BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya sewaktu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. lain, misalnya industri pabrikan (manufacture), maka bidang konstruksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arus globalisasi tersebut membawa

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bertahan dan berkompetisi. Salah satu hal yang dapat ditempuh perusahaan agar

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan di bidang manufaktur dan jasa sangat ketat. Hal ini

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja

BUDAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) UNTUK KELANGSUNGAN USAHA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempo kerja pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga dan pikiran

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Umum BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan kesehatan yang datang dari pekerjaan mereka tersebut. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem Pendidikan

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang begitu pesat pada era globalisasi saat ini

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas merupakan salah satu faktor yang mendominasi suatu perusahaan

BAB 1. PENDAHULUAN. lainnya. 2 Divisi Poultry Breeder Charoen Pokphand Indonesia, menyebutkan data

Sulit disangkal, bila peringatan Utamakan Selamat yang dipasang di pelbagai

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan modernisasi ekonomi. Globalisasi terkait erat dengan investasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan kondisi yang menunjukkan Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu perusahaan karyawan yang sehat jasmani dan rohani

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PROSES MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya produktivitas (Multahada, 2008)

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan kerja telah dikenal sejak berabad yang lalu sejalan dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya prindustrian dengan mendayagunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan manajemen.

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja karyawan pada suatu perusahaan sering kali

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2014) Gambar 1.1 Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, dan Pengangguran di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini sektor industri berkembang dengan pesat di Indonesia. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di

ANALISIS PENERAPAN JAMSOSTEK PADA PROYEK KONSTRUKSI. Oleh TEGUH SUSANTO NPM. :

BAB I PEDAHULUAN. memerlukan perlindungan tubuh atau memberikan training sebelumnya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pekerjaan konstruksi merupakan suatu proses yang besar, yang melibatkan

PENGARUH JAMINAN SOSIAL, KESEHATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA LINGKUNGAN KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN DI PT

BAB I PENDAHULUAN. bergeloranya pembangunan, penggunaan teknologi lebih banyak diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusianya, agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas

2015 PENGARUH IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP PEMBELAJARAN PRAKTIK PRODUKTIF DI BENGKEL OTOMOTIF SMK

BAB I PENDAHULUAN. bergerak semakin dinamis, perusahaan dituntut untuk melakukan kegiatan usahanya. perusahaan berjalan secara efektif dan efisien.

PEMERINTAH KABUPATEN BUTON SELATAN DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WILAYAHKECAMATAN SAMPOLAWA Jl. UwebontoKel. Jaya Bakti Kec. Sampolawa

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan dikembangkan.oleh karena itu karyawan harus mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja karyawan merupakan faktor yang sangat penting bagi suatu perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia usaha saat ini telah berkembang sangat pesat baik sektor industri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang cukup lama. Dalam perkembangan pasar dunia bebas, Keselamatan dan

Perusahaan yang berorientasi pada karir semacam ini akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pabrik (plant atau factory) adalah tempat di mana faktor-faktor industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang sehat. perusahaan yang dimana aktivitas manajemen sangat berperan

BAB 3 PERUMUSAN OBYEK PENELITIAN. pertambangan di Halmahera Timur, Buli. PT. Sinar Putih Cemerlang didirikan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor yang terpenting pula. (Kusumadiantho, dalam Jurnal Universitas Pelita Harapan Volume i dan ii, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ROMANCE BEDDING AND FURNITURE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka membentuk manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perlu dipelihara dan dikembangkan. Oleh karena itu karyawan harus

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena seperti yang dinyatakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik),

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing

STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang aman dan nyaman serta karyawan yang sehat dapat mendorong

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstitusi Indonesia pada dasarnya memberikan perlindungan total bagi rakyat

