Resusitasi pada Neonatus Jhon Henry I Siregar 10.2014.259 / A9 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana Jl.Arjuna utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Latar Belakang Penyebab utama kematian neonatus berhubungan secara intrinsik dengan kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan setelah melahirkan. Asfiksia neonatorum dan trauma kelahiran pada umumnya disebabkan oleh manajemen persalinan yang buruk dan kurangnya akses ke pelayanan obstetri. Asupan kalori dan mikronutrien juga menyebabkan keluaran yang buruk. Telah diketahui bahwa hampir tiga per empat dari semua kematian neonatus dapat dicegah apabila wanita mendapatkan nutrisi yang cukup dan mendapatkan perawatan yang sesuai pada saat kehamilan, kelahiran dan periode pasca persalinan. 1 Asfiksia neonatorum adalah keadaan di mana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterin. 2 Transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin melibatkan serangkain perubahan fisiologi kompleks yang di mulai sebelum lahir. Yang mengejutkan adalah walaupun bayi mengalami sedikit hipoksemia intermeten selama persalinan, namun sebagian besar pada akhirnya menjalani transisi ini. 1
PEMBAHASAN 1. Penatalaksanaan Resusitasi Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuel) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir. Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa : 1) faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan hemoestatis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan timbulnya sekuel akan meningkat. 2) kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/ hipoksia pascanatal harus dicegah dan diatasi. 3) riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir. 4) penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat. Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat: 1) Memberikan lingkungan yang baik dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan bebas. 2) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan lemah. 3) Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi 4) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik. 2
Cara resusitasi, terbagi atas tindakan umum dan tindakan khusus. Tindakan Umum : a. Pengawasan suhu. Penurunan suhu tubuh mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Harus dicegah/dikurangi kehilangan panas dari kulit. Pemakaian sinar lampu yang cukup kuat dikerjakan untuk mengurangi evaporasi. Badan dan kepala neonatus dikeringkan dengan kain kering hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi untuk mencegah kehilangan panas. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi b. Pembersihan jalan nafas. Bayi diletakkan terlentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trake dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan atau untuk pemasangan pipa endotrakeal c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan. - Pada sebagian besar bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakuakn melalui nasofaring akan menimbulkan rangsangan pernafasan. - Pengaliran O2 yang cepat ke dalam mukosa hidung dapat merangsang refleks pernafasan yang sensitif dalam mukosa hidung dan faring. - Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamain K terhadap bayi tertentu. Tindakan Khusus Pada umumnya bayi baru lahir dengan depresi kardiorespirasi ringan sedang akan berespon baik terhadap rangsang taktil yang ditandai dengan meningkatnya denyut jantung dan bertambahnya usaha respirasi. Usaha yang lain adalah dengan menggosok punggung bayi dan memukul telapak kaki bayi. Mengeringkan tubuh bayi, pengisapan lendir atau cairan ketuban 3
dari mulut dan hidung, pada dasarnya adalah tindakan rangsangan. Untuk bayi yang sehat, prosedur tersebut sudah cukup untuk menimbulkan pernafasan. Setelah dilakukan tahapan awal diatas, kita pantau frekuensi napas, jantung, serta warna kulit. Bila bayi tidak bernapas (apneu), frekuensi jantung < 100/menit, lakukan Ventilasi Tekanan Positif. 2 Langkah ini digunakan untuk membantu usaha napas bayi. Menggunakan balon/sungkup resusitasi. Bayi diberikan oksigen 21%-100% dengan frekuensi 40-60/ menit. Setelah 30 detik melakukan VTP, periksa frekuensi jantung. Bila < 60/menit, lanjutkan dengan kompresi dada dan VTP tetap dijalankan. Pada kompresi dada diperlukan 2 orang. Lokasi kompresi dada : Gerakkan jari-jari sepanjang tepi bawah iga sampai mendapatkan sifoid.letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang dada di atas/superior sifoid. Dalamnya kompresi dada : sekitar 1/3 diameter antero posterior dada. Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan à curah jantung maximum. Koordinasi VTP dan Kompresi dada : 1 siklus: 3 kompresi & 1 ventilasi dalam 2 detik (3:1) Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per menit) Dilakukan dalam 30 detik à 15 siklus Penilaian frekuensi denyut jantung: Bila < 60 / menit beri obat (epinefrin) melalui vena umbilikal atau pipa endotrakea. Obat2 lain sesuai indikasi. Bila > 60 / menit kompresi dada dihentikan. 4
