BAB V ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR)

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN LINE BALANCING DALAM UPAYA PERBAIKKAN LINI PRODUKSI DENGAN SIMULASI PROMODEL DI PT CATERPILLAR INDONESIA

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANKED POSITION WEIGHT (RPW) (STUDI KASUS: PT. KRAKATAU STEEL, Tbk.

Kata Kunci : Keseimbangan Lintasan, Metode Ranked Positional Weight, Produktivitas 1. PENDAHULUAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN METODE LINE BALANCING PADA PT. XYZ

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

BAB V ANALISIS HASIL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI LINE BALANCING

BAB I PENDAHULUAN. tetap menjaga mutu dan produktivitasnya untuk dapat bersaing di pasar dunia, maka PT

Daftar Isi. Lembar Pengesahan... Kata Pengantar... Abstrak...

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

BAB 2 LANDASAN TEORI

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA

BAB VI LINE BALANCING

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB III METODE PENELITIAN

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA PENGUKURAN EFISIENSI PROSES PEMBUATAN HANGER TIPE TAC 6212 PADA PT. BIGGY CEMERLANG DENGAN ANALISIS LINE BALANCING

USULAN KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PEMBUATAN SEPATU TIPE SAMBA PADA PT.POONG WON INDONESIA. Muhammad Kastalani

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha


BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Analisis Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi CV. Bobo Bakery

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENULISAN ILMIAH SUGIANTO

Jakarta, 30 Maret Penulis

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Ganjil tahun 2007 / 2008

DAFTAR LAMPIRAN. viii

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL ANALISA DATA

= Jumlah stasiun kerja. 4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Journal Knowledge Industrial Engineering (JKIE)

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE HEURISTIK

LINE BALANCING DENGAN METODE RANKED POSITION WEIGHT ( RPW)

ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang Penelitian..

Universitas Bina Nusantara

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

USULAN PERBAIKAN ALUR PROSES PRODUKSI PADA INDUSTRI GARMEN DENGAN TEKNIK SIMULASI DAN LINE BALANCING PADA PT DIAN CITRA CIPTA

PROGRAM KOMPUTASI RANKED POSITIONAL WEIGHT UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN PERAKITAN

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh industri di era globalisasi ini dituntut untuk menghadapi persaingan

2.10 Pengertian Efisiensi Pengertian Lintasan Produksi(Line Balancing) Keseimbangan Kapasitas Lintasan Produksi 25 2.

Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa

Perencanaan Fasilitas

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI SEMI TRAILER SIDE TIPPER TIPE 74 DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ

Transkripsi:

125 BAB V ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisis Dari Ketiga Metode Tabel 5.1 Hasil Perbandingan dari ketiga Metode METODE OBJEK PERCOBAAN 1 PERCOBAAN 2 Line Efficiency 91.37% 94.41% RPW Balance Delay 8.63% 5.59% Idle Time 49.97 31.30 Line Efficiency 95.17% 96.03% LCR Balance Delay 4.83% 3.97% Idle Time 26.83 21.9 Line Efficiency 95.33% 95.39% RA Balance Delay 4.67% 4.61% Idle Time 25.90 25.57 Dari hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa nilai Line efficiency semakin besar maka semakin baik, semakin besar nilai line efficiency ini menunjukan bahwa pembagian bobot kerja antar stasiun kerja berjalan dengan baik dan merata. Sedangkan, nilai balance delay merupakan besaran keseimbangan waktu senggang, maka semakin besar nilai balance delay maka semakin buruk, ini artinya terdapat

126 pembagian bobot kerja yang tidak merata dan adanya ketimpangan beban kerja antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja lainnya. Pada nilai idle time atau waktu menganggur, semakin besar nilai idle time maka akan semakin buruk ini berarti banyaknya waktu yang terbuang sia-sia, karena nilai idle time merupakan non value added time yang harus ditekan oleh perusahaan. Ranked Positional Weight (RPW), pada percobaan 1 terlihat bahwa nilai efisiensi lintasan adalah sebesar 91,37%, nilai balance delay adalah 8,63%, serta nilai idle time adalah 49,97 menit. Sedangkan, pada percobaan kedua terlihat bahwa hasil efisiensi lintasan sebesar 94,41%, dengan nilai balance delay sebesar 5,59%, dan nilai idle time hanya sebesar 31,30 menit. Dari hasil dua perbandingan percobaan tersebut, maka hasil dari percobaan kedua tentu lebih baik, karena memiliki efisiensi lintasan yang lebih tinggi sebesar 94,41%, ini berarti pembagian bobot kerja lebih merata. Lalu, nilai balance delay sebesar 5,59%, dan nilai idle time (waktu menganggur) lebih sedikit disbanding percoban pertama yaitu sebesar 31,30 menit saja. Pada metode Largest Candidate Rule (LCR), di percobaan pertama terlihat bahwa nilai efisiensi lintasan sebesar 95,17%, nilai balance delay adalah sebesar 4,83%, dan nilai idle time pada percobaan pertama adalah sebesar 26,83 menit. Sedangkan, pada percobaan kedua nilai efisiensi lintasan 96,03%, lalu nilai balance delay adalah 3,97% dan idle time sebesar 21,9 menit lebih baik daro percobaan pertama. Dari kedua percobaan tersebut, maka percobaan kedua memiliki hasil yang lebih baik yaitu dengan efisiensi lintasan yang lebih tinggi sebesar 96,03%, nilai balance delay yang lebih kecil, yaitu sebesar 3,97%, dan memiliki waktu idle time lebih kecil dari percobaan 1 yaitu sebesar 21,9 menit.

127 Pada metode Region Approach (RA), di percobaan pertama nilai efisiensi lintasan sebesar 95,33%, lalu nilai balance delay adalah 4,67%, dan nilai idle time atau waktu menganggur adalah 25,90 menit. Sedangkan pada percobaan kedua, kita dapat lihat bahwa nilai efisiensi lintasan adalah 95,39%, di mana nilai balance delay adalah sebesar 4,61%, dan nilai idle time sebesar 25,57 menit. Dengan itu, maka kita ketahui bahwa pada metode region approach (RA) ini memiliki hasil yang lebih baik pada percobaan kedua, di mana nilai efisiensi lintasan lebih besar sebesar 95,39%, lalu nilai balance delay yang lebih kecil sebesar 4,61%, dan nilai idle time atau waktu menganggur sebesar 25,57 menit. Dari ketiga metode tersebut, kita ketahui bahwa pada metode Ranked Positional Weight (RPW) memiliki hasil yang lebih baik pada percobaan kedua, yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesat94,41%, nilai balance delay sebesar 25,59% dan nilai idle time sebesar 31,30 menit. Sedangkan,pada metode Largest Candidate Rule (LCR) kita ketahui bahwa hasil yang lebih baik terdapat pada percobaan kedua, yaitu dengan nilai efisiensi lintasan sebesar 96,03%, lalu nilai balance delay sebesar 3,97%, dan nilai idle time sebesar 21,9 menit. Dan pada metode Region Approach (RA), terlihat bahwa hasil terbaik terdapat pada percobaan kedua dengan nilai efisiensi lintasasan sebesar 95,39%, lalu nilai balance delay sebesar 4,61& dan nilai idle time adalah 25,57 menit. Dari hasil terbaik berdasarkan tiga metode, kita ketahui bahwa, metode Largest Candidate Rule (LCR) pada percobaan ke-2 memiliki hasil yang paling baik, yaitu dengan efisiensi lintasan sebesar 96,03% yang berarti memiliki pembagian bobot kerja yang paling baik, lalu nilai Balance Delay sebesar 3,97% yang berarti

128 paling minimnya ketimpangan pembagian bobot kerja antara stasiun kerja, dan Idle Time hanya sebesar 21,90 Menit yang paling kecil waktu menganggur nya. 5.2 Analisa Tata Letak Stasiun Kerja Letak stasiun kerja pada kondisi awal dapat kita lihat bahwa terlalu jauh letak stasiun kerja Gear Box Station, hal ini akan menyulitkan pembagian bobot kerja apabila akan dilakukan pengelompokan kerja terhadap engine staions. Hal tersebut dikarenakan terlalu jauh nya jarak antara engine stations dengan Gear Box station dan terhalangi oleh Engine To Gear Box station. 5.2.1 Tata Letak Stasiun Kerja Kondisi Awal Aggregate Line Stations Pada kondisi awal, jarak antara setiap engine station mulai dari station satu hingga empat masih sangat terlalu jauh untuk menuju gear box station, yang akan merepotkan arus gerakan operator atau man power proses produksi karena jarak yang terlalu jauh.

129 Unpacking Kits Area, (28m x 7m) Unpacking Kits Area, (49m x 7m) 66,5m 59,5m 52,5m 45,5m 28m ENGINE ST. 1 ENGINE ST. 2 ENGINE ST. 3 ENGINE ST. 4 ENGINE To GEAR BOX ST. (6), (28m x 7m) GEAR BOX ST. (5), (28 m x 7m) REAR AXLE ST. (8), (28m x 7m) FRONT AXLE ST. (7), (28 m x 7m) Gambar 5.1 Lay Out Awal Pada Aggregate Line Stations

130 Kita lihat bahwa jarak dari engine stations 1 ke Gear Box Station adalah 66,5m, lalu jarak dari engine stations 2 ke Gear Box Station sebesar 59,5m, kemudian jarak dari engine stations 3 menuju Gear Box Station adalah 52,5 m, jarak dari engine stations 4 ke Gear Box Station yaitu 45,5 m, dan yang terakhir jarak dari Engine To Gear Box Station adalah 28 m. 5.2.2 Usulan Perbaikan Tata Letak Stasiun Kerja pada Aggregate Line Stations Pada usulan perbaikan tata letak stasiun kerja pada Aggregate Line Stations ini terjadi pertukaran letak antara Unpacking Kits Area dengan Gear Box Station yang memiliki ukuran sama yaitu 28 m x 7 m. Hal ini dilakukan agar terjadi aliran perpindahan man power pada produksi yang tidak terlalu jauh antara satu stasiun kerja dengan stasiun lainnya.

131 Gear Box St. (5), (28m x 7m) Unpacking Kits Area, (49m x 7m) 3m 10m X1 X2 X3 X4 X5 ENGINE ST. 1 ENGINE ST. 2 3,5m 3,5m ENGINE ST. 3 ENGINE ST. 4 ENGINE To GEAR BOX ST. (6), (28m x 7m) Unpacking Kits Area, (28m x 7m) 10,5m 10,5m 28m REAR AXLE ST. (8), (28m x 7m) FRONT AXLE ST. (7), (28 m x 7m) Gambar 5.2 Usulan Perbaikan Lay Out Awal Pada Aggregate Line Stations

132 Pada lay out yang akan diusulkan sebagai perbaikan, kita akan mengetahui nilai jarak pergerakan operator atau man power dari setiap work station ke Gear Box Station. Jarak perpindahan itu dapat didapatkan dengan menggunakan rumus Phytagoras, yaitu dengan cara : Jarak Perpindahan Engine Station 1 ke Gear Box Station Maka, Jarak dari engine station 1 ke gear box station adalah 14,5 meter, ini berarti jarak pergerakan operator atau man power pada produksi lebih pendek dari kondisi awal yaitu sebesar 66,5 meter. Jarak Perpindahan Engine Station 2 ke Gear Box Station Maka, Jarak dari engine station 2 ke gear box station adalah 10,59 meter, ini berarti jarak pergerakan operator atau man power pada produksi lebih pendek dari kondisi awal yaitu sebesar 59,5 meter.

133 Jarak Perpindahan Engine Station 3 ke Gear Box Station Maka, Jarak dari engine station 3 ke gear box station adalah 10,59 meter, ini berarti jarak pergerakan operator atau man power pada produksi lebih pendek dari kondisi awal yaitu sebesar 52,5 meter. Jarak Perpindahan Engine Station 4 ke Gear Box Station Maka, Jarak dari engine station 3 ke gear box station adalah 14,5 meter, ini berarti jarak pergerakan operator atau man power pada produksi lebih pendek dari kondisi awal yaitu sebesar 45,5 meter.

134 Jarak Perpindahan Engine To Gear Box Station ke Gear Box Station Maka, Jarak dari engine to Gear Box station ke gear box station adalah 29,73 meter, ini berarti jarak pergerakan operator atau man power pada produksi lebih panjang sedikit dari kondisi awal yaitu sebesar 28 meter. Dari hasil re-lay out tersebut, maka jarak Perpindahan dari engine station 1, engine station 2, engine station 3, engine station 4 ke Gear Box Station jauh lebih pendek dari kondisi awal yaitu masing-masing 14,5 meter, 10,59 meter,10,59 meter, dan 14,5 meter.sedangkan pada jarak pergerakan operator atau man power pada produksi dari Engine to Gear Box Station ke Gear Box Station berdasarkan lay out yang diusulkan yaitu sebesar 29,73 meter, ini berarti sedikit lebih panjang dari kondisi awal yang berjarak 28 meter di mana perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Namun, re-layout tetap diusulkan karena jarak perpindahan operator dari masing-masing engine stations ke engine to Gear Box Station sangat jauh lebih pendek, ini dapat mempermudah pengelompokan beban kerja antar work stations pada Aggregate Line Stations.

135 5.3 Perhitungan jumlah Operator Peningkatan kapasitas output produksi atau target dari 2.5 unit/hari menjadi 3 unit/hari tentunya harus dihitung dengan memperhatikan jumlah operator dari divisi Aggregate Line Stations, mengingat jumlah operator awal adalah sebesar 8 orang. Perhitungan Operator dapat dilakukan dengan membagi jumlah standard hours dibagi dengan Takt Time setiap harinya. Berdasarkan data standard hours, kita ketahui bahwa masing-masing waktu standar di setiap stasiun kerja adalah engine station 1 dan 2 adalah 163.42, lalu engine station 3 dan 4 adalah 76.60 menit, lalu Gear Box Station adalah 170.97 menit, pada engine to gear box adalah 118.menit, lalu pada front axle station adalah 214.883 menit dan pada rear axle station adalah 362.583 menit. Maka, total waktu standar adalah 1106.57 menit, dengan itu maka jumlah operator yang dibutuhkan adalah : Maka, peningkatan target produksi dari 2.5 unit/hari menjadi 3 unit/hari sangat memungkinkan dikarenakan jumlah operator sama pada saat kondisi awal yaitu 8 operator.