BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kehidupan modern pada masa ini, menciptakan tuntutan kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENCANTUMKAN LAMBANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA KARTU NAMA NOTARIS RESUME TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

PERATURAN JABATAN NOTARIS (PJN/UUJN)

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

PERANAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DIDALAM PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN BADAN USAHA KOPERASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

TATA CARA PEMANGGILAN NOTARIS UNTUK KEPENTINGAN PROSES PERADILAN PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA 1 Oleh: Muriel Cattleya Maramis 2

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB II PENGATURAN KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM ATAS PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA DALAM PRODUK YANG DITERBITKAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA , 2010, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, PT. Refika Aditama, Bandung.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kehidupan modern pada masa ini, menciptakan tuntutan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Kehidupan modern yang ditandai dengan era kehidupan yang semakin kompleks itu menyebabkan masyarakat membutuhkan kepastian dalam segala aspek kehidupan untuk dapat menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam. Tuntutan kehidupan yang semakin kompleks dan modern tersebut memaksa setiap individu dalam masyarakat mau tidak mau suka atau tidak suka menginginkan adanya kepastian, terutama kepastian hukum sebagai jaminan atas perlindungan hukum, sehingga setiap individu dapat menentukan hak dan kewajibannya dengan jelas dan terstruktur. Keinginan setiap individu harus dapat direspon segera dengan tertib pelaksanaan dan penegakan hukum (law enforcement) sehingga keinginan tersebut dapat ditegaskan secara ekspresif dalam istilah kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut dalam masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main 1

hakim sendiri. 1 Keadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana kekacauan sosial. Kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum saat ini sangat krusial dan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga setiap elemen-elemen dalam masyarakat yang berhubungan baik langsung ataupun tidak langsung dengan pelaksanaan dan penegakan hukum tersebut haruslah memiliki parameter yang sama yaitu tercapainya kepastian hukum. 2 Notaris sebagai salah satu profesi hukum merupakan satu dari beberapa elemen dalam pelaksanaan hukum yang sebagian wewenangnya adalah menerbitkan suatu dokumen yang berupa akta dengan kekuatan sebagai akta otentik. 3 Akta Otentik ialah akta yang dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum, oleh atau dihadapan pejabat-pejabat umum, yang berwenang untuk berbuat demikian itu di tempat dimana akta itu dibuat. 4 Sifat otentik dari akta inilah merupakan unsur yang memenuhi keinginan terwujudnya kepastian hukum tersebut. Dalam Akta otentik itu sendiri mengandung pernyataan atas hak dan kewajiban seseorang atau individu (dalam bidang Perdata) dan oleh karena itu melindungi seseorang dalam kepentingan tersebut. Mengingat pentingnya peran Notaris di bidang hukum, Undang-undang 1 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, 2006, hal. 76. 2 Abdul Hakim G. Nusantara, Politik Hukum Indonesia, Yayasan LBH Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 70. 3 A. Kohar, Notaris dalam Praktek, Alumni, Bandung, 1983, hal. 5. 4 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 41.

Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 (disingkat UUJN) mengatur tentang Jabatan Notaris, dengan adanya pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi 1. Reglement Op Het Notaris ambt in Indonesie (Stb. 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran Negara tahun 1954 Nomort 101; 2. Ordonantie 16 Sepetember 1931 tentang Honorarium Notaris; 3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris 4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum 5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 Tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris. 5 Dalam Pasal 1870 dan 1871 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dikemukakan bahwa akta otentik itu adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta otentik merupakan bukti yang lengkap (mengikat) berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut dianggap sebagai benar, selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. 6 Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan 5 Habib Adji, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), cetakan pertama, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, (selanjutnya disebut buku I), hal.6 6 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam acara Perdata, Edisi Pertama, P.T Alumni, Bandung, 2004, hal. 49

