BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi ( megabiodiversity) berupa flora dan fauna. Banyak jenis tumbuhan merupakan sumber plasma nutfah yang bernilai tinggi. Sejak lama telah diketahui bahwa tumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu sumber obat. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), saat ini 80% penduduk dunia masih melakukan pengobatan tradisional dengan menggunakan obat yang berasal dari tumbuhan (Radji, 2005). Penggunaan tumbuhan sebagai bahan baku obat tidak hanya digunakan di Indonesia saja, tetapi juga di Malaysia, India, Cina serta negara lainnya (Simarmata et al., 2007; Bhore et al., 2010; Chen et al., 2013). Penggunaan tanaman sebagai sumber obat meningkat seiring dengan meningkatnya resistensi mikrobia patogen terhadap berbagai jenis obat atau dikenal dengan istilah multidrug resistance. Oleh karena itu, berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan senyawa bioaktif dari tanaman yang dapat dijadikan bahan baku obat. Seluruh bagian tumbuhan atau tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti akar, batang dan daun. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) merupakan tanaman endemik Indonesia yang telah diketahui berkhasiat obat yaitu sebagai aprodisiak ( Nasihun, 2009), diuretik dan tonik (Roostika et al., 2007). Sejak dahulu penduduk di sekitar Pegunungan Dieng telah menggunakan tanaman ini 1
2 sebagai campuran ramuan tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit dan gangguan kesehatan. Tingginya konsumsi tanaman ini menyebabkan keberadaan purwoceng semakin berkurang di habitat aslinya bahkan berdasarkan CITES ( Convention on International Trading in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) tanaman ini termasuk ke dalam kategori endangered species. Oleh karena itu, saat ini purwoceng mulai dibudidayakan untuk menjaga kelestariannya baik secara alamiah maupun melalui teknik-teknik tertentu di berbagai wilayah dataran tinggi seperti Gunung Putri (Jawa Barat), Pegunungan Dieng (Jawa Tengah), dan kawasan Semeru (Jawa Timur) (Darwati & Roostika, 2006). Khasiat obat dari tanaman tidak terlepas dari kandungan senyawa bioaktif yang dimilikinya seperti alkaloid, flavonoid, saponin (Karuppusamy, 2009), tannin (Utami et al., 2008) dan yang lainnya. Hasil penelitian fitokimia pada tanaman purwoceng juga ditemukan berbagai senyawa bioaktif salah satunya yaitu kelompok furanokumarin (Sidik et al., 1975). Melalui penelitian terdahulu, diketahui bahwa mikrobia dapat membantu proses metabolisme tanaman inang dan menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensial (Tan & Zou, 2001). Mikrobia yang berada di dalam jaringan tanaman dikenal dengan mikrobia endofit. Mikrobia endofit merupakan mikrobia yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada pada jaringan tanaman tetapi tidak memberikan efek negatif terhadap host plant (tanaman inang) (Zinniel et al., 2002). Mikrobia endofit yang umum ditemukan adalah jamur dan bakteri (Strobel & Daisy, 2003). Hampir semua jenis tanaman berinteraksi dengan mikrobia endofit karena dapat
3 membantu peningkatan pertumbuhan tanaman (Khan & Doty, 2009), memberikan proteksi terhadap serangan mikrobia patogen (Melliawati et al., 2006) dan membantu dalam penyerapan nutrien. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman inang melalui akar, bunga, batang dan kotiledon (Zinniel et al., 2002). Di dalam jaringan tanaman, bakteri ini berada di ruang antarsel dan pembuluh xylem (Rosenblueth & Martinez-Romero, 2006). Bakteri endofit pada satu spesies tanaman, tidak hanya ditemukan sebagai satu spesies saja tetapi terdiri dari beberapa spesies bahkan genus. Bakteri-bakteri endofit yang telah ditemukan pada berbagai tanaman obat antara lain Bacillus cibi, Kluyvera ascorbata pada tanaman Nepenthes; Paenibacillus, Acidomonas pada Hygrophila spinosa Anders dan P. polymaxa, Acinetobacter calcoaceticus pada Sambung nyawa (Pal & Paul, 2013; Bhore et al., 2010 & 2013). Selain itu, bakteri juga ditemukan pada tanaman pertanian seperti Xanthomonas campestris, Pantoea agglomerans, Pseudomonas putida, Klebsiella terrigena, B. cereus pada tomat dan wortel (Surette et al., 2003; Marquez-Santacruz et al., 2010). Hal ini menunjukkan terdapatnya keanekaragaman bakteri endofit pada berbagai jenis tanaman. Keanekaragaman mikrobia endofit dapat dipelajari melalui karakterisasi morfologis, fisiologis dan biokimiawi. Proses karakterisasi ini bersifat terbatas untuk mengungkap keanekaragaman mikrobia karena hanya melihat karakter fenotipnya saja. Seiring dengan kemajuan ilmu biologi molekular, keanekaragaman mikrobia dapat dipelajari dengan mengamati profil 16S rdna. Profil 16S rdna ini sangat spesifik untuk setiap mikrobia sehingga dapat
4 membantu untuk identifikasi mikrobia dari lingkungan karena lebih akurat, lebih cepat dan dapat mencakup mikrobia yang unculturable. Oleh sebab itu, untuk mengungkap keanekaragaman bakteri endofit diperlukan tiga pendekatan ini. Hubungan simbiosis mutualisme antara tanaman dan mikrobia endofit memungkinkan bakteri endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang sama dengan tanaman inangnya (Utami et al., 2008; Karuppusamy, 2009). Hal ini merupakan peluang yang besar untuk memproduksi metabolit dari bakteri endofit dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai alternatif senyawa obat yang baru. Selain itu, keanekaragaman bakteri endofit yang tinggi juga akan menguntungkan dalam produksi senyawa metabolit tersebut. Beberapa tahun terakhir ini, telah banyak penelitian yang melihat potensi mikrobia endofit dalam menghasilkan senyawa bioaktif dari berbagai tanaman obat. Namun, masih banyak yang belum mengkaji mengenai mikrobia endofit dari tanaman purwoceng. Penelitian yang telah dilakukan hanya sebatas pada kajian mengenai senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, penelitian ini sangat menarik untuk dilakukan. B. Permasalahan Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah bakteri endofit dapat ditemukan pada tanaman purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.)?
5 2. Bagaimanakah keanekaragaman morfologis dan biokimiawi bakteri endofit pada tanaman purwoceng (P. pruatjan Molk.)? 3. Bagaimanakah potensi bakteri endofit pada tanaman purwoceng ( P. pruatjan Molk.) sebagai agen antimikrobia? 4. Bagaimanakah karakter molekular isolat bakteri endofit yang potensial sebagai agen antimikrobia? C. Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan isolat bakteri endofit dari akar tanaman (P. pruatjan Molk.) 2. Mempelajari keanekaragaman morfologis dan biokimiawi bakteri endofit tanaman purwoceng (P. pruatjan Molk.) 3. Mengetahui aktivitas antimikrobia dari bakteri endofit tanaman purwoceng (P. pruatjan Molk.) 4. Mengetahui karakter molekular isolat bakteri endofit yang potensial sebagai agen antimikrobia D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan Keanekaragaman bakteri endofit yang memiliki potensi sebagai antimikrobia patogen sehingga tanaman purwoceng ( P. pruatjan Molk.) dan isolat bakteri endofit yang diperoleh dapat dikembangkan sebagai bahan dasar obat baru melalui penelitian lebih lanjut.