II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

dokumen-dokumen yang mirip
MONITORING PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

III. METODE PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Penginderaan Jauh

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KOTA LUBUK PAKAM ANTARA TAHUN 2012 DENGAN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

III. METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN KAWASAN HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN LANGSA BARAT KOTA LANGSA TAHUN 1990, 2000 DAN 2015

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

DAFTAR ISI. . iii PRAKATA DAFTAR ISI. . vii DAFTAR TABEL. xii DAFTAR GAMBAR. xvii DAFTAR LAMPIRAN. xxii DAFTAR SINGKATAN.

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

KAJIAN KEMAMPUAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

PERBANDINGAN METODE SUPERVISED DAN UNSUPERVISED MELALUI ANALISIS CITRA GOOGLE SATELITE UNTUK TATA GUNA LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

Aplikasi Object-Based Image Analysis (OBIA) untuk Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB III METODE PENELITIAN

Metode Klasifikasi Digital untuk Citra Satelit Beresolusi Tinggi WorldView-2 pada Unit Pengembangan Kertajaya dan Dharmahusada Surabaya

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002). Di dalam sebuah DAS, sumberdaya alam yang dimanfaatkan secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya lahan meliputi pertanian, perkebunan, hutan, serta semua yang meliputi pengelolaan dan pemanfaatan lahan. Sedangkan pemanfaatan sumberdaya air antara lain berupa irigasi, PLTA dan suplai air minum. Agar sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan maka harus dikelola secara seksama (Budiarso dan Sudirman, 2004). Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Tim Peneliti BP2TPDAS-IBB, 2004). Dengan demikian maka keggiatan-kegiatan penanganan dalam rangka pengelolaan DAS mulai dari perencanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi harus disesuaikan dengan permasalahannya. Beberapa contoh permasalahan penurunan kualitas lingkungan DAS adalah (Tim Peneliti BP2TPDAS-IBB, 2004): 1. terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau secara terus-menerus. 2. terjadinya sedimentasi pada DAS yang ada bangunan airnya seperti bendungan atau waduk, sehingga dapat mengurangi umur fungsinya. 3. terganggunya kualitas air, baik untuk air minum maupun air irigasi, yang disebabkan oleh sedimentasi maupun pencemaran bahan kimia. 4. penurunan muka air tanah yang dapat mempercepat proses intrusi air laut. 5. meningkatnya erosi pada lahan di dalam dan luar kawasan uhtan yang menyebabkan menurunnya kesuburan tanah. 6. kurang sesuainya perencanaan tata ruang dengan daya dukung lahan.

6 7. semakin berkurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian DAS Menurut Koppelman dan De Chiara (1994), apabila banjir menerjang daerah yang terbangun, seluruh kota dikacaukan dan kapasitas produksinya menjadi terhambat. Idealnya, lahan yang pernah mengalami banjir pada suatu saat tertentu tidak boleh dibangun kecuali diambil langkah-langkah pengendalian banjir yang meniadakan bahaya tersebut untuk seterusnya. Tetapi, apabila daerah yang akan dibangun menunjukkan adanya indikasi banjir dalam selang waktu kurang dari 25 tahun, maka lahan tersebut harus dinyatakan tidak boleh dibangun. 2.2 Perubahan Penutupan Lahan Kebutuhan manusia akan kelangsungan produktivitas hidupnya menyebabkan manusia sebagai aktor utama dibalik terjadinya perubahan penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan merupakan suatu kombinasi dari hasil interaksi faktor sosial-ekonomi, politik dan budaya. Menurut Jayadinata (1992), terdapat nilai-nilai sosial dalam hubungan dengan penggunaan tanah, yang dapat berhubungan dengan kebiasaan, sikap moral, pantangan, pengaturan pemerintah, peninggalan kebudayaan, pola tradisional, dan sebagainya. Lebih lanjut Jayadinata (1992) menyatakan bahwa tindakan manusia menunjukkan cara bagaimana manusia atau masyarakat bertindak dalam hubungannya dengan nilai (values) dan cita-cita (ideas) mereka. Nilai dan cita-cita tersebut adalah hasil dari pengalaman manusia dalam perekonomian dan kebudayaan tertentu dan dalam keadaan alam tertentu, dan merupakan pelengkap dari naluri-naluri dasar dalam kehidupan manusia. Tindakan manusia dalam tata guna tanah disebabkan oleh kebutuhan manusia dan keinginan manusia dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Misalnya kemudahan atau kenyamanan yang sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat, dicerminkan dalam pengaturan lokasi tempat tinggal, tempat bekerja, dan rekreasi. Berkaitan dengan penggunaan tanah, pembangunan kota yang semakin pesat menjadikan wilayah di sekitar hulu sungai menjadi sarana pembangunan baru. Perubahan yang sering terjadi adalah konversi lahan konservasi, terutama hutan menjadi area pertanian atau bahkan pemukiman. Kegiatan konservasi lahan ini

7 dimaksudkan untuk mendukung tersedianya sarana dan prasarana kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Namun begitu, perubahan ekosistem yang terjadi sebagai akibat dari perubahan penutupan lahan tersebut juga akan mengubah kemampuan alam dalam mendukung keberadaan manusia diatasnya. Salah satu akibat nyata dari perubahan penutupan lahan yaitu banjir. Banjir pada hakikatnya hanyalah salah satu output dari pengelolaan DAS yang tidak tepat. Beberapa penyebab banjir secara biofisik yaitu ; curah hujan yang sangat tinggi, karakterisitk DAS itu sendiri, penyempitan saluran drainase dan perubahan penutupan lahan. 2.3 Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Studi Perubahan Penutupan Lahan Informasi penutupan lahan menjadi hal yang penting untuk memahami penutupan lahan dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam studi perubahan lingkungan memerlukan ketersediaan data penutupan lahan secara spasial. Pada skala lokal, foto udara dapat membantu untuk menghasilkan data ini, dalam skala nasional atau regional dapat menggunakan data statistik, data non-spasial, dan citra satelit. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang Sistem Informasi Geografi (SIG) dan penginderaan jauh, maka evaluasi penutupan lahan semakin mudah dilakukan dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional. SIG merupakan alat yang memungkinkan untuk pengolahan data spasial menjadi suatu informasi dan digunakan untuk membuat keputusan tentang beberapa bagian dari bumi (Demers, 2005). Hal penting yang dimiliki oleh SIG, yaitu: (1) SIG berhubungan dengan berbagai aplikasi database lainnya dengan menggunakan geo-reference sebagai dasar utama dalam proses penyimpanan dan akses informasi. (2) SIG merupakan sebuah teknologi yang terintegrasi, karena dapat menyatukan berbagai teknologi geografi yang ada seperti penginderaan jauh, Global Positioning System (GPS), Computer-Aided Design (CAD) dan lainnya. (3) SIG dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan, bukan hanya dilihat sebagai sistem perangkat keras/lunak. Data yang diperoleh dari SIG dapat dikolaborasikan dengan hasil penginderaan jarak jauh. Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu

8 pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi tentang suatu objek, area, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tertentu tanpa ada kontak dan investigasi dengan objek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1979). Informasi remote sensing yang dihasilkan dari satellite image untuk analisis lebih lanjutnya menggunakan SIG. Secara umum data dari pengginderaan jauh agar dapat digunakan di SIG harus diinterpretasi dan dikoreksi geometrik terlebih dahulu (Jaya, 2010). Dikatakan pula bahwa saat ini penginderaan jauh tidak hanya mencakup pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pengolahan data secara otomatis (komputerisasi) dan manual (interpretasi), analisis citra dan penyajian data yang diperoleh. Kegiatan penginderaan dibatasi pada penggunaan energi elektromagnetik. Secara konseptual, semua rancangan untuk keberhasilan penginderaan jauh paling tidak harus memenuhi (Lillesand dan Kiefer, 1979): 1. perumusan yang jelas masalah yang dihadapi. 2. evaluasi potensi untuk menyesuaikan permasalahan dengan teknik penginderaan jauh. 3. identifikasi prosedur perolehan data penginderaan jauh yang sesuai dengan tujuan. 4. penentuan prosedur interpretasi data yang akan diterapkan dan pemilihan data rujukan yang dibutuhkan. 5. identifikasi kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas informasi yang dikumpulkan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, data yang telah dihasilkan dapat diketahui keakuratannya dengan melakukan pendugaan akurasi klasifikasi. Pendugaan akurasi dapat dibantu menggunakan ERDAS. Menurut Surati Jaya (2010) proses pendugaan akurasi dengan ERDAS dapat dilakukan dengan membuat tiga bentuk laporan, yaitu: 1. matrik yang secara sederhana membandingkan kelas acuan dengan kelas hasil dalam matrik c x c, 2. laporan total akurasi yang dihitung secara statistik, dan 3. Kappa statistik.