Notaris (UUJN) Jo.Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (PJN) menyatakan notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang notaris adalah bersifat umum, sedangkan pejabat lain adalah pengecualian. 7 Mengingat Akta Notaris sebagai Akta Otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh, dalam Undang-Undang Jabatan Notaris diatur tentang bentuk dan sifat Akta Notaris, serta tentang Minuta Akta, Grosse Akta, dan Salinan Akta, maupun Kutipan Akta Notaris. Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. Akta yang dibuat notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat otentik dari akta itu misalnya mencantumkan identitas para pihak, membuat isi perjanjian yang dikehendaki para pihak, menandatangani akta dan segalanya. 8 Sebelum ditandatangani, akta terlebih dahulu dibacakan kepada penghadap dan saksi-saksi yang dilakukan oleh notaris yang membuat akta tersebut. Pembacaan akta tidak dapat diwakili oleh orang lain atau didelegasikan pembacaan akta tersebut kepada pegawai kantor notaris melainkan harus dilakukan oleh notaris sendiri. Tujuan pembacaan akta ini adalah agar para pihak saling mengetahui isi dari hal. 34 UUJN. 7 GHS.L.Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cetakan ke-3, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983, 8 Lihat ketentuan mengenai bentuk dan sifat akta dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40

akta tersebut yang mana isi dari akta itu merupakan kehendak para pihak yang membuat perjanjian, pembacaan akta ini dilakukan juga agar pihak yang satu tidak merasa dirugikan apabila terdapat keterangan serta bunyi akta yang memberatkan atau merugikan pihak lain. 9 Fungsi notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Perlu ditegaskan bahwa Notaris adalah merupakan jabatan atau notaris fungsional, itu dapat dilihat dari ciri bahwa notaris menerima tugasnya dari Negara dalam bentuk delegasi dari Negara. Hal ini merupakan salah satu rasio Notaris di Indonesia memakai lambang Negara yaitu Burung Garuda. 10 Negara memberikan tugas kepada mereka yang telah diangkat sebagai Notaris dalam bentuk sebagai jabatan dari Negara sehingga notaris dengan jabatan tersebut tidak begitu mudah untuk diganggu gugat pihak lain. Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keteranganketerangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang Notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu. 9 G.H.S Lumban Tobing, Op.cit., hal. 201. 10 Habib Adji,Buku I, Op.cit., hal.9

Bila seorang pengacara berkiprah dalam keadaan sengketa namun notaris berkiprah dan bekerja secara damai dan tidak ada konflik antara para pihak. Apabila akta yang dibuat oleh notaris mengandung cacat hukum yang dikarenakan kesalahan notaris baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri, maka notaris harus memberikan pertanggungjawaban sesuai Undang-undang yang berlaku. Apabila akibat kelalaian atau kesalahan notaris dalam membuat akta dapat dibuktikan maka kepada notaris yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Oleh karena itu guna melindungi dirinya, sikap kewaspadaan dan kehati-hatian sangat dituntut dari seorang notaris. Namun demikian, dalam prakteknya tidak sedikit notaris yang mengalami masalah sehubungan dengan akta yang telah dibuatnya dinyatakan batal demi hukum oleh putusan pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam pembuatannya misalnya ternyata dokumen yang diberikan salah satu pihak tidak benar. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuatnya ternyata di belakang hari mengandung cacat hukum maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen atau keterangan yang sebenarnya dalam pembuatan akta tersebut. Semua kegiatan yang dilakukan oleh notaris khususnya dalam membuat akta akan selalu dimintakan pertanggungjawaban.

Apabila akta yang dibuat oleh notaris mengandung cacat hukum yang dikarenakan kesalahan notaris baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris harus memberikan pertanggungjawaban. 11 Pengenaan sanksi terhadap notaris bergantung pada besarnya kesalahan yang dibuat notaris. Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris, misalnya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 39 dan Pasal 40 UUJN yang berakibat akta yang dibuat oleh notaris tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akibat lainnya adalah notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya ganti kerugian kepada yang berkepentingan. Mengingat akta yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta pihak-pihak yang datang menghadap, maka hubungan hukum antara notaris dengan klien bukan hubungan hukum yang terjadi karena adanya sesuatu yang diperjanjikan, sebagaimana biasa dilakukan oleh para pihak dalam membuat suatu perjanjian. Disadari atau tidak jika akta yang dibuat oleh Notaris dipersengketakan oleh para pihak, maka tidak menutup kemungkinan Notaris diposisikan pada posisi yang tidak yang menguntungkan. Apabila akibat kelalaian atau kesalahan notaris dalam membuat akta dapat dibuktikan maka kepada notaris yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara pidana maupun perdata. Oleh karena itu guna melindungi dirinya, sikap kewaspadaan dan kehati-hatian sangat dituntut dari seorang notaris. Namun demikian, dalam prakteknya tidak sedikit notaris yang mengalami masalah 11 Anonim, Media Notariat, Jakarta, No. 06. Edisi September-Oktober (Th. XIX), hal. 9-10.

