kemudian buat grafik hubungan antara tinggi permukaan dengan waktu. Adapun tujuan dalam percobaan kali ini yaitu pertama, untuk menentukan laju pengendapan slurry per satuan waktu. Kedua, untuk merancang continous thickener berdasarkan data hasil percobaan yang telah diperoleh. Ketiga, untuk membuat grafik hubungan antara laju pengendapan slurry terhadap konsentrasi larutan. I.2. Tujuan Percobaan Page 1

1. Untuk menentukan laju pengendapan slurry per satuan waktu. 2. Untuk merancang continous thickener berdasarkan data hasil percobaan yang telah diperoleh. 3. Untuk membuat grafik hubungan antara laju pengendapan slurry terhadap konsentrasi larutan. I.3. Manfaat Percobaan 1. Agar praktikan dapat mengetahui konsep sedimentasi. 2. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi. 3. Agar praktikan dapat mengetahui hukum-hukum yang mempengaruhi proses sedimentasi. Page 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Secara Umum Sedimentasi adalah proses pengendapan material padat dari cairan, biasanya udara atau air, dari larutan suspensi. Selama ini, proses sedimentasi yang paling umum dikenal adalah pengendapan partikel padat dalam medium cair. Persamaan kecepatan pengendapan dirumuskan oleh G.G. Stokes pada tahun 151 adalah titik awal untuk setiap diskusi tentang proses sedimentasi. Stokes menunjukkan bahwa kecepatan terminal suatu bola dalam cairan berbanding lurus dengan perbedan densitas atntara padatan dengan cairan, dengan kuadrat jari-jari bola, untuk gravitasi, berbanding terbalik dengan viskositas suatu cairan atau fluida. Ketika konsentrasi suatu suspensi rendah, jarak antara partikel lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran partikel. Kecepatan pengendapan suau partikel dalam keadaan tersebut disebut free settling. Pengendapan suatu partikel dalam cairan merupakan metode dasar yang paling sering digunakan dalam menentukan suatu ukuran partikel. Sedangkan pada saat konsentrasi tinggi, kondisi dalam suspensi jauh berbeda, terutama dalam kecepatan fluida yang tinggi digantuikan oleh partikel yang mengendap dan pola dari aliran juga diubah. Proses ini dikenal sebagai hindered settling dan biasa ditemukan dalam industri yang memisahkan suatu padatan dan cairan dalam larutan suspensi dengan bantuan thickener. Thickener dapat diartikan sebagai penghilangan sebagian cairan dari suatu suspensi, yang biasa kita kenal yaitu pulp yang terdiri dari campuran padatan halus dan cairan. Langkah awal pengunaan thickener adalah dengan menyiapkan suatu tangki yang diisi denan unmpan sampai tangki penuh. Padatan yang menendaap turun ke bawah dan cairan keluar dari atas, keudian padta yang tertinggal atau mengendap dibuang dan prosenya terus berulang (kontinyu). Pengendapan seperti itu biasa dilakukan dengan sejumlah tangki sehingga proses tetap berjalan kontinyu. (Bustos, 1999) Pemisahan suatu padatan dari larutan suspensi slam cairan dengan bantuan gaya gravitas disebut sedimentai. SEDIMENTASI MERUpakan salah satu proses Page 3

yang paing banyak digunakan dalam pengolahan ai. Metode yang paling sederhana dalam menghilangkan kotoan adalah dengan cara sedimentasi. Air diiarkan diatm atau bergerak dengan perlahan melewati tangi sampai kotoran mengendap dibagian bawah dan relativitas air jernih ini diambil dari atas. Banyaknya kotoran atau endapan yang tertahan tergantung waktu pengendapan, Ukuran partikel dan suhu air. Free settling menngacu pada proses dimana jatuhnya atau turunnya suatu partikel akibat gaya gravitasi melalui fluida stationer tidak terpengaruh oleh dinding dan faktor benturan dengan partikel yang lain. Saat konsentrasi dari partikel dalam larutan suspensi besar, maka partikel yang satu dengan partikel yang lain akan saling berdekatan sehingga akan mempengaruhi pergerakan atau kecepatan masing-masing partikel. Ketika suatu partikel saling berdekatan satu sama lain, maka proses tersebut disebut hindered settling. Hindered settling, kecepatan pengendapannya di bawah free settling. Hindered settling dapat ditemukan pada proses sedimentasi. Oleh karena itu, partikel akan mengendap melalui larutan suspensi dalam cairan. II.1.1 Sedimentasi Batch Mekanisme pengendapan yang terbaik dalam skala laboratorium adalah cara batch dengan bantuan gelas ukur. 1. Sedimentasi Batch (Uji Pengendapan secara batch) Gambar Page 4

Pada gambar 1 ditunjukkan sebuah gelas ukur yang berisikan slurry dengan konsentrasi dan jenis partikel yang seragam. Semua partikel mulai mengendap dan mendekati kecepatan terminal pengen dapan dibawah kondisi hindered settling. Pada zona D terdiri dari partikel yang berat sehingga lebih cepat mengendap. Tepat diatas zona D terdapat suatu lapisan yang disebut zona C. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan konsentrasi berbeda. Batas antara C dan D biasanya terlihat jelas dan ditandai dengan saluran vertikal-vertikal dimana cairan meningkat dari zona bawah D akibat kompresi. Diatas zona C adalah zona B yang berisi konsentrasi partikel yang seragam. Di atas zona merupakan zona liquid jernih. Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah. Tinggi dari zona D dan A bertambah, sedangkan zona B berkurang dan zona C tetap konstan. Akhirnya zona B,C hilang dan semua padatan berada di zona D. Saat ini cairan dan padatan terdapat batas yang disebut zona jernih. (Gavhani,2009) Sebelum operasi secara kontinyu dianggap, konsep umum operasi diperoleh dari sedimentasi batch sederhana. Tingkat penurunan terlihat antara cairan bening dan slurry yang mengandung partikel disebut laju sedimentasi. Percobaan dilakukan pda suhu yang sama untuk menghindari bergeraknya fluida atau konveksi arena perbedaan massa jenis akibat perbedaan suhu. Di awal sedimentasi batch konsentrasi suatu padatan sama diseluruh silinder, setelah proses berjalan, seluruh partikel jatuh ke fluida pada kecepatan maksimum. (Brown, 195) II.1.2 Continous Thickener Pemisahan suatu slurry encer oleh gaya gravitasi menjadi cairan bening dan slurry dengan konsentrasi zat padat yang lebih besar disebut sedimentasi. Pada umumnya thickener dilengkapi dengan pengaduk radial yang digerakkan dengan lambat dari suatu proses sentral.terdapat tiga daerah utama dalam continous thickener yaitu daerah klasifikasi, dimana liquida jernih keluar sebagai aliran Page 5

overflow, daerah suspension settling dan daerah thickener dalam perhitungan diameter thickener dipergunakan persamaan : V = Q Ap... (1) Dimana : V = velocity (m/s) Q = debit( m 3 /s) Ap = Luas permukaan (m 2 ) Sehingga diperoleh persamaan continous thickener adalah x= 4 A π... (2) Dimana : D = Diameter ( Ap = Luas Permukaan (m 2 ) Menghitung tinggi continous thickener dengan persamaan : h= Q t A... (3) II.1.3 Penentuan Kecepatan Pengendapan Pada titik ini, ketinggiannya adalah Z1 dan Z2 adalah intercept dari tangen kurva, sehingga V 1= Z 1 Z 2 t 1 0... (4) Dimana : V1 = Kecepatan Pengendapan m/menit) Z 2 = Tinggi slurry Z 2 = Tinggi liquida jernih t 1 = Waktu (menit) Konsentrasi C1 merupakan konsentrasi rata-rata dari suspensi. Jika z2 adalah tinggi slurry, maka C1 dapat dihitung dengan rumus : C 1 Z 1 = C o Z... (5) o Page 6

