BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modal sosial yang meliputi network, trust, dan norm. Berikut dijelaskan masingmasing

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

BAB I PENDAHULUAN. (Kementerian Pertanian, 2014). Sektor pertanian sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

Manusia, Kebutuhan, dan Etika. Nurasih Shamadiyah, S.Ant., M.Sc. Ilmu Sosial Budaya Dasar Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh 2015

SOCIAL CAPITAL. The important thing is not what you know, but who you know

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

TOPIK SEMBILAN. Drs. Rudi Susilana, M.Si Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan - FIP - UPI

Praktikum Perilaku Konsumen

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebelumnya. Apabila secara formal dalam organisasi maka proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

PENDIDIKAN. Oleh : Suyantiningsih, M.Ed. Jur. KTP FIP

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

Mata Kuliah Sosiologi Pertanian. Sosiologi Perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana.

PENYULUHAN KEHUTANAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi I. PENDAHULUAN. merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan, sikap, kebiasaan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

Suatu gagasan, praktek, atau objek yang dipandang sebagai hal yang baru oleh seorang individu. Teknologi yang senantiasa berubah

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEMANGGUNG (25/11/2015)

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta

Pendahuluan. Inovasi, teknologi dan temuan baru atau introduksi sesuatu belum tentu langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Social/Network Power:

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224)

BAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah

Modal Sosial Pedagang di Pasar Bintan Center Kota Tanjungpinang. (Nanik Rahmawati, S.Sos, M.Si) Abstrak

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

Peran Modal Sosial dalam Menunjang Dinamika Kelompok Peternak Sapi Perah (Studi Kasus di Kelompok 3 TPK Pulosari Pangalengan)

PEMASARAN SOSIAL KKBG. Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL Tahun 2007

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dengan semakin maju ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kemajuan

PENGERTIAN PENYULUHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah

BAB II KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi

Wacana Vol. 14, No. 1 (2011) E-ISSN : I Ica Febrianti Putri 1, Hamid Hidayat 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa proses difusi, inovasi dan adopsi motor trail pada komunitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi

Bisma, Vol 1, No. 6, Oktober 2016 INDIKATOR-INDIKATOR KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA HOTEL KINI DI PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian kali ini, peneliti akan menggunakan tiga konsep untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dorongan untuk bekerja, kerjasama dan koordinasi.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara tepat, modal sosial akan melahirkan serangkaian nilai-nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

MEMBANGUN JEJARING DAN KEMITRAAN TKSK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. komunikasi dalam organisasi yaitu proses menciptakan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB I PENDAHULUAN. banyak dan komplek, kemudian bila kebutuhan- kebutuhan serta tujuantujuan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN JURNAL HUBUNGAN KNOWLEDGE SHARING BEHAVIOR DAN INDIVIDUAL INNOVATION CAPABILITY

II. LANDASAN TEORI. Menurut Phillip Kotler (2002:9): Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun civil community

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini terdapat empat variabel yaitu adopsi inovasi dan modal sosial yang meliputi network, trust, dan norm. Berikut dijelaskan masingmasing variabel dengan urutannya sebagai berikut: 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah salah satu konsep baru yang digunakan untuk mengukur suatu hubungan didalam komunitas, organisasi, dan masyarakat. Menurut Robert Putnam modal sosial adalah: Social capital as features of social organization such as networks, norms, and social trust that facilities coordination and cooperation for mutual benefit. Putnam (1995) dalam Krishna (2002) menyatakan bahwa modal sosial adalah fitur dari organisasi sosial seperti jaringan, norma, dan rasa kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Social capital concept as the aggregate of the actual potential resources which are linked to possession of a durable network of more or less institutionalized relationships of mutual acquaintance or recognition. Modal sosial menurut Bourdieu (1980) dalam Portes (1998) adalah sumber daya yang berkumpul karena terdapat sebuah jaringan berupa hubungan timbal balik yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Bagi Bourdieu, modal sosial mempresentasikan agregat sumber daya aktual atau potensial yang dikaitkan dengan kepemilikan jaringan yang bertahan lama. Modal sosial merupakan

