1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (96,87% penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 65% kebutuhan kalori (Pranolo 2001). Dalam lima tahun terakhir kesenjangan antara produksi dan konsumsi beras di Indonesia semakin besar. Peningkatan produksi padi dalam lima tahun terakhir lebih kecil jika dibandingkan dengan peningkatan konsumsinya. Pada kurun lima tahun terakhir (2002-2006) produksi padi hanya meningkat dari 51.5 juta ton gabah kering giling (GKG) menjadi 54.4 juta ton (GKG), sedangkan konsumsi padi pada tahun yang sama meningkat dari 52.1 juta ton GKG menjadi 55.4 juta ton (Badan Pusat Statistik 2007; Pramono 2007). Rendahnya peningkatan produksi padi disebabkan oleh berkurangnya luas lahan sawah dan kecilnya peningkatan produktivitas. Luas panen padi sawah terus mengalami penurunan, rata-rata mencapai 0.5%/tahun. Selama lima tahun terakhir produktivitas padi sawah hanya mengalami peningkatan antara 0.84% - 1.85% (0.38 ku gabah/ha 0.81 ku gabah/ha). Produktivitas padi pada tahun 2002 sebesar 4.469 kg/ha dan pada tahun 2006 hanya meningkat menjadi sebesar 4.618 kg/ha ( 29 kg gabah/tahun atau 0.7 %/tahun). Kondisi kesenjangan antara produksi dan konsumsi tersebut menyebabkan kerawanan pangan nasional. Peningkatan produksi padi sebesar 5 %/tahun merupakan target pemerintah untuk mengatasi kerawanan pangan tersebut. Penggunaan varietas modern telah mendorong petani untuk mengaplikasikan pupuk inorganik dosis tinggi dan tidak mengaplikasikan bahan organik. Hal ini menyebabkan kadar bahan organik tanah menjadi sangat rendah dan menjadi pembatas untuk mencapai hasil yang tinggi. Menurut Reichardt e al. (2003), fungsi bahan organik tanah sangat penting karena sebagai kunci mekanistik untuk suplai unsur hara. Dengan biomas mikrobial yang segmen siklusnya sangat cepat, fase organik bertindak sebagai biokatalis untuk suplai unsur hara dan pool hara itu sendiri. Menurut Hesse (1984), dekomposisi bahan organik secara lambat akan melepas CO 2 yang secara langsung akan berguna untuk fotosintesis tanaman padi, melepaskan
2 bentuk ikatan P tertentu yang membentuk kompleks senyawa dengan unsur Fe dan Mn, melepaskan CH 4 yang terlibat dalam pengendalian patogen, dan menghasilkan senyawa asam-asam organik dan zat pengatur tumbuh yang dapat mendorong pertumbuhan tanaman. Selain itu, penambahan bahan organik tanah akan berfungsi sebagai penyangga ph tanah, meningkatkan ketersediaan N dan C tanah, serta menekan nematoda dan senyawa beracun. Eagle et al. (2000) menyatakan bahwa rendahnya kandungan bahan organik tanah telah menurunkan secara drastis efisiensi pemupukan. Oleh karena itu, dengan pengaruhnya terhadap bahan organik tanah serta siklus unsur hara, pengembalian bahan organik ke tanah semakin penting bagi pertanian yang berkelanjutan. Untuk tanaman padi sawah, jerami merupakan bahan organik yang paling potensial ketersediaannya bagi usaha tani padi sawah. Di Indonesia juga di daerah lain di Asia Tenggara, jerami umumnya dibakar atau diangkut keluar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan waktu pengolahan tanah, mengendalikan hama penyakit, menghemat tenaga atau untuk pakan ternak, dan memenuhi keperluan lain (Ponnamperuma 1984). Menurut Lee et al. (2002), jerami padi merupakan bahan organik yang mudah dan ekonomis untuk dikembalikan ke lahan sawah. Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan tanah intensif. Menurut Cho dan Kobata (2002), jerami merupakan bahan organik utama bagi padi sawah yang dapat mengikat N pupuk selama dekomposisi dan melepas kembali secara perlahan. Menurut Meelu dan Morris (1987), penambahan jerami padi ke lahan juga dapat memperbaiki kesuburan tanah dan memiliki pengaruh residu bagi musim tanam selanjutnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jerami berpotensi menggantikan (substitusi) pupuk. Pada lahan tanpa pemupukan, aplikasi jerami dengan dibenamkan di setiap awal musim tanam dapat meningkatkan N yang diserap tanaman sebesar 19 kg/ha (Eagle et al. 2000). Ponnamperuma (1984) dan Cassman et al. (1998) menyatakan bahwa karena jerami mengandung sekitar sepertiga dari total N tanaman, sebagian kebutuhan N tanaman dapat digantikan dengan pengembalian jerami ke lahan. Walaupun pembenaman jerami akan menyebabkan imobilisasi N