Dimana : Co = konsentrasi slurry awal (kg/m 3 ) Zo = tinggi total ( II.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sedimentasi Faktor yang mempengaruhi yaitu : 1. Flokulasi Proses pengendapan dengan lambat agar campuran koagulan dan air baku dapat mengendap dengan cepat. 2. Medium Semakin besar wadah yang digunakan, semakin banyak jumlah slurry yang didapatkan. 3. Ukuran partikel Semakin kecil partikel, semakin lama proses pengendapan. 4. Konsentrasi Besar kecilnya konsentrasi mempengaruhi proses pengendapan. 5. Waktu Semakin lama waktu yang digunakan, semakin banyak endapan yang dihasilkan. 6. Diameter Semakin besar diamater maka akan mempengaruh tinggi slurry. (Tim Dosen, 2017) II.2 Sifat Bahan 1. Tepung Tapioka A. Sifat fisika a. Bentuk amorf B. Sifat Kimia a. Rumus Molekul : (C 6 H 10 O 5 ) X b. Berat Molekul : 162.14 gr/mol Page 7

c. Spesific Gravity : 1.50 d. Kelarutan : tidak larut dalam air, alkohol dan eter 2. Aquadest (Perry, 1997, Tepung Tapioka ) A. Sifat fisika a. Tidak berwarna b. Berbentuk cairan c. Dalam wujud padat, berbentuk hexagonal B. Sifat Kimia a. Rumus molekul : H 2 O b. Berat molekul : 1.016 gr/mol c. Titik lebur : 0 O C d. Titik didih :100 O C e. Spesific Gravity : 1.00 (liquid) dan 0.915 (es) (Perry, 1997, Tepung Tapioka ) II.3 Hipotesa Dalam percobaan sedimentasi, ada hal yang mempengaruhi yaitu konsentrasi dan waktu. Semakin besar konsentrasi suatu zat padat maka semakin rendah kecepatam pengendapannya. Semakin lama waktu pengendapan, maka endapan yang dihasilkan semakin banyak. Page

II.4 Diagram Alir Page 9

III.1 Bahan 1. Air 2. Tepung Tapioka III.2 Alat yang Digunakan 1. Beaker Glass 2. Gelas Ukur 3. Neraca Analitik 4. Spatula 5. Penggaris 6. Stopwatch 7. Kaca Arloji BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM III.3 Gambar Alat Penggaris Stopwatch Beaker Glass Gelas Ukur Spatula Neraca Analitik Kaca Arloji III.4 Rangkaian Alat Page 10

III.5 Prosedur Percobaan 1. Timbang tepung tapioka dengan variabel 6%, 7%, %, 9%, dan 10% 2. Lalu larutkan ke dalam air hingga 500 ml, aduk hingga homogen. 3. Ukur tinggi pengendapan ditiap waktu 4 5 6 70 menit. 4. Catat tinggi Z 2 (dasar endapan hingga permukaan endapan) dan Z 1 (permukaan endapan hingga permukaan air) menggunakan penggaris hingga critical settling point. 5. Ulangi percobaan sesuai dengan variabel yang sudah ditentukan. Page 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Pengamatan Tabel 1. Tinggi slurry dengan konsentrasi tepung tapioka 7% (35 gra T (menit) Z 0 Z 1 Z 2 Z 3 40 25 22,1 2, 50 25 22,1 2,9 60 25 22,1 2,9 2,6 70 25 22,1 2,9 25 22,1 2,5 gra Tabel 2. Tinggi slurry dengan konsentrasi tepung tapioka % (40 T (menit) Z 0 Z 1 Z 2 Z 3 40 25 21, 3,2 50 25 21,7 3,3 60 25 21,7 3,3 3 70 25 21,7 3,3 25 22,2 2, gra Tabel 3. Tinggi slurry dengan konsentrasi tepung tapioka 9% (45 T (menit) Z 0 Z 1 Z 2 Z 3 40 25 21,5 3,5 50 25 21,4 3,6 60 25 21,4 3,6 3,3 70 25 21,4 3,6 25 21,7 3,3 gra Tabel 4. Tinggi slurry dengan konsentrasi tepung tapioka 10% (50 T (menit) Z 0 Z 1 Z 2 Z 3 40 25 21,5 3,5 3,3 50 25 21,4 3,6 60 25 21,4 3,6 Page 12