7 sumber daya yang melekat pada suatu hubungan yang erat dalam masyarakat atau komunitas sosial (Field, 2010). Modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam suatu organisasi dan dianggap penting serta berperan dalam program pembangunan pertanian. Modal sosial dianggap sebagai program yang memungkinkan dimiliki oleh suatu organisasi masyarakat yang terdiri dari trust, social networking, dan norms. Modal sosial diyakini mampu memberikan dampak besar bagi anggota karena dengan adanya peran dalam kelompok untuk mengikat bersama demi membela kepentingan bersama (Diniyati, 2009). Social capital facilitates knowledge sharing, value creation, competitive advantage, better and faster performance, and further development of organizations. It includes norms, values, orientations, networks and social relations governing behaviors and interactions among individuals. It also facilitates individuals mutual cooperation and coordination for shared interests and enables them to act collectively. Salajegheh dan Pirmoradi (2013) menyatakan bahwa modal sosial memfasilitasi pengetahuan, penciptaan nilai, keuntungan yang kompetitif, kinerja yang lebih baik dan lebih cepat, dan perkembangan dari organisasi. Modal sosial mencakup norma-norma, nilai, orientasi, jaringan, dan hubungan sosial yang mengatur perilaku dan interaksi antar individu. Modal sosial juga memfasilitasi individu untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk kepentingan bersama dan memungkinkan individu bertindak secara kolektif. Putnam (1995) menyatakan bahwa collective action in support of shared goals is more likely where social capital is high. However, effective collective action and superior goal

8 performance are achieved only where in addition to high social capital capable agents are also available. Aldler dan Kwon (2000) dalam Cahyono dan Adhiatma (2012) berpendapat bahwa modal sosial merupakan gambaran dari keterikatan internal dengan struktur kolektif dan memberikan keuntungan bersama dari proses dinamika sosial. Modal sosial dapat membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama yang diikat oleh norma-norma yang dipatuhi. Persons bound together in dense social networks infused with norms of reciprocity and trust, are better able and more inclined to act collectively for mutual benefit. Putnam (1995) menyatakan bahwa individu yang terikat bersama-sama dalam jaringan sosial yang didukung dengan norma-norma dan kepercayaan akan lebih mampu dan cenderung bertindak secara bersama-sama untuk saling menguntungkan. Cohen dan Prusak (2001) dalam Bulu (2010) mengungkapkan bahwa modal sosial adalah setiap hubungan yang diikat oleh rasa saling percaya, saling pengertian, dan memiliki nilai-nilai bersama memungkinkan aksi bersama dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Menurut Fukuyama (2002), modal sosial sebagai serangkaian dari norma-norma informal yang dimiliki oleh para anggota dalam kelompok yang memungkinkan akan terjalin kerjasama diantara mereka. Fukuyama berpendapat bahwa apabila dilakukan secara bersama, masyarakat dapat mewujudkan hal-hal yang tidak dapat dilakukan sendirian. Kemampuan bekerjasama akan muncul setelah adanya rasa percaya di dalam sebuah masyarakat atau dalam komunitas.

9 Modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerjasama, saling mempercayai, dan adanya norma atau nilai-nilai sosial sehingga dapat membentuk suatu relasi antar individu yang menguntungkan (Hasbullah, 2006). Cox (1995) dalam Cahyono dan Adhiatma (2012) menyebutkan bahwa modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar individu yang didasari oleh jaringan, norma-norma, dan rasa kepercayaan yang memungkinkan tindakan kerjasama dan koordinasi lebih efisien dan efektif untuk memperoleh keuntungan dan kebajikan. Modal sosial merupakan suatu hubungan yang tercipta dan normanorma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dan telah menjadi perekat sosial yang dapat menjaga kesatuan anggota masyarakat secara bersama-sama. Menurut Lesser (2000) dalam Hermawan (2008), modal sosial sangat penting bagi komunitas karena modal sosial memudahkan anggota komunitas dalam mengakses informasi, menjadi media power sharing atau media dalam pembagian kekuasaan dalam komunitas, mengembangkan rasa solidaritas, memungkinkan pencapaian secara bersama, dan membentuk perilaku kebersamaan. Modal sosial memiliki peranan sebagai penggerak utama dalam proses adopsi inovasi. Modal sosial petani yang semakin kuat akan meningkatkan tingkat adopsi inovasi secara konsisten. Jaringan kerjasama akan menghasilkan keputusan kolektif dalam proses adopsi inovasi yang didukung oleh saling percaya dan kepatuhan terhadap aturan-aturan yang ada (Bulu, 2010). 2.2. Unsur-Unsur Modal Sosial Putnam (1995) menyatakan bahwa modal sosial sebagai gambaran organisasi sosial seperti jaringan, rasa saling percaya, dan norma yang

10 memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Fukuyama (2002) berpendapat bahwa Modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya rasa saling percaya dalam masyarakat (Fukuyama, 2002). Menurut Coleman (1994) dalam Yustika (2006), modal sosial tergantung pada tiga elemen kunci meliputi network (jaringan), trust (rasa saling percaya), dan norm (norma). 2.2.1. Network Menurut Putnam (1995) dalam Khrisna (2012), modal sosial didasarkan pada hubungan sosial dan jaringan. Jaringan sangat penting sebagai basis tindakan terutama jaringan komunikasi. Jaringan dapat terjadi akibat adanya ketertarikan antar individu. Jaringan yang kuat antar anggota mutlak diperlukan dalam menjaga kekompakan dan hal tersebut mampu menciptakan hubungan yang akrab antar sesama. Konsep jaringan menurut Mudiarta (2009), adalah lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar orang atau kelompok dalam artian pada konsep ini terdapat hubungan sosial yang diikat dengan rasa saling percaya dan dipertahankan atau dijaga oleh norma-norma yang dipatuhi. Jaringan dianggap penting dalam modal sosial karena dengan adanya jaringan antar individu mampu mempermudah koordinasi dan kerjasama antar individu dan kelompok. Melalui jaringan, orang akan saling menginformasikan, saling mengetahui, dan saling membantu dalam mengatasi suatu masalah (Putnam, 1995). Menurut Lawang (2005) dalam Mudiarta (2009), Jaringan akan menimbulkan suatu hubungan yang memungkinkan terjadinya pemecahan masalah yang dapat berjalan secara efektif dan efisien. Jaringan sosial merupakan

11 aset sosial yang sangat bernilai karena jaringan mampu mendorong orang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai keuntungan yang ingin diperoleh secara timbal balik. Bekerja secara kolektif membantu individu untuk memperbaiki kehidupan mereka (Field, 2010). Orang yang mengetahui dan bertemu dengan orang lain akan memiliki jaringan-jaringan dan membangun interaksi baik bersifat formal maupun informal (Suharto, 2005). Jaringan kerjasama akan memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi yang memungkinkan tumbuh rasa saling percaya dan memperkuat kerjasama dalam suatu organisasi (Fukuyama, 2002). Dalam proses adopsi akan selalu terjadi interaksi antar individu maupun kelompok. Apabila suatu inovasi dapat dipelajari oleh orang lain menunjukkan bahwa dalam proses adopsi inovasi terdapat jaringan informasi dan komunikasi baik antar individu maupun kelompok. Individu yang memiliki jaringan informasi inovasi yang lebih luas akan lebih mudah dalam memperoleh inovasi sehingga memiliki modal sosial tinggi dan memiliki peluang untuk melakukan adopsi inovasi (Rogers, 1995 dalam Bulu, 2010). Jaringan sengaja dibentuk untuk mempermudah dalam aktivitas kerjasama. Individu akan melakukan kerjasama dengan jaringannya melalui upaya saling bertukar pengetahuan untuk mendapatkan keuntungan (Malik, 2015). Menurut Hasbullah (2006), salah satu kunci keberhasilan dari modal sosial terletak pada kemampuan individu dalam melibatkan diri dan adanya kemampuan melibatkan diri dalam kumpulan komunitas. Dalam tindakan adopsi inovasi, jaringan akan memudahkan individu dalam memperoleh informasi inovasi yang dibutuhkan. Individu yang memiliki jaringan lebih luas akan lebih mudah dalam mendapatkan