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam dunia usaha baik itu pengusaha, pekerja itu sendiri maupun instansiinstansi pemerintah yang dalam tugas pokoknya mengelola sumber-sumber daya manusia dan pihak-pihak lain dari kelembagaan swasta. Sehingga kegiatan pemeliharaan (maintenance) karyawan harus mendapat perhatian yang sungguhsungguh dari manajer. Sebagaimana pendapat yang dikemukan oleh Veithzal Rivai (2004:2) bahwa Karyawan adalah kekayaan (asset) utama perusahaan, sehingga harus dipelihara dengan baik. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) hal yang sangat penting untuk diselenggarakan pada suatu perusahaan, karena mengingat perannya yang penting dalam upaya pemeliharaan karyawan, seperti yang di ungkapkan Harry Siregar (2005) dalam jurnal yang berjudul Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan menyatakan bahwa: Peranan K3 di tempat kerja sebagai wujud keberhasilan perusahaan dengan mengikuti dan mentaati ketentuan dan Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta peraturannya. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat perlu karena dapat memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja serta situasi kerja yang aman, tentram, dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif. Dalam salah satu artikel yang dimuat diharian Koran Jakarta pada 8 Februari 2011 mengenai pandangan penyelenggaraan K3, bahwa: Program K3 belum 100 persen diterapkan perusahaan karena masih dianggap beban oleh perusahaan dan saat ini banyak perusahaan yang 1

2 menerapkan K3 hanya ketika akan dilakukan pengecekan oleh pemerintah dan pembeli, setelah usai pengecekan K3 tidak diperhatikan lagi. Oleh sebab itu perusahaan perlu meningkatkan kesadarannya akan program K3 yang sebenarnya menguntungkan bagi perusahaan dan pekerja, namun masih banyak perusahaan yang belum menerapkannya karena ketidaktahuan dan persoalan biaya. Padahal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Hal tersebut diatur pula dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, Pengusaha wajib melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya yang dihadapinya, dan mewujudkan kondisi kerja yang aman, sehat, bebas kecelakaan serta terbebas dari pencemaran. Tujuan dari dibuatnya program K3 selain untuk mencapai tingkat kecelakaan kerja nihil (zero accident) adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Menurut Mangkunegara (2002:165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: 1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. 2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaikbaiknya selektif mungkin. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. 4. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 5. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

3 6. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Keperluan akan pencapaian efektivitas program K3 tentu sangat diharapkan oleh perusahaan agar tujuan dan peran K3 dalam penyelenggaraan pemeliharaan karyawan dapat tercapai. Namun sulit disangkal dalam kenyataannya, bila peringatan Utamakan Keselamatan yang dipasang di pelbagai proyek pembangunan di Indonesia, masih sebatas jargon semata. Banyak perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan menengah dan kecil masih menilai program K3 merupakan beban yang harus dihindari karena untuk menerapkannya dibutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga sering terjadi kecelakaan kerja yang kadang menyebabkan pekerja tewas. Jika terjadi kasus kecelakaan kerja, terlebih hingga menyebabkan pekerja tewas akan menimbulkan persoalan tidak hanya bagi keluarga pekerja tersebut tetapi juga bagi perusahaan yang harus mengurus asuransi, ganti rugi dan juga harus menghadapi tuntutan dari keluarga korban. Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT. Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000 kematian, 500 cacat tetap dan kompensasi lebih dari Rp. 550 milyar. Kompensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5 juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan kerugian dunia usaha. (DK3N, 2007).

4 Menurut data International Labor Organitation (ILO) pada yang diterbitkan dalam peringatan Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Se-dunia pada 28 April 2010, tercatat setiap tahunnya lebih dari 2 juta orang yang meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta orang menderita penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja pertahun di seluruh dunia. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan resiko bahaya kerja tertentu dapat dijumpai pada beberapa sektor industri sebagai berikut: Tabel 1. 1 Jumlah Kecelakaan Kerja yang Dilaporkan ke JAMSOSTEK Menurut Sektor Industri Selama Periode 2005-2008. Industri Kasus Kecelakaan 2005 2006 2007 2008 Kehutanan 16.871 19.561 19.640 16.835 Pertambangan 4.429 14.487 8.658 7.803 Manufaktur 48.431 51.821 49.540 46.109 Konstruksi 7351 2.397 3.987 3.802 Pasokan listrik, gas, dan air 725 2.057 1.663 1.463 Jasa 4232 5.438 4.848 4.530 Sumber: http://www.aseanoshnet. or.id/indonesia/osh%20statistic.htm.65342 Dari tabel di atas, maka sektor manufaktur yang merupakan bidang industri yang paling banyak mengalami kasus kecelakaan kerja terparah yaitu sebanyak (59,03%) kasus pada tahun 2005, (54,11%) kasus pada tahun 2006, (56,08%) kasus pada tahun 2007, dan (70,56%) kasus pada tahun 2008. Hal ini diindikasikan karena dalam kegiatan berproduksinya, perusahaan dalam bidang manufaktur merupakan cabang industri yang mentransformasikan barang mentah menjadi barang jadi sehingga rentan sekali menimbulkan bahaya kecelakaan kerja pada kegiatan para pekerjanya.

5 Dampak dari ketidakefektifan program K3 biasanya akan mengakibatkan hasil produksi yang tidak sesuai harapan, meningkatnya biaya pengeluaran perusahaan, ketidakpuasan para serikat pekerja terhadap penanganan masalah K3, dan tingginya angkaa kecelakaan kerja. Hal ini sering terjadi pada banyak perusahaan di Indonesia, tidak terkecuali pada PT. Shinta Budhrani Industries yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang menghasilkan kain Polyster yang bermutu tinggi. Hal ini terbukti dari tujuan perusahaan itu sendiri yang ingin mencapai tingkat kecelakaan kerja nihil, namun belum bisa dicapai. Seperti data di bawah ini yang masih menunjukkan tingkat kecelakaan kerja yang terjadi: Sumber: Bagian HRD&GA PT.Shinta Budhrani Industries, 2010 Gambar 1. 1 Data a Kecelakaan Kerja Lima Tahun Terakhir Berdasarkan data yang penulis dapatkan, menunjukkan bahwa peningkatan kecelakaan kerja terjadi sebanyak 18 kasus (20,22%) pada tahun 2006, 11 kasus (12,35%) kasus pada a tahun 2007 dan tahun 2008, 26 kasus (29,21%) pada tahun 2009 dan 23 kasus (25,84%) pada tahun 2010.

6 Adapun mengenai rincian unit-unit kerja yang mengalami kecelakaan kerja berdasarkan gambar diatas dapat dijabarkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 1. 2 Laporan Kecelakaan PT. Shinta Budhrani Industries Berdasarkan Unit Kerja TAHUN JUMLAH KECELAKAAN 2006 18 17 1 2007 11 10 1 2008 11 10 1 UNIT KERJA PRODUKSI GA SECURITY ISO STAFF MARKETING ACCOUNTING 2009 26 24 1 1 2010 23 20 1 1 1 Sumber: Bagian HRD&GA PT.Shinta Budhrani Industries, 2010 Dari data tersebut, jika dipersentasekan unit kerja yang paling banyak mendapatkan kasus kecelakaan kerja selama 5 tahun terakhir adalah unit bagian produksi yaitu sebesar (91,01%) kasus kecelakaan. Sedangkan (2,24%) kasus pada unit GA, (3,37%) kasus pada unit Security, dan masing-masing (1,12%) kasus pada unit ISO Staff, Marketing dan Accounting. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995). Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan wawancara pada bulan Januari 2011 dengan Bapak H, Setiarno, selaku Ketua Panitia Pembina Keselamatandan Kesehatan Kerja (P2K3) serta wawancara dengan beberapa Staff HRD dan

7 karyawan PT. Shinta Budhrani Industries Cikarang-Bekasi, bahwa yang menjadi kendala utama pencapaian efektivitas Program K3 diantaranya yaitu pengawasan yang dilakukan pihak intern perusahaan (P2K3) beserta anggota-anggotanya, diantaranya yaitu anggaran biaya untuk pengawasan yang tidak mendapatkan dukungan penuh dari perusahaan, pengelolaan makanan untuk tenaga kerja yang tidak sesuai kebutuhan dan gizi yang cukup, serta efektivitas tindakan perbaikan K3 yang perlu diawasi agar dapat ditinjau dan dievaluasi kembali. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap optimalisasi penyelenggaraan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Karyawan. Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan penerapan peraturan perundangan, antara lain melalui: 1. Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date). 2. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa. 3. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaanpemeriksaan langsung ditempat kerja. Untuk meningkatkan pelaksanaan program K3, maka fungsi pengawasan harus juga ditingkatkan dan sudah saatnya pemerintah memasukkan unsur serikat pekerja dalam fungsi pengawasan, karena dengan pengawasan dapat memudahkan pelaporan, penindakan, serta pembinaan kepada pelanggar dari sistem dan UU Ketenagakerjaan. Hal ini diperkuat oleh Sekjen Kemenakertrans (13 Januari 2010) dalam artikel Kecelakaan Kerja Masih Tinggi mengungkapkan bahwa: Upaya-upaya yang sedang dilakukan diantaranya menitikberatkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pengawas, penegakan hukum di bidang

8 ketenagakerjaan, serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan pengawasan ketenagakerjaan. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang dilakukan pihak perusahaan dapat menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi. Sebagaimana data dari Kemenakertrans pada situs web (www.depnakertrans.go.id,2010). Bahwa dalam upaya mencanangkan kualitas dan kuantitas pengawasan, dapat menekan kecelakaan kerja selama tahun 2010 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai akhir 2010 tercatat 65.000 kasus kecelakaan kerja, sedangkan pada 2009 tercatat 96,314 kasus dengan rincian 87,035 sembuh total, 4,380 cacat fungsi, 2, 713 cacat sebagian, 42 cacat total dan 2, 144 meninggal dunia. Fungsi pengawasan terutama pada program P2K3 dijalankan sebagai upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja, termasuk pengenalan bahan kerja dengan kualifikasi B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun). Sependapat dengan yang diungkapkan oleh George R.Terry dan Leslie W. Rue (1992:232) bahwa Pengawasan yaitu mengevaluasikan pelaksanaan kerja dan, jika pelu memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-hasil menurut rencana. Dengan demikian tujuan pelaksanaan K3 dapat tercapai dengan menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat menuju nihil kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

9 Sementara Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas. Tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi. Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa : Fungsi pengendalian harus dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas. Perwujudan dari upaya tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 1 tentang keselamatan kerja tahun 1970, pasal 10 yang menyatakan bahwa: (1) Menteri tenaga kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan wujud kerja sama yang saling pengertian, partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja di tempat kerja. Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dalam rangka usaha berproduksi. (2) Susunan Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Dalam pelaksanaannya juga diperlukan pula koordinasi antara aliran kerja dan P2K3 sebagai pihak intern perusahaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya guna mengawasi pelaksanaaan Program K3 perusahaan. Pembentukan Panitia Pembina K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di perusahaan-

10 perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan kalau toh sudah, komite tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya (Topobroto, 2002). Untuk membantu fungsi manajemen, maka disetiap perusahaan diwajibkan membentuk Panitia Pembina K3 (P2K3) yang mempunyai tugas membina dan pengawasan intern perusahaan akan pelaksanaan Program K3. Termasuk didalamnya usaha untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan karyawan melaksanakan program, upaya penyuluhan program pendidikan dan pelatihan, baik bagi tenaga-tenaga khusus sebagai pelaksana fungsional K3, maupun bagi pejabat teknis, operator atau pelaksana dibidang K3. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka jelaslah sumber daya manusia dalam hal ini (P2K3) menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan penyelenggaraan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja, meski tidak bisa dipungkiri pula bahwa faktor penyebab lainnya dari ketidakefektifan Program K3 disebabkan oleh unsafe condition, dalam artian lingkungan kerja yang tidak selamat, dan unsafe act, dalam artian tindak perbuatan manusianya yang tidak selamat mulai dari kebiasaan kerja karyawan yang selalu menyepelekan setiap potensi bahaya kerja, serta tindakan pengawas yang kurang teliti dalam mengidentifikasi bahaya kerja dan memberikan prosedur kerja yang salah, sehingga memungkinkan perilaku seseorang (khususnya Ketua P2K3) dalam

11 melaksanakan dan menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap dan efektivitas keberhasilan K3. Atas dasar permasalahan di atas dan hasil kajian literatur selama ini, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengawasan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dengan Efektivitas Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Pada Karyawan Bagian Produksi PT. Shinta Budhrani Industries Cikarang- Bekasi). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik suatu indikasi bahwa efektivitas program keselamatan dan kesehatan kerja sangat mempengaruhi terhadap pelaksanaan kegiatan kerja karyawan khususnya dalam proses produksi. Demi mencapai derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya baik dengan cara preventif maupun kuratif terhadap setiap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja, dan penyakit umum, diperlukan pengawasan terhadap salah satu program proteksi perusahaan (keselamatan dan kesehatan kerja) untuk mendeteksi penyimpangan dari standar tertentu dan memungkinkan perbaikan dilakukan sebelum seluruh tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Sehingga perusahaan dapat mengetahui efektivitas program keselamatan dan kesehatan kerja yang sedang dilaksanakan.

12 C. Batasan dan Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah sebelumnya, terdapat faktor efektivitas yang diteliti, yakni pengawasan yang merupakan salah satu fungsi manajemen. Pengawasan yang dimaksud hanya sebatas pelaksanaan pengawasan yang dilakukan P2K3 yang mencakup kriteria pengawasan yang efektif. Adapun mengenai responden yang diteliti hanya difokuskan kepada karyawan bagian produksi PT. Shinta Budhrani Industries. Fokus penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh anggota grup perusahaan namun hanya difokuskan pada salah satu anggota dari perusahaan SHINTA GROUP, yakni PT.Shinta Budhrani Industries Cikarang-Bekasi. Dari pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah tentang hubungan pengawasan P2K3 yang dikaitkan dengan efektivitas program keselamatan dan kesehatan kerja, diantaranya sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran Pengawasan P2K3 pada karyawan bagian produksi PT. Shinta Budhrani Industries? 2. Sejauhmana Efektivitas Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dicapai PT. Shinta Budhrani Industries? 3. Adakah hubungan Pengawasan P2K3 dengan Efektivitas Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada karyawan Bagian Produksi PT. Shinta Budhrani Industries?

13 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan ruang lingkup permasalahan sebagaimana dirumuskan diatas, penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran empiris tentang hubungan pengawasan P2K3 dengan efektivitas program keselamatan dan kesehatan kerja. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengkaji gambaran mengenai pengawasan P2K3 PT. Shinta Budhrani Industries. 2. Untuk mengkaji tingkat efektivitas program K3 PT. Shinta Budhrani Industries. 3. Untuk mengkaji hubungan pengawasan P2K3 dengan efektivitas program keselamatan dan kesehatan kerja. E. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian dapat tercapai, dan rumusan masalah dapat terjawab secara akurat, maka diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat tersebut antara lain : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut terutama dalam disiplin ilmu manajemen mengenai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, memperluas pengetahuan penulis dalam masalah manajemen, khususnya tentang pengawasan, dan juga dapat menjadi referensi untuk penelitianpenelitian berikutnya yang relevan.

14 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi sebagai bahan informasi dan kegunaan bagi perusahaan, sebagai salah satu pertimbangan bagi para pengusaha untuk mencapai efektivitas program K3 kaitannya dengan pengawasan P2K3. F. Sistematika Penulisan berikut : Sistematika penulisan yang penulis susun dalam skripsi ini adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah, identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan. BAB II KERANGKA TEORITIS Pada bab ini penulis mengemukakan kajian pustaka dengan menghimpun teori dan konsep dari berbagai literatur, kerangka pemikiran, dan diakhiri dengan hipotesis yang merupakan dugaan sementara dari hasil penelitian. BAB III OBJEK, METODE, DAN DESAIN PENELITIAN Pada bab ini penulis mengemukakan objek penelitian, metode penelitian, dan desain penelitian yang terdiri dari: operasional variabel penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, teknik dan alat pengumpulan data, pengujian instrument, teknik

15 analisis data, pengujian hipotesis, dan diakhiri dengan jadwal dan waktu penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis mengemukakan hasil penelitian yang terdiri dari, profil perusahaan, tujuan perusahaan, visi dan misi perusahaan, struktur organisasi perusahaan, gambaran responden, pemantapan instrument penelitian, deskripsi variabel, dan teknik analisis data. Sedangkan untuk pembahasan terdiri dari, analisa mengenai pengawasan P2K3, efektivitas K3, dan hubungan pengawasan P2K3 dengan efektivitas program K3. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang didapat.