VTP dilanjutkan sampai > 100 / menit dan bayi bernapas spontan. Langkah-Langkah Resusitasi 1 Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. 2 Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. 3 Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). 4 Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung. 5 Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusapusap punggung bayi. 6 Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. Kompresi jantung Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung : Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi. 7 Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. 8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung >100x/menit dan bayi dapat nafas spontan. 5
9. Jika denyut jantung 0 atau <10x/menit, lakukan pemberian obat epineprin 1:10.000 dosis 0,2 0,3 ml/kgbb secara IV. 10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100x/menit hentikan obat. 11. Jika denyut jantung <80x/menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 5 menit. 12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak respon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. 3 Tindakan khusus Asfiksia berat Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit. Asfiksia sedang/ringan Pasang selang pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit Bila VTP perlu dilanjutkan lama, diharapkan memasang pipa orogastrik untuk mengatasi distensi lambung karena distensi lambung dapat menekan diafragma sehingga menghambat pengembangan paru dan mengakibatkan aspirasi dan regurgitasi. 6
7
ANAMNESIS Tujuan dari anamnesis adalah untuk menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi atau tidak. Hal-hal yang ditanyakan : Apakah bayi cukup bulan/tidak Apakah cairan amnion bersih dari mekonium atau tidak Apakah terjadi gangguan saat lahir/tidak 8
Apakah bayi bernapas atau menangis (perhatikan dada bayi) Apakah tonus otot baik/tidak (fleksi dan bergerak aktif) Bagaimaa warna kulit saat lahir PEMERIKSAAN Fisik Pemeriksaan tanda-tanda vital Pemeriksaan fisik untuk asfiksia neonatorum adalah penilaian score apgar pada bayi: Klinis 0 1 2 Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat Refleks saat jalan nafas Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas (lemah) dibersihkan Fleksi kuat gerak aktif Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) 4 A Nilai Apgar menit pertama 7-10 : biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung. 9
B Nilai Apgar menit pertama 4-6 : hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut. C Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang : bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat dihisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan O2 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada dengan kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum. Tehnik penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman penekanan lebih baik. Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman ± 1,5 cm dan dengan frekuensi 90 X / menit. Dalam 3 X penekanan dinding dada dilakukan 1X ventilasi sehingga didapatkan 30 X ventilasi per menit. Perbandingan kompresi dinding dada dengan ventilasi yang dianjurkan adalah 3 : 1. Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon, kemungkinan yang terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan. Jika frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan intubasi endotrakeal. 10
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5-1 ml adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena. Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line. Jangan memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati. Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah ( plasma volume expander ) : 10 ml/kgbb Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgbb darah lengkap (whole blood). Penunjang Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgb intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgbb. Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat: 5 PaO 2 < 50 mm H 2 O PaCO 2 > 55 mm H 2 ph < 7,30 Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa : Darah perifer lengkap Pemeriksaan radiologi/foto dada Analisis gas darah sesudah lahir Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi 11
Gula darah sewaktu Pemeriksaan USG Kepala Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium) Pemeriksaan EEG Ureum kreatinin CT scan kepala Laktat Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : 1 Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebihlebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya 2 Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3 Pemeriksaan ph darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa ph-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya ph. Apabila ph itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Faktor Resiko 12
Penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari: 1. Faktor ibu - Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam. - Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plaasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan; o o o gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat. hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan hipertensi pada penyakit eklamsia dan lain-lain. 2. Faktor Plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain. 3. Faktor Fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain. 4. Faktor Neonatus Depresi pusat pernafasan paa bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu; o o pemakaian obat anatesia atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung, dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial 13
o kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diagframatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain. Perawatan Pasca Resusitasi Evaluasi setelah resusitasi Telah berhasil melakukan resusitasi maka bayi sangat rentan terhadap : 1) Terdapat hipotermia - Selama melakukan resusitasi - Masukan langsung pada incubator, sehingga hilangnya panas badan dapat dikurangi. 2) Gangguan pernafasan - Paru - Pneumotoraks - Penyakit membrane lain - Aspirasi mekoneum - Infeksi pneumonia 3) Gangguan susunan saraf pusat : - Terjadi depresi - Gangguan menelan atau makan - IQ rndah atau turun akibat kerusakan sel otak - Dapat terjadi konvulsi 4) Muntah-muntah : aspirasi mekoneum atau darah 5) Terjadi hipoglikemia - Perlu perhatikan karena dapat merusak metabolisme 14
- Merusak sel otak dan jantung 6). Perut kembung. Karena O2 masuk ke dalam usus atau lambung. Dengan demikian memerlukan perawatan khusus di unit pelayanan intensif neonatus. Kejadian ini kan berlangsung bila tenaga kesehatan yang melakukan resusitasi sudah terampil dan mengetahui tugasnya dengan baik. EPIDEMIOLOGI Asfiksia merupakan penyebab utama kematian pada neonatus. Di negara maju, asfiksia menyebabkan kematian neonatus 8-35%. Di daerah pedesaan Indonesia 31-56,5%. Insidensi asfiksia pada menit 1= 47/1000 lahir hidup dan pada menit 5= 15,7/1000 lahir hidup. Faktor predisposisi Ibu : 1 Gangguan his misalnya hipertoni dan tetani 2 Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan misalnya plasenta previa 3 Hipertensi pada eklamsi 4 Gangguan mendadak pada plasenta seperti salutio plasenta Janin : 1 Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat 2 Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi/analgesik yang diberikan kepada ibu, pendarahan intrakranial dan kelainan bawaan 3 Ketuban keruh/meconium PENATALAKSANAAN 15
Obat yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya. 7 (1) Epinefrin Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgbb larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgbb) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal (2) Volume Ekspander Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. (3) Bikarbonat Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 meq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 meq/kgbb/menit. (4) Nalokson 16
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml. KOMPLIKASI Meliputi berbagai organ yaitu : 8 1 otak Hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis\ 2 Jantung dan paru Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru 3 gastrointestinal Enterokolitisnekrotikans 4 Ginjal Tubular nekrosis akut 5 Hematologi DIC PREVENTIF Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu 17
intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait. Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalah pahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin. Antisipasi dini perlunya dilakukan resusitasi pada bayi yang dicurigai mengalami depresi pernapasan untuk mencegah morbiditas dan mortilitas lebih lanjut Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba. Karena alasan inilah, setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru lahir. Tenaga tambahan akan diperlukan pada kasus-kasus yang memerlukan resusitasi yang lebih kompleks. Dengan pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi dapat diidentifikasi sebelum lahir, tenaga medis dapat mengantisipasi dengan memanggil tenaga terlatih tambahan, dan menyiapkan peralatan resusitasi yang diperlukan. PROGNOSIS Asfiksia Ringan : Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan Asfiksia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen, misalnya retardasi mental. 18
DAFTAR PUSTAKA 1 Santoso, Mardi. Pemeriksaan fisik diagnostic. Anamesa. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.2-3 2 Matondang CS, Wahidayat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Beberapa Cara Pengukuran. Jakarta: CV Sagung Seto;2009.h.173-82. 3 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 3. Dalam: Hasan R, Alatas H, penyunting. Perinatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.1072-81. 4 Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatric. Edisi ke 3. Jakarta: EGC; 2008.h. 49-43. 5 Lissauer T, Fanaroff AA, Rodriguez RJ, Weidling M. At a Glance Neonatologi. Dalam: Amalia Safitri. Persalinan. Jakarta: Erlangga; 2009.h.32-7 6 Manuaba, Ida Ayu Chandranita. Pengantar kuliah obstetric. Kegawatadaruratan pada neonatus. Jakarta: EGC; 2007.h.841-8. 7 https://eccguidelines.heart.org/index.php/circulation/cpr-ecc-guidelines-2/part-13- neonatal-resuscitation/ 19