BAB I PENDAHULUAN. memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi kesehatan dan. kebutuhan pelayanan, yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan

dokumen-dokumen yang mirip
Huriyati, Emy Aktivitas Fisik pada Remaja SLTP Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul serta Hubungannya dengan Kejadian Obesitas. Tesis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita, anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, makanan yang memenuhi syarat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan lebih. dari 36 juta kematian per tahunnya. Data pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Makanan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Masih sedikit data yang secara khusus menjelaskan tentang kebutuhan nutrisi

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah kalori yang dibakar dalam proses metabolisme (Hasdianah dkk, Obesitas juga dapat membahayakan kesehatan (Khasanah, 2012)

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Citra tubuh (body image) merupakan persepsi dinamis dari tubuh seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak

BAB I PENDAHULUAN. mereka dan membangun citra tubuh atau body image). Pada umumnya remaja putri

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakcocokan antara tuntutan fisiologis dan psikologis berdasarkan situasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan tingkat kesehatan dan fungsi kognitif. Manusia dapat memenuhi

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR SMP NEGERI 10 KOTA MANADO.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan (Hurlock,

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )²

, ASUPAN ENERGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU ANGKATAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola merupakan olahraga yang paling populer di Indonesia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan yang dramatis. masa

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Tingkat Aktivitas Fisik terhadap Obesitas pada Kelompok Usia Tahun

Bagan Kerangka Pemikiran "##

BAB I PENDAHULUAN. dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi kesehatan merupakan kemampuan seseorang untuk memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi kesehatan dan kebutuhan pelayanan, yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan kesehatan yang tepat (Zoellner, et al, 2011). Literasi kesehatan ini diprediksi sebagai prediktor terkuat dari kesehatan seseorang bila dibandingkan dengan umur, pendapatan, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan suku. Literasi kesehatan melibatkan batasan faktor sosial, kultur, dan faktor individu, serta literasi kesehatan yang buruk dapat berefek pada pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian terkait gizi pernah dilakukan, seperti pengukuran estimasi porsi, pengetahuan label makanan, dan pencarian informasi mengenai gizi. Dari penelitian yang menggunakan intervensi, didapatkan hasil adanya konsistensi peningkatan pengetahuan gizi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. (Carbone dan Jamie, 2012). Tinggi rendahnya tingkat literasi kesehatan akan berpengaruh pada pemahaman aspek kesehatan yang lain, sehingga penting untuk mengetahui seberapa tingkat literasi kesehatan seseorang. Nilai literasi kesehatan pada orang muda lebih tinggi bila dibandingkan pada orang yang lebih tua. Hal ini dikarenakan orang muda, khususnya pada hal ini remaja, mereka dapat lebih mudah mengakses informasi kesehatan bila dibandingkan pada orang yang lebih tua. Bila dibandingkan dengan kelompok 20-49 tahun, individu pada kelompok umur 15-19 tahun cenderung memiliki literasi kesehatan yang lebih rendah karena 1

kelompok tersebut masih menempuh pendidikan formal (Australian Bureau of Statistics, 2009). Masa remaja adalah masa yang paling krusial dalam perkembangan seseorang dengan rentang umur antara umur 13-21 tahun. Dari rentang umur tersebut, masa remaja dibagi menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal (13-15 tahun), masa remaja tengah (15-17 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun) (Mahan, 2008). Menurut Depkes (2009), masa remaja awal adalah dari umur 12-16 tahun, sedangkan untuk remaja akhir adalah dari umur 17-25 tahun. Di Indonesia menurut Riskesdas (2013) kelompok remaja atau yang berusia 15-19 tahun berjumlah sekitar 7% dari total penduduk di Indonesia, yang terdiri dari 51,1% remaja laki-laki dan 48,9% remaja perempuan. Remaja adalah kelompok populasi yang memiliki risiko besar pada masalah gizi baik dari sisi fisiologis maupun psikologisnya. Perubahan fisiologis pada remaja ditunjukkan dengan adanya perkembangan kematangan seksual, berupa meningkatnya produksi hormon dan berkembangnya alat kelamin sekunder. Sedangkan dari aspek psikologis, remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bentuk tubuh mereka (Mahan, 2008; Santrock, 2003). Prevalensi masalah kecemasan terhadap berat badan lebih banyak terjadi pada masa remaja dibandingkan dengan masa kehidupan lainnya Sehingga memunculkan rasa ketidakpuasan remaja terhadap bentuk tubuhnya (Kurnianingsih, 2009). Hasil penelitian Syahrir, dkk, (2013) menemukan proporsi remaja yang memiliki citra tubuh positif (artinya menerima bentuk tubuh saat ini) yaitu 66,2% sebaliknya sejumlah 33,8% responden memiliki persepsi citra 2