sehubungan dengan akta yang telah dibuatnya dinyatakan batal demi hukum oleh putusan pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam pembuatannya misalnya ternyata dokumen yang diberikan salah satu pihak tidak benar. Kelalaian Notaris akibat ketidakhati-hatian Notaris bukanlah merupakan sebab utama pembatalan akta Notaris tersebut melalui Putusan Pengadilan, selain kesalahan dan kelalaian Notaris, Pembatalan Akta Notaris juga dapat disebabkan kesalahan maupun kelalaian para pihak yang mengikatkan diri dalam akta Notaris itu, kesalahan dan kelalaian kedua belah pihak maupun salah satu pihak mengakibatkan adanya atau timbulnya gugatan dari salah satu pihak dalam Akta. Pengenaan sanksi terhadap notaris bergantung pada besarnya kesalahan yang dibuat notaris. Sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris, misalnya kelalaian terhadap ketentuan pasal 56 yang berakibat akta yang dibuat oleh notaris tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akibat lainnya adalah notaris yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar biaya ganti kerugian kepada yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 54 ayat (1) menyebutkan bahwa Lambang Negara sebagai teraan cap atau kop surat jabatan digunakan oleh : 1. Presiden dan wakil Presiden 2. Majelis Pemusyawaratan Rakyat 3. Dewan Perwakilan Rakyat 4. Dewan Perwakilan Daerah 5. Mahkamah Agung dan Badan Peradilan 6. Badan Pemeriksaan Keuangan 7. Menteri dan Pejabat setingkat dengan Menteri

8. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh, Konsul Jenderal, Konsul, dan Kuasa Usaha Tetap, Konsul Jenderal kehormatan, dan Konsul Kehormatan, 9. Gubernur, Bupati atau Walikota 10. Notaris dan 11. Pejabat lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang 12 Notaris salah satu pihak yang berwenang dalam penggunaan stempel berlambang Negara, karena notaris dianggap mempunyai peranan penting, dilihat dari tugas dan wewenang notaris itu sendiri yaitu sebagai pejabat umum yang diberi tugas dan wewenang tertentu oleh negara dalam rangka melayani kepentingan hukum masyarakat dikaitkan dengan UUD 1945 yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang penggunaan Lambang Negara dimana Lambang Negara yang juga boleh ditempatkan di dalam gedung-gedung negeri (Pasal 1 ayat 1 jo pasal 3), menurut penulis hal ini berlaku pula untuk kantor notaris karena menurut peraturan yang berlaku di Indonesia, Notaris/PPAT adalah termasuk pejabat negara yang mempunyai wewenang khusus dalam membuat akta-akta otentik (pasal 1360 KUHPerdata). Pada pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 mengatur cara meletakkan lambang Negara apabila ditempatkan bersama-sama dengan gambar Presiden dan Wakil Presiden. Menurut Than Thong Kie Ketentuan pasal 43 PJN yaitu memberi teraan pada setiap lampiran minuta tidak dipegang teguh, hanya beberapa notaris yang 12 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

