BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dari Afrika. Tahun 1969, ikan nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke Balai

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAMBAK UDANG SISTEM EKSTENSIF DAN SISTEM INTENSIF

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

Widi Setyogati, M.Si

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman daerah

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK UDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHATANI UDANG WINDU DAN UDANG VANNAMEI SECARA INTENSIVE DI DESA BEURAWANG KECAMATAN JEUMPA KABUPATEN BIREUEN

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

Budidaya Udang Windu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2

BAB III BAHAN DAN METODE

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PELATIHAN GARAM LANJUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

PARAMETER KUALITAS AIR

PENDAPATAN PETANI TEMBAKAU ANTARA PENGGUNA AIR BOR DENGAN PENGGUNA AIR TADAH HUJAN

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang artinya sebagian besar

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Pasekan Kabupaten Indaramayu. Berdasarkan hasil penelitian, faktorfaktor

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang)

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pengalaman berusaha, dan status kepemilikan lahan penambak. Usaha tambak merupakan usaha yang membutuhkan tenaga yang banyak.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2014 di Laboratarium Budidaya. Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

PERENCANAAN ULANG DALAM RANGKA PENINGKATAN FUNGSI JARINGAN IRIGASI TAMBAK UDANG

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah membahas bab? demi bab, baik mengenai teori, penyajian data maupun analisis data, akhirnya dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH PROSENTASE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

KELAYAKAN BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DI REJOTENGAH, DEKET LAMONGAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

MODUL: PENEBARAN NENER

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas budidaya yang sudah dikenal dan sangat diminati oleh masyarakat. Udang vanname dikenal sebagai komoditas budidaya air payau. Selama ini, udang vanname yang menjadi salah penghasil devisa negara nonmigas banyak dibudidayakan di wadah tambak. Padahal sebenarnya udang vanname dapat dibudidayakan dengan menggunakan media air tawar dengan menggunakan metode tradisional ataupun semi intensif (Fardiansyah, 2012). Teknik pemeliharaan udang dibagi dalam 2 jenis, yaitu sistem ekstensif atau tradisional dan sistem intensif. Yang dimaksud dengan tambak ekstensif atau tradisional adalah tambak yang sistem pengelolaannya benar-benar bergantung pada kemurahan alam. Benih udang dimasukkan ke dalam tambak bersamaan dengan pengisian air tambak. Jadi benih tersebut benar-benar dijebak dan dibiarkan dalam waktu tertentu kemudian ditangkap/dipanen. Karena itu, tambak berisi puluhan atau bahkan ratusan spesies udang dan ikan laut. Padat penebaran pada tambak tradisional ditingkatkan hingga mencapai 15 ekor/m 2 dengan persiapan tambak yang baik, meliputi pengeringan, pembajakan, pemupukan dan pengapuran. Udang dapat diberi pakan tambahan secukupnya selama 3 4 hari sekali. Hasil panen dapat mencapai 800 900 kg/ha/musim (Kordi, 2010).

Tambak ekstensif atau tradisional dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan. Bentuk dan ukuran luas tambak tidak teratur. Luas tambak antara 3 10 ha per petak tambak (Prahasta dan Hasanawi, 2009). Tambak intensif dibuat dengan ukuran antara 0,2 0,5 ha per petakan tambak, untuk memudahkan pengelolaan air dan pengawasannya. Budidaya secara intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan pengelolaan optimal. Padat penebaran udang windu antara 30 50 ekor/m 2 dan udang vanname antara 40 100 ekor/m 2. Pemberian pakan dilakukan 4 6 kali sehari. Hasil panen yang diharapkan adalah 4 8 ton/ha/musim untuk udang windu dan 6 10 ton/ha/musim untuk udang vanname (Kordi, 2010). Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya udang adalah pemilihan lokasi. Lahan budidaya selanjutnya akan berpengaruh terhadap tata letak dan konstruksi kolam yang akan dibuat. Lokasi untuk mendirikan lahan budidaya udang ditentukan setelah dilakukan studi dan analisis terhadap data atau informasi tentang topografi tanah, pengairan, ekosistem (hubungan antara flora dan fauna), dan iklim. Usaha budidaya yang ditunjang dengan data tersebut memungkinkan dibuat desain dan rekayasa perkolaman yang mengarah ke pola pengelolaan budidaya udang yang baik. Lokasi tambak budidaya udang vaname yang dipilih mempunyai persyaratan antara lain: a. Lahan mendapatkan air pasang surut air laut. Tinggi pasang surut yang ideal adalah 1,5-2,5 meter. Pada lokasi yang pasang surutnya rendah dibawah 1 meter, maka pengelolaan air menggunakan pompa.

b. Tersedianya air tawar. Pada musim kemarau salinitas dapat naik terus apalagi jika budidaya udang dilakukan secara intensif dengan sistem tertutup sehingga air tawar diperlukan untuk menurunkan salinitas. c. Lokasi yang cocok untuk budidaya udang pada pantai dengan tanah yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir. d. Lokasi ideal terdapat jalur hijau (green belt) yang ditumbuhi hutan mangrove/bakau dengan panjang minimal 100 m dari garis pantai. e. Keadaan sosial ekonomi mendukung untuk kegiatan budidaya udang, seperti: keamanan kondusif, asset jalan cukup baik, lokasi mudah mendapatkan sarana produksi seperti pakan, kapur, obat obatan dan lainlain. Benih udang atau benur (benih urang) dapat berasal dari hasil tangkapan di alam atau dari hasil pembenihan di balai benih. Benih udang vanname, karena merupakan udang introduksi, sepenuhnya berasal dari pembenihan di balai benih atau hatchri (hatchery). Bahkan untuk memproduksi benih udang vanname, induk pun sebagian besar masih diimpor dari Amerika (Kordi, 2010). Penebaran benur dilakukan pada pagi atau sore hari setelah cuaca tidak panas lagi, hal ini dilakukan untuk mencegah kematian benur yang tinggi. Untuk mencegah agar jangan sampai terjadi kematian yang tinggi, maka diadakan adaptasi atau aklimatisasi terhadap suhu dan salinitas perairan tambak. Cara untuk melakukan aklimatisasi benur yaitu penambahan air pengangkut benih dengan air tambak secara bertahap sedikit demi sedikit, karena suhu dan salinitas dapat menyebabkan kegagalan di saat penebaran. Cara mengadaptasi benur menurut Rachmatun

(1978) dalam Sunardi (2003) adalah mula-mula air pengangkut yang berisi benur dicampur dengan air tambak sebanyak 1/5 nya, selang waktu 2 3 jam kemudian ditambahi lagi 1/5 nya, begitu seterusnya sampai suhu dan salinitas air tersebut sesuai kondisi air tambak. Menurut Kordi (2010), salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut. Peningkatan padat penebaran harus diikuti dengan peningkatan intensitas pengelolaannya terutama pakan dan kualitas air. Salah satu parameter penting kualitas air dalam budidaya udang adalah oksigen terlarut yang dikonsumsi udang untuk proses respirasi. Untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan oksigen terlarut dalam air tambak dilakukan pergantian air dan penggunaan kincir (Budiardi dkk, 2005). Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vanname karena menyerap 60 70 % dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vanname secara optimal sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan. Pada prinsipnya semakin padat penebaran benih udang berarti ketersediaan pakan alami semakin sedikit dan ketergantungan pada pakan buatan pun semakin meningkat. Pemberian pakan buatan didasarkan pada sifat dan tingkah laku makan udang vanname (Nuhman, 2009). Udang vanname mempunyai sifat mencari makan pada siang dan malam hari (diurnal dan nokturnal) dan sangat rakus. Sifat tersebut perlu untuk diketahui karena berkaitan dengan jumlah pakan dan frekuensi pemberian pakan yang akan diberikan. Untuk mengefisiensikan penggunaan pakan maka harus dibuat suatu

sistem yang dapat membuat pakan tersebut dapat optimal dimanfaatkan seluruhnya oleh udang. Pemberian pakan buatan berbentuk pelet dapat mulai dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap panen. Namun ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus dilakukan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan (underfeeding) atau kelebihan pakan (overfeeding). Pemberian pakan dalam jumlah yang tepat dapat membuat udang tumbuh dan berkembang ke ukuran yang maksimal. Jumlah pakan harus disesuaikan dengan biomassa udang (Nuhman, 2009). Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan ini memang banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja (Soekartawi, 1994). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2002) tentang dampak usaha tambak udang terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, pakan dan bibit) yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (panen) untuk jenis tambak dengan sistem pengelolaan tradisional (ekstensif) adalah bahwa faktor luas lahan dan pakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hasil produksi udang, sedangkan faktor tenaga kerja dan bibit mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan hasil produksi udang. Pada tambak dengan sistem pengelolaan intensif diketahui bahwa faktor pakan dan bibit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hasil produksi

udang, sedangkan faktor luas lahan dan tnaga kerja mempunya pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan jumlah produksi. Hasil penelitian Mardiana (2000) menunjukkan bahwa padat tebaran tidak memiliki pengaruh yang dominan dan secara statistik juga tidak nyata. Faktor produksi yang paling dominan pengaruhnya adalah jumlah pakan yang diberikan dan variabel ini memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik. Penggunaan tenaga kerja walaupun mempengaruhi tetapi secara statistik variabel ini kurang nyata. Dalam pengelolaan tambak intensif ini penggunaan faktor produksi (padat penebaran, pakan dan curahan tenaga kerja) adalah efisien, karena hasil perhitungan terhadap MVP (The Marginal Value of Physical Product atau penerimaan marjinal) faktor produksi yang digunakan lebih besar dari harga faktor-faktor produksi tersebut. Sunardi (2003) meneliti tentang analisis efisiensi faktor produksi usaha budidaya udang windu (Penaeus monodon Fabr) di Kecamatan Juwana Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada kedua sistem usaha yaitu sistem sederhana dan madya, penggunaan faktor-faktor produksi (benur, pakan, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi.

2.2. Landasan Teori Konsep Produksi Produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatankekuatan (input, faktor, sumber daya atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk) (Beattie dan Taylor, 1996). Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dan setiap variabel input dan output mempunyai nilai yang positif (Agung dkk, 2008). Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa karena istilah komoditas memang mengacu kepada barang dan jasa. Bahkan, sebenarnya perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari sudut pandang ekonomi, sangat tipis. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja (Miller dan Meiners, 1997). Produksi merupakan konsep arus (flow concept). Konsep arus di sini maksudnya adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode atau waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi, bila berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti peningkatan tingkat output dengan mengasumsikan bahwa faktor-faktor lain yang sekiranya tidak berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan) (Miller dan Meiners, 1997).

Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian fisik dari tiaptiap tingkat input dalam pengertian fisik (Beattie dan Taylor, 1996). Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Y = f (X 1, X 2,..., Xn) Dimana: Y = produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X, dan X = faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y (Soekartawi, 1994). Faktor Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut dengan hubungan antara input dan output. Di samping itu, dalam menghasilkan suatu produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahan untuk menghasilkan produk tertentu dapat digunakan input yang satu maupun input yang lain (Suratiyah, 2009).

Dalam berbagai literatur, faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar atau kecilnya produksi yang diperoleh. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, dan obat-obatan, tenaga kerja, serta aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2002). Pembagian faktor-faktor produksi ke dalam tanah, tenaga kerja, dan modal adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat dirusakkan (original and indestructible properties of the soil) yang dengannya hasil pertanian dapat diperoleh. Tetapi, untuk memungkinkan diperolehnya produksi, diperlukan tangan manusia, yaitu tenaga kerja petani (labor). Akhirnya, yang dimaksud modal adalah sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia (Mubyarto, 1989). Biaya Produksi Biaya produksi adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan sejumlah input. Biaya dari input diartikan sebagai balas jasa dari input tersebut pada pemakaian terbaiknya. Biaya produksi merupakan biaya dari semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan baku yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu produk (Sugiarto, 2002)

Berdasarkan jangka waktunya, produksi dibedakan menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek perusahaan selama proses produksinya dapat menambah salah satu faktor produksi sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan. Ini artinya sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah. Sedangkan dalam jangka panjang perusahaan dapat merubah atau menambah semua faktor produksi yang digunakannya (Sugiarto, 2002). Biaya produksi pada dasarnya terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak sedikitnya jumlah output. Bahkan bila untuk sementara produksi dihentikan, biaya tetap ini harus tetap dikeluarkan dalam jumlah yang sama. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Semakin besar jumlah output semakin besar pula biaya variabel yang harus dikeluarkan. Biaya total produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk. Dengan kata lain, biaya total produksi adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel (Agung, 2008).

2.3. Kerangka Pemikiran Udang merupakan komoditas primadona dalam bidang perikanan yang dapat meningkatkan devisa negara melalui ekspor komoditas perikanan. Tingginya permintaan akan udang didalam dan diluar negeri menjadikan Indonesia sebagai pengirim udang terbesar di dunia karena banyak terdapat usaha budidaya udang di Indonesia. Dalam usaha budidaya tambak terdapat beberapa teknik pemeliharaan, diantaranya adalah sistem ekstensif atau tradisional dan sistem intensif. Sistem ekstensif atau tradisional adalah teknik pemeliharaan yang bergantung pada alam, yaitu bergantung pada pasang surut air laut. Sedangkan sistem intensif adalah sistem dengan padat penebaran yang tinggi. Dan biasanya jumlah produksi udang dengan budidaya sistem ekstensif lebih rendah dibandingkan dengan sistem intensif. Dalam melakukan usaha budidaya udang dibutuhkan berbagai faktor-faktor produksi (input) yang dapat meningkatkan produksi udang (output). Faktor-faktor produksi tersebut adalah luas lahan tambak, pakan, padat penebaran udang, penggunaan tenaga kerja dan teknologi, dimana faktor-faktor produksi tersebut menjadi biaya dalam usaha budidaya udang. Peningkatan produktivitas juga dibutuhkan agar dapat meningkatkan produksi udang sehingga dapat memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri maupun ekspor.

Pengetahuan tentang faktor-faktor produksi atau variabel-variabel yang mempengaruhi dalam usaha budidaya udang dapat menghasilakn efisiensi pada komponen-komponen tertentu. Faktor-faktor produksi tersebut dapat mengoptimalkan hasil produksi (output). Secara skematis kerangka pemikiran tersebut digambarkan sebagai berikut: Budidaya Tambak Udang Sistem Alam Sistem Intensif Faktor-Faktor Produksi 1. Luas Lahan 2. Pakan 3. Padat Tebar 4. Tenaga Kerja Faktor-Faktor Produksi 1. Luas Lahan 2. Pakan 3. Padat Tebar 4. Tenaga Kerja Biaya Produksi Biaya Produksi Produksi Produksi Keterangan: : menyatakan hubungan Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis 1. Ada perbedaan biaya produksi pada usaha tambak udang sistem alam dan sistem intensif. 2. Luas lahan, pakan, padat penebaran, dan penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang sistem alam dan sistem intensif.