BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum. 1 Salah satu dampak

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut dengan OJK) menyebutkan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan mengenai perekonomian untuk dapat dimanfaatkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan permasalahan dalam pengambilan setiap keputusan. Hukum. akan mendapatkan sanksi dari eksternal power.

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang mengalami kelebihan dana untuk diproduktifitaskan pada sektor-sektor yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Lembaga Perbankan dan Sistem Lembaga Keuangan Non-Bank. keuangan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN. normatif-terapan (aplicated legal case study) yaitu penelitian hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. munculnya Internethingga akhirnya tiba di suatu masa dimana penggunaan

BAB V PENUTUP. banking di perbankan syariah dalam mencapai financial inclusion dengan studi

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan yang berlaku di setiap negara di dunia akan terus melakukan perkembangan dengan mengikuti keadaan masyarakat yang terus berubah, sistem keuangan di dunia telah melakukan perubahan dari sistem yang sederhana hingga sistem yang kompleks demi mengikuti dinamika masyarakat tersebut. Dinamika yang terjadi di masyarakat juga diimbangi dengan perkembangan yang pesat di bidang teknologi dan informasi, seluruh masyarakat di dunia saat ini dapat terhubung satu sama lain melalui alat komunikasi yang dapat memenuhi hampir semua kebutuhan manusia. Perkembangan di bidang teknologi dan informasi tersebut, pihak-pihak yang berperan di bidang perbankan mulai berpikir untuk dapat memanfaatkan teknologi sebagai salah satu media untuk mempermudah kegiatan di bidang perbankan, sehingga seluruh masyarakat di dunia dapat terhubung satu sama lain terutama untuk kegiatan perbankan dengan akses yang mudah dan waktu yang cepat. Berbagai negara di dunia mulai mencari cara alternatif untuk dapat melaksanakan kegiatan perbankan dengan tujuan untuk mengajak semua lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi di dalam kegiatan perbankan dengan menerapkan beberapa instrumen untuk meningkatkan inklusi keuangan (Pungky Purnomo Wibowo, 2013: 30). Indonesia merupakan salah satu negara di ASEAN dengan penduduk yang memiliki jumlah terendah dalam hal kepemilikan rekening bank berdasarkan pada survei Bank Dunia pada tahun 2010 yang menunjukan baru 19,6 persen warga dewasa Indonesia yang mempunyai rekening bank (Bank Indonesia, 2013: 4). Berdasarkan pada hal tersebut Pemerintah Indonesia pada tahun 2012 telah mencanangkan program Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan cara memperluas akses masyarakat ke layanan jasa perbankan berbiaya rendah (Bank Indonesia, 2012: 29). Teknologi telah membawa perubahan-perubahan 1

digilib.uns.ac.id 2 yang belum pernah terjadi sebelumnya terutama di bidang ekonomi, dengan teknologi modern tersebut maka lingkungan di sektor perbankan pun telah berubah menjadi lebih kompetitif terutama dengan hadirnya branchless banking dalam kegiatan perbankan (Chaudry, Parvelz dan Javed, 2016: 2). Upaya yang dilakukan salah satunya merupakan program yang telah dilakukan oleh beberapa negara di dunia dengan sebutan branchless banking, branchless banking diperkenalkan oleh State Bank of Pakistan pada tahun 2008 yang sebelumnya telah dikembangkan dengan nama mobile wallet pada tahun 2005 (http://www.gsma.com/mobilefordevelopment/wpcontent/uploads/2010/04/cgap_ubl_branchless_banking_state_of_readiness_2010. pdf diakses tanggal 20 Desember 2015 pukul 16.00 WIB). Program ini diikuti oleh Indonesia dan dalam memberikan pelayanan branchless banking tersebut Indonesia menggunakan istilah Laku Pandai, yaitu layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif. Layanan keuangan ini resmi dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai pemegang otoritas perbankan di Indonesia pada tanggal 6 Pebruari 2015. Latar belakang dikeluarkannya program layanan keuangan ini adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan minat masyarakat yang tinggal atau berada jauh dari jangkauan layanan bank untuk turut serta melakukan kegiatan keuangan dan perbankan dan meningkatkan efisiensi dalam kegiatan perbankan. Kegiatan perbankan yang dilakukan oleh masyarakat secara merata di seluruh wilayah Indonesia diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar wilayah di Indonesia, terutama wilayah pedesaan, sehingga tidak lagi terjadi perbedaan dalam hal layanan jasa keuangan antara pedesaan dan perkotaan. Menurut Survei Badan Pusat Statistik per Maret 2013, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 28,1 juta orang dari total sekitar 240 juta penduduk Indonesia, survei tersebut menjadi salah satu alasan yang menjadi latar belakang dikeluarkannya layanan keuangan branchless banking ini, karena orang miskin patut diduga kuat juga adalah kalangan unbanked atau orang yang belum tersentuh layanan perbankan (Bank commit Indonesia, to user 2013: 6). Ada beragam sebab