9 2.4 AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2) AVNIR-2 instrumen on-board Advanced Land Observing Satellite (ALOS) adalah sebuah spektrometer pencitraan resolusi tinggi yang beroperasi pada spektrum tampak dan inframerah-dekat. Data diperoleh melalui empat band multi-spektral dengan resolusi spasial 10 meter. Alat ini dapat di-track depointed untuk mendapatkan sudut pandang dalam rentang [-44, 44] derajat. Berbeda dengan AVNIR-instan, bidang view AVNIR-2 menyediakan resolusi gambar 10 dibandingkan dengan 16 m AVNIR dalam wilayah multi spektral. Hal ini diwujudkan dengan perbaikan dari detektor CCD (AVNIR:5.000 pixel per CCD, AVNIR-2:7.000 pixel per CCD) dan peningkatan elektronik tersebut (European Space Agency, 2000-2010 ). AVNIR-2 memiliki beberapa level (European Space Agency, 2000-2010), yaitu: Level 1A: AVNIR-2 data mentah yang diekstrak dari tingkat data 0, diperluas dan menghasilkan baris. Tambahan informasi seperti informasi radiometrik dan lain-lain yang diperlukan untuk memproses, lebih unggul dari level 1B. Level 1B1: data yang dihasilkn merupakan koreksi radiometrik data level 1A, dan menambahkan koefisien kalibrasi absolut. Tambahan informasi seperti informasi radiometrik dan lain-lain yang diperlukan untuk memproses, lebih unggul dari level 1B2. Tingkat 1B2: data yang dihasilkan merupakan koreksi geometri untuk data level 1B1. Pilihan koreksi berikut ini tersedia: R: Geo-acuan data; G: data Geo-dijalin dengan tali; D: Rough DEM (Digital Elevation Model) koreksi: mengoreksi pengaruh topografi ke daerah mana DEM tertutup. Koreksi DEM efektif hanya di wilayah Jepang. Ada kemungkinan bahwa kesalahan koreksi DEM akan terjadi ketika menunjuk sudut besar. Dalam hal ini, akurasi tidak dijamin karena interpolasi dilakukan di daerah kesalahan. Jika menetapkan pilihan ini di luar wilayah Jepang, opsi D menjadi efektif.

10 Tabel 1. Spesifikasi AVNIR-2 (Japan Aerospace Exploration Agen, Tim Proyek ALOS) Mayor Spesifikasi AVNIR-2 BAND1: 0,42 ~ 0,50 mikron Pengamatan Band BAND2: 0,52 ~ 0,60 mikron BAND3: 0,61 ~ 0,69 mikron BAND4: 0,76 ~ 0,89 mikron S / N lebih dari 200 MTF 0,2 atau lebih Resolusi Khusus 10m (di Nadir) Lebar petak 70 km (di Nadir) Menunjuk Sudut + - 44 deg 2.5 Klasifikasi Penutupan Lahan Menurut Jaya (2010) klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan. Kelas-kelas ini sering juga disebut dengan segmentasi (segmentation). Kelas dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fitur-fitur yang telah dikenali di lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan oleh komputer. Selanjutnya Jaya (2010) menjelaskan bahwa berdasarkan teknik pendekatannya, klasifikasi kuantitatif dibedakan atas Klasifikasi Tidak Terbimbing (unsupervised classification) dan Klasifikasi Terbimbing (supervised classification). Klasifikasi Tidak Terbimbing adalah klasifikasi yang proses pembentukan kelas-kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer. Kelaskelas atau klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung pada data itu sendiri. Dalam prosesnya, klasifikasi ini mengelompokkan piksel-piksel berdasarkan kesamaan atau kemiripan spektralnya. Kelas-kelas ini tidak berhubungan secara langsung dengan watak-watak tertentu dari fitur atau obyek yang ada pada citra. Pada klasifikasi ini hanya sebagian kecil saja yang ditetapkan atau didesain oleh analis, misalnya jumlah kelas atau klaster yang akan dibuat, teknik yang akan digunakan, jumlah iterasi, dan band-band atau kanal yang akan digunakan.