tubuh negatif (artinya tidak menerima bentuk tubuh saat ini). Orang yang memiliki citra tubuh buruk biasanya akan merasa tidak senang dengan tubuhnya. Ketidakpuasan ini akan menyebabkan perubahan perilaku pada remaja, seperti melakukan diet penurunan berat badan yang ekstrim, mengkonsumsi obat pelangsing, menghindari pergi ke pelayanan kesehatan, serta diikuti perilaku kesehatan yang buruk, misalnya memuntahkan makanan dengan sengaja dan olahraga fisik yang berlebihan (Whitney dan Sharon, 2007; Kurnianingsih, 2009). Penelitian dari Symon, dkk, (2013), menemukan hasil yang berbeda, yaitu remaja putri dengan citra tubuh yang buruk berkaitan dengan kebiasaan kontrol berat badan yang tidak baik, buruknya pelaporan diri terhadap kesehatan, rendahnya tingkat aktivitas fisik, dan tingginya motivasi ekstrinsik terhadap aktivitas fisik. Sedangkan remaja putri yang memiliki citra tubuh yang baik terindikasi memiliki tingkat aktivitas fisik yang baik. Citra tubuh yang buruk dapat mendorong remaja untuk melakukan kontrol berat badan dan diet (Mahan, 2008). Secara umum, proporsi remaja (15-19 tahun) berdasarkan aktivitas fisik sangat ringan (sedentary) <3 jam adalah 30,9%, untuk 3-5,9 jam 43,1%, dan untuk 6 jam adalah 25,5% (Riskesdas, 2013). Aktivitas fisik yang merupakan salah satu perilaku hidup sehat juga dapat dikaitkan dengan literasi kesehatan (Geboers et al., 2014). Era sekarang ini menjadikan semua orang tidak hanya yang bertempat tinggal atau bersekolah di urban, namun mereka yang berada di daerah rural pun dapat mudah mengakses semua informasi terkait kesehatan. Demografi ini juga dapat mempengaruhi literasi kesehatan, citra 3

tubuh, ataupun aktivitas fisik (Saraswati, 2012; Sorensen et al., 2012; Cash and Linda, 2011). Penelitian mengenai tingkat literasi kesehatan di Indonesia masih jarang dilakukan. Padahal penelitian mengenai tingkat literasi kesehatan ini memiliki dampak yang cukup besar untuk kemajuan kesehatan. Sehingga, penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dari tindakan lanjutan yang dapat ditujukan kepada remaja untuk meningkatkan status gizi dan kesehatannya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah pada penelitian yang akan dilakukan ini antara lain : 1. Apakah ada perbedaan literasi kesehatan pada remaja di daerah urban dan rural Kabupaten Sleman? 2. Apakah ada perbedaan citra tubuh pada remaja di daerah urban dan rural Kabupaten Sleman? 3. Apakah ada perbedaan aktivitas fisik pada remaja di daerah urban dan rural Kabupaten Sleman? 4. Apakah ada hubungan tingkat literasi kesehatan dengan persepsi citra tubuh pada remaja di Kabupaten Sleman? 5. Apakah ada hubungan persepsi citra tubuh dengan aktivitas fisik pada remaja di Kabupaten Sleman? 6. Apakah ada hubungan tingkat literasi kesehatan dengan aktivitas fisik pada remaja di Kabupaten Sleman? 4

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan umum, yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat literasi kesehatan dengan citra tubuh dan aktivitas fisik pada remaja di Kabupaten Sleman. Sedangkan untuk tujuan khususnya, antara lain : a. Mengetahui perbedaan literasi kesehatan pada remaja di daerah urban dan rural Kabupaten Sleman b. Mengetahui perbedaan citra tubuh pada remaja di daerah urban dan rural Kabupaten Sleman c. Mengetahui perbedaan aktivitas fisik pada remaja di daerah urban dan rural Kabupaten Sleman d. Mengetahui hubungan antara tingkat literasi kesehatan dengan citra tubuh remaja di Kabupaten Sleman e. Mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan aktivitas fisik remaja di Kabupaten Sleman f. Mengetahui hubungan antara tingkat literasi kesehatan dengan aktivitas fisik remaja di Kabupaten Sleman D. Manfaat Penelitian 1. Bagi remaja Penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi, masukan, dan evaluasi bagi para remaja agar dapat senantiasa memperbaiki pola hidupnya, baik dari aktivitas fisik maupun citra tubuh. Selain itu, juga diharapkan agar selalu meningkatkan tingkat literasi kesehatan per individu agar dapat memperluas pengetahuan dan wawasan para remaja. 5