digilib.uns.ac.id 3 mengapa jumlah kalangan unbanked sangat besar, bisa jadi karena jarak tempat tinggal mereka dengan kantor cabang terlalu jauh, sehingga ongkos transportasi terlalu mahal atau beragam stigma dan kerumitan prosedur bank yang membuat sebagian kalangan enggan berurusan dengan bank (Bank Indonesia, 2013: 3). Program layanan jasa keuangan ini dikeluarkan berdasarkan pada masih rendahnya tingkat akses keuangan masyarakat di Indonesia, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan. Hal tersebut bukan hanya dikarenakan tempat tinggal mereka yang terletak jauh dari lokasi kantor bank, tapi juga karena penyebaran lembaga jasa keuangan yang tidak merata pada semua wilayah di Indonesia. Lembaga jasa keuangan seringkali membuka kantor di daerah dengan potensi ekonomi yang tinggi seperti perkotaan dan kurang berminat untuk membuka kantor cabang pada daerah pedesaan yang sebenarnya juga memiliki potensi dalam kegiatan ekonomi. Kecenderungan pihak lembaga jasa keuangan dalam membuka kantor di daerah seperti perkotaan semakin membentuk persepsi masyarakat di daerah pedesaan bahwa layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan sulit untuk dijangkau dengan prosedur yang berbelit-belit. Pemahaman yang kurang akan layanan jasa keuangan semakin menjauhkan masyarakat di daerah pedesaan untuk mendapatkan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan. Selain itu, faktor pendukung rendahnya tingkat akses keuangan masyarakat pedesaan adalah karena keterbatasan sarana dan prasarana, dilihat dari penyebab dari rendahnya tingkat akses masyarakat terhadap layanan keuangan tersebut, maka solusi yang dapat dilakukan adalah dengan inklusi keuangan. Inklusi keuangan pada intinya adalah sebuah kondisi dimana masyarakat memiliki akses yang berkesinambungan terhadap jasa keuangan yang dibutuhkan (Susilo, Triandaru dan Santoso, 2000: 56). Inklusi keuangan juga menjadi salah satu ukuran kemampuan suatu populasi masyarakat untuk dapat memanfaatkan layanan keuangan yang telah ada. Pengertian lain tentang keuangan inklusif dikemukakan oleh International Monetary Fund (IMF) sebagai.

digilib.uns.ac.id 4 Financial Inclusion (IF) is the efforts directed towards making financial services accessible for everyone, especially the poor. This efforts can be measured in many different ways, such as use of the bank accounts, the availability of Automatic Teller Machines(ATM) or Point-Of-Sale (POS) terminals, the number of financial transactions per head, the use of credit/debit cards, and other such indicators (https://uwspace.uwaterloo.ca/bitstream/handle/10012/7002/javaad_syed_ 2012.pdf?sequence=3 diakses tanggal 4 Maret 2016 pukul 15.25 WIB). Definisi keuangan inklusi menurut International Monetary Fund (IMF) tersebut pada intinya adalah upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan akses layanan keuangan untuk semua orang terutama orang miskin. Upaya tersebut dapat dilihat dari berbagai macam cara seperti jumlah pengguna rekening bank, ketersediaan mesin Anjungan Tunai Mandiri, jumlah transaksi keuangan, dan penggunaan kartu kredit dan kartu debit. Program branchless banking yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan nama Laku Pandai adalah salah satu upaya untuk menciptakan keuangan inklusif, keuangan inklusif didefinisikan sebagai hak setiap orang untuk memiliki akses penuh ke layanan keuangan berkualitas secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya dengan penghormatan penuh terhadap harkat martabatnya. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), keuangan inklusif juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana seluruh masyarakat dapat menjangkau akses layanan keuangan secara mudah dan memiliki budaya untuk mengoptimalkan penggunaan jasa keuangan. Program branchless banking ini berjalan dengan cara pihak bank yang bekerja sama untuk melakukan program ini akan menunjuk perorangan atau badan hukum di wilayah yang membutuhkan layanan keuangan atau wilayah yang berada jauh dari lokasi kantor bank untuk menjadi unit perantara bank di wilayah tersebut. Penunjukan agen tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan layanan jasa keuangan yang setara dengan masyarakat yang tinggal di wilayah dekat lokasi kantor bank yang mendapatkan layanan jasa keuangan lebih mudah. Agen bank penyelenggara branchless banking tersebut akan