12 informasi yang dibutuhkan sehingga dapat dikatakan modal sosialnya tinggi dan sebaliknya. Akses informasi inovasi membutuhkan jaringan guna memecahkan masalah yang ada dan akan meningkatkan komunikasi (Bulu, 2010). 2.2.2. Trust Putnam (1995) dalam Field (2010) menjelaskan bahwa kepercayaan merupakan hal yang mendasar untuk membentuk sebuah hubungan atau kerjasama. Kepercayaan adalah keyakinan seseorang atau masyarakat yang dapat diandalkan karena saling bersikap jujur. Rasa saling percaya dalam suatu komunitas merupakan harapan yang tumbuh dalam masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya perilaku jujur, kerjasama, saling percaya, sepaham, dan adanya norma yang diyakini (Fukuyama, 2002). Individu yang percaya dengan orang lain cenderung bergabung dengan beberapa kelompok, dan individu yang tergabung dalam kelompok lebih cenderung mempercayai orang lain (Gayatri et al., 2010). Kepercayaan adalah hubungan antar dua belah pihak yang mengandung harapan yang menguntungkan melalui interaksi sosial di masyarakat. Saling percaya merupakan harapan yang selalu tumbuh dalam komunitas yang ditunjukkan oleh perilaku jujur, saling percaya, dan kerjasama sesuai dengan nilai-nilai yang ditaati dan dijalankan oleh sekelompok orang (Suharto, 2005). Tindakan kolektif memungkinkan seseorang untuk dapat menjaga suatu hubungan. Sebuah jaringan didasarkan pada kejujuran, rasa hormat, dan adanya interaksi yang baik. Setiap orang yang terlibat dalam suatu jaringan harus memiliki rasa saling percaya dan saling menghormati (Gayatri et al., 2011).

13 Vipriyanti (2007) berpendapat bahwa rasa percaya sebagai menerima dan mengabaikan kemungkinan bahwa sesuatu akan tidak benar. Rasa percaya akan memudahkan terjalinnya kerjasama. Semakin tinggi rasa saling percaya maka semakin kuat kerjasama antar individu. Kepercayaan bersifat timbal balik dari seluruh stake holder jaringan yang menjadi modal penting dalam menumbuhkan partisipasi dan kerjasama. Tanpa adanya kepercayaan, maka akan terjadi low trust society dimana ada rasa saling tidak percaya antar individu (Hermawan, 2008). Kepercayaan merupakan tatanan sosial yang tergantung pada kepercayaan timbal balik dan tidak muncul secara spontan (Field, 2010). Trust menyebabkan mudahnya menjalin kerjasama yang saling menguntungkan sehingga mendorong timbulnya hubungan yang menyebabkan modal sosial semakin kuat karena terdapat hubungan timbal balik yang menguntungkan. Keterlibatan dari anggota dalam kelompok dalam hal perencanaan hingga pemecahan masalah menjadi daya dorong munculnya rasa saling percaya dalam kerjasama. Adanya trust atau rasa saling percaya yang kuat dapat memperkuat jaringan kerjasama dalam aktivitas ekonomi dan aktivitas adopsi inovasi (Bulu, 2010). Unsur tepenting dalam modal sosial adalah rasa kepercayaan yang berperan sebagai perekat bagi terjalinnya jaringan kerjasama dalam kelompok. Dengan adanya rasa saling percaya, individu akan menjalin kerjasama secara efektif (Fukuyama, 2002). Trust adalah dimensi yang memiliki hubungan dekat dengan modal sosial, baik menjadi bagian langsung ataupun sebagai hasil dari modal sosial. Jaringan dengan rasa kepercayaan yang tinggi akan berfungsi lebih

