BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bagian Kedua Penyidikan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Otopsi merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk. mengetahui penyebab kematian jenazah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

KOP SURAT KEMENTERIAN ATR/BPN/PEMERINTAH PROVINSI/ PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA *) SURAT PERINTAH TUGAS Nomor: SP-../Gas-W/PPNS PENATAAN RUANG/ /20..

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

PENGANTAR MEDIKO-LEGAL. Budi Sampurna

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI. oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20..

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

Lex Privatum, Vol.IV/No. 5/Juni/2016. FUNGSI OTOPSI FORENSIK DANKEWENANGAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN KUHAP 1 Oleh: Indra Makie 2

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

Pelaksanaan pengelolaan benda sitaan negara dalam perkara pidana di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Yossie Ariestiana E.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan


BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu. lintas banyak terjadi di dunia. Tidak hanya di dunia,

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan kuantitas kejahatan. Seiring dengan adanya perkembangan tindak kekerasan maka fungsi kedokteran kehakiman memegang peranan yang cukup penting dalam membantu peradilan dalam mengungkap kasus-kasus tindak kekerasan tersebut(fk UGM, 2000). Sebagaimana terdapat dalam judul skripsi yang membahas tentang proporsi pelabelan barang bukti jenazah, maka yang dimaksud dengan proporsi adalah perbandingan 2 bagian atau perimbangan, sedangkan jenazah atau mayat adalah badan atau tubuh orang yang sudah mati. Selanjutnya yang dimaksud dengan label adalah sepotong kertas, kain, logam, kayu dan sebagainya yang ditempelkan pada barang dan menjelaskan tentang nama barang, nama pemilik, tujuan, alamat dan sebagainya (Yandiyanto, 1996). Barang bukti adalah hasil dari serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan 1

2 surat untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan (Sasangka & Rosita, 2003). Definisi lain barang bukti adalah benda benda yang biasa disebut corpora delicti dan instrumenta delicti (Karjadi & Soesilo, 1997). Pengertian barang bukti sebagaimana terdapat di dalam pasal 1 butir 16 KUHAP yaitu benda yang disita atau benda sitaan yang terdapat di dalam beberapa pasal KUHAP (Pasal 8 ayat 3 huruf b; 40; 45 ayat 2; 181 ayat 1; 194; 197 ayat 1 huruf I; 205 ayat 2) yang digunakan untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan (Kuffal, 2007). Barang bukti sangat diperlukan untuk kepentingankepentingan seperti, mendukung keakuratan hasil pemeriksaan medis Visum et Repertum, mendukung kelancaran upaya penyidikan perkara, dijadikan sebagai sarana pembuktian pada sidang pengadilan, dan barang bukti harus dijaga agar tidak dirusak oleh pelaku atau orang lain dan tetap utuh guna pemeriksaan lebih lanjut (Mulyono, 1996).

3 Mengingat fungsi barang bukti yang begitu penting, maka dalam penanganan barang bukti oleh penyidik harus dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 dan PP No. 10 tahun 1966 serta memperhatikan norma-norma medis, agama, Hak Azasi Manusia, masyarakat khususnya keluarga korban (Soegandhi et.al, 2012). Penanganan barang bukti medis berupa mayat harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yaitu dicatat secara teliti identitas mayat dan bagaimana kondisi atau keadaan mayat pada saat ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP), termasuk barang atau benda yang terdapat di tubuh mayat ataupun di sekitar mayat serta yang berkaitan dengan kematiannya, yang kemudian diberikan label pada ibu jari mayat dan dikirim ke rumah sakit untuk dilakukan Visum et Repertum (Mulyono, 1996). Pemberian label dan segel pada jenazah yang memuat jati diri korban dan penyidik atau penyelidik yang mengirimkannya yang biasanya diikatkan pada ibu jari kaki korban, yang bertujuan untuk mencegah kekeliruan, yaitu mencegah tertukarnya jenazah terutama pada korban massal atau mencegah adanya kesengajaan menukar jenazah untuk maksud kejahatan

4 terdapat dalam ketentuan KUHAP pasal 133 ayat 3 dan Instruksi Kapolri No. Pol. INST/E/20/IX/1975 (Herryadi, 1993). Ketentuan pemberian label pada jenazah yang terdapat dalam KUHAP pasal 133 ayat 3 UU No. 8 tahun 1981, berbunyi Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari atau bagian lain mayat. Ketentuan lain tercantum dalam Instruksi Kapolri No. Pol. INST/E/IX/1975 tentang Tata Cara Permohonan/ Pencabutan Visum et Repertum yaitu Untuk kepentingan di pengadilan dan mencegah kekeliruan dalam pengiriman seorang mayat selalu diberi label dan segel pada ibu jari kaki mayat. Pada label itu harus jelas disebutkan nama, jenis kelamin, umur, bangsa, suku, agama, asal, tempat tinggal, dan tanda tangan dari petugas Polri yang mengirimkannya. Sesuai dengan aturan di atas, tentunya sangat penting bagi jenazah dilengkapi dengan label yang diisi secara lengkap sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga nantinya bisa bermanfaat untuk tindakan selanjutnya oleh pihak yang berwenang. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui seberapa besarkah proporsi pelabelan barang bukti berupa jenazah yang terdapat di RSUP Dr. Sardjito berdasarkan latar belakang permasalahan ini.

5 I. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah Berapakah proporsi pelabelan barang bukti jenazah yang diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2012? I. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : I. 3.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pelabelan barang bukti jenazah yang diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2012. I.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui proporsi barang bukti jenazah yang dilengkapi dengan label barang bukti jenazah dengan yang tidak dilengkapi dengan label barang bukti jenazah. 2. Mengetahui asal label barang bukti jenazah. 3. Mengetahui proporsi kelengkapan isi (identitas jenazah) pada label barang bukti jenazah.

6 4. Mengetahui proporsi label barang bukti jenazah yang memenuhi aspek legal dengan label barang bukti jenazah yang tidak memenuhi aspek legal. I. 4. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini dilakukan oleh Noorman Herryadi (1993) berjudul Pelaksanaan KUHAP Kaitannya Dengan Pengadaan Visum et Repertum Jenazah Di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Sardjito Tahun 1990-1992. Hasil penelitian ini menunjukkan tingginya jumlah jenazah yang tidak berlabel yaitu dari 627 kasus yang diteliti didapatkan 548 kasus (87, 4 %) yang tidak berlabel, sedangkan sisanya sebanyak 79 kasus (12, 6 %) berlabel. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ini terletak pada data yang digunakan yaitu data Visum et Repertum tahun 2012, sehingga dari hasil penelitian ini bisa digunakan untuk memperbaharui data yang sudah ada di tahun terdahulu dan mengetahui kondisi terbaru berkaitan dengan label pada jenazah dengan menggunakan acuan data Visum et Repertum tahun 2012. I. 5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

7 1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik terutama dalam penanganan barang bukti jenazah. 2. Memberikan gambaran mengenai proporsi pelabelan barang bukti jenazah yang diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2012, yang dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya dalam peningkatan pelayanan oleh pihak rumah sakit maupun kepolisian berkaitan dengan penanganan jenazah. 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya mengenai kelengkapan administrasi penanganan barang bukti jenazah terutama berkaitan dengan label barang bukti jenazah. 4. Menambah pengetahuan peneliti mengenai pentingnya pelabelan pada jenazah berkaitan dengan penanganan jenazah di rumah sakit. 5. Sebagai syarat bagi peneliti untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran.