Learning Day. TIK (Teknologi Informasi & Komunikasi) Hadir Dalam Mengatasi Masalah Komunitas. Edisi 22 Maret 2013

dokumen-dokumen yang mirip
CIVIC LITERACY ARI DWIPAYANA UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. memiliki sejarah tersendiri, salah satunya keresahan akan keadaan LSM yang mementingkan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB V PENUTUP Pertama

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Menemukan Kebenaran dalam Media Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Bab V. Penutup. yang menunjukkan adanya fenomena pembentukan gerakan sosial dengan basis

BAB II METODOLOGI PENDAMPINGAN A. PENGERTIAN PARTICIPATORY ACTION RESEARCH. Participatory Action Research (PAR). Dalam buku Jalan Lain, Dr.

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

INDONESIA NEW URBAN ACTION

Ibu Rumah Tangga Melawan Televisi: Berbagi Pengalaman untuk Literasi Media

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Advokasi Kreatif Melalui Media (Sosial) Oleh: Rofiuddin AJI Indonesia

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya. pemberdayaan dan modal sosial, namun bagaimanapun unsur-unsur

Pengorganisasian * (Berbasis Komunitas)

Tinjauan Mata Kuliah...

BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Latar Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam Kuliah 1. Soeryo Adiwibowo

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

Pendidikan Alternatif bagi Pekerja Rumah Tangga (Sekolah Wawasan)

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

Bab I PENDAHULUAN. 1 Craigh (2005)

BAB III METODE PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF. Participatory Action Research (PAR). Metodologi tersebut dilakukan dengan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini,

BAB V PENUTUP. ini. pemberdayaan digunakan sebagai alternatif pembangunan yang bersifat

AKTUALISASI NILAI PANCASILA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

MEMPERKUAT PENGORGANISASIAN MASYARAKAT SIPIL UNTUK MEMPERCEPAT DEMONOPOLISASI DI POLITIK DAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB IV PENUTUP. Dari analisis berita di atas yang disiarkan oleh Metro Tv tentang aksi klaim yang

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

Pemberdayaan Masyarakat

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Data Perusahaan

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penulisan

I.1. Pengantar. Bab 1 - Pendahuluan

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Mandiri Pedesaan itulah proses hegemoni terjadi, pelibatan masyarakat dalam

DISKUSI AWAL PENGELOLAAN PENGETAHUAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye

BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN. filosofi, metodologi dan prinsip kerjanya. PAR tidak memiliki sebutan

PRINSIP PARTISIPASI

BAB VI. Penutup. pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah

Tantangan Pendidikan Indonesia dalam SDGs. Oleh M. firdaus

BAB 3 METODE PENELITIAN

TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito

BAB VIII TIGA BUTIR SIMPULAN. Pada bagian penutup, saya sampaikan tiga simpulan terkait kebijakan

BAB VI PENUTUP. menyuarakan penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Gerakan Sosial. -fitri dwi lestari-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berkreasi, semakin dirasakan urgensinya. Otonomi dibidang

Movement mudah diterima oleh masyarakat global, sehingga setiap individu diajak untuk berpikir kembali tentang kemampuannya dalam mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN

Mobilisasi Sumber Daya untuk Transformasi Sosial: Tantangan Kita

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. dalam menjalankan komunikasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Laporan Tahunan. Sloka Institute 2010

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

MODEL PENGEMBANGAN KADER PKK SEBAGAI MOTOR PEMBANGUNAN

MENGGUGAH PARTISIPASI GENDER DI LINGKUNGAN KOMUNITAS

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

Proses Komunikasi dalam Masyarakat

Mitra. Menyemai Gagasan Untuk Indonesia Yang Lebih Baik. Secara ringkas, partner Perkumpulan Prakarsa dapat dikelompokkan sebagai berikut:

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan masyarakat.

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

Transkripsi:

Edisi 22 Maret 2013 TIK (Teknologi Informasi & Komunikasi) Hadir Dalam Mengatasi Masalah Komunitas Learning Day Narasumber : Roem Topatimasang Ari Dwipayana Akhmad Nasir Ade Tanesia

Combine Resource Institution secara berkala mengadakan diskusi bulanan sebagai wadah refleksi pegiat dalam melakukan gali-ulang terhadap program yang sedang berlangsung. Learning Day adalah program yang diajukan, dengan mengundang cendekia kampus, pemegang kebijakan, dan pegiat LSM senior. Isu yang dibahas beragam sesuai dengan kebutuhan, konteks, dan pedalaman yang diajukan. Learning Day tertanggal 22 Maret 2013 membahas mengenai "civic literacy" dengan narasumber: Roem Topatimasang, Ari Dwipayana, Akhmad Nasir, dan Ade Tanesia. Pembahasan ini dijadikan sebagai pengayaan konsep dan metode untuk literasi komunitas. Intisari diskusi telah dirangkum oleh Tri Budiono, Ade Tanesia, dan M. Afandi. 2

Kemanfaatan TIK memang perlu dinilai kembali. Bagaimanapun perkembangan terbaru di berbagai program pendampingan terjadi deviasi antara perkembangan teknologi TIK sendiri dengan perkembangan sosial masyarakat. Belum terjadi sublimasi yang kuat antara TIK dengan literasi komunitas, sebagaimana harapan yang dibebani pada "perkakas" ini sebelumnya. Memang butuh eksplorasi lebih jauh dalam mengoptimalkan TIK sebagai alat di samping pihak literasi komunitas sebagai target yang diharapkan. Dalam penggalian itu, butuh perluasan yang lebih jauh bagaimana TIK untuk level tertentu yang telah dirasakan manfaatnya, untuk masuk ke level yang lebih tinggi, dengan kemanfaatan yang beragam. Pengalaman pegiat TIK selama ini memperlihatkan selalu dibutuhkan teknologi untuk media bantu dalam menularkan literasi sipil kepada masyarakat. Pengalaman pendampingan masyarakat tercatat setiap proses pendampingan membutuhkan alat bantu teknologi. Dan perkembangan teknologi terbaru selalu menjadi eksperimentasi pegiat untuk melahirkan kombinasi baru antara teknologi dengan masalah sosial. Pengkombinasian teknologi dan masalah sosial pada akhirnya menjadi tantangan kreativitas pegiat. Tahun 1970an penggunaan teknologi telah menjadi alat perubahan sosial. Kesaksian Roem Topatimasang yang banyak menggunakan teknologi untuk mendorong perubahan sosial pada waktu itu. Namun teknologi yang digunakan sebagai alat bantu untuk akses pada kebutuhan dasar. Untuk media literasi digunakan teknik drawing, misalnya komik sebagai cara menjelaskan sesuatu bagi masyarakat. Di samping itu, pamlet juga menjadi cara untuk melakukan kampanye membangun kesadaran masyarakat. Itu semua dibantu oleh penguasaan teknik advokasi yang prima. Roem Topatimasang menjelaskan bahwa penguasaan teknik advokasi sebagai kebutuhan dasar sebenarnya, sedangkan teknologi termasuk TIK sendiri hanya sebagai alat bantu saja. TIK bagian dari kombinasi lain yang dipakai untuk memperkuat advokasi tersebut. Bukan sebaliknya, TIK menjadi bahan eksplorasi utama, dengan menganggap teknik advokasi sebagai sesuatu yang sekunder. Sehingga tujuan yang akan diraih dapat diperoleh dengan menggunakan pengorganisasian dan mobilisasi, dibantu dengan teknologi TIK yang ditempelkan pada proses itu. Iman Prakoso, menyebut dengan kerjasama yang tidak penuh antara pegiat yang berperan dalam pengongganisir dengan pegiat yang terus mencoba mengembangkan TIK sebagai media pembelajaran pemberdayaan. Penguasaan teknik advokasi sebagai kebutuhan dasar sebenarnya, sedangkan teknologi termasuk TIK sendiri hanya sebagai alat bantu saja. 3

Ada masalah bagaimana aktor yang berbeda saling beririsan. Memang diantaranya mempunyai perspektif yang berbeda, namun sinerginya akan memberikan efek penggandaan yang kuat. Pada dasarnya menaruh active citizen merupakan situasi yang mau diraih, dengan melakukan banyak-cara agar itu mengalami stimulus, maka TIK mempunyai fungsi untuk penganekaragaman metode dan alat bantu dalam advokasi. Pada dasarnya titik temunya bagaimana metode advokasi dapat memberikan warna yang kuat ketika warga untuk melakukan transformasi. Awal yang perlu digali, demikian Roem Topatimasang, konsep yang selama salah mengenai warga negara. Warga sebenarnya manusia individual yang benar-benar hadir di komunitas. Bukan warga negara yang dibangun secara teoritik yang secara dikotomis dibedakan dengan institusi negara. Ini yang ditanggapi oleh Ranggoaini Jahja, sebagai cara menyingkap suara akar rumput, yang nyatanya ternyata berbeda dengan suara warga yang dikonsepkan secara abstrak oleh para ahli politik. Maka dibutuhkan strategi tertentu untuk menggali suara warga itu sendiri. Fenomena kesalahan mendefinisikan warga ini membuat representasi warga itu sering kali tidak sesuai dengan faktanya. Sehingga kesadaran warga yang sejati sering kali tidak tumbuh. Ini tergambar jelas dalam kegiatan akar rumput dimana tokoh warga di komunitas sering melakukan upaya representasi warga yang bergeser menjadi kepentingan segelintir orang belaka. Itu juga terlihat sebenarnya representasinya pada media sosial. Terkait dengan literasi sipil, sering kali pegiat media sosial menganggap dirinya telah bekerja. Padahal hanya sekedar membangun opini yang sangat abstrak pada tingkat warga. Begitu juga pengorganisasian yang dilakukan ketika revolusi musim semi di Mesir, pengatasnamaan atas kepentingan warga, ternyata mengalami bias ketika elit yang ditumbangkan berganti dengan elit baru, yang merupakan aktor politik yang tidak mencerminkan kepentingan warga, bisa jadi itu kepentingan pegiat "media sosial" saja. Fenomena kesalahan mendefinisikan warga ini membuat representasi warga itu sering kali tidak sesuai dengan faktanya. Sehingga kesadaran warga yang sejati sering kali tidak tumbuh. 4

Sehingga tujuan yang akan diraih dapat diperoleh dengan menggunakan pengorganisasian dan mobilisasi, dibantu dengan teknologi TIK yang ditempelkan pada proses itu. Iman Prakoso, menyebut dengan kerjasama yang tidak penuh antara pegiat yang berperan dalam pengongganisir dengan pegiat yang terus mencoba mengembangkan TIK sebagai media pembelajaran pemberdayaan. Ada masalah bagaimana aktor yang berbeda saling beririsan. Memang diantaranya mempunyai perspektif yang berbeda, namun sinerginya akan memberikan efek penggandaan yang kuat. Pada dasarnya menaruh active citizen merupakan situasi yang mau diraih, dengan melakukan banyak-cara agar itu mengalami stimulus, maka TIK mempunyai fungsi untuk penganekaragaman metode dan alat bantu dalam advokasi. Pada dasarnya titik temunya bagaimana metode advokasi dapat memberikan warna yang kuat ketika warga untuk melakukan transformasi. Awal yang perlu digali, demikian Roem Topatimasang, konsep yang selama salah mengenai warga negara. Warga sebenarnya manusia individual yang benar-benar hadir di komunitas. Bukan warga negara yang dibangun secara teoritik yang secara dikotomis dibedakan dengan institusi negara. Ini yang ditanggapi oleh Ranggoaini Jahja, sebagai cara menyingkap suara akar rumput, yang nyatanya ternyata berbeda dengan suara warga yang dikonsepkan secara abstrak oleh para ahli politik. Maka dibutuhkan strategi tertentu untuk menggali suara warga itu sendiri. Fenomena kesalahan mendefinisikan warga ini membuat representasi warga itu sering kali tidak sesuai dengan faktanya. Sehingga kesadaran warga yang sejati sering kali tidak tumbuh. Ini tergambar jelas dalam kegiatan akar rumput dimana tokoh warga di komunitas sering melakukan upaya representasi warga yang bergeser menjadi kepentingan segelintir orang belaka. Itu juga terlihat sebenarnya representasinya pada media sosial. Terkait dengan literasi sipil, sering kali pegiat media sosial menganggap dirinya telah bekerja. Padahal hanya sekedar membangun opini yang sangat abstrak pada tingkat warga. Begitu juga pengorganisasian yang dilakukan ketika revolusi musim semi di Mesir, pengatasnamaan atas kepentingan warga, ternyata mengalami bias ketika elit yang ditumbangkan berganti dengan elit baru, yang merupakan aktor politik yang tidak mencerminkan kepentingan warga, bisa jadi itu kepentingan pegiat "media sosial" saja. 5

Sebenarnya ini sebuah kerja merangsang sebuah konten yang menarik bagi teman-teman yang bergerak di pengorginisasian. Titik sambungnya harus ada, sehingga pengorganisasian yang dimaksud tidak hanya berhenti di level basis tapi juga media memiliki titik sambung pada upaya membangun opini publik, dikursus perlawanan, dan sebagainya. Hal yang sama juga dapat dilihat pada kasus Kalimantan Barat dalam televisi lokal yang sangat tertarik menggunakan media sosial, apakah hanya karena persaingan usaha atau karena memang diisi oleh orangorang yang memiliki kesadaran tentang jurnalisme warga dan bagaimana media memperjuangkan hal tersebut. Jadi yang penting adalah bagaimana membangun sinergi dan memperluas blok politik yang menjadi bagian literasi sipil; dari ruang sederhana misalnya kampung ke area yang lebih besar bahkan sampai ke media konvensional yang mampu mempengaruhi pemimpin dan pembuat kebijakan menjadi titik strategis yang harus dilakukan. Perlu tambahan memangnya. Tampaknya harus ada upaya yang lebih berkelanjutan yaitu institusionalisasi gerakan-gerakan tersebut ke gerakan-gerakan rakyat yang sudah ada. Ini berkaitan pada konsepsi warga yang memang harus selalu dikaitkan dengan warga negara karena selama ini warga negara muncul karena adanya negara, padahal sebelum itu ada konsep masyarakat adalah warga komunitas yang mengatur dirinya sendiri sebelum ada negara. Jadi konsep negara bangsa banyak mencaplok konsep warga, namun kita juga bisa mengartikan ini sebagai lapisan di mana misalnya kita menganggap warga sebagai suatu sistem kekeluargaan maka konsep warga akan lebih luas melewati kampungnya bahkan sampai negara. Yang selama ini terjadi adalah bagaimana menurunkan isu dalam konteks kewarganegaraan ke area yang lebih lokal pada artinya relokasi isu demokrasi ke tingkat yang lebih kewargaan di tingkat RT atau kampung, ini menjadi bagian penting di mana proses radikalisasi isu juga terjadi di tingkat bawah. Sehingga isu yang ada mereka rasakan dekat dengan mereka. Tapi yang perlu diperhatikan adalah titik masuknya. Titik masuk yang menjadi persoalan adalah selama ini bagaimana membawa isu-isu besar ditingkat warga negara ke tingkat yang lebih lokal tanpa mengkontektualisasi itu sebagai hal problematik. Bagaimana mengkaitkan persoalan ditingkat lokal sampai ke persoalan bersama di tingkat diatasnya. Strategi pembesaran isu agar menjadi isu bersama dari tingkat bawah ke tingkat atas. Tampaknya harus ada upaya yang lebih berkelanjutan yaitu institusionalisasi gerakan-gerakan tersebut ke gerakangerakan rakyat yang sudah ada. 6

Membangun kaitan isu menjadi isu global yang akan membangun empati tidak hanya menjadi isu lokal yang akan dianggap orang lain tidak penting dan bukan isu bersama. Harus ada upaya memperluas isu, bahwa satu isu akan berdampak bagi kita semua. Misalnya isu globalisasi, perkebunan, alih fungsi tanah, dan sebagainya. Dalam literasi warga itu, politik dan demokrasi saat ini menjadi persoalan serius, komersialisasi kewargaan terjadi ketika ada perubahan dari proses perubahan politik yang sifatnya sukarela menjadi suatu yang bisa diperdagangkan. Proses transformasi ini menjadi masalah serius ketika dikaitkan dengan sistem pasar politik. Komersialisasi kewargaan itu seolah-olah warga banyak mendapatkan keuntungan dari cara memperdagangkan. Inilah pentingnya literasi warga, apakah ketika masyarakat diajak untuk memperdagangkan hak politik, apakah mereka akan mendapatkan banyak keuntungan atau bahkan mereka akan memperoleh hal yang tidak mereka harapkan. Yang perlu dilakukan adalah mengkontekstualisasikan hak-hak politik mereka sesuai dengan kondisi keseharian mereka, dengan demikian mereka memiliki alternatif untuk menentukan pilihan mereka. Harus ada upaya memperluas isu, bahwa satu isu akan berdampak bagi kita semua. Misalnya isu globalisasi, perkebunan, alih fungsi tanah, dan sebagainya. Kebolehjadian situasi, aktivis TIK tidak memberikan sambungan dengan aktivis pengorganisasian. Fragmentasi terbesar disebabkan oleh institusi donor dan agendanya masing-masing. Saat ini masalahnya tidak dapat dilepaskan telah terjadi fragmentasi gerakan sosial, sehingga masing-masing aktivis sibuk dengan dirinya sendiri. Kebolehjadian situasi, aktivis TIK tidak memberikan sambungan dengan aktivis pengorganisasian. Fragmentasi terbesar disebabkan oleh institusi donor dan agendanya masing-masing. Pengalaman gerakan rakyat di bawah tidak terfragmentasi karena tidak bersentuhan dengan donor. Misalnya pada tahun 1983, TIK menggunakan video di kepulauan Kei untuk pengorganisasian, sampai sekarang mereka masih menggunakan video dan berlanjut karena mereka tidak terikat apa-apa dan itu telah menjadi bagian hidup mereka. Fragmentasi menjadi persoalan besar, sehingga perlu ada pihak yang bisa melihat itu. Persoalannya apakah organisasi mau melakukan itu? Lalu relevansinya, aktivis TIK tahu tentang pengorganisasian dan tentang pembagian tugas itu tadi menjadi penting. Misalnya begini, kita membawa teknologi jangan sampai membuat warga memiliki pekerjaan baru meninggalkan pekerjaan mereka, jadi tidak perlu membuat warga seperti itu karena itu pekerjaan kita. Bagaimana membuat sistem yang berguna bagi mereka, yang menjadi persolan sering terjadi ilutif dari pekerjaan aktivis TIK bahwa dunia akan beres selama ada media, perangkap ilusinya juga sama di aktivis pengorganisasian bahwa semua akan beres setelah diorganisir. 7

Kita melihat kasus Prita, semua berilusi kalo 60.000 orang ikut facebook maka sistem kesehatan masyarakat akan berubah. Ilusi ini yang harus dihilangkan misalkan pada kasus memasang sistem SMS gateway di keuskupan, yang memasang adalah orang yang ahli, dan kita bilang jangan berilusi, hanya mengajarkan yang semestinya agar alat ini berguna tapi tidak menyibukkan mereka sehingga lupa akan pekerjaan mereka sebenarnya. Pembagian tugas seperti ini mampu menghilangkan ilusi tersebut, sehingga sistem ini bisa bekerja semestinya. Kita bisa keluar dari jebakan ilusi apabila kita menghadapkan diri pada realitas, disitulah saling melengkapinya bagaimana orang-orang yang mengorganisir di masyarakat punya kaitan dengan orang-orang yang sibuk di jaringan. Kita bisa keluar dari jebakan ilusi apabila kita menghadapkan diri pada realitas, disitulah saling melengkapinya bagaimana orang-orang yang mengorganisir di masyarakat punya kaitan dengan orangorang yang sibuk di jaringan. Kita pikir pentingnya membangun sistem bekerja dimana siapa melakukan apa dan bagaimana akan berkontribusi dalam platform dan arah yang sama. Kadang kala kita harus berpikir terbalik. Asumsi bahwa teknologi informasi membantu dalam gerakan sosial itu adalah benar, tapi kadang kita harus berpikir terbalik bahwa gerakan sosial mampu menafikan teknologi informasi. Contoh revolusi sutera di cekoslwakia dimulai dari tesis tersebut, tesisnya adalah jangan mendengarkan siaran televisi karena itu merupakan siaran propaganda pemerintah. Disinilah awal revolusi sutera, sehingga menemukan cara alternatifnya. Contoh gerakan anti kekerasan perempuan di Kolombia, tesisnya adalah laki-laki Kolombia senang melakukan kekerasan terhadap isteri karena para perempuan menonton televisi. Sehingga ketika suami mereka pulang dalam keadaan mabuk, mereka tidak menemukan isteri mereka, karena isteri mereka sedang jalan-jalan bertetangga menghidupkan kembali tradisi bertetangga sehingga terbebas dari aksi kekerasan suami. Intinya TIK penting, tapi akan berguna bagi orang yang melakukan perubahan, tapi pada suatu waktu dapat dinafikan dan kita kembali menggunakan informasi kita sendiri. Contoh lain ada eksperimen di suatu desa di Sulawesi yaitu jangan percaya pada iklan, sehingga selama 3 tahun ini disana dapat dilihat pembelajaran yang bisa diambil bahwa hal kecil mampu membuat perubahan sosial di masyarakat. 8