14 baik dan lebih mudah dibandingkan dalam jaringan dengan rasa kepercayaan yang rendah (Field, 2010). 2.2.3. Norm Menurut Hasbullah (2006) norma sosial adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Norma sosial diartikan sebagai suatu peraturan yang didasari oleh pertimbangan, kebiasaan, dan kepahaman (Levis, 1996). Norma atau aturan adalah suatu pandangan tentang tingkah laku yang disepakati bersama oleh anggota masyarakat (Bulu, 2010). Norma sangat penting bagi keutuhan masyarakat sebab dengan adanya norma, masyarakat dapat hidup harmonis dan tidak bertentangan satu sama lain. Norma lahir dari adanya interaksi sosial, baik antar individu maupun individu dengan kelompok. Norma tumbuh dalam masyarakat sebagai kontrol dalam berperilaku dan masyarakat biasanya memiliki aturan-aturan kolektif yang dipahami. Aturan yang tumbuh pada masyarakat biasanya terbentuk secara tidak sengaja akan tetapi lama kelamaan norma sosial dibuat secara sadar (Levis, 1996). Bentuk norma sosial dapat tertulis maupun tidak tertulis. Norma yang tidak tertulis biasanya disebut sebagai hukum adat yang secara eksplisit oleh masyarakat setempat dianggap sudah tidak ada. Meski dianggap tidak ada, apa yang dilakukan oleh masyarakat sehari-hari memiliki ketertiban sendiri (Kushandajani, 2008). Fukuyama (2002) menyatakan bahwa dengan bersandar pada normanorma yang ada akan membuat hubungan antar masyarakat akan menciptakan

15 rasa saling percaya. Norma dibentuk berdasarkan sejarah yang ada di masa lalu dan diterakan untuk mendukung kerjasama. Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan, dan tujuan yang disepakati bersama, diyakini, dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma dibentuk untuk dipatuhi dan dijalankan, agar anggota mentaati segala norma-norma yang berlaku dibuatlah sanksi sosial. Bentuk dari sanksi tersebut dapat bersifat positif seperti penghargaan, empati, atau rasa hormat dan dapat bersifat negatif seperti hukuman (Kushandajani, 2008). Jaringan kerjasama yang didasari oleh aturan-aturan atau norma mempunyai prinsip timbal balik karena masing-masing pihak yang terlibat akan menerima sanksi yang berupa hukuman atau penghargaan sebagai bentuk resiprositas (timbal balik). Dalam norma, resiprositas akan memperkuat rasa saling percaya antar individu bahwa masing-masing akan mematuhi semua aturan atau norma yang telah disepakati bersama. Norma dan sanksi yang efektif dalam suatu kelompok dapat mendukung individu dalam mencapai prestasi (Bulu, 2010). Norma akan menentukan kuatnya hubungan antar anggota karena dapat merangsang asosiasi yang berdampak positif di masyarakat (Levis, 1996). Normanorma yang ada pada masyarakat berkaitan erat dengan rasa saling menghargai, tanggung jawab, dan kepercayaan yang didasari nilai-nilai budaya yang melekat. Adanya nilai moral yang dianut dalam masyarakat dapat menimbulkan sikap yang menunjang jaringan sosial di masyarakat (Amin, 2016). Norma dapat mempengaruhi proses adopsi inovasi, sistem norma dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengadopsi suatu inovasi. Petani akan terbuka dengan

16 perubahan-perubahan sosial seperti kelompok petani inovator yang lebih mungkin mengadopsi inovasi lebih cepat (Bulu, 2010). 2.3. Adopsi Inovasi Inovasi mengacu pada kata sifat seperti mengubah, memperbarui, atau membuat sesuatu dalam melakukan sesuatu yang baru sehingga menjadi lebih efektif (Dhewanto, 2015). Menurut Simamora (2003) dalam Musyafak dan Ibrahim (2005), inovasi adalah suatu ide, praktek, atau produk yang dianggap baru oleh individu atau grup. Inovasi adalah gagasan, tindakan, teknologi yang dianggap baru oleh seseorang. Inovasi adalah cara mengerjakan sesuatu atau ide yang dianggap baru oleh calon pengadopsi inovasi (Levis, 1996). Pengadopsi inovasi mungkin saja suatu individu, kelompok ataupun organisasi (Harun dan Elvinaro, 2012). Mardikanto (2009) berpendapat bahwa inovasi adalah sesuatu ide, produk, informasi teknologi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. An innovation is an idea, method, or object which is regarded as new by individual, but which is not always result of recent research. Van Den Ban dan Hawkins (1996) dalam Musyafak dan Ibrahim (2005) berpendapat bahwa inovasi adalah sebuah ide, metode, atau objek yang dianggap