melakukannya, tetapi pada umumnya tidak sehingga terlihat jelas bahwa tidak adanya keseragaman dalam membuat teraan stempel berlambang Negara tersebut, inilah suatu titik untuk diperiksa oleh Pengadilan Negeri pada waktu melakukan tugas pemeriksaannya 13, sedangkan dalam pasal 56 UUJN jelas menyebutkan : menyatakan (1) Akta originali, grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta, yang dikeluarkan oleh notaris wajib dibubuhi teraan cap/stempel (2) Teraan cap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus pula dibubuhkan pada salinan surat yang dilekatkan pada minuta akta. (3) Surat di bawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan yang didaftar dan pencocokan fotokopi oleh notaris wajib diberi teraan cap/stempel serta paraf dan tandatangan Notaris. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 pasal 7 ayat 1 Tiap jabatan dengan lambang di dalamnya hanya dibolehkan untuk tiap jabatan Presiden, Wakil presiden, Menteri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Konstituante, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Ketua Dewan Pengawas Keuangan, Kepala Daerah dari tingkat Bupati ke atas dan Notaris, Ketua Dewan Nasional. 14 bahwa cap jabatan, cap dinas dan surat jabatan dengan lambang Negara didalamnya hanya boleh digunakan secara limitatif oleh jabatan-jabatan yang ditentukan dalam pasal 7 ayat 1 tersebut, salah satunya notaris. Dalam pasal 12 juga jelas dinyatakan larangan penggunaan lambang Negara sebagai perhiasan, cap dagang, reklame perdagangan atau propaganda politik dengann cara apapun. 15 Melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, dimana Notaris dalam 13 Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris, cetakan pertama, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2007, hal 468 14 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Stempel Berlambang Negara 15 ibid

menggunakan Stempel berlambang Negara sangat banyak terjadi kelalaian seperti dimana salinan akta tidak dibubuhi teraan cap dan penyimpangan-penyimpangan seperti dalam kartu nama, kovernot (covernote) 16, kwitansi atau tanda penerimaan sejumlah uang atau biaya yang diterima notaris dibubuhi stempel berlambang Negara, jilid atau map yang menuliskan kedudukan yang bersangkutan sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), padahal PPAT tidak menggunakan lambang Negara, dimana pengaturan tentang hal tersebut di atas tidak diatur dalam UUJN. Berdasarkan pandangan yang telah dijelaskan di atas dengan demikian penulis tertarik menyusun suatu penelitian dalam bentuk Tesis dengan judul Akibat Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik Atas Penyalahgunaan Lambang Negara Dalam Produk yang Diterbitkan. B. Perumusan Masalah Sehubungan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan atas kewenangan Notaris sebagai pejabat umum atas penggunaan lambang negara dalam produk yang diterbitkan? 2. Bagaimana bentuk penyimpangan-penyimpangan yang ditemui dalam praktek notaris sehubungan dengan penggunaan lambang Negara? 16 Kovernot (covernote) berisi pernyataan atau keterangan Notaris yang menyebutkan dan menguraikan bahwa tindakan hukum tertentu para pihak/penghadap untuk akta-akta tertentu telah di lakukan di hadapan Notaris. Lihat dalam Habib Adji, Op.cit., hal.136

3. Bagaimana akibat hukum terhadap Notaris yang melakukan penyalahgunan lambang Negara dalam produk yang diterbitkan? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaturan atas Kewenangan Notaris sebagai pejabat umum atas penggunaan lambang Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Mengetahui bentuk penyimpangan-penyimpangan yang ditemui dalam praktek notaris sehubungan dengan penggunaan lambang Negara. 3. Mengetahui akibat hukum terhadap Notaris yang melakukan penyalahgunaan lambang negara dalam produk yang diterbitkannya. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu: 1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran di bidang hukum, khususnya di bidang hukum perdata, lebih khusus lagi hukum perdata kenotariatan mengenai kewenangan Notaris atas penggunaan lambang Negara dalam produk yang diterbitkannya. 2. Secara praktis, diharapkan memberikan sumbangan pemikiran guna meningkatkan pemahaman dan masukan kepada praktisi khususnya Notaris

