BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan permodelan struktur yang telah selesai. Pembebanan diberikan

Ivan Julianto Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia,

BAB III METODE PENELITIAN

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendekatan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kekangan yang diberikan sengkang

BAB I PENDAHULUAN. syarat bangunan nyaman, maka deformasi bangunan tidak boleh besar. Untuk. memperoleh deformasi yang kecil, gedung harus kaku.

BAB III METODOLOGI. Mulai. Pengumpulan Data. Preliminary Desain Struktur Model-1. Input Beban Yang Bekerja Pada Struktur

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

Struktur Beton Bertulang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

PENGARUH RANGKAK (CREEP) PADA BANGUNAN TINGGI

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III METODELOGI PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT LENTUR BETON RINGAN ALWA MUTU RENCANA f c = 35 MPa

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Defleksi Balok Beton Bertulang Pada Sistem Rangka Dengan Bantuan Perangkat Lunak Berbasis Metode Elemen Hingga

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB III METODOLOGI. 3.1 Dasar-dasar Perancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

DESAIN PENULANGAN SHEAR WALL, PELAT DAN BALOK DENGAN PEMROGRAMAN DELPHI

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI GAYA GESER PADA STRUKTUR DINDING GESER AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN BERBAGAI METODE ANALISIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

1. PENDAHULUAN 1.1. BETON

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT RENDAH DENGAN SOFTWARE ETABS V.9.6.0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

PENGARUH PENINGKATAN KAPASITAS AIR TERHADAP KEKUATAN STRUKTUR BAK SEDIMENTASI PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. gambar- gambar yang akan menjadi acuan dalam perancangan,. Berikut adalah gambar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

BAB I PENDAHULUAN. maka kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan hukum dan perundangundangan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG DENGAN SOFTWARE ETABS V9.2.0

Jl. Banyumas Wonosobo

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN

PERILAKU BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN PELAT BAJA DALAM MEMIKUL LENTUR (Penelitian) NOMI NOVITA SITEPU

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

Dinding Penahan Tanah

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT TINGGI

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Binus Square merupakan sebuah apartemen yang berlokasi di Jl. Budi Raya, Kemanggisan, Jakarta Barat. Jumlah lantai apartemen Binus Square sebanyak 18 lantai. Fungsi dari apartemen Binus Square ialah untuk memberi fasilitas kepada para mahasiswa khususnya yang berasal dari luar Jakarta. Gambar 2.1 Binus Square-Hall of Residence Struktur gedung Binus Square terdiri dari elemen balok dan kolom sebagai pemikul beban gravitasi, serta dilengkapi dengan shear wall sebagai pemikul beban lateral (gempa bumi). Kombinasi dari kedua sistem tersebut bekerja sama membentuk sistem ganda. Sistem ganda adalah salah satu sistem struktur yang beban gravitasinya dipikul sepenuhnya oleh space frame (rangka), sedangkan beban lateralnya dipikul 6

7 bersama oleh rangka dan shear wall. Menurut SNI 03-1726-2002, space frame (rangka) sekurang-kurangnya memikul 25% dari beban lateral dan sisanya dipikul oleh shear wall. Karena shear wall dan space frame dalam sistem ganda merupakan satu kesatuan struktur maka diharapkan keduanya dapat mengalami defleksi lateral yang sama atau setidaknya space frame mampu mengikuti defleksi lateral yang terjadi. Shear wall ialah dinding geser yang terbuat dari beton bertulang dimana tulangan-tulangan tersebut yang akan menerima gaya lateral akibat gempa sebesar beban yang telah direncanakan. Jumlah shear wall yang dipakai pada struktur gedung Binus Square sebanyak lima shear wall utama dan beberapa shear wall kecil dengan tebal 25 cm. Mutu beton yang digunakan dari lantai 1 sampai lantai 6 sebesar f c 35 MPa. Untuk lantai 7 sampai lantai 14 menggunakan mutu beton sebesar f c 30 MPa dan lantai 15 sampai lantai teratas menggunakan mutu beton sebesar f c 25 MPa dikarenakan beban bangunan di lantai-lantai atas mulai berkurang. Selain adanya shear wall, juga terdapat beberapa kolom yang menyatu dengan shear wall.