17 baru oleh seseorang. Inovasi memiliki tiga komponen yaitu suatu gagasan, produk (barang dan jasa), metode atau praktek. Ketiga komponen tersebut harus memiliki sifat yang baru. Menurut Schumpeter dalam Lincolin (2009), faktor penunjang dalam munculnya inovasi adalah sumber daya manusia dimana ketersediaan pelaku inovasi mampu menerima dan menciptakan ide-ide baru. Inovasi dapat berupa bentuk-bentuk kegiatan seperti diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada, diperkenalkannya cara baru dalam berproduksi, dan perubahan inovasi. Di dalam proses inovasi, akan terjadi perubahan pada proses adopsi yang dilakukan petani dilihat dari sejauh mana perubahan diri dari pelaku adopsi mampu menjadi titik tolak peralihan karena adopsi inovasi akan terjadi bilamana terdapat perubahan perilaku seperti pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Nooteboom, 2006). Perubahan perilaku dapat diusahakan melalui kebiasaan, pengertian, dan contoh (Artiningsih, 2009). Pretty (1995) dalam Mulyadi et al. (2007) mengatakan bahwa faktor yang menjadi penyebab petani menolak teknologi inovasi adalah (1) teknologi yang ditawarkan seringkali tidak memberikan jawaban atas masalah yang dihadapi; (2) teknologi yang ditawarkan sulit diterapkan oleh petani; (3) inovasi yang diterapkan justru menciptakan masalah baru karena kurang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya petani; (4) penerapan teknologi inovasi membutuhkan biaya yang tinggi sementara imbalan yang diperoleh petani tidak sebanding dengan yang dikeluarkan; (5) strategi petani dalam menyampaikan pesan mengenai inovasi kurang tepat, tidak informatif, dan tidak dapat dimengerti;

18 (6) ketertarikan petani terhadap inovasi sangat lemah seringkali akibat dari pengalaman kurang baik dimasa lalu dan telah merasa puas dengan apa yang diperoleh saat ini. Adopsi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap inovasi sejak mengenal hingga menerapkan (Levis, 1996). Menurut Rogers (1995) dalam Bulu (2010), adopsi adalah proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi. Adopsi sebagai proses mental manusia dari mengenal, mengetahui dan mengadopsi inovasi. Adopsi adalah proses dimulai dan dikeluarkan ide-ide hingga ide-ide tersebut diterima oleh masyarakat. Adopsi dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi yang berupa sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada seseorang setelah ia menerima inovasi (Mardikanto, 2009). Feder et al. (1985) dalam Faturoti (2006) menyatakan adoption is a continous process that involves evaluation of reward from early adopters, which may trigger bandwagon effect in adoption. Adopsi inovasi sangat ditentukan oleh kemampuan pengadopsi seperti pengetahuan, motivasi, dan sikap sebagai proses mental dalam mengambil keputusan untuk mengadopsi (Bulu, 2010). Levis (1996) menyatakan bahwa adopsi dapat diartikan sebagai penerapan suatu ide atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi yang dapat disampaikan melalui penyuluhan. Rogers (1973) dalam Levis (1996), lima tahapan adopsi yaitu : (1) awarness atau keadaan mengenai adanya sesuatu; (2) interest atau tumbuhnya minat untuk mengetahui lebih lanjut; (3) evaluation atau melakukan penilaian