70 25 21,4 3,6 25 21,7 3,3 IV.2 Perhitungan, Grafik, dan Pembahasan Tabel 5. Perhitungan C1,Q,A,D dan H pada konsentrasi 7% (35 gra z0 (m enit z1 z2 z3 40 25 22,2 2, 2,6 50 25 22,1 2,9 2,6 60 25 22,1 2,9 2,6 70 25 22,1 2,9 2,6 25 22,5 2,5 2,6 C0 (gr /ml ) 0 7 0 7 0 7 0 7 0 7 C1 (gr /m l) 6 6 6 6 7 Q m3/ menit) A m 2) 12,5 25,7 50 50 50 26,0 4 26,0 4 26,0 4 50 25 D 5,7 2 5,7 5 5,7 5,7 5 5,6 4 H 19, 4 19, 2 19, 2 19, 2 20 2 v m/m enit) 45 1,92 1,92 1 22.25 22.2 Tinggi Slurry (Z2, c 22.15 22.1 f(x) = - 0x + 22.29 R² = 0.6 Linear () 22.05 30 40 50 60 70 0 Waktu Pengendapan slurry (t, menit) Page 13

Grafik 1. Hubungan antara waktu pengendapan (t,menit) dengan tinggi slurry (Z 2, c untuk konsentrasi 7%. Pada grafik di atas, diperoleh tinggi slurry pada menit ke-40 sebesar 2, cm. Pada menit ke-50 diperoleh tinggi slurry sebesar 2,9 cm. Pada menit ke-60 diperoleh sebesar 2,9 cm, dan menit ke-70 sebesar 2,9 cm. Dari data yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu pengendapan, maka semakin tinggi slurry yang dihasilkan. 2.5 2 1.5 f(x) = - 66.5x + 42.1 R² = 1 Kecepatan Pengendapan (v, cm/menit) 1 0.5 Linear () 0 0.62 0.6 0.64 Konsentrasi Slurry (C1, gr/ml) Grafik 2. Hubungan antara konsentrasi slurry 7% (C1, gr/ml) dengan kecepatan pengendapan (V, cm/menit). Pada grafik tersebut, ketika konsentrasi 625 gr/ml didapat kecepatan pengendapan sebesar 45 cm/menit. Ketika konsentrasi 603 gr/ml diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,92 cm/menit. Pada konsentrasi 603 gr/ml berikutnya didapat kecepatan pengendapan sebesar 1,92 cm/menit. Dan pada konsentrasi 603 gr/ml yang selanjutnya diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,92 cm/menit. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin kecil konsentrasi, maka semakin kecil pula kecepatan pengendapannya. Tabel 6. Perhitungan C1,Q,A,D dan H pada konsentrasi % (40 gra Page 14

t (m eni t) z0 z1 z2 z3 40 25 21, 3,2 3 50 25 21,7 3,3 3 60 25 21,7 3,3 3 70 25 21,7 3,3 3 25 22,2 2, 3 C0 (gr /ml ) 0 0 0 0 0 C1 (gr /m l) 62 60 60 60 71 Q m3/ menit) A m 2) D 12,5 26, 5, 50 27,1 5, 50 27,1 5, 50 27,1 5, 50 25,7 5,7 H 1, 6 1, 4 1, 4 1, 4 19, 4 v m/m enit) 465 1,4 1,4 1,4 1,94 Tinggi Slurry (Z2, c 21.55 21.5 21.45 21.4 21.35 f(x) = - 0x + 21.59 R² = 0.6 21.3 30 40 50 60 70 0 Waktu Pengendapan slurry (t, menit) Linear () Grafik 3. Hubungan antara waktu pengendapan (t,menit) dengan tinggi slurry (Z 2, c untuk konsentrasi %. Pada grafik di atas, diperoleh tinggi slurry pada menit ke-40 sebesar 3,2 cm. Pada menit ke-50 diperoleh tinggi slurry sebesar 3,3 cm. Pada menit ke-60 diperoleh sebesar 3,3 cm, dan menit ke-70 sebesar 3,3 cm. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu pengendapan, maka semakin tinggi slurry yang dihasilkan. Page 15

1 Kecepatan Pengendapan (v, cm/menit) 0.5 2 1.5 f(x) = - 74.4x + 4.33 R² = 1 0 0.66 0.62 Linear () Konsentrasi Slurry (C1, gr/ml) Grafik 4. Hubungan antara konsentrasi slurry % (C1, gr/ml) dengan kecepatan pengendapan (V, cm/menit). Pada grafik diatas, ketika konsentrasi 625 gr/ml didapat kecepatan pengendapan sebesar 465 cm/menit. Ketika konsentrasi 606 gr/ml diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,4 cm/menit. Pada konsentrasi 606 gr/ml berikutnya diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,4 cm/menit. Dan pada konsentrasi 606 gr/ml yang selanjutnya diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,4 cm/menit. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin kecil konsentrasi, maka semakin kecil pula kecepatan pengendapannya. Tabel 7. Perhitungan C1,Q,A,D dan H pada konsentrasi 9% (45 gra t (m eni t) z0 z1 z2 z3 C0 (gr /ml ) 40 25 21,5 21,5 3,5 3,3 50 25 21,4 21,4 3,6 3,3 60 25 21,4 21,4 3,6 3,3 70 25 21,4 21,4 3,6 3,3 C1 (gr/ ml) 0 9 0 9 0 9 0 9 Q m3 /meni t) A m 2) 12,5 12,5 50 50 50 50 50 50 D 27, 7 2, 0 2, 0 2, 0 H 5,9 4 5,9 5,9 5,9 v m/m enit) 1 17, 17, 17, Page 16

25 21,7 21,7 3,3 3,3 0 9 50 50 27, 1 5, 1,4 Tinggi Slurry (Z2, c f(x) = - 0x + 21.9 R² = 0.6 Linear () 30 40 50 60 70 0 Waktu Pengendapan slurry (t, menit) Grafik 5. Hubungan antara waktu pengendapan (t,menit) dengan tinggi slurry (Z 2, c untuk konsentrasi 9%. Pada grafik di atas, diperoleh tinggi slurry pada menit ke-40 sebesar 3,5 cm. Pada menit ke-50 diperoleh tinggi slurry sebesar 3,6 cm. Pada menit ke-60 diperoleh sebesar 3,6 cm, dan menit ke-70 sebesar 3,6 cm. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu pengendapan, maka semakin tinggi slurry yang dihasilkan. Page 17

2 f(x) = - 72.6x + 45.4 1.5 R² = 1 1 Kecepatan Pengendapan (v, cm/menit) 0.5 0 0.64 0.6 Linear () Konsentrasi Slurry (C1, gr/ml) t (m eni t) Grafik 6. Hubungan antara konsentrasi slurry 9% (C1, gr/ml) dengan kecepatan pengendapan (V, cm/menit). Pada grafik tersebut, ketika konsentrasi 642 gr/ml didapat kecepatan pengendapan sebesar 45 cm/menit. Ketika konsentrasi 625 gr/ml diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,7 cm/menit. Pada konsentrasi 625 gr/ml berikutnya diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,7 cm/menit. Dan pada konsentrasi 625 gr/ml diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,7 cm/menit. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin kecil konsentrasi, maka semakin kecil pula kecepatan pengendapannya. gra z0 Tabel. Perhitungan C1,Q,A,D dan H pada konsentrasi 10% (50 z1 z2 z3 C0 (gr /ml ) 40 25 21,1 3,9 3,5 1 50 25 21 4 3,5 1 60 25 21,1 3,9 3,5 1 70 25 21,1 3,9 3,5 1 C1 (gr /m l) 6 6 6 6 Q m3/ menit) 12,5 50 50 50 A m 2) 29,0 6 29,4 1 29,0 6 29,0 6 D 6,0 6,1 2 6,0 6,0 H 17, 2 v m/m enit) 43 17 1,7 17, 2 17, 2 1,72 1,72 Page 1

25 21,7 3,3 3,5 1 7 50 27,1 7 5, 1, 4 1,4 f(x) = 0x + 21.02 R² = 0.07 Tinggi Slurry (Z2, c Linear () 30 40 50 60 70 0 Waktu Pengendapan slurry (t, menit) Grafik 7. Hubungan antara waktu pengendapan (t,menit) dengan tinggi slurry (Z 2, c untuk konsentrasi 10%. Pada grafik di atas, diperoleh tinggi slurry pada menit ke-40 sebesar 3,9 cm. Pada menit ke-50 diperoleh tinggi slurry sebesar 4 cm. Pada menit ke-60 diperoleh sebesar 3,9 cm, dan menit ke-70 sebesar 3,9 cm. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu pengendapan, maka semakin tinggi slurry yang dihasilkan. Page 19

1 Kecepatan Pengendapan (v, cm/menit) 0.5 2 1.5 f(x) = - 25.5x + 17.69 R² = 0.1 0 0.66 0.62 Linear () Konsentrasi Slurry (C1, gr/ml) Grafik. Hubungan antara konsentrasi slurry 9% (C1, gr/ml) dengan kecepatan pengendapan (V, cm/menit). Pada grafik diatas, ketika konsentrasi 641 gr/ml diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 43 cm/menit. Ketika konsentrasi 625 gr/ml diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,7 cm/menit. Pada konsentrasi 641 gr/ml berikutnya diperoleh kecepatan pengendapan sebesar 1,72 cm/menit. Dan pada konsentrasi 641 gr/ml didapat kecepatan pengendapan sebesar 1,72 cm/menit. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin kecil konsentrasi, maka semakin kecil pula kecepatan pengendapannya. Page 20

V.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1 Endapan yang paling tinggi, yaitu sebesar 4 cm didapatkan pada larutan tepung tapioka 10% dengan waktu pengendapan selama 50 menit, sedangkan endapan paling rendah sebesar 2,5 cm dengan waktu pengendapan selama waktu tak hingga pada larutan tepung tapioka 7%. 2 Semakin besar konsentrasi larutan tepung tapioka, semakin lama laju pengendapannya. 3 Semakin lama waktu pengendapannya, semakin banyak slurry yang didapatkan. V.2 Saran 1 Sebaiknya praktikkan memahami tentang prosedur dan perhitungan pada praktikum ini sebelum melaksanakan praktikum. 2 Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam menimbang tepung tapioka. Page 21

1 Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengukur ketinggian slurry. DAFTAR PUSTAKA Bustos, Maria,dkk.1999. Sedimentation and thickening.amerika : Springer-scien ce-bussiness-media. Brown,G.G.195. Unit Operation. New York : John willey and sons. Gavhane,K.A.2009. Unit Operation I.India : Nirali Prakashan. Perry,R.H.1997. Perry s Chemical Engineer s handbook 7cd Mc Graw Hill Book. New York : Company Inc. Tim Dosen.2017. Modul Praktikum Operasi Teknik Kimia I Sedimentasi. Surabaya: Page 22

Perhitungan Berat zat terlarut a. Konsentrasi 7% volume 500 ml Berat zat terlarut %C= v pelarut x ρ pelarut Berat zat terlarut 7 = 500 ml x 1gr/ml Berat zat terlarut = 35 gram b. Konsentrasi % volume 500 ml Berat zat terlarut %C= v pelarut x ρ pelarut Berat zat terlarut = 500 ml x 1gr/ml Berat zat terlarut = 40 gram c. Konsentrasi 9% volume 500 ml Berat zat terlarut %C= v pelarut x ρ pelarut Berat zat terlarut 9 = 500ml x 1gr/ml Berat zat terlarut = 45 gram d. Konsentrasi 10% volume 500 ml Berat zat terlarut %C= v pelarut x ρ pelarut Berat zat terlarut 7 = 500 ml x 1gr/ml Berat zat terlarut = 50 gram APPENDIX Perhitungan pada konsentrasi 7% (35 gra tepung tapioka Page 23

1. Mencari tinggi total (Z 0 ) Z 0 = Z1+Z2 = 22,2 +2, = 25 cm 2. Mencari konsentrasi awal (C0) C0= W Volume = 35 500 3. Mencari C1 = 07 gr/ml C1= = Z 0 Z 2 xc 0 25 2, x0.07 = 625 gr/ml 4. Mencari kecepatan (V) V = = Z 1 Z 2 t 22,2 2, 40 = 45 cm/menit 5. Mencari debit (Q) Q = Vol t = 12,5 cm 3 /menit 6. Mencari luas permukaan partikel (A) A = Q/V = 12,5/45 Page 24

=25,7732 cm 2 7. Mencari diameter D = 4. A π = 5,72993 cm. Mencari ketinggian (h) h= Q.deltat A = 12,5. 40/ 5,72993 = 19,4 cm Page 25