8 Gambar 2.2 Denah Struktur Binus Square-Hall of Residence 2.2. Landasan Teori 2.2.1 Metode Pembebanan Langsung Metode pembebanan langsung adalah metode pemberian beban pada struktur beton bangunan tingkat tinggi dimana pembebanan seolah-olah diterima sekaligus oleh bangunan tersebut setelah proses pembangunan selesai dan beban diberikan seluruhnya dari lantai satu sampai lantai teratas. Pembebanan langsung membutuhkan waktu yang paling singkat dari metode pembebanan lainnya karena pembebanan hanya dilakukan pada satu tahap, kemudiannya hasil pembebanan akan langsung dapat diketahui untuk semua lantai. Untuk bangunan bertingkat tinggi, metode pembebanan langsung dapat menyebabkan akumulasi perbedaan perpendekan elastis kolom yang cukup besar dan

dapat mengakibatkan terjadinya tambahan tegangan yang cukup besar pada balok-balok yang menghubungkan kolom-kolom tersebut. 9 Gambar 2.3 Pemodelan Metode Pembebanan Langsung 2.2.2 Metode Sequential Loading Metode sequential loading adalah metode pemberian beban dengan berusaha meniru pembebanan pada saat proses pelaksanaan konstruksi berlangsung dengan melakukan pembebanan pada model struktur secara bertahap dan berurutan.. Metode sequential loading memodelkan beban secara bertahap tiap lantai, kemudian berurutan naik ke lantai berikutnya dan mengganggap tidak ada beban lagi pada lantai sebelumnya (Thiopelus dan Gowinda, 1998). Gambar 2.4 Pemodelan Metode Sequential Loading

10 Gaya dalam pada lantai yang ditinjau diperoleh dari superposisi dari tiap tahap pembebanan yang dilakukan sesuai dengan lantai yang ditinjau. Sebagai contoh pada bangunan Gedung Binus Square dengan jumlah lantai sebanyak 18 lantai, maka dilakukan 18 tahap pembebanan. Untuk mendapatkan momen balok yang bekerja pada lantai 1 didapat dari momen balok lantai 1 akibat pembebanan tahap pertama, dijumlahkan dengan momen balok lantai 1 akibat pembebanan pada lantai 2 pada tahap kedua, dan juga momen balok lantai 1 akibat pembebanan pada lantai 3, 4, 5,6, 7 sampai lantai 18 pada tahap-tahap selanjutnya. Hal yang sama dilakukan untuk mendapatkan momen kolom dan gaya aksial. Untuk mendapatkan gaya dalam pada lantai 2, maka superposisi dilakukan mulai tahap pembebanan yang kedua sampai dengan tahap pembebanan kedelapan belas. Sedangkan untuk mendapatkan gaya dalam pada lantai 18, didapat dari pembebanan tahap kedelapan belas tanpa harus disuperposisikan karena merupakan tahap terakhir. Program ETABS Nonlinear versi 9.5.0 yang digunakan dapat mengeluarkan output data tersebut secara langsung sehingga tidak perlu dilakukan perhitungan secara manual. Dengan metode sequential loading seperti ini maka perpendekan kolom yang terjadi pada lantai yang bawah tidak terakumulasi pada kolom yang diatasnya (Thiopelus dan Gowinda, 1998). 2.2.3 Beban Mati Dalam penelitian ini, beban yang ditinjau adalah beban gravitasi akibat berat sendiri struktur Gedung Binus Square. Hal ini dikarenakan analisa dilakukan dengan menganggap bangunan sedang dalam proses konstruksi sehingga beban-beban lainnya dianggap belum bekerja. Menurut SNI 03-2847-2002, beban mati adalah berat semua

11 bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Kombinasi beban rencana pada struktur bangunan sesuai dengan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002, sebagai berikut: U = 1.4 DL... pers. (2.1) 2.2.4 Teori Rangkak Rangkak merupakan perubahan bentuk yang merupakan fungsi dari waktu akibat beban tetap yang berlangsung terus-menerus. Deformasi akibat rangkak pada beton akan terjadi sejak beban mulai bekerja dan akan terus berlangsung selama beban masih bekerja serta akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Rangkak berhubungan erat dengan regangan (), tegangan (σ), dan waktu (t). Faktor-faktor yang mempengaruhi rangkak adalah pilihan bahan dasar campuran beton, ukuran butir dan isi zat-zat mineral dari agregat, proporsi campuran beton seperti kadar air dan perbandingan air semen, suhu dan derajat kebasahan sewaktu pengeringan beton, umur pada waktu pembebanan, nilai slump beton, persentase penggunaan tulangan, dan jenis perawatan beton cor. Program-program analisa struktur pada umumnya belum bisa memasukkan pengaruh rangkak ke dalam perhitungannya. Oleh karena itu, pengaruh rangkak yang diperhitungkan harus dimasukkan ke dalam perhitungan dengan cara memodifikasi modulus elastisitas material saat input data.