2. Bagi pemerintah dan institusi pendidikan Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan masukan terbentuknya program untuk tetap menjaga aktivitas fisik, persepsi citra tubuh, dan tingkat literasi kesehatan para remaja, khususnya pelajar SMA yang memiliki kecenderungan untuk memiliki aktivitas fisik yang rendah, citra tubuh yang buruk, dan tingkat literasi yang masih rendah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat mempermudah pemerintah untuk mengawasi para remaja pada institusi terkait. 3. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembelajaran, pengalaman yang tidak ternilai untuk peneliti sendiri. Sehingga penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain. 4. Bagi peneliti selanjutnya Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi terlaksananya penelitian selanjutnya agar dapat menutupi kekurangan yang sudah dilakukan di penelitian ini. E. Keaslian Penelitian 1. Speirs, Katherine E., et al. (2012) dengan judul Health Literacy and Nutrition Behaviors among Low-Income Adults. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa latar belakang kesukuan dan pengasuhan orang tua secara signifikan berhubungan dengan skor literasi kesehatan. Literasi kesehatan yang baik berkaitan dengan rendahnya konsumsi ayam goreng dan tingginya konsumsi buah segar. 6

Penelitian ini memiliki desain penelitian yang sama dengan yang akan dilakukan yaitu desain studi cross-sectional analitik. Adapun perbedaannya antara lain adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur literasi kesehatan, subyek penelitian dan variabel penelitian. 2. Geboers, Bas., et al. (2014) dengan judul The Association of Health Literacy with Physical Activity and Nutritional behavior in Older Adults, and Its Social Cognitive Mediators. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara literasi kesehatan dan aktivitas fisik. Dewasa dengan literasi kesehatan yang kurang lebih sering menunjukkan pemenuhan yang kurang terhadap kebutuhan aktivitas fisik, dibandingkan dengan dewasa dengan literasi kesehatan baik (p=0.007). Penelitian ini memiliki desain penelitian yang sama, yaitu studi cross-sectional dan variabel yang diteliti, yaitu literasi kesehatan dan aktivitas fisik. Sedangkan perbedaannya adalah instrumen yang digunakan dan subyek penelitiannya. 3. Zoellnerr, Jamie, et al. (2011) dengan judul Health Literacy is Associated with Healthy Eating Index (HEI) Score and Sugar-Sweetened Beverage Intake : Findings from the Rural Lower Mississippi Delta. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan pada nilai total HEI, di mana setiap kenaikan 1-poin pada literasi kesehatan berhubungan dengan kenaikan 1,21-poin pada nilai HEI, dengan pengontrolan variabel lain. Prediktor yang cukup signifikan lainnya meliputi umur, jenis kelamin, dan partisipasi program suplementasi. 7

Literasi kesehatan juga secara signifikan dapat memprediksi konsumsi SSB saat menghitung variabel. Setiap 1-poin pada nilai literasi kesehatan berhubungan dengan penuunan 34 kkal per hari dari SSB. Penelitian ini memiliki kesamaan desain penelitian dan variabel bebas (literasi kesehatan) yang cenderung sama. Namun, untuk subyek, tempat, dan instrumen yang digunakan untuk penentuan citra tubuh dan aktivitas fisik. 4. Symons, Caroline, et al. (2013) dengan judul The Relationship Between Body Image, Physical Activity, Perceived Health, and Behavioral Regulation among Year 7 and Year 11 Girls from Metropolitan and Rural Australia. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa adanya perbedaan persepsi citra tubuh, BMI, dan kebiasaan yang dilakukan terkait kesehatan pada remaja dengan umur dan daerah tempat tinggal yang berbeda. Ketidakpuasan remaja terhadap bentuk tubuhnya berhubungan dengan persepsi kesehatan dan pola hidupnya, seperti rendahnya tingkat aktivitas fisik, kebiasaan makan, dan motivasi untuk melakukan aktivitas fisik. Penelitian ini memiliki kesamaan variabel (citra tubuh dan aktivitas fisik) dan desain penelitian, namun dalam penelitian yang akan dilakukan akan ditambah literasi kesehatan sebagai variabel bebas, serta penggunaan subyek dan instrumen penentuan citra tubuh dan aktivitas fisik yang berbeda dengan penelitian ini. 8

5. Restiani, Novita. 2012. Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi dan Zat Gizi makro serta Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SMP Muhammadiyah 31 Jakarta Timur Tahun 2012. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa adanya hubungan bermakna antara citra tubuh tidak puas, kebiasaan sarapan, asupan energi total, asupan karbohidrat, asupan lemak, dan asupan protein terhadap status gizi. Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, durasi tidur, durasi menonton TV/video games, serta kebiasaan berolahraga dengan status gizi. Penelitian ini memiliki kesamaan variabel (citra tubuh dan aktivitas fisik) dan desain penelitian (cross-sectional), namun dalam penelitian yang akan dilakukan akan ditambah tingkat literasi kesehatan sebagai variabel bebas, serta penentuan subyek, tempat, dan instrumen penentuan citra tubuh dan aktivitas fisik yang berbeda dengan penelitian ini. 9