terhadap kewenangan atas penggunaan lambang Negara dalam produk yang diterbitkannya. E. Keaslian Penelitian Menurut penelusuran pendahuluan yang telah dilakukan penulis di Perpustakaan, maupun di Perpustakaan Program Magister Kenotariatan (S2 Kenotariatan), penelitian mengenai Akibat Hukum Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik Atas Penyalahgunaan Lambang Negara Dalam Produk yang Diterbitkan belum pernah diteliti oleh para Mahasiswa Kenotariatan yang lain, oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan aktual sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis ilmiah. F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1.Kerangka Teori Mengenai konsep teori M. Solly Lubis yang mengatakan: Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti. 17 Teori hukum merupakan kelanjutan dari mempelajari hukum positif itu sendiri, berdasarkan hal tersebut kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka 17 M. Solly Lubis (I), Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

pemikiran atau butir-butir pendapat yang menjadi bahan perbandingan dalam penelitian ini. Teori atau Kerangka teori mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup halhal sebagai berikut: 1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisidefenisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. 5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. 18 Oleh karena itu maka terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, diantaranya adalah teori positivisme hukum. Teori positivisme hukum yang dikembangkan oleh John Austin dalam bukunya berjudul Province of jurisprudence, menyatakan law is command of the lawgiver yang artinya yaitu hukum adalah perintah dari penguasa yaitu mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. 19 Menurut Hans Kelsen, tentang adanya ilmu hukum yang mandiri melalui teori hukum murni, dimana ajaran hukum secara pendekatan ilmu lain seperti sosiologi hukum, psikologi hukum, sejarah hukum, ekonomi, politik hukum dan etika bukanlah 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 121. 19 Lili Rasjidi, Dasar-dasar filsafat Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung, 1996, hal. 61.

hukum sama sekali 20, yang juga merupakan bagian dari ajaran Positvisme. 21 Hans Kelsen mengemukakan bahwa suatu norma memiliki watak sebagai berikut: a. Semua norma mempunyai arti tindakan (acts) dan atau kehendak (will). b. Semua norma dibuat dengan tindakan dan kehendak yang nyata, kecuali yang berkenaan dengan ketertiban hukum nasional (national legal order). c. Norma dasar tentang ketertiban hukum nasional dianggap terbentuk melalui berbagai pernyataan dalam ilmu hukum tentang hal tersebut. d. Ketika norma dasar dianggap sudah terbentuk, bentuk yang logisnya adalah tindakan yang didasarkan atas kehendak yang sebelumnya telah dapat terbayangkan. 22 Ungkapan teori ini berkaitan dengan filsafat hukum pada masa Yunani yang diungkapkan W. Friedmann: Kalau diperhatikan undang-undang, memberi keadilan yang sama kepada semua, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi itu, kalau tidak ada kedudukan sosial, kemajuan dalam hidup dapat dicapai bukan atas dasar reputasi melainkan karena kapasitas, kelas-kelas dalam masyarakat bukan faktor yang menentukan dalam soal jasa. 23 Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia 20 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, hal. 13. 21 Ibid 22 Ibid, hal 14 23 W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum dalam buku Telaah Kritis atas Teori-Teori Hukum diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 7.

Ketentuan di atas merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum seperti transaksi sewa-menyewa, jual-beli dan kemudian menuangkannya ke dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh notaris. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat, notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya. Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga yang diperlukan masyarakat untuk menjaga tegaknya hukum, sehingga dapat menciptakan ketertiban, keamanan dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak bisa berbuat sesuka hatinya, tetapi harus memperhatikan peraturan yang berlaku baginya. Notaris harus berpegang pada UUJN dan Kode Etik Notaris, Kitab Undangundang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan peraturanperaturan yang berlaku lainnya sehingga kepastian, keadilan dan ketertiban hukum dapat tercapai. Notaris sebagai pejabat publik merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.

Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Memiliki integritas moral yang mantap; 2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri; 3. Sadar akan batas-batas kewenangannya; 4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang. 24 Sedangkan menurut ibu Chairani Bustami 4 unsur perilaku profesi notaris diatas perlu ditambahkan dengan unsur netral tidak memihak dan berperan dalam keadaan damai. Tugas dan pekerjaan notaris diperlukan dalam hubungan keperdataan di antara anggota masyarakat, misalnya dalam keluarga, notaris dibutuhkan dalam membuat surat wasiat, perjanjian kawin dan sebagainya. Peran notaris juga dibutuhkan dalam bidang bisnis, misalnya membuat kontrak antara para pihak, perjanjian jual beli, dan mendirikan perusahaan. Jabatan yang dipangku notaris adalah jabatan kepercayaan dari negara dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris. Kewajiban merahasiakan dapat dilakukan dengan upaya penuntutan hak ingkar, yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan dalam Pasal 1909 KUHPerdata bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi wajib memberikan kesaksian di muka pengadilan. hal. 93. 24 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003,

