BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dari 17 program pokok pembangunan kesehatan adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR PUSKESMAS CIANJUR KOTA LAMPIRAN NOMOR : TENTANG KERANGKA ACUAN KEGIATAN KAMPANYE VAKSIN MEALSES- RUBELLA (MR)

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data yang diperoleh dari WHO (World Health Organization),

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan prioritas pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. suatu tindakan memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya wabah campak yang cukup besar. Pada tahun kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikendalikan atau dicegah (diperlambat). Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

Campak-Rubella (MR) Sayangi buah hati Anda dengan Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Penyakit tersebut disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

Optimisme Cakupan Vaksin MR Menuju Generasi Sehat Berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tabel 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS Di Indonesia Yang Dilaporkan Menurut Tahun Sampai Dengan Tahun 2015

PENDEKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PASCA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI KABUPATEN ASMAT PAPUA

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, anak memerlukan asupan

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

W A S P A D A 2,9 JUTA LEBIH PENDUDUK INDONESIA MENGIDAP HEPATITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diberikan oleh petugas kesehatan yang tidak lain tujuannya untuk memelihara

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomi (Depkes, 2007). Para penderita kusta akan cenderung

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dibidang kesehatan (Depkes, 2007). masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable Development

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (Infeksius) dan dapat mengakibatkan kesakitan yang serius, komplikasi jangka panjang bahkan kematian (WHO, 2012a). Sebelum vaksin campak tersedia, campak menginfeksi lebih dari 90% anak-anak kurang dari 15 tahun (WHO, 2012a). Pada negara berpenghasilan rendah, campak diestimasi mengakibatkan 15.000 sampai 60.000 kasus kebutaan setiap tahunnya (Semba & Bloem, 2004). Secara global, peningkatan cakupan vaksinasi campak menghasilkan penurunan secara signifikan, baik pada jumlah kasus kematian maupun jumlah kasus campak. Pada tahun 2000 campak diperkirakan menyebabkan kematian hingga 535.300 jiwa, namun pada tahun 2010 telah menurun menjadi 139.300 jiwa (74% menurun) (Simons et al., 2012). Jumlah kematian campak berkurang lebih dari tiga perempat di seluruh wilayah anggota WHO. Namun, ada beberapa yang diestimasi menjadi wilayah yang menyumbang sebagian besar perkiraan angka kematian campak, yaitu Asia Tenggara (India) sebesar 47% dan wilayah Afrika sebesar 36% pada tahun 2010 (Simons et al., 2012). Sementara itu, jumlah kasus campak di seluruh dunia menurun 60% dari total yang dilaporkan yaitu 853.480 kasus pada tahun 2000 menjadi hanya 339.845 kasus pada tahun 2010 (WHO, 2012b). Insiden kasus campak juga mengalami penurunan sebesar 66% dari 146 kasus per 1 juta penduduk, menjadi 50 kasus per 1 juta penduduk. Penurunan jumlah kasus yang paling luar biasa terjadi pada periode tahun 2000 sampai 2008, yaitu dari 853.480 kasus menjadi 277.968 kasus (WHO, 2012b). Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah anggota WHO yang memiliki jumlah kasus campak maupun kasus kematian campak yang cukup tinggi (WHO, 2013a). Namun, selama periode tahun 2000 sampai 2012, wilayah Asia Tenggara mengalami penurunan dalam jumlah kasus campak sebesar 55%, dan insidensi kasus menurun sebesar 63% dari 69,9 per 1 juta penduduk menjadi 25,0 per 1 juta penduduk (WHO, 2013a). Selama periode tahun 2000 sampai 2013, wilayah Asia Tenggara membuat peningkatan secara dramatis pada cakupan imunisasi, surveilans berbasis individu baik

untuk campak maupun rubella dan mendirikan jaringan laboratorium tingkat regional (WHO, 2014b). Indonesia merupakan salah satu negara di wilayah Asia Tenggara yang menjadi wilayah penyumbang kasus campak kedua terbanyak setelah India (WHO, 2013a). Namun, selama periode tahun 2006 sampai 2014, Indonesia telah membuat kemajuan substansial dalam upaya untuk mengendalikan campak. Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dilaporkan terjadi penurunan pelaporan kasus campak sebesar 82% dari 55.348 kasus campak yang dilaporkan pada tahun 2006 menjadi 10.679 kasus yang dilaporkan pada tahun 2014 (Ditjen PP & PL, 2014). Meskipun pemerintah Indonesia telah mengadopsi dan melaksanakan strategi eliminasi campak melalui beberapa kegiatan selama 1 dekade terakhir, namun Indonesia masih dikenal sebagai salah satu Negara yang memiliki risiko infeksi campak yang tinggi di wilayah Asia Tenggara (WHO, 2013a). Menurut WHO, Indonesia melaporkan total 15.489 kasus campak pada tahun 2012 dan hanya India dengan populasi lebih dari 1 miliar orang yang melaporkan jumlah kasus campak lebih tinggi dari Indonesia di wilayah Asia Tenggara yaitu 18.668 kasus (WHO, 2013a). Sampai tahun 2014, Indonesia masih menjadi 1 diantara 6 negara yang menyumbangkan lebih dari 4 per 5 dari semua kasus campak di seluruh dunia (WHO, 2014a). Secara keseluruhan jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) yang dilaporkan juga meningkat hingga 45%, dari total 86 KLB yang dilaporkan pada tahun 2006, menjadi 173 KLB pada tahun 2014 (Ditjen PP & PL, 2014).

Jumlah Kasus Frekuensi Frekuensi KLB Campak yang dilaporkan di Indonesia Th. 2006-2014 400 350 300 250 200 150 100 50 0 356 190 188 163 170 114 128 110 86 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Sumber: (Ditjen PP & PL, 2014) Gambar 1. Frekuensi KLB Campak yang dilaporkan di Indonesia Tahun 2006-2014 Meskipun tren insiden campak mengalami penurunan, namun jumlah insiden campak pada tahun 2014 belum memenuhi target yang disepakati pada sidang World Health Assembly (WHA), dimana pada tahun 2015 diharapkan Indonesia telah mampu mengendalikan penyakit campak dan menurunkan insiden campak menjadi <5 kasus/1 juta penduduk (Ditjen PP & PL, 2014). Tren Insiden Campak dari Tahun 2006-2014 di Indonesia 60000 55348 50000 40000 >5 Kasus/1 Juta Penduduk 30000 20000 10000 0 10679 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Sumber: (Ditjen PP & PL, 2014) Gambar 2. Tren Insiden Campak dari Tahun 2006 sampai Tahun 2014 di Indonesia

Berbagai faktor dapat menjadi alasan tingginya insiden pelaporan kasus campak secara terus menerus di Indonesia. Beberapa faktor ini diantaranya yaitu 1) kegagalan pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya pada kegiatan imunisasi rutin maupun imunisasi tambahan, sehingga Indonesia masih menjadi 1 diantara 3 negara di Asia Tenggara yang menjadi prioritas WHO dalam peningkatan cakupan imunisasi campak (WHO, 2013b). 2) Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk yang banyak dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga memudahkan proses penularan campak (WHO, 2013a). 3) Faktor lainnya yaitu pengambilan keputusan dari para pembuat kebijakan terkait dengan prioritas dalam pengendalian penyakit campak yang belum tepat (WHO, 2013a). Sementara aliran dana dari pemerintah pusat untuk kegiatan imunisasi secara umum terus meningkat, prioritas kegiatan imunisasi di tingkat kabupaten umumnya kurang diperhatikan. Sebagai hasil dari kurang diprioritaskannya kegiatan imunisasi, sebagian besar kabupaten gagal untuk mencapai target nasional, regional dan global (reach every district (RED) 80%) dari perlindungan imunisasi (Ditjen PP & PL, 2014). Sebuah studi mengenai peningkatan status kesehatan anak melalui imunisasi yang dilaksanakan oleh BASICS di Pulau Jawa menemukan bahwa beberapa kabupaten melaporkan rendahnya cakupan imunisasi dikarenakan beberapa hal. 1) Keraguan oleh beberapa orang tua terhadap vaksin yang diakibatkan dari ketidakpahaman pada manfaat pemberian vaksin. 2) Komunikasi yang buruk antara petugas kesehatan dengan orang tua terkait informasi mengenai jadwal imunisasi. Hal ini mengakibatkan banyak anak yang kehilangan peluang imunisasi. 3) Ketersediaan vaksin yang tidak memadai di beberapa pusat kesehatan. 4) Hambatan agama (kepercayaan) dan budaya (USAID & BASICS, 2009). Provinsi DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta merupakan provinsi yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia dengan 15.062 penduduk per km 2 (Pusdatin, 2013). Sebagai ibu kota Indonesia, provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang lengkap. Baik pelayanan kesehatan pemerintah maupun pelayanan kesehatan swasta. Jumlah petugas kesehatan juga memadai, baik perawat, dokter maupun tenaga kesehatan masyarakat (Pusdatin, 2013).

Jumlah Kasus Tabel 1. Distribusi Jenis Fasilitas Kesehatan dan Petugas Kesehatan di DKI Jakarta Tahun 2013. No Jenis Fasilitas Kesehatan Jumlah 1. Puskesmas 340 2. Rumah Sakit Pemerintah 32 3. Rumah Sakit Swasta 118 4. Kantor Dinas Kesehatan 6 Total 507 Jenis Petugas Kesehatan Jumlah 1. Dokter 3.609 2. Perawat dan Bidan 3.722 3. Petugas Kesehatan Masyarakat 236 Sumber: (Pusdatin, 2013) Total 7.567 Namun, setiap tahunnya DKI Jakarta masih menempati 3 provinsi tertinggi untuk kasus penyakit campak. Berdasarkan gambar 3 dapat diketahui bahwa tren kasus insiden campak di DKI Jakarta fluktuatif namun cenderung meningkat dari tahun 2009 sampai tahun 2014. Tren Kasus Endemis Campak di DKI Jakarta Tahun 2009 sampai 2014 5000 4000 3000 2000 1000 0 4580 2788 1872 1201 1362 813 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun Sumber: (Ditjen PP & PL, 2014) Gambar 3. Tren Kasus Endemis Campak di DKI Jakarta Tahun 2009 sampai 2014

Sumber: Ditjen PP & PL, 2014 Gambar 4. Distribusi Kasus Campak berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2014 Berdasarkan gambar 4 dapat terlihat bahwa kasus campak di Indonesia menyebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak titik-titik merah yang menandakan kasus endemis campak. Meskipun DKI Jakarta tidak memiliki kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) campak baik pada tahun 2014 maupun tahun 2015, namun jumlah kasus endemis campak di DKI Jakarta pada tahun 2014 menempati peringkat pertama di Indonesia dengan 1.872 kasus (Ditjen PP & PL, 2014). Berbagai hal dapat mempengaruhi tingginya kasus endemis campak di provinsi DKI Jakarta, diantaranya yaitu tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sehingga mempercepat proses penyebaran penyakit. Dimana jumlah penduduk DKI Jakarta di estimasi mencapai 10.001.943 penduduk dengan luas wilayah 664,01 Km 2 (Kementrian Kesehatan, 2014). Cakupan imunisasi campak di provinsi DKI Jakarta untuk tahun 2013 telah memenuhi target WHO (>90%) dengan capaian 94,23%. Namun untuk wilayah Jakarta Timur belum memenuhi target dengan 84,42% sehingga Jakarta Timur menjadi wilayah penyumbang kasus campak terbanyak untuk provinsi DKI Jakarta (Pusdatin, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beban ekonomi yang disebabkan oleh penyakit campak pada sektor rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Coleman, et al (2011) terkait beban ekonomi untuk satu kasus campak pada pengungsi di Kentucky Amerika Serikat menunjukkan hasil bahwa pada sektor kesehatan, biaya total yang harus dikeluarkan sekitar 25.000 US$ atau

sekitar Rp. 325.000.000 (Coleman et al., 2012). Menurut penelitian yang dilakukan Chen, et al (2010) terkait beban ekonomi kasus KLB campak pada sektor kesehatan khususnya rumah sakit menunjukkan hasil bahwa biaya yang harus dikeluarkan pada 2 rumah sakit yang menangani 7 kasus campak senilai 799,136 US$ atau sekitar Rp 10.388.768 (Chen et al., 2011). Berdasarkan penelitian di Belanda, yang dilakukan oleh Suijkerbuijk, et al (2014) biaya yang dikeluarkan pada sektor kesehatan akibat KLB campak berkisar 1.739 US$ atau sekitar Rp 22.607.000 per kasus. Biaya ini bahkan menghabiskan 0,0042% dari total biaya perawatan kesehatan di Belanda pada tahun 2013 (Suijkerbuijk et al., 2015). Berdasarkan beberapa penelitian ini dapat diketahui bahwa pada sektor kesehatan dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk menangani kasus campak, baik kasus endemis campak maupun kasus KLB campak. Pada sektor rumah tangga, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wallace, et al (2014) di Etiopia, menunjukkan hasil bahwa biaya yang dikeluarkan oleh sektor rumah tangga sekitar 29.18 US$ per kasus, atau sekitar Rp 379.340 per kasus. Jumlah ini setara dengan 6% pendapatan rata-rata per rumah tangga (Wallace et al., 2014). Kesimpulan dari beberapa penelitian diatas yaitu biaya ekonomi yang harus dikeluarkan akibat kasus campak dan kasus KLB campak merupakan hal yang penting ketika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata rumah tangga dan ketersediaan dana pada sektor kesehatan. Melakukan evaluasi ekonomi pada sektor rumah tangga dapat memberikan gambaran bukan hanya pada masyarakat secara khusus, namun juga dapat memberikan gambaran kepada pemerintah terkait seberapa besar penyakit campak membebani masyarakat dari segi ekonomi sehingga dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas pada prioritas kebutuhan yang tepat. Tujuan utama untuk melakukan evaluasi ekonomi adalah meningkatkan efisiensi, bagaimana sumber daya (uang, tenaga kerja, modal dll) dapat memenuhi kebutuhan dan menghasilkan output yang diharapkan (menyelamatkan jiwa, meningkatkan derajat kesehatan, meningkatkan kualitas hidup manusia, dll) (Miller, 2009).

Melalui hasil penelitian ini maka diharapkan para pemangku kebijakan dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien. Terlebih khusus untuk penyakit campak, diharapkan dengan mengetahui seberapa besar beban ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit campak, maka para pemangku kebijakan dapat meningkatkan alokasi dana dalam peningkatan cakupan imunisasi. Dimana menurut WHO, imunisasi adalah cara yang paling efektif dari segi biaya untuk mengendalikan penyakit campak (WHO, 2012a). Ketersediaan informasi terkait beban ekonomi akan berguna untuk membantu menyadarkan sektor rumah tangga pada kebutuhan akan imunisasi, dengan menyorot pada biaya ekonomi dari penyakit campak yang bisa menjadi bencana besar. Terutama untuk sebagian besar orang miskin yang seringkali lebih rentan terhadap infeksi campak. Sehingga diharapkan hal ini dapat meningkatkan cakupan imunisasi campak di provinsi DKI Jakarta. Informasi tersebut juga akan meningkatkan upaya untuk menyelaraskan kebijakan pengendalian campak di tingkat kabupaten agar dapat mencapai target nasional maupun regional. Keselarasan tersebut akhirnya dapat membantu mempercepat pencapaian rencana aksi vaksin global / Global Vaccine Action Plan (GVAP) untuk meningkatkan cakupan imunisasi disetiap negara (termasuk Indonesia) yang masih berkutat dengan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, 2014a). SEAR juga telah jelas menyatakan keinginannya untuk mencapai target eliminasi campak pada tahun 2020 (WHO, 2014b). Apabila cakupan imunisasi campak menunjukkan peningkatan, maka hal ini dapat menunjukkan manfaat yang lebih besar lagi yaitu mencapai perlindungan penduduk terhadap virus campak. B. Perumusan Masalah 1. Berapa besar biaya kesakitan yang harus dikeluarkan oleh masing-masing kasus endemis penyakit campak pada sektor rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2015? 2. Berapa besar total biaya kesakitan yang harus dikeluarkan oleh kasus endemis campak pada sektor rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengestimasi beban ekonomi dari berbagai macam biaya yang berhubungan dengan kasus endemis campak pada sektor rumah tangga di provinsi DKI Jakarta. 2. Tujuan khusus a. Mengestimasi biaya langsung (direct cost) dari kasus endemis campak pada sektor rumah tangga di wilayah Provinsi DKI Jakarta. b. Mengestimasi biaya tidak langsung (Indirect Cost) dari kasus endemis campak pada sektor rumah tangga di wilayah Provinsi DKI Jakarta. c. Mengestimasi biaya kesakitan kasus endemis campak pada sektor rumah tangga di wilayah Provinsi DKI Jakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah a. Sebagai bahan advokasi kepada para pembuat kebijakan dalam hal peningkatan sumber daya dan prioritas upaya pengendalian campak di Indonesia (penyediaan vaksin dan peningkatan imunisasi campak). b. Membantu pemerintah meningkatkan cakupan imunisasi campak dan mencapai target eleminasi campak secara global maupun regional pada tahun 2020. 2. Bagi Masyarakat a. Membantu masyarakat untuk mengerti besarnya biaya ekonomi yang dikeluarkan dalam mengatasi penyakit campak. b. Membantu masyarakat mengerti manfaat dari imunisasi campak. 3. Bagi Peneliti a. Memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti b. Memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian terlebih khusus di bidang evaluasi ekonomi. 4. Bagi Peneliti lainnya a. Sebagai referensi untuk melaksanakan penelitian serupa yang lebih mendalam.

E. Keaslian Penelitian 1. Wallace, et al (2014) melakukan penelitian tentang Evaluation of Economic Cost of a Measles Outbreak and Outbreak Response Activities in Keffa Zone, Ethiopia yang bertujuan mengestimasi beban ekonomi dari KLB campak dan kegiatan respon KLB campak yang dilakukan di wilayah Keffa, Ethiopia dengan 5257 laporan kasus sejak 1 Oktober 2011 sampai 8 April 2012, dengan menggunakan perspektif di dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan sektor pelayanan kesehatan. Metode penelitian yang digunakan yaitu mengumpulkan jumlah biaya/pengeluaran dengan wawancara pada pemerintah dan petugas kesehatan terkait, juga pada 100 kasus penderita campak dan pengasuh mereka. Persamaan dengan penelitian ini yaitu metode penelitian dimana menganalisis beban ekonomi akibat penyakit campak, dan menghitung dari dua sektor (Sektor kesehatan dan sektor rumah tangga). Perbedaannya yaitu dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda, penelitian ini mengestimasi pada kasus KLB campak. 2. Chen, et al (2010) melakukan penelitian tentang Health Care-Associated Measles Outbreak in The United States After an Importation: Challenges and Economic Impact yang bertujuan untuk menghitung dampak ekonomi dari KLB campak terhadap rumah sakit (Sektor Kesehatan). Metode penelitian yang digunakan yaitu melihat data rekam medis dan wawancara langsung terhadap petugas kesehatan yang menangani kasus campak. Petugas yang bekerja di bagian imunisasi juga diwawancara untuk mengetahui status imunisasi para kasus. Estimasi biaya dilakukan pada 2 rumah sakit. Persamaan dengan penelitia ini yaitu sama-sama mengestimasi beban ekonomi penyakit campak di sektor kesehatan, menggunakan metode wawancara kepada petugas kesehatan. Perbedaannya yaitu dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda, penelitian ini hanya mengestimasi beban ekonomi pada kasus KLB campak dan pada sektor kesehatan (rumah sakit). 3. Coleman, et al (2011) melakukan penelitian tentang Direct cost of a single case of refugee-imported measles in Kentucky yang bertujuan untuk mengestimasi beban ekonomi dari sektor kesehatan (baik pengobatan maupun respon kesehatan masyarakat) dari kasus campak pada para pengungsi di Kentucky. Metode penelitian yang digunakan yaitu melakukan pencatatan tentang waktu, jumlah tenaga kerja baik

local, maupun per negara bagian dan beberapa petugas yang terlibat dalam merawat para pengungsi maupun melaksanakan kegiatan respon kesehatan masyarakat. Persamaan dengan penelitian ini yaitu mengestimasi beban ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit campak pada sektor kesehatan. Perbedaannya yaitu penelitian ini dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda, dilakukan pada kelompok masyarakat tertentu (pengungsi), penelitian ini hanya mengestimasi beban ekonomi akibat campak pada sektor kesehatan.