BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dekade terakhir, pasar obligasi di Indonesia berkembang cukup pesat ditandai dengan semakin beragamnya instrumen utang yang dapat memenuhi kebutuhan investor yang lebih besar. Berbagai instrumen obligasi, khususnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau lebih dikenal sebagai Surat Berharga Negara (SBN) telah dapat mengakomodir kebutuhan, baik investor lokal maupun asing. Pasar obligasi di Indonesia mulai tumbuh secara signifikan ditandai dengan penerbitan rekap obligasi oleh pemerintah pada tahun 1999 yang dilanjutkan dengan kegiatan perdagangan di tahun berikutnya (Hadad, Wibowo, & Handoko, 2003). Saat itu, pertumbuhan pasar obligasi ditopang oleh kondisi makroekonomi Indonesia yang baik. Dalam perkembangannya, di Indonesia telah diterbitkan beragam jenis instrumen dengan nilai total obligasi yang terus meningkat. Jenis yang beragam tersebut, meliputi Obligasi Negara (ON) seri fixed dan variable coupon, zero coupon, Obligasi Negara Ritel (ORI), Surat Perbendaharaan Negara (SPN), dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dalam mata uang rupiah dan valuta asing, serta obligasi korporasi, seperti straight bonds, amortized bonds, callable/putable bonds, sukuk korporasi (mudharabah, ijarah, dll), dan MTN (Medium Term Notes) 1
(IBPA, 2016). Penerbitan obligasi di Indonesia didominasi oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko) yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Berharga Negara dan Bank Indonesia yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia. Sementara itu, obligasi korporasi di lain pihak juga tumbuh meskipun tidak sama pesatnya dengan Surat Berharga Negara (IBPA, 2016). Menurut OJK, outstanding obligasi korporasi per akhir Desember 2015 berjumlah 249,6 triliun rupiah (10,36 persen dari total outstanding obligasi di Indonesia), sedangkan Surat Berharga Negara berdenominasi rupiah (selanjutnya disebut Surat Berharga Negara) berjumlah 2.409,9 triliun rupiah (89,64 persen) (OJK, 2016). Nilai outstanding Surat Berharga Negara yang diperdagangkan di pasar sekunder telah tumbuh secara signifikan, dari 31,6 triliun rupiah pada tahun 2000 menjadi 2.120,6 triliun rupiah pada akhir tahun 2015. Hingga Desember 2015, terdapat 155 seri surat utang pemerintah dan sukuk, serta 410 seri surat utang korporasi dan sukuk di pasar sekunder. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menunjukkan bahwa di awal perkembangannya, mayoritas investor Surat Berharga Negara berasal dari perbankan (287,564 miliar rupiah atau 72 persen dari total outstanding), reksadana (53,983 miliar rupiah atau 14 persen dari total outstanding), dan asuransi (27,081 miliar rupiah atau persen dari total outstanding). Sisanya seperti asing, dana pensiun dan sekuritas masing-masing 2
tidak lebih dari 5 persen. Gambaran mengenai profil investor SBN berdenominasi rupiah dapat dilihat dari grafik di bawah ini: Dec 2015 Dec 2014 Dec 2013 Dec 2012 Dec 2011 Dec 2010 Dec 2009 Dec 2008 Dec 2007 Dec 2006 Dec 2005 Bank Bank Indonesia Reksadana Asuransi Asing Dana Pensiun Lainnya 0% 100% Gambar 1. Grafik Profil Investor SBN Berdenominasi Rupiah 2005 s.d. 2015 Sumber : Asian Bonds Online Berdasarkan grafik di atas, proporsi profil investor mengalami pergerakan seiring dengan perkembangan tahun. Proporsi kepemilikan perbankan secara bertahap mengalami penurunan sebesar -2 persen sampai -4 persen tiap kuartal hingga akhir tahun 2015. Demikian pula kepemilikan reksadana juga berkurang secara gradual, namun masih berada pada kisaran penurunan dibawah -1 persen per kuartal. Sejak tahun 2006 hingga akhir tahun 2015, kepemilikan reksadana tercatat hanya 4 kali mengalami penurunan di atas -1 persen yakni -1,23 persen dan -1,04 persen di kuartal ketiga dan keempat tahun 2006. Penurunan yang cukup tajam terjadi pada kuartal ketiga tahun sebelumnya sebesar -3,72 persen dan kuartal selanjutnya sebesar -6,98 persen. 3
Disisi lain, investor asing mengalami peningkatan yang paling signifikan diantara investor lain. Dari tahun 2014, proporsi investor asing meningkat antara 1 persen hingga 4,92 persen tiap kuartal. Dampak dari peningkatan proporsi investor asing ini menyebabkan pergeseran posisi investor mayoritas menjadi asing (606,080 triliun rupiah atau 38 persen dari total outstanding), perbankan (451 triliun rupiah atau 29 persen dari total outstanding), dan asuransi (192,290 triliun rupiah atau 12 persen dari total outstanding). Sementara itu, investor lain seperti reksadana, dana pensiun, sekuritas, dan lainnya masing-masing hanya memiliki kurang dari 10 persen dari total outstanding di akhir tahun 2015. Dari peningkatan jumlah investor asing tersebut, tercermin tingkat kepercayaan investor asing terhadap kondisi keuangan Indonesia yang tinggi. Akhir tahun 2015, Presiden Direktur The Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Ignatius Girendroheru menyebutkan bahwa pasar Surat Berharga Negara masih menarik bagi para investor asing tidak hanya dikarenakan yield yang relatif lebih tinggi, namun juga kredit rating Indonesia yang positif (Wirayani, 2016). Pada bulan September 2015, yield Surat Berharga Negara dengan tenor 10 tahun berada pada posisi 9,09 persen. Angka ini berada jauh diatas negara tetangga seperti Singapura (2,85 persen), Malaysia (4.18 persen), dan Thailand (3.03 persen). Selain itu, performa dari Surat Berharga Negara di Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang baik. Hal ini ditandai dengan semakin panjangnya profil jangka waktu instrumen dan pengurangan utang melalui mata uang asing. Dengan begitu, peningkatan secara tajam terhadap kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara tidak dapat dielakkan. 4
Atas peningkatan proporsi investor asing pada Surat Berharga Negara tersebut, Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa angka aman kepemilikan asing, yaitu dibawah 30 persen. Sementara pada akhir tahun 2015, asing sudah menduduki 38 persen dari total outstanding (Sukmana, 2015). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa porsi kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara sebesar lebih dari 35 persen rawan pembalikan. Terlebih, angka tersebut relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain (Setiawan, 2015). Lebih lanjut, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai bahwa merosotnya nilai tukar Rupiah pada akhir tahun 2015 tidak hanya disebabkan karena faktor eksternal. Kondisi perekonomian dalam negeri juga turut serta memicu terpuruknya Rupiah. Besarnya dana asing dalam sistem perekonomian nasional yang terlihat dari Surat Berharga Negara membuat Rupiah rawan goyah. Peningkatan partisipasi asing dapat membantu menurunkan biaya utang dan membagi risiko secara lebih luas kepada masing-masing investor (Arslanap & Tsuda, 2014). Namun, disisi lain dapat meningkatkan risiko pembiayaan eksternal bagi pemerintah. Risiko ini pernah terjadi saat pasar mengalami penarikan dana keluar besar-besaran dan peningkatan yield secara tajam saat The Fed mengumumkan tapering of asset purchase pada tahun 2013. Risiko ini lebih terkait dengan siapa pemegang obligasi daripada bagaimana obligasi tersebut diterbitkan dan relatif tidak dapat dikontrol oleh pemerintah selama Surat Berharga Negara ini secara bebas diperdagangkan di pasar sekunder. 5
Di sisi lain, ditemukan adanya kaitan yang erat antara basis investor asing dengan likuiditas. Investor asing dinilai dapat menjadi katalis bagi pengembangan pasar Surat Berharga, khususnya dengan mendiversifikasi basis investor institusi dan menciptakan tingkat permintaan yang lebih besar. Investor institusi domestik merupakan investor buy and hold, sedangkan investor asing lebih cenderung melakukan ativitas perdagangan sehingga berkontribusi pada pasar yang lebih likuid. Investor asing dinilai dapat memberikan a quick win untuk memperdalam pasar obligasi domestik (Peiris, 2010). Pada dasarnya, investor mengharapkan pasar obligasi yang likuid. Pasar yang likuid akan lebih menarik, sebab aktivitas didalamnya menunjukkan minat investor yang tinggi terhadap obligasi tersebut (Handa & Schwartz, 1996). Selain itu, likuiditas merupakan penentu penting yang berpengaruh positif bagi spread harga bid dan harga ask (Chakravarty & Sarkar, 2003). Pada penelitian yang lain disimpulkan bahwa semakin tidak likuid suatu obligasi, maka harga obligasi tersebut akan semakin mahal. Hal ini disebabkan karena adanya biaya transaksi perdagangan obligasi didalamnya menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya menurunkan return yang didapatkan para investor (Amihud & Mendelson, 1999). Kehadiran investor asing dalam Surat Berharga Negara telah menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, namun penelitian-penelitian yang telah dilakukan juga menunjukkan adanya konsekuensi positif terutama terkait peningkatan likuiditas di pasar sekunder yang dapat membuat yield Surat Berharga turun. 6
1.2. Perumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan diteliti dan dinyatakan sebagai pernyataan penelitian adalah sebagai berikut: Bagaimana Pengaruh Kepemilikan Asing terhadap Likuiditas Surat Berharga Negara di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini untuk menguji pengaruh kepemilikan asing terhadap likuiditas Surat Berharga Negara di Indonesia selama periode pengamatan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini,antara lain: 1. Bagi penelitian selanjutnya Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti likuiditas Surat Berharga Negara di Indonesia dan kaitannya dengan profil investor khususnya investor asing. 2. Bagi Investor Memberikan informasi kepada investor yang memiliki portofolio investasi berupa Surat Berharga Negara mengenai pengaruh kepemilikan asing terhadap rasio turnoversurat Berharga Negara, sehingga dapat menjadi pertimbangan dan melakukan kalkulasi yang lebih mendalam mengenai strategi portofolionya. 7
3. Bagi Regulator Memberikan informasi mengenai pengaruh kepemilikan asing terhadap likuiditas Surat Berharga Negara sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang lebih efektif. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini akan disusun menjadi lima bab dengan urutan pembahasan sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Bab ini merupakan bagian pertama yang beris penjelasan latang belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 Landasan Teori Bab ini membahas mengenai teori-teori yang akan digunakan pada penelitian, yaitu Surat Berharga, Surat Berharga Negara, konsep likuiditas, dan rasio turnoverobligasi. Bab 3 Metode Penelitian Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian, yang terdiri dari deskripsi penelitian, data penelitian, periode waktu penelitian, sampel penelitian, definisi operasional, metode analisis data, keterbatasan penelitian, dan batasan penelitian. 8
9
Bab 4 Analisis dan Pembahasan Bab ini menyajikan pemaparan mengenai hasil analisis data kepemilikan asing dan likuiditas disertai dengan penjelasan mengenai hasil analisis tersebut, sehingga permasalahan penelitian dapat terjawab dalam bab ini. Bab 5 Kesimpulan dan Saran Bab terakhir ini merupakan bagian terakhir yang mencakup kesimpulan dari hasil pembahasan masalah dan saran-saran bagi investor dan regulator, serta bagi pengembangan penelitian di masa datang. 10