BAB I PENDAHULUAN. merupakan akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk mentaati perintah. Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

Batas Minimal Usia Kawin Perspektif Hakim Pengadilan Agama dan Dosen Psikologi UIN Malang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM NOMOR. 2781/Pdt.G/2012/PA.Tbn TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN NAFKAH ANAK OLEH ISTRI YANG DICERAI TALAK

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. dalam surat ar-rum ayat 21 sebagai berikut: Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan

BAB IV. Agama Bojonegoro yang menangani Perceraian Karena Pendengaran. Suami Terganggu, harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang

P U T U S A N Nomor : XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sendi kehidupan dan susunan masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengaruh kehidupan modern, wanita semakin hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. laki-laki dan perempuan, yaitu melalui ikatan perkawinan. 1 Hal ini sesuai. dengan firman Allah dalam surat Al-Ruum ayat 21:

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia.

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

P U T U S A N. Nomor XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa tidak jarang terjadi perselisihan pasca

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengakses informasi yang menjadi topik pemberitaan media massa. Dengan kebebasan dan kemudahannya, media massa menjadi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMILIHAN CALON SUAMI DENGAN CARA UNDIAN

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB I PENDAHULUAN. karunia dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Orang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas akhlak seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi iman dalam

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kasus yang terbanyak di Pengadilan tersebut.hal ini berdasarkan

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV. Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat. Tentang Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan. Kenjeran Kota Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan yang indah ini, Allah Swt menciptakan makhlukmakhluk

BAB IV USIA PERKAWINAN OLEH BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan dengan potensi hidup berpasang-pasangan, di mana

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

P U T U S A N. Nomor : xxxx/pdt.g/2011/ms-aceh

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Oleh: Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf حفظه هللا

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan menciptakan suatu keluarga atau rumah tangga yang rukun, melaksanakannya merupakan ibadah.

STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunnatullah, bahwa kehidupan di muka bumi ini diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan olah tumbuh-tumbuhan. 1 Pernikahan

SIJIL PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai perhiasan dan kecantikan bagi yang mengenakannya secara

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah

KAIDAH FIQH. Sebuah Ijtihad Tidak Bisa Dibatalkan Dengan Ijtihad Lain. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTIMACY PASANGAN SUAMI ISTRI (Studi Kasus Pada Pasangan Suami Istri Di Fase Dewasa Madya)

BAB IV ANALISIS PENETAPAN JUMLAH MAHAR BAGI MASYARAKAT ISLAM SARAWAK, MALAYSIA

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

ISLAM IS THE BEST CHOICE

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Warisan Untuk Janin, Wanita, Huntsa Musykil dan Yang Mati Bersamaan

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan, di mana seorang wanita dapat menemukan seorang laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan dan tindakan yang diambil akan bertentangan dengan normanorma

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan juga merupakan lembaga yang diakui sah oleh seluruh

AYAT AL-QUR AN TENTANG PERINTAH MENJAGA LINGKUNGAN DISUSUN OLEH: FUAD, M.Pd.I

BAB I PENDAHULUAN. pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi Negara

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan individu yang sedang berkembang dimana mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakikatnya ketika dilahirkan telah melekat

BAB I PENDAHULUAN. namun mendidik anak sejak dalam kandungan sampai lahir hingga anak tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berbagi, memberi, mengayomi dan saling mengisi satu sama lain guna

P U T U S A N. Nomor 140/Pdt.G/2013/PA.Blu BISMILLAHIR ROHMANIR ROHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 002/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

rukhs}oh (keringanan), solusi dan darurat.

Al-Samii' dan Al-Bashiir

MANAJEMEN JATIDIRI ( MJ )

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

HambaKu telah mengagungkan Aku, dan kemudian Ia berkata selanjutnya : HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaku. Jika seorang hamba mengatakan :

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI I TENTANG TATA CARA RUJUK SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PERATURAN MENTERI AGAMA NO.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk memecahkan persoalan suatu bangsa,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan ketetapan Allah sebagai jalan untuk berkembang biak dan melestarikan keturunan bagi manusia. Dalam tatanan zislam kawin tidak hanya semata-mata untuk melestarikan keturunan, kawin akan menjadi ritual ibadah bila didahului dengan akad nikah yang sah. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab II pasal 2 dijelaskan bahwa pernikahan merupakan akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 1 1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 1

2 Dalam pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974, sebagai hukum positif perkawinan di Indonesia mendefenisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Perkawinan bukan hanya ikatan perdata antara laki-laki dan perempuan. Banyak esensi-esensi yang lain yang terkandung dalam perkawinan. Selain sebagai sarana untuk legitimasi terhadap hubungan laki-laki dan perempuan perkawinan juga merupakan sarana untuk beribadah kepada Tuhan. Allah menganjurkan kepada hamba-hambanya untuk melakukan perkawinan melalui firman-nya. ي أ ي ه ا ٱلن اس ٱت ق وا ر ب ك م ٱل ذ ي ن فس و ح د ة من خ ل ق ك م ها و و خ ل ق م ن جه ا و ب ث م نه م ا ر ج ا ل را و ن س ا ء و ٱت ق وا ٱ لل ٱل ذ ي ت س ا ء ل ون ب هۦ و ٱأل رح ا م إ ن ٱ لل ا ن ع ل ك م ر ق با Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. An-Nisa : 1) 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Lembar Negara Nomor 1 Tahun 1974

3 و م ن ء اي ت هۦ أ ن خ ل ق ل ك م من أ نف س ك م أ و جا ل ت سك ن و ا إ ل ه ا و ج ع ل ب ن ك م مو د ة و ر مح ة إ ن ف ذ ل ك أل ي ت ل ق وم ي ت ف ك ر و ن Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-Rum: 21) Firman Allah di atas menunjukkan bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Karena sakralitas pernikahaan maka pernikahan diatur dengan konsep dan syarat tertentu sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab turats dan literatur fikih yang lain. Perkawinan membentuk suatu keluarga yang merupakan elemen terkecil dalam kerangka sosial masyarakat. Keluarga yang harmonis akan mencetak dan membentuk bibit unggul bagi bangsanya. Keluarga harmonis dapat terbetuk jika pasangan telah matang dan siap untuk melakukan pernikahan. Kematangan emosi, fisik, pendidikan, dan ekonomi berpengaruh besar terhadap tingkat keharmonisan keluarga. Disamping itu faktor usia juga sangat berpengaruh, karena usia berbanding lurus dengan kematangan psikologi dan emosi. Semakin dini usia calon pengantin semakin rendah pula kematangan psikologi dan kontrol emosinya, sehingga dapat mengakibatkan disfungsi keluarga yang berujung pada keretakan rumah tangga. Bagi seorang pemuda, untuk memasuki gerbang perkawinan dan kehidupan berumah tangga pada umumnya dititikberatkan pada kematangan

4 jasmani dan kedewasaan pikiran orang serta kesanggupannya untuk memikul tanggung jawab sebagai suami dalam rumah tangganya. Hal itu merupakan patokan kematangan umur bagi para pemuda kecuali ada faktor lain yang menyebabkan harus dilaksanakannya pernikahan lebih cepat. 3 Bagi sorang gadis usia perkawinan itu berkaitan dengan kematangan fisik dan kehamilan. Disamping itu kematangan rohani juga dianggap penting, yang memungkinkan ia dapat menjalankan tugas sebagai seorang istri dan sekaligus sebagai seorang ibu yang sebaik-baiknya. Jika diambil patokan yang paling bagus bagi seorang gadis untuk menjalankan perkawinan yang sesuai dengan keadaan di Indonesia batas terendah bagi bagi seorang gadis adalah 18 tahun, karena pada umur 18 seorang wanita sudah mencapai tingkat kematangan biologis seorang wanita. 4 Islam tidak memberikan batasan minimal usia kawin secara gamblang. Batasan usia kawin hanya didasarkan pada standar usia baligh saja. Beberapa ulama mengemukakan pendapatnya mengenai usia baligh. Menurut Imam Abu Hanifah dapat dikatakan baligh bagi seorang laki-laki apabila telah ihtilam yaitu bermimpi nikmat sehingga keluar mani dan bagi seorang wanita jika sudah mengeluarkan darah haid. Pendapat Abu Hanifah ini sangat relevan dengan zaman saat ini karena usia belum tentu dapat menentukan kapan seseorang mengalami ihtilam (mimpi basah) bagi seorang laki-laki dan belum tentu keluar haid bagi seorang perempuan. Terkadang umur 12 sudah mengalami mimpi 3 Sutan Marajo Nasaruddin Latif, Problematika Seputar keluarga dan Rumah Tangga, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), h.23. 4 Sutan Marajo Nasaruddin Latif, Problematika, h.23.

5 basah bagi laki-laki dan umur 9 tahun seorang perempuan sudah mengeluarkan darah haid. Hukum Islam memberi ketentuan bahwa kedewasaan laki-laki ditandai dengan keluar mani dan perempuan dengan keluarnya darah haid. 5 Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa: Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Limitasi minimum usia kawin pada undang-undang perkawinan ini merupakan unifikasi usia kawin dari beberapa sumber dan literatur sebagai acuan tetap hakim untuk memutus perkara kawin. Karena sebelum terbentuknya undang-undang ini hakim merujuk pada kitab-kitab turats yang sangat varian dalam memberikan limitasi minimum usia kawin. Angka 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan ini juga berdasar pada kultur dan kondisi masyarakat Indonesia. Angka ini dianggap sesuai dengan masyarakat Indonesia. Yusuf Hanafi dalam bukunya Kontroversi Perkawinan Anak di Bawah Umur menjelaskan bahwa India merupakan negara dengan jumlah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tertinggi. Hal ini disebabkan banyaknya wanita mereka yang menikah di usia muda / di bawah batas usia layak nikah. 6 Data statistik yang diperoleh dari situs resmi Pengadilan Agama Kabupaten Malang menyatakan bahwa Jumlah perkara yang diterima di Pengadilan Agama Kabupaten Malang adalah 5736 kasus. 1677 berupa kasus 5 Wahbah Az-Zuhaili, al-fiqh al-islam wa Adillatuhu, (t.t.: Dar al-fikr, t.th.), h. 423-424. 6 Yusuf, Kontroversi Perkawinan Anak Di Bawah Umur, (Cet. I; Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), h. 89.

6 cerai talak, 3219 berupa kasus cerai gugat, dan sisanya adalah kasus lain. Hampir 80% kasus yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten Malang adalah kasus cerai. 7 Disinyalir terdapat korelasi antara angka perceraian tersebut dengan limitasi minimum usia kawin pada undang-undang perkawinan yang relatif rendah. Angka tersebut dianggap terlalu rendah, karena pada usia ini seseorang hanya matang dalam segi fisik saja. Belum dapat dikatakan matang secara psikis, ekonomi, dan emosi. Lubab, Dosen Fakultas Pikologi UIN Malang menyatakan bahwa kematangan biologis dan psikis berbanding terbalik saat ini. Saat ini kematangan biologis seseorang relatif lebih cepat, sebaliknya kematangan psikis seseorang (termasuk didalamnya aspek emosi, tanggung jawab, dan ekonomi) justru semakin lambat, hal ini disebabkan oleh kultur yang ada di masyarakat saat ini. M. Nur Syafiuddin, Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang menyatakan bahwa dari 10 kasus permohonan dispensasi kawin 8 diantaranya kembali lagi ke Pengadilan Agama untuk mengajukan cerai. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan calon pengantin sangat dibutuhkan dalam perkawinan. Dari statemen-statemen di atas dapat ditarik sebuah sebuah konklusi bahwa batas minimal usia kawin yang ada pada Undang-undang Perkawinan nampaknya tidak dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat saat ini. Atas 7 Jenis Perkara yang diterima di Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2014, http://www.pamalangkab.go.id/index.php/sjp2, diakses pada hari jumat tanggal 2 Januari Jam 00.05.

7 dasar itu peneliti tertarik untuk mengkat penelitian dengan judul BATAS MINIMAL USIA KAWIN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF HAKIM PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MALANG DAN DOSEN PSIKOLOGI UIN MALANG. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Dosen Fakultas Psikologi UIN Malang mengenai batas minimal usia kawin? 2. Bagaimana relevansi batas minimal usia kawin yang ada pada Undang- Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk diterapkan saat ini? C. Tujuan 1. Mengetahui batas minimal usia kawin menurut pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Dosen Fakultas Psikologi UIN. 2. Mengetahui relevansi batas minimal usia kawin yang ada pada Undang- Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk diterapkan saat ini.. D. Manfaat Penelitian 1.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberi penjelasan tentang relevansi batas minimum usia kawin dalam undang-undang perkawinan. Sehingga dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah khazanah keilmuan, khususnya bagi mahasiswa jurusan Al-Ahwal Al- Syakhshiyyah fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

8 1.2 Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangsih pemikiran dan juga sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas. Tulisan ini juga dapat dijadikan sebagai bahan reverensi bagi civitas akademika, masyarakat, dan para peneliti. E. Definisi Operasional Batas minimal usia perkawinan: Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan batas minimal usia perkawinan adalah batas usia minimal seseorang diperkenankan melakukan pernikahan sesuai dengan pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Perspektif: Memiliki arti pandangan atau tinjauan, dalam hal ini adalah pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Dosen Psikologi UIN Malang terhadap ketentuan batas minimal usia pernikahan menurut pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Hakim: Memiliki arti orang yang diangkat oleh penguasa untuk meyelesaikan dakwaan-dakwaan karena penguasa tidak mampu melaksanakan sendiri semua tugas itu. Dalam penelitian ini yang hakim yang dimaksud adalah hakim Pengadilah Agama Kabupaten Malang. Psikologi: merupakan suatu bidang ilmu yang berbicara mengenai jiwa dan tingkah laku manusia yang diasumsikan sebagai gejala jiwanya.

9 F. Sistematika Pembahasan Agar penyusunan skripsi ini terarah, sistmatis, dan koheren antara satu bab dengan yang lainnya, maka penulis akan memberi gambaran sususan skripsi ini secara umum sebagai berikut: Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, defenisi operasional dan sistematika pembahasan. Penulisan bab ini bertujuan agar permasalahan yang akan dibahas tidak melebar serta untuk menegaskan tujuan dari penelitian. Bab kedua, berisi tinjauan pustaka. Bab ini memiliki sub bab yang berupa penelitian terdahulu dan kerangka teori / landasan teori. Penelitian terdahulu yang penulis angkat adalah Tinjauan Hukum Islam Dan Psikologi Terhadap Batas Usia Minimal Perkawinan dan Batas Usia Perkawinan Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Perspektif Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sedangkan dalam kerangka teori penulis akan mendeskripsikan tentang gambaran umum Undang-undang Perkawinan, batas minimal usia perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan dan perspektif psikologi, serta teori pemberlakuan hukum. Bab ketiga, berisi tentang metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi. Jenis metode penelitian yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah metode penelitian empiris. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, karena pendekatan kualitatif lebih bersifat deskriptif dan terdapat interaksi langsung antara penulis dan sumber data. Dalam

10 pendekatan ini peneliti menjadi instrumen kunci karena berperan sebagai tokoh kunci untuk mencari makna dari hasil penelitian. Untuk mendapatkan data, penulis melakukan wawancara terhadap hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Dosen Psikologi UIN Malang. Dengan demikian sumber data yang akan menjadi dasar penulisan skripsi berasal dari hasil wawancara dengan disertai beberapa literatur buku, ataupun literatur lainnya. Bab keempat, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini penulis akan mendiskripsikan hasil wawancara terhadap hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Dosen Psikologi UIN Malang mengenai batas minimal usia perkawinan pada Undang-undang Perkawinan, kemudian penulis akan menganalisis dengan teori-teori yang ada. Bab kelima, bab ini meupakan penutup dari penulisan skripsi. Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan juga saran-saran untuk menjadi bahan penelitian selanjutnya. Setelah bab kelima akan dicantumkan lampiran-lampiran dan daftar pustaka sebagai kelengkapan dan pembuktian atas penelitian yang dilakukan.