Selain itu juga, notaris dalam melaksanakan jabatannya dituntut untuk dapat memenuhi kewajibannya yang termuat dalam pasal 16 UUJN dan mentaati ketentuanketentuan tentang larangan sebagaimana telah diatur dalam UUJN pasal 17. Akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan notaris diharapkan mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris, agar notaris tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ditentukan dalam UUJN. Pengawasan terhadap notaris berdasarkan Pasal 67 ayat (1) UUJN dilakukan oleh Menteri, untuk selanjutnya dibentuk suatu Majelis Pengawas yang terdiri dari: 1. Majelis Pengawas Daerah; 2. Majelis Pengawas Wilayah; dan 3. Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawasan Notaris. Pengawasan meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan notaris sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 67 ayat (3) UUJN. Menurut Herlien Budiono, dalam lalu lintas hubungan-hubungan hukum privat, notaris menikmati kewenangan eksklusif untuk membuat akta-akta otentik. Terhadap akta otentik tersebut diberikan kekuatan bukti yang kuat dalam perkara-

perkara perdata, sehingga notaris yang secara khusus berwenang membuat akta-akta otentik demikian menempati kedudukan yang penting dalam kehidupan hukum. Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat akta yang menguraikan secara otentik sesuatu yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat oleh pembuat akta itu, yakni notaris itu sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam melaksanakan jabatannya dan untuk keperluan tersebut pihak lain itu sengaja datang dihadapan notaris, agar keterangan atau perbuatannya itu dituangkan oleh notaris ke dalam suatu akta otentik. Untuk mengetahui akibat suatu akta originali, grosse akta, salinan akta ataupun kutipan akta, minuta akta dan juga surat di bawah tangan yang disahkan dan dilegalisasi seperti yang dijelaskan secara nyata dalam Pasal 56 UUJN yang tidak diberi teraan cap/stempel dapat dikaji dari teori-teori mengenai kebatalan. Perbedaan utama mengenai kebatalan adalah Batal Demi Hukum (van Rechswege nietig) dan dapat dibatalkan (vernietigbaar). Pada keadaan tertentu dengan adanya cacat tertentu diberi sanksi atau akibatnya batal demi hukum, perbuatan hukum tersebut oleh undang-undang tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut. Perbuatan hukum yang mengandung cacat, tetapi penentuan apakah perbuatan hukum tersebut menjadi sah atau batal

bergantung ada keinginan orang tertentu menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan. 25 Teori-teori mengenai kebatalan ini masih simpang siur mengingat tidak terdapatnya terminologi yang pasti yang digunakan oleh pembuat undangundang untuk menunjukkan kebatalan tersebut. Ada saatnya undang-undang hendak menyatakan tidak adanya akibat hukum, maka dinyatakan dengan istilah batal, tetapi ada saatnya menggunakan istilah batal dan tak berhargalah (Pasal 879 KUHPerdata) atau tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 KUHPerdata). Penggunaan istilahistilah tersebut cukup merepotkan karena ada saatnya istilah yang sama hendak digunakan untuk pengertian yang berbeda untuk batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Perbuatan-perbuatan hukum dapat mengandung cacat yang sifat cacat tersebut dapat berbeda-beda. Dengan adanya cacat yang berbeda tersebut maka akan menimbulkan sanksi yang berbeda pula. 26 Dalam hubungan ini, dapat dilihat bahwa Notaris sebagai pemegang jabatan dari Negara yang menggunakan lambang Negara dimana wewenang atas penggunaan stempel berlambang Negara tersebut telah diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris pasal 56 Undang-undang Jabatan Notaris dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara. 2. Kerangka Konsepsional Dalam penulisan tesis ini diperlukan kerangka konsepsional. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus yang ingin atau akan diteliti. Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan 25 Herlin Budiono (II), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 365. 26 Ibid, hal. 364.

dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. 27 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. 28 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 29 Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Kerangka konsepsional dalam merumuskan atau membentuk pengertianpengertian hukum, kegunaannya untuk menghindarkan terjadinya salah penafsiran. Sehingga dianggap perlu untuk mendefenisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna pada topik. Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat menjawab permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut: a. Akibat Hukum Yang dimaksud akibat hukum adalah akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu perbuatan, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. b. Notaris Sebagai Pejabat Publik Menurut pasal 1 undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- 27 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 34. 28 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hal. 307. 29 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal. 31.

undang ini. Menurut Sutrisno pasal 1 angka 1 UUJN tersebut merupakan pengertian mengenai notaris secara umum, unuk definisi apa itu notaris, diuraikan lebih lanjut di dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN. Jadi bila digabung pasal 1 angka 1 dengan pasal 15 ayat 1, terciptalah definisi notaris yaitu: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang. 30 Dengan demikian Notaris berperan melaksanakan sebagian tugas Negara dalam bidang hukum keperdataan, dan kepada Notaris dikualifikasikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, dan akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak para pihak yang dituangkan dalam akta notaris yang yang dibuat di hadapan atau oleh notaris dan kewenangan lainnya yang dimaksud dalam UUJN. c. Lambang Negara Lambang Negara yang dimaksud adalah Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh Lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung pada leher garuda dan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang 30 Soetrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-undang Jabatan Notaris, Buku I, Medan, 2007, hal. 117.

dicengkeram oleh Garuda. 31 Lambang Negara adalah simbol wibawa tertinggi, 32 dimana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahwa cap atau teraan Garuda yang harus diterakan pada pekerjaannya sebagai Notaris yaitu di sebelah tandatangan Notaris dan dibawah suatu salinan akta otentik atau grosse akta yang dikeluarkannya. d. Produk yang diterbitkan Notaris sebagai pejabat Publik mengeluarkan produk-produk seperti akta, Grosse akta, kop Surat, kartu nama, covernote dan Map. G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Untuk tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas, ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. 33 Hal.38 31 Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2009, op. Cit., hal 75 32 Tan Thong Kie, op. cit., hal.466 33 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dimana dilakukan pendekatan terhadap permasalahan yang dirumuskan dengan mempelajari ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Metode pendekatan hukum normatif dipergunakan dengan titik tolak penelitian dan analisis yang akan dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan di Bidang Kenotariatan. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan pengumpulan data berupa meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer berupa dokumen-dokumen maupun peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan Notaris dalam menggunakan Lambang Negara. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu pandangan para ahli hukum. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Alat pengumpulan Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara: 1. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data

sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain data-data mengenai aturan normatif yang diatur dalam Jabatan sebagai Notaris dan Undangundang Jabatan Notaris yang mengatur kewenangan Notaris dalam menggunakan Lambang Negara. 2. Wawancara yang dilakukan secara mendalam dan sistematis dengan menggunakan pedoman wawancara (interview), yang dijadikan sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini adalah a. 3 orang dari Ikatan Notaris Indonesia b. 2 orang dari Majelis Pengawas Daerah di Medan c. 1 orang dari Majelis Pengawas Wilayah di sumatera Utara d. 1 orang ahli hukum 4. Analisis Data Setelah data primer dan data sekunder selesai dikumpulkan, selanjutnya data tersebut diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deduktif, yaitu bertolak dari suatu preposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus. Rangkaian kegiatan yang analisis data yang diperlukan penulis dalam penulisan tesis ini adalah semua data yang diperoleh terlebih dahulu diolah agar dapat gambaran yang sesuai dengan kebutuhan apa yang kita teliti kemudian dianalisis kualitatif, baik data primer atau sekunder untuk diseleksi dipilih berdasarkan kualitas

dan relevansinya yang penting atau yang tidak penting untuk dikaji melalui pemikiran yang logis induktif, sehingga akan menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan serta pemecahannya secara jelas dan lengkap berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada.