1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku makanan, tetapi ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan makanan. Jadi bahan tambahan makanan ditambahkan untuk memperbaiki karakter makanan agar memiliki kualitas yang meningkat (Budiyanto dan Agus, 2000). Jurnal Chemistry Senses (Halpern, 2002) menyebutkan, monosodium glutamat (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Pada tahun 1908 Kikunae Ikeda seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya yaitu asam, manis, asin, dan pahit. Sementara menurut beberapa media populer jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya dalam bentuk monosodium glutamat (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa. Sejak penemuan itu, jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari dalam alamiah. Tetapi karena permintaan pasar melonjak pada tahun
2 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L- glutamic acid inilah inti dari monosodium glutamat yang berbentuk butiran putih mirip garam. Monosodium glutamat sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa, tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan akan berbentuk asam glutamat bebas yang akan ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih. Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal monosodium glutamat yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali indonesia sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi monosodium glutamat. Indonesia mencapai 54.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1 % per tahun..monosodium glutamat MSG adalah salah satu bahan penyedap masakan dan banyak digunakan untuk merangsang selera makan yang ditambahkan kedalam masakan baik sebagai garam monosodium murni atau sebagai komponen dari campuran asam amino yang dihasilkan dari proses hidrolisis enzimatik protein (Abbas dan El-Haleem, 2011). Monosodium glutamat merupakan garam natrium dari asam glutamat dan merupakan bentuk dari glutamat dilaporkan oleh Administration dan Drug, (1995), penggunaannya tanpa peringatan apapun dalam setiap label dan tanpa takaran untuk mendapatkan cita rasa yang lezat. Dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan adanya akumulasi glutamat sehingga menimbulkan eksitotoksin dan menyebabkan eksitotoksisitas glutamat terutama
3 pada area otak seperti korteks serebri, striatum, hipokampus, hipotalamus, thalamus, otak kecil, sistem penglihatan, dan sistem pendengaran (Blaylock,2000). Exitotoxicity glutamat juga memicu terjadinya proses degenerasi sel yaitu suatu proses yang terkait erat dengan fisiologi mitokondria dan salah satunya menunjukkan gambaran apoptosis dan nekrotik sel termasuk pada neuron piramidal di CA1 hipokampus banyak dilaporkan (Olney,1971; Blaylock, 2000; Abbas dan El- Haleem, 2011). Dalam kehidupan modern sekarang ini, kehidupan masyarakat semakin berkembang, berbagai kebutuhan terus berkembang dan semakin kompleks. Begitu juga dengan kebutuhan makan, yang enak dan lezatlah yang selalu menjadi pilihan bagi banyak orang. Para produsenpun mulai berfikir bagaimana menciptakan makanan yang enak dan lezat tersebut menjadi semakin praktis dalam membuatnya. Maka penyedap masakan yang lebih dikenal sebagai produk vestin (monosodium glutamat), menjadi semakin berkualitas. Reseptor untuk glutamat dilaporkan juga ditemukan di beberapa bagian tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta dan usus. pada konsumsi monosodium glutamat, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan terikat di usus, dan selebihnya dilepaskan ke dalam darah. Selanjutnya menyebar diseluruh tubuh termasuk akan menembus sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah melebihi kemampuan otak mempertahankannya dalam kadar rendah (Danbolt, 2001 ; Suarez dkk., 2002 ; Lipovac dkk., 2003).
4 Efek terhadap manusia pada tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan monosodium glutamat sebagai generally recognized as safe (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus. Pada tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di restoran china sehingga disebut Chinese Restaurant Syndrome karena komposisinya dianggap signifikan dalam masakan itu, dianggap siknifikan dalam masakan itu, monosodium glutamat diduga sebagai penyebabnya, tetapi belum dilaporkan bukti ilmiahnya (Food and Drug Administration, 2001). Untuk itu, tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi monosodium glutamat 120 mg/kg berat badan menetapkan batasan pasti untuk konsumsi monosodium glutamat usaha penelitian masih dilanjutkan, bekerjasama dengan FASEB (Federation of America Societies For Experimental Biology) sejak tahun 1992. Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan secara umum monosodium glutamat aman dikonsumsi. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dampak dari penggunaan monosodium glutamat yang melebihi batas. Pada beberapa kasus monosodium glutamat dapat memicu reaksi alergi seperti gatal-gatal, bintik-bintik merah di kulit, keluhan muntah, mual,sakit kepala dan migren. Selain itu, ada istilah Chinese Restaurant Syndrome yaitu gejala pusing dan sesak bila mengkonsumsi monosodium glutamat yang berlebih.
5 Monosodium glutamat (MSG) juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan dalam jangka panjang seperti hipertensi, obesitas, kanker, Alzheimer, gangguan spermatogenesis, Parkinson, dan stroke. Glutamat pada kadar yang sesuai merupakan neurotransmitter yang penting untuk proses komunikasi untuk sel-sel saraf (neuron) otak (Cekic dkk., 2005). Glutamat dalam dosis tinggi menyebabkan gangguan neuroendokrin dan degenerasi neuron (Moreno dkk., 2005). Berdasar latar belakang yang studi ini dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh pemberian monosodium glutamat peroral dengan pemberian Jamur kancing (Agaricus bisporus) yang dapat merusak bagian otak dari tikus. Berdasar latar belakang yang telah disampaikan tersebut, dalam penelitian ini ingin dibagi peranan pemberian jamur kancing pada tikus yang diberi diet monosodium glutamat terhadap kerusakan otak tikus. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui apakah jamur kancing yang diketahui memiliki kadar antioksidan yang tinggi, mampu mengurangi kerusakan organ otak akibat pemberian MSG. Manfaat Penelitian Pengetahuan tentang manfaat jamur kancing sebagai antioksidan diharapkan mampu meningkatkan manfaat jamur kancing secara luas bagi masyarakat.