11 Berbeda dengan klasifikasi sebelumnya, Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analisis (supervised). Kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh analisis melalui pembuatan training area (Jaya, 2010). Klasifikasi penutupan lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) dengan menggunakan metode Peluang Maksimum (Maksimum Likelihood Classifier). Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan dan merupakan metode standar. Metode ini mempertimbangkan peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas atau kategori tertentu. Dapat dihitung dengan menghitung persentase tutupan pada citra yang akan diklasifikasi. Jika peluang ini tidak diketahui maka besarnya peluang dinyatakan sama untuk semua kelas (satu per jumlah kelas yang dibuat) (Jaya, 2010). Setelah menentukan training area, maka akan dilakukan proses lain seperti penggabungan kelas (Merging) berdasarkan nilai keterpisahannya, labelling, pendugaan akurasi, dan proses deteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan. 2.5.1 Training Area Dalam klasifikasi terbimbing, analisis perlu membuat kelas-kelas yang diinginkan dan selanjutnya membuat signature atau penciri yang sesuai dengan yang digunakan. Dalam hal ini diperlukan suatu cara untuk mendapatkan datadata yang mewakili setiap kelas yang ingin diekstrak. Klasifikasi ini sangat sesuai, jika ingin membuat kelas-kelas yang jelas kita inginkan. Training area diperlukan dalam setiap kelas yang akan dibuat, dan diambil dari areal yang cukup homogen. Pada saat pembuatan, analisis harus bisa melihat secara jelas perbedaan yang tampak pada citra. Jika perbedaan tidak tampak secara jelas, maka kemungkinan ada kesalahan klasifikasi. Masing-masing training area mewakili satu kelas atau kategori tutupan lahan. Secara teoritis jumlah piksel yang harus diambil per kelas adalah sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu (N+1). Tetapi pada prakteknya, jumlah piksel yang harus diambil dari setiap kelas biasanya 10 sampai 100 kali jumlah band yang digunakan (Jaya, 2010). Pada ERDAS, pembuatan training area dilakukan menggunakan: a. layer dari vektor.

12 b. membuat secara langsung pada citra dengan Tools AOI. c. metode kesamaan spektral (speed pixel) dengan piksel-piksel yang ada di sekitarnya. d. menggunakan batasan radius tertentu. e. menggunakan hasil klastering. 2.5.2 Analisis Keterpisahan (Separability Assesment) Analisis keterpisahan adalah analisis kuantitatif yang menunjukan keterpisahan statistik antara kelas penutupan lahan, apakah suatu kelas layak untuk digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan (Jaya, 2006). Kriteria tingkat keterpisahan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Tingkat Keterpisahan Nilai Transformasi Keterpisahan < 1.600 1.600 < 1.800 1.700 < 1.900 1.900 < 2.000 2.000 Keterangan Tidak terpisahkan (inseperable) Cukup baik (poor) Baik (fair) Sangat baik (good) Sempurna (excellent) Sumber : Jaya (2006) 2.5.3 Penggabungan Kelas / Merging / Grouping Merging adalah proses penggabungan kelas-kelas yang memiliki jarak yang dekat dengan mempertimbangkan jumlah piksel pada setiap kelas, kemiripan (similarity), serta nilai keterpisahaan antar kelas (Jaya, 2006). 2.5.4 Labeling Labeling merupakan proses pemberian identitas label pada setiap kelas yang telah dihasilkan. Pemberiaan label sebaiknya terukur serta dilakukan ketika kita telah mengetahui ciri-ciri dari obyek yang akan diberi label setelah melakukan interpretasi visual (Jaya, 2006).

13 2.5.5 Pendugaan Akurasi Akurasi sering dianalisis menggunakan suatu matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi (Jaya, 2010). Matrik ini juga sering disebut error matrix atau confusion matrix. Secara konvensional, akurasi klasifikasi biasanya diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Akurasi ini menggunakan seluruh elemen dalam matrik, termasuk di dalamnya terdapat producer s accuracy, user s accuracy dan akurasi secara keseluruhan (overall accuracy). 2.5.6 Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Land Cover Change Detection (LCCD) merupakan aplikasi penting dari teknik penginderaan jauh karena kemampuannya untuk merekam penginderaan yang dilakukan berulang kali dengan kualitas gambar yang konsisten pada interval yang pendek, skala global, dan selama satu siklus penuh. Tujuan dari LCCD adalah untuk membandingkan perubahan penutupan lahan yang berbeda baik secara kualitatif ataupun kuantitatif (Civco et al, 2002). Metode yang biasa digunakan dalam metode ini adalah Post Classification Comparison. Metode ini melakukan deteksi perubahan dengan membandingkan peta klasifikasi yang diperoleh dengan mengklasifiksikannya secara independen antara dua citra dari area yang sama dalam waktu yang berbeda (Bruzzone dan Seprico, 1997). Selanjutnya Bruzzon dan Seprico (1997) menjelaskan bahwa dengan menggunakan cara ini sangat mungkin untuk mendeteksi perubahan dan memahami jenis-jenis perubahan yang terjadi. Klasifikasi citra multitemporal ini menghindari kebutuhan untuk menormalkan kondisi atmosfer, perbedaan sensor antara dua akuisisi. Namun, teknik Post Classification Comparison tergantung pada akurasi dari peta klasifikasi. Hal ini disebabkan karena adanya fakta bahwa metode ini tidak mengambil dan memperhitungkan ketergantungan yang ada antara dua citra di daerah yang sama dalam waktu yang berbeda.