digilib.uns.ac.id 5 memberikan layanan kepada nasabah yang ingin melakukan transaksi perbankan sederhana seperti mengambil uang secara tunai ataupun mengirim uang ke rekening nasabah lain sama halnya dengan transaksi yang terjadi di kantor bank. Penunjukan agen perantara sebagai pihak ketiga dianggap merupakan cara yang efektif dan relatif murah untuk dapat menjangkau masyarakat di wilayah terpencil tanpa harus membuka kantor cabang baru yang memerlukan biaya lebih besar untuk memberikan pelayanan jasa keuangan. Program layanan keuangan tanpa kantor ini telah lama dirancang oleh Pemerintah dan pihak berwenang dalam bidang perbankan di Indonesia demi memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Namun perkembangan yang ada pada saat ini mengakibatkan regulasi hukum tidak dapat lagi mengantisipasi keberagaman model pemberian layanan keuangan terutama dengan model metode baru seperti branchless banking yang memerlukan perhatian khusus mengenai kerahasiaan bank. Pengertian mengenai kerahasiaan bank menurut ketentuan Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Perbankan adalah Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Permasalahan yang berpeluang terjadi terutama dalam pemberian layanan keuangan dengan model branchless banking yang menggunakan pihak agen menyebabkan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah sangat dikhawatirkan dari segi keamanannya, karena pihak agen mungkin saja secara sengaja ataupun tidak sengaja menunjukkan data pribadi milik nasabah kepada pihak selain bank penyelenggara branchless banking Laku Pandai yang tidak memiliki kepentingan di dalam layanan keuangan branchless banking ini. Berdasarkan pada hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas mengenai bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pihak bank penyelenggara branchless banking Laku Pandai dan Otoritas Jasa Keuangan menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan kepada nasabah bank dalam pelayanan branchless banking Laku Pandai terutama dalam hal kewajiban menjaga rahasia bank berupa data dan/atau informasi commit milik to user nasabah. Selain itu melihat potensi

digilib.uns.ac.id 6 kerugian yang dapat ditanggung oleh nasabah branchless banking, perlu dikaji pula mengenai sanksi yang disediakan oleh Otoritas Jasa Keuangan bagi pihak perbankan yang tidak dapat menjaga dan/atau melanggar dalam menjaga keamanan rahasia bank atas data dan/atau informasi nasabah tersebut apakah dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabah branchless banking.. Hal tersebut karena kegiatan perbankan berdasarkan pada rasa kepercayaan nasabah terhadap bank dalam hal ini melalui pihak perantara yaitu agen branchless banking untuk melakukan proses transaksi perbankan. Perlindungan hukum bagi nasabah ini diberikan sebagai bentuk upaya pemenuhan hak dari nasabah bank sebagai konsumen jasa keuangan, perlindungan hukum ini juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada nasabah jika di waktu yang akan datang terjadi permasalahan yang berkaitan dengan kerahasiaan data dan/atau informasi milik nasabah yang berindikasi sengketa dalam branchless banking Laku Pandai antara nasabah, agen branchless banking, dan bank penyelenggara branchless banking Laku Pandai. Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menganalisis lebih mendalam mengenai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan terhadap rahasia bank atas keamanan data dan/atau informasi nasabah bank pengguna layanan branchless banking Laku Pandai serta sanksi terhadap pihak perbankan dan agen yang melanggar ketentuan rahasia bank tersebut melalui penelitian hukum yang berjudul PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PENGGUNA LAYANAN KEUANGAN BRANCHLESS BANKING PADA KEGIATAN PERBANKAN DI INDONESIA.