3 untuk sementara, hal ini dapat diatasi dengan penambahan pupuk urea (Williams et al. 1968). Efek residual jerami juga dapat meningkatkan serapan unsur P dan hasil tanaman padi sawah (Sinha 1971). Jerami mengandung unsur K sekitar 1.1 % - 3.7%. Unsur K pada jerami larut dalam air sehingga pembenaman jerami ke dalam lahan sawah akan meningkatkan ketersediaan unsur K bagi tanaman padi (Ponnamperuma 1984). Setelah lima tahun, pembenaman jerami ke tanah sawah akan membangun kondisi karbon tanah dan ketersediaan unsur hara yang maksimum (Verma dan Bhagat 1992). Crotalaria juncea L. (sun hemp) potensial sebagai bahan pupuk hijau. Cook dan White (1996) menyatakan bahwa penelitian mengenai Crotalaria juncea sebagai pupuk hijau di Amerika Serikat telah dilakukan sejak tahun 1930. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan ini sangat baik untuk memperbaiki tanah, menghasilkan bahan organik yang tinggi, dapat mengikat N dari udara, dan dapat berfungsi sebagai nematisida. Wang dan Mcsorly (2003) menyatakan bahwa C. juncea L. merupakan tanaman yang tumbuhnya cepat, yang potensial untuk digunakan sebagai pupuk hijau, memperbaiki kandungan bahan organik dan ketersediaan N tanah, serta dapat menekan gulma dan nematoda. Belakangan legum ini kurang populer untuk dikembangkan di lahan sawah di Indonesia, tetapi melihat potensinya beralasan untuk dijadikan alternatif sebagai sumber bahan organik bagi lahan sawah. Varietas modern dihasilkan sekitar tahun 1960. Dalam kurun waktu 40 tahun telah terjadi adaptasi terhadap kondisi suatu lokasi (off type) dari varietas tersebut di beberapa daerah. Akhir-akhir ini pemulia tanaman juga telah menghasilkan varietas padi tipe baru untuk memperbaiki hasil padi varietas modern yang dianggap tidak bisa lagi ditingkatkan. Varietas modern, lokal, dan tipe baru memiliki karakter fisiologis dan agronomis yang berbeda-beda (Peng et al. 1994). Tanggap suatu varietas terhadap kesuburan tanah seperti dinyatakan oleh Rajaram et al. (1996), menunjukkan bahwa galur berdaya hasil tinggi yang diseleksi pada lingkungan optimum hasilnya akan lebih rendah daripada galur berdaya hasil rendah hasil seleksi pada lingkungan suboptimum. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa terdapat
4 perbedaan kemampuan serapan hara antara varietas modern, varietas adaptasi lokal, dan varietas padi tipe baru terhadap kondisi kesuburan tanah yang berbeda karena aplikasi bahan organik dan dosis pupuk inorganik yang berbeda. Dasar pemikiran penelitian ini berkembang dari beberapa permasalahan, yaitu (1) keseimbangan dan ketersediaan hara tanah yang terganggu karena rendahnya bahan organik tanah sebagai akibat tingginya aplikasi pupuk inorganik tanpa pengembalian bahan organik ke tanah; (2) pupuk menjadi semakin langka dan mahal bagi usaha tani padi sawah; (3) efisiensi pemupukan yang rendah sehingga pemupukan tidak lagi nyata meningkatkan hasil; (4) varietas yang berkembang adalah varietas modern yang beradaptasi pada lingkungan ketersediaan hara tinggi; (5) berkembangnya issue pertanian organik serta berkelanjutan. Penyelesaian beberapa permasalahan tersebut memerlukan penelitian yang dapat menjadi dasar praktek budi daya, terutama berhubungan dengan aplikasi bahan organik untuk meningkatkan ketersediaan, kecukupan, dan efisiensi serapan hara bagi tanaman padi sawah. Di samping itu, diperlukan juga identifikasi respons varietas padi terhadap tingkat ketersediaan hara tanah. Dengan demikian, hasil penelitian ini bukan saja memberikan informasi peran bahan organik pada pertumbuhan dan hasil padi sawah, tetapi juga memilih varietas ataupun jenis bahan organik sebagai dasar pengembangan pertanian organik ataupun bermasukan luar rendah yang berkelanjutan. Kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu diagram alir seperti terlihat pada Gambar 1. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari : 1. ketersediaan dan kecukupan unsur hara N, P, dan K pada perlakuan pupuk inorganik, pupuk inorganik + jerami, serta aplikasi jerami dan krotalaria bagi tanaman padi sawah. 2. pengaruh pemupukan inorganik, inorganik + jerami, serta jerami dan pupuk hijau Crotalaria juncea terhadap pertumbuhan dan hasil varietas padi sawah.
5 3. karakteristik fisiologis dan agronomis serta tanggap tiga tipe varietas padi sawah terhadap perlakuan pupuk inorganik, pupuk inorganik + jerami, serta aplikasi jerami dan krotalaria saja sehingga dapat memilih tipe varietas yang sesuai. Hipotesis 1. Pupuk inorganik saja akan memberikan ketersediaan hara sesaat yang tinggi tetapi akumulasi hara dalam tanah dan tingkat efisiensinya rendah. 2. Pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan dan efisiensi unsur hara, pertumbuhan serta hasil tanaman apabila diaplikasikan dengan pupuk inorganik. 3. Dalam jangka pendek, aplikasi bahan organik saja (jerami dan krotalaria) akan menyebabkan rendahnya ketersediaan hara, pertumbuhan tanaman, dan hasil tanaman padi. 4. Varietas modern dan tipe baru lebih sesuai untuk pemupukan inorganik ataupun aplikasi pupuk inorganik + jerami, sedangkan varietas lokal sesuai untuk pemupukan inorganik + jerami serta aplikasi jerami atau krotalaria saja.
6 Varietas Modern Berdaya Hasil Tinggi Pemupukan Inorganik Dosis Tinggi Tidak Ada Aplikasi Bahan Organik Usaha Tani Biaya Tinggi Ketidak Seimbangan Unsur Hara Efisiensi Pemupukan Rendah Kesuburan Tanah Rendah Kedataran Peningkatan Hasil dan Ketidakberlanjutan Aplikasi Bahan Organik Pemilihan Varietas Beradaptasi Bahan Organik Indigenous Bahan Organik Indigenous + Pupuk Inorganik Dosis Rendah Manajemen Jerami Pupuk Hijau Pengikat N Usaha Tani Padi Sawah Berpupuk Inorganik Rendah atau Organik dengan Hasil yang Tinggi dan Berkelanjutan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian