6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan fisologi Mata Gambar 2.1 Anatomi Mata Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak maupun perlahan) (Marieb & Hoehn, 2013). Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat,
7 sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino) (Marieb & Hoehn, 2013). 2.2. Media Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas &Yulianti, 2011). Gambar 2.2 Histologi mata
8 2.2.1. Kornea Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu: 1. Epitel Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat padanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. 2. Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. 3. Stroma Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.
9 5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden (Ilyas & Yulianti, 2011). Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (Ilyas & Yulianti, 2011). Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi ( Ilyas & Yulianti, 2011). Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk ke dalam mata dilakukan oleh kornea ( Ilyas & Yulianti, 2011). 2.2.2. Aqueous Humor (Cairan Mata) Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokular ( di dalam mata ). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan terdorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan
10 saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi (Sherwood, 2010). 2.2.3. Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (Ilyas & Yulianti, 2011). Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terusmenerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinni yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar (Ilyas & Yulianti, 2011). Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata (Ilyas & Yulianti, 2011). Keadaan patologik lensa ini dapat berupa tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia, keruh atau apa yang disebut katarak (Ilyas & Yulianti, 2011). Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat (Ilyas & Yulianti, 2011).
11 2.2.4. Badan Vitreous (Badan Kaca) Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen dan asam hialuronat (Mescher, 2010). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (Ilyas & Yulianti, 2011). Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis (Sherwood, 2010). 2.2.5. Panjang Bola Mata Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma ( Ilyas & Yulianti, 2011). 2.3. Kelainan Refraksi 2.3.1. Definisi kelainan refraksi Kelainan refraksi sendiri adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata (Ilyas, 2006). 2.3.2 Epidemiologi kelainan Refraksi Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34
12 juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang (PERDAMI, 2010). 2.3.3 Klasifikasi kelainan refraksi Klasifikasi kelainan refraksi adalah: (Ilyas, 2009) 1. Miopia 2. Hipermetropia 3. Astigmatisme 2.4 Miopia 2.4.1 Definisi Miopia Miopia atau nearsightedness terjadi bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi (Riordan-Eva & Whitcher, 2007) Gambar 2.3 gambaran refraksi miopia
13 2.4.2 Klasifikasi miopia Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik: 1. Menurut kelainannya (Riordan-Eva & Whitcher, 2007), a. Miopia aksial, yaitu bila diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari normal. b. Miopia kurvatura, yaitu apabila terdapat unsur-unsur pembiasan lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata. Juga disebut miopia refraktif. 2. Menurut perjalanan penyakit (Ilyas, 2006), a. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa. b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambahnya panjang bola mata c. Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif, yang mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia permisiosa = miopia degeneraf. 3. Berdasarkan derajat beratnya (Ilyas, 2006), a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 3 dioptri b. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia antara 6-9 dioptri d. Miopia sangat berat, dimana miopia lebih daripada 9 dioptri. 2.4.3 Gejala miopia Antara gejala yang dapat ditemukan pada miopia adalah seperti berikut (Ilyas, 2006): 1. Melihat jauh buram. 2. Juling saat melihat jauh. 3. Lebih jelas melihat dekat. 2.4.4 Diagnosis Miopia Tujuan pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik (Ilyas, 2009).
14 Antara alat yang digunakan adalah: 1. Kartu Snellen 2. Bingkai percobaan Gambar 2.4 Kartu Snellen 3. Set lensa coba. Gambar 2.5 bingkai percobaan Gambar 2.6 Set lensa coba
15 Teknik pemeriksaan: (Ilyas, 2009), 1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter. 2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup. 3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai huruf terkecil yang masih dapat dibaca. 4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat di baca huruf pada baris terbawah. 5. Sampai terbaca basis 6/6. 6. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama 2.4.5 Penatalaksanaan Miopia Tujuan penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk ke mata dapat difokuskan tepat pada retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara: 1. Cara optik a. Kacamata (Lensa Konkaf) Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton, 2006). b. Lensa kontak Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga
16 permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting. 2. Cara operasi Ada beberapa cara, yaitu: (Friedman & Kaiser, 2009) a. Phakic intraocular lens b. Radial keratotomy c. Excimer photorefractive keratotomy d. LASEK (laser epithelial keratomileusis) e. LASIK (laser in-situ keratomileusis) f. Intraocular lens (IOL) implantation 2.5 Hipermetropia 2.5.1 Definisi Hipermetropia Hipermetropia atau farsightedness adalah keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia ini sinar sejajar difokuskan di belakang macula lutea (Ilyas & Yulianti, 2011). Hipermetropia dapat disebabkan : a. Hipermetropia aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek b. Hipermetropia kurvatural, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata.(ilyas, 2006)
17 Gambar 2.7 gambaran refraksi hipermetropia 2.5.2 Klasifikasi hipermetropia Hipermetropia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik: Berdasarkan kemampuan akomodasi, hipermetropia dibagi sebagai berikut : (Ilyas, 2006) 1. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. 2. Hipermetropia manifes, dibagi a. Hipermetropia manifes fakultatif : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa sferis positif b. Hipermetropia manifes absolut : kelainan hipermetropik yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya 3. Hipermetropia total: Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia 2.5.3 Gejala Hipermetropia Oleh karena seseorang dengan hipermetropia harus terus berakomodasi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik, maka padanya timbul keluhankeluhan lelah, pusing, sakit kepala. Keluhan ini disebut astenipia akomodatif (Ilyas et al, 2010).
18 2.5.4 Diagnosis Hipermetropia Tujuan pemeriksaan hipermetropia untuk memfokuskan bayangan dari jarak jauh tepat di retina dengan memasangkan lensa sferis plus dengan atau tanpa lensa silinder. (Ilyas, 2009) Antara alat yang digunakan adalah: 1. Kartu Snellen (Gambar 2.5) 2. Bingkai percobaan (Gambar 2.6) 3. Set lensa coba.(gambar 2.7) Teknik pemeriksaan adalah: (Ilyas, 2009) 1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter. 2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup. 3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai huruf terkecil yang masih dapat dibaca. 4. Lensa positif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat di baca huruf pada baris terbawah. 5. Sampai terbaca baris 6/6. 6. Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan titanyakan apakah masih dapat melihat huruf-huruf di atas. 7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama. 2.5.5 Penatalaksanaan Hipermetropia Tujuan penatalaksanaan hipermetropia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk ke mata dapat difokuskan tepat pada retina. Penatalaksanaan hipermetropia dapat dilakukan dengan cara : 1. Cara optic a. Kacamata Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang memberikan pengihatan maksimal. Bila pasien dengan +3.0 ataupun dengan +3.25 memberikan tajam penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25. Hal ini dilakukan untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dengan daya akomodasi masih sangat kuat atau pada
19 anak-anak, maka pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan memberikan sikloplegia atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamata pada saat mata tersebut beristirahat (Ilyas, 2006). b. Lensa kontak Lensa kontak merupakan lensa yang langsung ditempatkan pada kornea, dibuat dari badan ringan karena diameternya kecil bisa dibuat tipis, akan tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya. Selain daripada masalah pemakaiannya dengan lensa kontak perlu diperhatikan masalah lama pemakaian, infeksi dan alergi terhadap bahan yang dipakai (Ilyas, 2006). Keuntungan penggunaan lensa kontak ini adalah : Pada kelainan refraksi berat, penglihatan melalui lensa kontak praktis tidak berubah sedangkan dengan kacamata dengan lensa plus atau minus yang berat akan melihat semua lebih besar atau lebih kecil Dengan lensa kontak luas lapang pandang tidak berubah, sedang dengan kacamata lapangan pandang menciut Perubahan besar bayangan sedikit Untuk kosmetik 2. Cara operasi Terdapat beberapa jenis operasi (Friedman & Kaiser, 2009). a. Phakic intraocular lens b. Radial keratotomy c. Excimer photorefractive keratotomy d. LASEK (laser epithelial keratomileusis) e. LASIK (laser in-situ keratomileusis) f. Intraocular lens (IOL) implantation
20 2.6 Astigmatisma 2.6.1 Definisi Astigmatisma Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana titik fokus dalam bentuk satu titik. Yang dimaksudkan dengan astigmatisma atau silindris adalah terdapatnya variasi kurvatura atau kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik. (Ilyas, 2006) Gambar 2.8 Gambaran refraksi astigmatisma 2.6.2 Klasifikasi Astigmatisma Astigmatisma dibagi berdasarkan beberapa karakteristik: 1. Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina : a. Astigmatisme Reguler Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. 1. Astigmatisme with the Rule Bila pada bidang vertikal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal 2. Astigmatisme against the Rule Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal.