digilib.uns.ac.id 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap rahasia bank atas keamanan data pribadi nasabah branchless banking Laku Pandai menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan? 2. Apakah sanksi terhadap pihak perbankan dan agen yang melanggar ketentuan rahasia bank menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan telah memberikan perlindungan hukum bagi nasabah branchless banking Laku Pandai? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan mengenai latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi nasabah terutama dalam hal menjaga rahasia bank yaitu data dan/atau informasi nasabah dalam layanan keuangan branchless banking Laku Pandai dengan menganalisis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. b. Untuk mengetahui apakah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan telah memberikan perlindungan kepada nasabah dengan mengatur secara lengkap mengenai sanksi bagi pihak perbankan yang melanggar ketentuan mengenai rahasia bank dalam hal data dan/atau informasi nasabah branchless banking.

digilib.uns.ac.id 8 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah di Fakultas Hukum, khususnya dalam bidang Hukum Perbankan. b. Dapat memberikan gambaran dan pemikiran bagi ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata, khususnya di bidang perbankan dalam hal perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangan. c. Untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana hukum di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini selain memiliki tujuan yang jelas, juga diharapkan dapat memberikan manfaat. Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata pada umumnya dan dibidang hukum perbankan pada khususnya. b. Hasil dari penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai branchless banking Laku Pandai. c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa, dosen, dan pembaca lain yang ingin lebih mengetahui mengenai perlindungan nasabah atas kerahasiaan data dan/atau informasi miliknya dalam kaitannya dengan praktik branchless banking Laku Pandai. d. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penelitian hukum selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendalaman, pemahaman, dan pengalaman yang commit baru kepada to user penulis mengenai permasalahan

digilib.uns.ac.id 9 hukum yang dikaji serta dapat berguna bagi penulis dan pihak-pihak terkait dikemudian hari. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang sedang penulis teliti serta dapat mengembangkan penalaran dan pola pikir penulis juga untuk mengetahui kemampuan penulis selama mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. E. Metode Penelitian Pengertian penelitian hukum (legal research) menurut Peter Mahmud Marzuki adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:47). Berdasarkan pada uraian diatas, untuk dapat menjawab isu hukum yang dianalisis apakah sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku maka diperlukan penggunaan suatu metode penelitian yang dapat mendukung penelitian hukum ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau biasa dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada dengan mendasarkan hukum sebagai norma (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55). Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, bahan-bahan tersebut akan disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan untuk menarik kesimpulan sehubungan dengan masalah yang diteliti. Penelitian hukum ini menganalisis isu hukum mengenai perlindungan hukum terhadap rahasia bank dalam hal data dan/atau informasi milik nasabah yang diberikan oleh bank penyelenggara branchless banking Laku commit Pandai to dan user Otoritas Jasa Keuangan kepada

digilib.uns.ac.id 10 nasabah pengguna layanan keuangan branchless banking Laku Pandai dan sanksi yang diatur bagi pihak perbankan yang melanggar ketentuan tentang rahasia bank tersebut berdasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.072013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan pada penelitian hukum ini adalah preskriptif yaitu mengenai apa yang seharusnya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 69), maka dari itu preskripsi yang diberikan harus koheren dengan gagasan dasar hukum yang berpangkal dari moral (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 70). Berpegang kepada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan dalam penelitian hukum harus dapat dan mungkin untuk diterapkan, sekalipun bukan asas hukum yang baru atau teori baru, paling tidak argumentasi baru sehingga preskripsi tersebut bukan merupakan suatu fantasi atau angan-angan kosong (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 251). Penelitian hukum ini bersifat preskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah memberikan preskripsi tentang perlindungan hukum yang diberikan oleh bank penyelenggara branchless banking Laku Pandai dan Otoritas Jasa Keuangan terhadap kerahasiaan data dan/atau informasi nasabah pengguna layanan keuangan branchless banking Laku Pandai di Indonesia. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu atau permasalahan yang sedang dihadapi dan dicari jawabannya. Penelitian hukum menggunakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (history approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter commit Mahmud to user Marzuki, 2014: 133).

