BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh jamur Candida albicans, infeksi C.albicans dapat

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sejak lama digunakan sebagai obat tradisional. Selain pohonnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ulkus yang terdapat di mukosa mulut merupakan lesi oral yang umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. normal dan tidak menimbulkan masalah pasca pencabutan, namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan tentang tanaman obat. di Indonesia berawal dari pengetahuan tentang adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. artinya tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain, tetapi tidak hidup secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut sangat rentan dengan terjadinya perlukaan, termasuk gingiva.

I. PENDAHULUAN. banyak penyakit yang muncul. Salah satu penyakit yang muncul akibat

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin.

Uji Efektivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum Pictum (L.) Griff) sebagai Penyembuh Luka

I. PENDAHULUAN. kondisi alam Indonesia yang kaya akan sumberdaya hayati yaitu memiliki. diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat (Bintang, 2011).

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

I. PENDAHULUAN. menggunakan tumbuhan obat (Sari, 2006). Dalam industri farmasi, misalnya obatobatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jaringan, salah satunya adalah lesi ulkus. Ulkus ditandai dengan hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minuman yang dikonsumsi sebagian besar terbuang keluar karena tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan perawatan, penyakit ini dapat berlanjut dan terjadi pembentukan poket

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. sensitivitas terhadap nyeri. Ekspresi COX-2 meningkat melalui mekanisme

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut ditandai oleh tanda klasik yaitu nyeri (dolor), panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang mencakup dilatasi arteriol, kapiler dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah, eksudasi cairan, termasuk protein plasma dan migrasi leukositik ke dalam fokus peinflamasian 1. Reaksi inflamasi sering ditemukan pada masyarakat. Inflamasi dapat terjadi pada bagian tubuh seperti pada rongga mulut. Inflamasi pada rongga mulut dapat berupa gingivitis, stomatitis, ulkus dan trauma pasca bedah. Rasa sakit dari proses inflamasi menjadi penyebab terganggunya aktivitas sehari-hari 2,3. Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronik. Inflamasi akut adalah inflamasi yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol. Inflamasi kronik berlangsung lebih lama (berhari-hari sampai bertahun tahun) dan ditandai khas dengan influks limfosit 1

2 dan makrofag dan disertai dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut 4 Pada gusi dan rongga mulut, proses inflamasi dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti terinfeksi bakteri dan trauma pasca bedah. Inflamasi pada gusi dan rongga mulut biasanya di awali dengan kebersihan rongga mulut yang tidak terjaga. Kebersihan rongga mulut yang tidak terjaga menjadi tempat yang subur untuk perkembangan bakteri. Bakteri dan produknya melakukan invasi ke dalam epitel sulkus gingiva, sehingga dengan teraktivasinya epitel maka akan terjadi pelepasan mediator-mediator inflamasi. Trauma menjadi salah satu penyebab terjadinya inflamasi, trauma itu bisa terjadi karena kesalahan saat menyikat gigi, kesalahan operator pada saat tindakan, dan trauma yang terjadi pasca pembedahan 5,6,7 Untuk mencegah atau mengatasi reaksi inflamasi seperti trauma pasca pembedahan dapat digunakan obat kimia, yaitu golongan NSAID dan golongan steroid. Kedua golongan obat tersebut mempunyai efek samping yang tidak diharapkan dan menimbulkan penyakit baru. Efek samping sistemik (peroral) seperti tukak lambung, gangguan ginjal, kardiovaskuler dan efek samping topikal seperti atropi pada mukosa, kandidiasis sekunder, mual dan lain sebagainya. Untuk itu dicari obat lain yang tidak memiliki efek samping yang berasal dari tumbuhan dan masyarakat telah menggunakannya secara turun temurun 8,9,10. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brasil. Jumlah spesiesnya diperkirakan pada takson tumbuhan

3 berbunga yang terdapat di Indonesia sebesar 10% atau sebanyak 25.000 jenis, sedangkan di dunia terdapat sebanyak 250.000 jenis. Diantara jenis tumbuhan berbunga yang terdapat di Indonesia, 1.845 jenis diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia 11 Tumbuhan sarang semut merupakan salah satu tumbuhan potensial yang tumbuh dengan beraneka ragam spesies dengan bentuk dan warna daging yang bervariasi. Tumbuhan sarang semut (famili Rubiaceae) pertama kali ditemukan di daerah Papua, spesies sarang semut yang sering di temukan di daerah Papua adalah Myrmecodia pendens. Penggunaan tumbuhan sarang semut di papua telah terbukti secara empiris berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit secara alami dan relatif aman. Tumbuhan sarang semut secara turun temurun telah digunakan sebagai obat oleh masyarakat pedalaman, khususnya sebagai obat penyembuh inflamasi, menguatkan imunitas tubuh dan mengatasi nyeri otot. Bahagian yang digunakan adalah umbinya 11. Tumbuhan sarang semut adalah tumbuhan epifit. Sarang semut adalah anggota Rubiaceae family dengan 5 genus, namun hanya 2 jenis tumbuhan yang memiliki hubungan dengan semut, yairu adalah Myrmecodia dan hypnophytum. 12,13. Secara ekologi, tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan hutan bakau dan pohon pohon pohon di pinggir pantai. Tumbuhan sarang semut juga telah diketahui banyak tumbuh di kepulauan Mentawai. Tumbuhan sarang semut yang ada di Mentawai adalah

4 Myrmecodia tuberosa Jack. Masyarakat sekitar telah menggunakan tumbuhan sarang semut sebagai obat demam, alergi pada kulit dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara menghaluskan umbi dari tumbuhan sarang semut kemudian merebusnya lalu meminumnya 14,15. Pengobatan tradisional dengan sarang semut tidak membutuhkan banyak biaya dan memiliki efek samping yang minimal. Subroto & Saputro (2006), menyatakan bahwa Sarang Semut mempunyai senyawa aktif seperti flavonoid, tanin, polifenol, tokoferol, magnesium, kalsium, besi, fosfor, natrium, dan seng. Senyawa aktif yang terkandung dalam sarang semut memiliki banyak khasiat, yaitu sebagai antimikroba, antiinflamasi, antioksidan, antidiabetes dan antikanker 15,16. Penelitian mengenai umbi sarang semut secara subkutan menunjukan bahwa ekstrak etanol Myrmecodia tuberosa Jack dapat menghambat reaksi anafilaksis kutan aktif pada mencit putih betina 17. Ekstrak etanol tumbuhan umbi sarang semut juga dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans, Eschericia coli, dan Staphylococcus aureus 18. Pemberian ekstrak air tumbuhan sarang semut terhadap mencit (mus muculus) secara peroral juga mampu mengatasi diare dan meningkatkan konsistensi feses 19. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kristina (2008) didapatkan hasil bahwa pemberian ektraks etanol M. pendens Merr & perry secara peroral terhadap tikus (Rattus norvegicus L.) pada dosis 9 mg/200 g BB teruji mampu menurunkan inflamasi dengan daya anti inflamasi paling optimal sebesar 29,726% pada lokasi udem yang diinduksi karragenin 1% 20.

5 Inflamasi akut dapat dibuat dengan berbagai metode yaitu metode penginduksian udem buatan, dan metode pembentukan eritema (respon kemerahan), sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan metode pembentukan granuloma. Pada penelitian ini akan digunakan metode penginduksian udem buatan. Metode ini dipilih karena tidak membutuhkan waktu yang lama dan pengukuran udem dapat dilakukan dengan akurat serta mudah dilakukan (praktis). Pengamatannya dapat dilihat dari kemampuan obat anti inflamasi mengurangi volume udem yang di induksi pada mencit 21,22. Penelitian tentang uji anti inflamasi terhadap tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal belum ada. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap umbi dari tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) terhadap reaksi inflamasi dengan rute pemberian secara topikal. Sediaan yang diujikan adalah hasil ekstraksi dari umbi sarang semut dan dibuat dalam bentuk salep. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Umum Apakah ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal dapat menekan terjadinya reaksi inflamasi. 1.2.2 Rumusan Masalah Khusus 1. Apakah ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal dapat menekan reaksi inflamasi dilihat dari volume cairan udem.

6 2. Pada konsentrasi dosis berapa ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal bekerja maksimal dalam menekan reaksi inflamasi dilihat dari volume cairan udem. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui efek anti inflamasi ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui efektifitas anti inflamasi ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal dilihat dari volume cairan udem. 2. Mengetahui konsentrasi dosis anti inflamasi ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal yang bekerja maksimal dalam menekan reaksi inflamasi dilihat dari volume cairan udem. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dalam pencarian obat yang aman dan efektif. 2. Menambah pengetahuan peneliti tentang pemanfaatan umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) sebagai anti inflamasi. 3. Memberi informasi kepada masyarakat tentang manfaat umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) sebagai obat anti inflamasi yang bernilai ekonomis dan dapat meningkatkan perekonomian daerah sekitar.

7 1.5 Ruang Lingkup dan Keaslian Penelitian 1.5.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang efektivitas dari ektraks umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal terhadap reaksi inflamasi pada mencit putih jantan di Laboratorium Serologi Imunologi Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 1.5.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang tumbuhan umbi sarang semut (M. pendens Merr & perry) secara sistemik (peroral) sebagai anti inflamasi telah dilakukan. Sejauh penelusuran penulis, penelitian tentang efek anti inflamasi tumbuhan umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) secara topikal pada mencit putih jantan belum pernah dilakukan.