19 mengenai inovasi yang disampaikan; (4) trial atau mencoba inovasi yang diterapkan; (5) adoption atau proses menerima, menerapkan, dan melakukan inovasi yang ditawarkan berdasarkan keberhasilan yang dicapai selama proses percobaan dilakukan. Rogers dan Shoemakers (1971) dalam Warsito et al. (2010) menyatakan bahwa terdapat lima tahap dalam proses adopsi yaitu proses kesadaran, minat, penilaian, percobaan, dan tahap penerimaan; tetapi proses tersebut tidak selalu terjadi secara berurutan. Rogers menyempurnakan tahapan tersebut menjadi tahap pengenalan, persuasi, keputusan, penerapan, dan konfirmasi. Manifesti dari bentuk adopsi dapat dilihat melalui tingkah laku, metode, maupun teknologi yang digunakan oleh adopter. Secara ideal, proses adopsi didahului oleh proses adaptasi yang merupakan proses penyesuaikan mental individu terhadap penerapan suatu inovasi. Pada kenyataannya didalam proses adopsi terjadi proses sebaliknya, yaitu proses adopsi yang mendahului adaptasi (Levis, 1996). 2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi Faktor yang turut menentukan dalam proses adopsi inovasi adalah prasangka interpersonal, pandangan terhadap kondisi yang terbatas, sikapnya terhadap penguasa, peranan individual terhadap tercapainya tujuan, kelemahan dalam menerima inovasi, fatalisme atau ketidakmampuan untuk mengatur masa depannya sendiri, kelemahan dalam aspirasi, kelemahan untuk menunda kepuasan, keterbatasan pandangan mengenai dunia luas, kelemahan dalam berempati, dan tidak kritis (Levis, 1996). Rogers (1995) dalam Bulu (2010)

20 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi proses adopsi inovasi adalah karakteristik inovasi, karakteristik pengadopsi, tipe keputusan adopsi, sistem sosial terutama norma-norma sosial, saluran komunikasi, usaha promosi inovasi, sosial ekonomi, dan budaya. Sukartawi (1998) dalam Musyafak dan Ibrahim (2005) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Semakin mudah teknologi baru yang dapat dipraktekkan, maka semakin cepat pula inovasi dapat diadopsi oleh masyarakat. Mardikanto (2009) berpendapat, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi adalah (1) sifat atau karakteristik inovasi; (2) karakteristik calon pengguna; (3) pengambilan keputusan adopsi; (4) saluran atau media yang digunakan; dan (5) kualifikasi penyuluh. Karakteristik inovasi dapat dilihat dari informasi yang melekat pada inovasinya, keunggulan dari inovasi, tingkat kerumitan, tingkat kemudahan inovasi untuk dikomunikasikan dan dicoba, dan mudah atau tidaknya inovasi tersebut diamati, kesesuaian inovasi dengan lingkungan setempat, dan tingkat keunggulan dari inovasi yang ditawarkan baik dari segi ekonomis (besarnya biaya yang dikeluarkan), segi teknik (kecocokan dengan keadaan alam setempat), dan manfaat non ekonomi maupun dampak politik dan sosial budaya yang akan ditimbulkan. Faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mengadopsi inovasi yaitu luas usahatani, semakin luas maka semakin cepat mengadopsi karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik; tingkat pendapatan; keberanian dalam menghadapi resiko; umur; dan aktivitas dalam mencari informasi-informasi baru. Peran seorang penyuluh sangat mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi. Semakin

21 rajin penyuluh mempromosikan inovasi maka proses inovasi akan semakin cepat pula dan apabila penyuluh mampu berkomunikasi dengan baik dan efektif maka proses adopsi juga akan terjadi lebih cepat. Penyuluh yang efektif adalah penyuluh yang mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik kepada keluarga petani. Adanya rasa percaya dengan penyuluh dapat membuat seseorang secara bersama-sama berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih kuat (Gayatri et al., 2010). Tujuan komunikasi yang bersifat informatif dalam proses adopsi inovasi akan mempengaruhi pikiran dan tindakan dari pelaku adopsi sedangkan tujuan komunikasi yang bersifat persuasif dapat mempengaruhi perasaan dari pelaku adopsi (Levis, 1996). Media komunikasi yang dapat digunakan yaitu saluran antar pribadi, media, massa, dan forum media. Semakin banyak media informasi yang digunakan maka akan memberikan pengaruh yang semakin baik kepada masyarakat dalam proses adopsi (Mardikanto, 2009).