21 3. Astigmatisme oblique Adalah astigmatisma regular yang meridian-meridian utamanya tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal (Riordan-Eva & Whitcher, 2007). b. Astigmatisme Irreguler Di mana daya atau orientasi meridian-meridian utamanya berubah di sepanjang lubang pupil. 2. Berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal pada retina a. Simple Astigmatism: 1. Simple Astigmatisma Myopia : garis fokus pertama adalah di depan retina, sedangkan yang kedua adalah pada retina. 2. Simple Astigmatisma Hiperopia : Garis fokus pertama adalah pada retina, sedangkan yang kedua terletak di belakang retina b. Compound Astigmatism: 1. Compound Myopia Astigmatism: kedua jalur fokus ini terletak di depan retina. Compound Hyperopia Astigmatism: kedua jalur fokus ini terletak di belakang retina c. Astigmatisma campuran : garis fokus berada di kedua sisi retina Gambar 2.8 Jenis-Jenis Kelainan Refraksi Astigmatisma
22 2.6.3 Gejala Astigmatisma Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah (PERDAMI, 2010) 2.6.4 Diagnosis astigmatisma Tujuan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui derajat lensa silinder yang diperlukan dan sumbu silinder yang dipasang untuk memperbaiki tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik (Ilyas, 2009). Alat yang digunakan : 1. Kartu Snellen (Gambar 2.5) 2. Bingkai percobaan (Gambar 2.6) 3. Set lensa coba (Gambar 2.7) 4. Kipas astigmatisma Gambar 2.10 Kipas astigmatism Teknik pemeriksaan (Ilyas, 2009) 1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter. 2. Pada mata dipasang bingkai percobaan. 3. Satu mata ditutup. 4. Dengan mata terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan dengan lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman penglihatan terbaik, dengan lensa positif atau negatif tersebut.
23 5. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) dengan cukup besar ( misal S + 3.00) untuk membuat pasien mempunyai kelainan refraksi astigmatisma miopikus. 6. Pasien di minta melihat kartu kipas astigmatisma. 7. Pasien ditanya tentang garis pada kipas paling jelas terlihat. 8. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmatisma maka lensa S + 3.00 diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat menentukan garis mana yang terjelas dan mana yang terkabur. 9. Lensa silindris negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu hingga pada suatu saat tampak garis yang mula-mula terkabur sama jelasnya dengan garis yang sebelumnya terlihat terjelas. 10. Bila sudah tampak sama jelas garis pada kipas astigmatisma, dilakukan tes melihat kartu Snellen. 11. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa positif (+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu secara perlahan-lahan dikurangi kekuatan lensa positif tersebut atau di tambah lensa negatif. 12. Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa negatif (-) ditambah perlahan lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6. Pemeriksaan ini disebut cara pengkaburan (fogging technique of refraction). 2.6.5 Penatalaksanaan Astigmatisma Tujuan penatalaksanaan adalah agar pasien dapat memprolehi tajam penglihatan terbaik, diusahakan supaya semua titik pembiasan jatuh pada macula luteal (Ilyas et al, 2010). Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan cara : 1. Cara optik Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali di kombinasi dengan lensa sferis. Karena otak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan 2. Cara operasi (Friedman & Kaiser, 2009) a. Excimer laser photorefractive keratectomy b. Astigmatic keratotomy