digilib.uns.ac.id 11 Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undangan yaitu dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133), dalam penelitian hukum ini undang-undang dan regulasi yang dianalisis adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). 4. Sumber Penelitian Hukum Sebuah penelitian hukum dilakukan dengan didukung oleh berbagai jenis dan sumber bahan hukum. Penelitian hukum ini menggunakan beberapa jenis dan sumber bahan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum primer adalah bahan yang bersifat autoritatif dan isinya mengikat, dikatakan mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah yang memiliki otoritas (Burhan Ashshofa, 2004: 103). Bahan-bahan hukum primer diantaranya adalah perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undangundang atau putusan hakim. Bahan-bahan hukum sekunder adalah seluruh bentuk publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi, publikasi tentang hukum yang meliputi kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Bahan-bahan hukum yang digunakan di dalam penelitian hukum ini diantaranya adalah sebagai berikut. a. Bahan hukum primer

digilib.uns.ac.id 12 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang otoritas Jasa Keuangan. 3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan di dalam penelitian hukum ini adalah buku-buku, jurnal nasional maupun internasional, artikel, informasi yang dimuat di internet (e-journal, e-news, website), dan hasil karya ilmiah serta penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian hukum ini termasuk diantaranya yaitu skripsi, tesis, maupun disertasi hukum, selain itu adalah kamus-kamus hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 196). 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Penelitian hukum ini akan menggunakan teknik studi pustaka, pengumpulan bahan primer, bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi sesuai dengan permasalahan yang dipaparkan, disusun secara sistematis dan nantinya dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (Statute Approach), maka dalam penelitian ini penulis mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu yang dikaji. Perundang-undangan dalam hal ini meliputi baik yang berupa legislation maupun regulation bahkan juga delegated legislation dan delegated regulation. (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 237).

digilib.uns.ac.id 13 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum adalah teknik analisa kualitatif, yaitu dengan meneliti, menganalisis, dan mendeskripsikan bahan hukum yang bukan merupakan kumpulan angka-angka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum berguna untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai pembahasan dari penelitian ini yang dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan antar yang satu dengan yang lain, yang dapat dilihat sebagai berikut. BAB I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Penulis menjelaskan mengenai latar belakang masalah penelitian hukum ini dengan menguraikannya ke dalam sebuah rumusan masalah yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap kerahasiaan dan keamanan data pribadi nasabah pengguna layanan keuangan branchless banking Laku Pandai menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuanga.n Bab ini juga menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat dari penulisan hukum ini. Tujuan dari penulisan hukum ini terbagi menjadi dua yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Sementara itu manfaat dari penulisan hukum ini adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis. Selain itu bab ini juga menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum yang bersifat preskriptif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan. Sumber penelitian hukum ini terdiri dari bahan

digilib.uns.ac.id 14 hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bagian terakhir dalam bab ini menguraikan sistematika penulisan hukum. BAB II : Tinjauan Pustaka Terdiri dari kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori yang menjelaskan tentang tinjauan umum tentang perlindungan konsumen dalam hal ini mengenai pengertian dari perlindungan konsumen dan nasabah, tinjauan umum tentang branchless banking dalam hal ini mengenai pengertian dari branchless banking, sejarah branchless banking dan pengertian dari Laku Pandai termasuk di dalamnya penjelasan mengenai pihak-pihak yang terlibat dan tinjauan umum tentang perbankan dalam hal ini mengenai pengertian Pelaku Usaha Jasa Keuangan, pengertian bank, fungsi perbankan, jenis bank, kewajiban bank dan rahasia bank. Bagian kerangka pemikiran digunakan untuk memudahkan pemahaman pemikiran penulis yang digambarkan melalui bagan dan tulisan. BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini merupakan pembahasan pokok penulisan yang terdiri dari bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap rahasia bank tentang keamanan data dan/atau informasi pribadi nasabah pengguna layanan keuangan branchless banking Laku Pandai dan sanksi yang disediakan oleh Otoritas Jasa Keuangan bagi pihak perbankan yang melanggar ketentuan rahasia bank tersebut menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuanga.n. BAB IV : Penutup Bab ini akan menjelaskan mengenai simpulan yang didapat oleh penulis dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dan disertai saran terhadap permasalahan yang diteliti dalam penulisan hukum ini. DAFTAR PUSTAKA