12 American Concrete Institute (ACI) 209 memberikan suatu rumusan untuk menghitung besarnya creep strain (regangan rangkak) yang terjadi pada beton: ε cr = ε i [ / (10 + ]C cu K ch K ca K cs... pers. (2.2) Dimana: ε cr ε i = Regangan rangkak = Initial strain, yaitu regangan elastis awal yang terjadi akibat pembebanan. ε i = σ / E i... pers. (2.3) σ E i t = Tegangan awal pada beton = Modulus elastisitas awal beton (MPa) = Waktu sejak pembebanan diberikan (hari) C cu = Ultimate creep coefficient yang nilainya antara 1.30 sampai 4.15 Untuk keadaaan dimana tidak diperoleh data creep yang spesifik, nilai C cu diambil sebesar 2.35. K ch K ca K cs = Relative humidity correction factor for creep = Age at loading correction factor = Shape and size correction factor for creep Tabel 2.1 Faktor Koreksi Metode Perawatan t o (hari) H K ca K ch K cs Moist Cured Steam Cured 1 hari 40% N/A N/A N/A 7 hari 40% 1.25 1.27-0.0067H 1.14-0.0035(V/S) 1 hari 40% 1.13 1.27-0.0067H 1.14-0.0035(V/S) 7 hari 40% N/A N/A N/A Sumber : American Concrete Institute (ACI) 209

13 Keterangan: Moist Cured = perawatan dengan kondisi lingkungan lembab Steam Cured = perawatan dengan uap H = kelembaban relatif (%) V S = volume sampel beton (mm³) = luas permukaan sampel beton (mm²) Menurut data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah DKI Jakarta tahun 2007-2012, nilai kelembaban relatif DKI Jakarta tahun 2009 sebesar 73%-78% sehingga diambil nilai rata-rata 75%. Pengaruh rangkak dapat dimasukkan dengan menghitung besarnya modulus elastisitas rangkak (E cr ) akibat pengaruh regangan total ( cr total ). Regangan total yang terjadi diperoleh dari penjumlahan regangan rangkak ( cr ) dan regangan awal ( i ). cr total = cr + i... pers.(2.4) E cr = σ / cr total... pers.(2.5) Dengan mensubsitusikan persamaan (2.2) pada persamaan (2.3) dan persamaan (2.5) akan diperoleh rumus Modulus Elastisitas Rangkak: E cr = E i / [{( / (10 + )C cu K ch K ca K cs }+1]... pers.(2.6) Sehingga dari rumusan diatas maka dapat dibuat langkah-langkah perhitungan modulus elastisitas rangkak yaitu:

14 Dimana : Gambar 2.5 Langkah-Langkah Perhitungan Modulus Elastisitas Rangkak t P E i A C cu cr = Waktu sejak pembebanan diberikan (hari) = Beban yang dipikul satu kolom per lantai = Modulus elastisitas beton = Luas penampang kolom = Ultimate creep coefficient = Regangan rangkak setiap tahap sequential cr total = Total regangan rangkak dan regangan awal setiap kolom setiap tahap sequential E cr = Modulus elastisitas rangkak

15 2.2.5 Hubungan Rangkak dan Pembebanan Dari rumusan diatas, dapat digambarkan kurva hubungan antara regangan rangkak dengan waktu, seperti ditunjukkan dalam gambar 2.6. Regangan total yang merupakan jumlah antara regangan rangkak dan regangan awal (elastis) ditunjukkan dalam gambar 2.7. Gambar 2.6 Kurva Hubungan Antara Regangan Rangkak dan Waktu Gambar 2.7 Kurva Hubungan Antara Regangan Total dan Waktu

16 Kurva yang digambarkan pada gambar 2.6 dan gambar 2.7 menunjukkan regangan rangkak dan regangan total yang terjadi pada beton jika beton mengalami pembebanan yang tetap, dimana beban yang bekerja tidak mengalami perubahan. Pada kondisi dimana beton mengalami penambahan beban (tegangan) seperti penambahan beban pada kolom bangunan tingkat tinggi akibat beban mati pada saat pelaksanaan, kurva regangan rangkak yang terjadi juga berubah. Bila tegangan yang bekerja pada beton meningkat dari σ 1 ke σ 2 pada waktu, t = t 1, kurva regangan rangkak yang terjadi adalah kurva OAB seperti ditunjukkan pada gambar 2.8. Kurva OA menunjukkan regangan rangkak yang terjadi karena tegangan konstan σ 1, sedangkan kurva OD menunjukkan regangan rangkak untuk tegangan konstan σ 2, sedangkan kurva AB identik dengan CD yang diperoleh dengan menggeser kurva CD ke kanan sehingga titik C berada di titik A. Gambar 2.8 Kurva Regangan Rangkak untuk Pembebanan yang Berubah

17 Regangan rangkak yang terjadi pada suatu struktur akan mengakibatkan perpendekan secara lambat pada kolom. Pada kolom yang bersebelahan dan menerima beban yang tidak sama besar, regangan rangkak yang terjadi pada kedua kolom itu juga tidak sama besar sehingga mengakibatkan perpendekan kolom yang tidak sama besar. Perbedaan perpendekan yang terjadi ini akan menimbulkan tambahan gaya dalam berupa momen lentur pada balok yang menghubungkan kedua kolom tersebut. Pada kolom yang berdampingan dengan dinding geser, perbedaan perpendekan ini akan semakin jelas, karena pada umumnya pembebanan pada kolom lebih dominan beban aksial, sedangkan pada dinding geser lebih dominan beban momen, sehingga biasanya deformasi aksial yang terjadi pada dinding geser lebih kecil. 2.2.6 Penampang Retak Beton Penampang beton bisa mengalami keretakan ketika menahan momen lentur. Sewaktu serat bawah tertarik, beton sebenarnya bisa menahan tegangan tarik tersebut, tetapi kuat tarik beton sangatlah kecil. Retak pada beton biasanya terjadi karena desain dan praktek konstruksi yang tidak benar seperti: Persiapan tanah dasar yang kurang tepat. Penggunaan beton dengan nilai slump yang tinggi atau penambahan air yang berlebihan pada pekerjaan pengadukan campuran beton. Pekerjaan finishing beton cor yang kurang teliti. Pekerjaan perawatan beton cor kurang memadai.

18 Gambar 2.6 Tipe Retak Pada Balok Beton Salah satu sifat elastis yang paling penting dari beton adalah modulus elastisitasnya, yang dapat diperoleh dari pengujian tekan pada silinder beton. Modulus elastisitas, E c, dapat didefinisikan sebagai perubahan dari tegangan terhadap regangan dalam kisaran elastis: E c =... pers.(2.7) Modulus elastisitas beton menurut SNI 03-2847-2002 untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar : E c = (4700)... pers.(2.8) dimana : E c = modulus elastisitas beton normal (MPa) f c = mutu beton (MPa) dirumuskan : Sedangkan besarnya momen inersia beton menurut SNI 03-2847-2002 I g = bh³... pers.(2.9)

19 dimana : I g b h = momen inersia beton normal = lebar balok = tinggi balok Kekakuan elemen struktur berdasarkan SNI 03-2847-2002 adalah : Balok : 0.35 I g Kolom : 0.70 I g Dinding : - Tidak retak : 0.70 I g - Retak : 0.35 I g Pelat datar dan lantai datar : 0.25 I g Luas : 1.00 A g 2.2.7 ETABS Nonlinear versi 9.5.0 ETABS merupakan sebuah program dalam bidang struktur. ETABS menyediakan semua pilihan bantuan yang diperlukan untuk membuat, mengubah, menganalisis, mengdesain, dan mengoptimalkan model bangunan. Tujuan awal dari pembuatan Program ETABS adalah untuk menciptakan sebuah program komputer berdasarkan metode elemen hingga yang mudah digunakan untuk menganalisa bangunan betingkat tinggi. Versi ETABS yang digunakan dalam penelitian ini adalah ETABS Nonlinear versi 9.5.0.

20 Gambar 2.9 Program ETABS Nonlinear versi 9.5.0 ETABS Nonlinear memperluas kemampuan versi Plus untuk memasukkan pilihan analisis nonlinear. Pilihan analisis nonlinear tersebut antara lain: Static Nonlinear Analysis Options Large Displacement Option, Sequential Loading Option, Plastic Hinge Element, dan Static Pushover Analysis. Dynamic Nonlinear Analysis Options Gap/Hook Element, Damper Element, Plasticity Element, Base Isolator with Plasticity Behavior, Base Isolator with Friction/Pendulum Behavior, dan Nonlinear Time History Analysis.