BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Kejadian-kejadian yang menjerumus pada kekerasan, seolah menjadi hal yang biasa dan dibiasakan. Ironisnya, kejadian itu terjadi dengan jumlah massa yang banyak sehingga mengakibatkan perkelahian masal. Perang antar kubu terjadi mulai dari masyarakat antarkampung sampai pada peserta didik antarsekolah bahkan antarmahasiswa. Kejadian semacam itu memperlihatkan kondisi suatu bangsa yang seolah kehilangan jati diri dalam kehidupan. Kondisi itu memperlihatkan juga kualitas manusia di negeri ini yang seolah kurang terdidik. Dengan demikian, perlu adanya pendidikan yang mengarah pada pengenalan jati diri sebagai bagian dari bangsa yang memiliki kekayaan nilai budaya yang luhur sehingga mewujud dalam karakter setiap warganya. Seperti diungkapkan oleh Hidayat (2012:2), salah satu solusi untuk menanggulangi kemerosotan moral di antaranya melalui pendidikan karakter. Di antaranya adalah dengan menggali kekayaan luhur budaya bangsa dalam khazanah sastra Indonesia. Kekayaan luhur nilai budaya bangsa salah satunya terdapat dalam khazanah sastra Indonesia yang sangat beragam, termasuk sastra daerah Sunda di dalamnya. Kekayaan luhur nilai budaya tersebut di antaranya adalah terdapat dalam cerita prosa rakyat, yang sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa sehingga dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, kekayaan nilai budaya Yang Yang Merdiyatna, 2012 Penggalian Nilai-nilai Budaya Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu
2 luhur bangsa yang terdapat dalam khazanah cerita prosa rakyat harus digali dan dimanfaatkan dalam pendidikan formal maupun non formal. Pada masyarakat yang masih memiliki tradisi bercerita, karya sastra biasanya sebagai sarana pendidikan untuk membimbing anak agar berperilaku baik. Menurut pengalaman peneliti, pada malam hari orangtua biasanya bercerita sambil meninabobokan anaknya. Mereka bercerita tentang peristiwa yang kejadiannya pernah terjadi di lingkungannya atau cerita-cerita rakyat yang telah tertuliskan dalam sebuah buku. Cerita itu biasanya tentang seseorang maupun tentang suatu tempat. Namun, kejadian tersebut terjadi jauh sebelum zaman sekarang. Cerita-cerita tersebut biasanya sarat dengan keunggulan lokal atau kebudayaan daerah tertentu. Cerita itu dituturkan oleh orangtua kepada anaknya atau orang yang lebih tua kepada yang muda. Cerita-cerita itu biasanya diturunkan secara pewarisan dari satu generasi kepada generasi yang lebih muda, baik secara lisan maupun tertuliskan. Dengan demikian, hal itu pun membuktikan bahwa pada hakikatnya manusia itu sendiri makhluk bercerita dan senang terhadap cerita-cerita. Ceritacerita tersebut merupakan bagian dari sastra lisan. Hutomo (1991:62) mengungkapan bahwa bahan yang bercorak cerita dalam sastra lisan dapat berupa cerita-cerita biasa, mitos, legenda, epik, cerita tutur (balada), dan memori (kisah). Pada saat ini perhatian masyarakat terhadap kesusastraaan lisan dirasakan sudah berkurang. Misalnya, cerita rakyat yang sangat besar perannya untuk memberikan pendidikan dan penghiburan, sudah tergeser oleh sarana hiburan modern. Cerita rakyat akan tetap terjaga jika diturunkan (diceritakan) dan
3 dipelihara (dituliskan) oleh masyarakat penerusnya dan pada umumnya dalam pendidikan formal atau nonformal. Namun, kebanyakan mereka tidak tahu, bahkan cerita di daerahnya sendiri pun. Dengan demikian, cerita-cerita itu pun mulai terlupakan dan hanya sedikit yang masih tahu. Indonesia memiliki khazanah sastra yang sangat beragam. Salah satunya adalah sastra daerah yang tersebar di seluruh Indonesia (atau bisa disebut sebagai sastra nusantara). Hal tersebut sebagai usaha masyarakat untuk mempertahankan kekayaan tradisi nenek moyang. Sastra lisan merupakan bagian dari sastra daerah. Penyebarannya dilakukan secara turun temurun dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya. Pada saat ini sastra lisan sudah ada juga yang menuliskannya sehingga memudahkan dalam pencarian data cerita rakyat yang susah dicari penuturnya. Pada khazanah sastra daerah di Indonesia, terdapat nilai-nilai kebudayaan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, khazanah sastra yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia harus diperlakukan sebagai khazanah sastra Indonesia dan bagian dari kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, nilai-nilai dari kebudayaan lokal dapat menjadi muatan positif bagi siswa sebagai bagian dari suatu bangsa yang beragam macam budayanya. Kebudayaan di Indonesia sangat beragam: tradisi lisan, tulisan, dan bahkan bukan tulisan. Seperti yang diungkapkan Koentjaraningrat (2009:144), kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dengan demikian, produk sastra pun dapat dikatakan merupakan bagian
4 dari kebudayaan dan kebudayaan di Indonesia yang sangat beragam itu terdapat juga dalam sastra daerah yang ada di Indonesia. Sastra daerah tersebut terdiri dari beragam macam khazanah, seperti cerita rakyat, ungkapan, puisi rakyat, pantun, dan karya lainnya. Khazanah tersebut memiliki peran sebagai salah satu unsur kebudayaan dari Indonesia. Salah satu sastra daerah di Indonesia adalah sastra daerah Sunda atau kesusastraan Sunda. Sastra daerah Sunda bukan suatu unsur kebudayaan yang hanya dikenal di lingkungan yang kecil, tetapi dikenal juga secara luas dalam masyarakat (Koentjaraningrat dkk. 1999:310). Dengan demikian, kebudayaan itu pun harus diketahui oleh lingkup masyarakat Sunda khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal itu sebagai landasan kehidupan bangsa Indonesia yang beragam macam budaya. Sebagai bagian dari khazanah sastra Indonesia, sastra daerah Sunda sudah ada yang terdokumentasikan, salah satunya dibukukan. Namun, masih banyak yang belum terdokumentasikan sehingga orang-orang pun ada yang melupakan khazanah sastra yang ada di daerahnya. Selain disebabkan ada yang beleum terdokumentasikan, terlupakannya khazanah sastra daerah juga disebabkan oleh: sudah tidak adanya penutur, tergeser oleh sarana hiuran moderen, dan pewarisan yang kurang. Seperti diungkapkan Rosidi (1430 H:11), ngeunaan kasusastran Sunda mah! Masih réa kénéh pisan bahan-bahan anu tacan kacatatken, tacan kakumpulkeun-kakumpulkeun acan! Nu geus kakumpulkeun ogé ngahunyud kénéh anu tacan kabaca, tacan kapesék, ku kituna tacan kapaluruh eusina. (Berkenaan kesusastraan Sunda! Masih sangat banyak bahan-bahan yang belum tercatat, juga
5 belum terkumpulkan! Yang sudah terkumpulkan juga masih menumpuk yang belum terbaca belum tergali, oleh karena itu belum terkaji isinya). Pernyataan itu menjelaskan bahwa sastra daerah Sunda masih banyak yang belum termanfaatkan dengan baik sehingga masih terbuka lebar untuk dilakukan penelitian. Sementara itu, nilai budaya dalam khazanah sastra daerah dapat dimanfaatkan sebagai keunggulan unsur kebudayaan lokal dalam membentuk karakter bangsa. Penggalian nilia-nilai yang ada pada sastra daerah, dapat membantu pendidikan yang harus mampu membangun jati diri bangsa, seperti yang telah terbahas presiden Indonesia pada hari pendidikan nasional 2010. Oleh karena itu, sangat penting melakukan penggalian nilai-nilai budaya dalam khazanah sastra daerah. Permasalahan sudah mulai pudarnya jati diri bangsa yang telah dibahas pada awal bab ini, dapat dibangkitkan kembali dengan menggali dan memahami nilainilai budaya dalam cerita rakyat. Hal itu disebabkan nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat mencerminkan nilai luhur bangsa sebagai jati diri bangsa. Dengan demikian, sangat perlu untuk digali dan dimanfaatkan dalam proses pendidikan. Peneliti mencoba menemukan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sastra daerah dalam rangka menanamkan karakter positif pada diri siswa. Hal tersebut pernah muncul juga dalam sebuah diskusi konferensi internasional. Diskusi itu memunculkan ide tentang konsep pendidikan karakter dari keunggulan budaya lokal. Oleh karena itu, sastra daerah (khususnya daerah Sunda) harus bisa digali dan dimanfaatkan nilai-nilai budayanya sebagai keunggulan khazanah sastra Indonesia dalam proses pendidikan.
6 Seperti yang telah diuraikan di atas, sastra daerah Sunda sangat beragam, salah satunya adalah cerita prosa rakyat. Nilai-nilai budaya dari cerita-cerita tersebut akan sangat bermanfaat ketika dimanfaatkan dalam proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, lebih khususnya dalam apreasiasi sastra. Dengan memanfaatkannya dalam pembelajaran, nilai-nilai budaya itu akan membantu pengembangan karakter positif pada diri siswa. Hal itu sangat berkaitan dengan tujuan pengajaran bahasa dan satra Indonesia, yaitu: menumbuhkan keterampilan; rasa cinta; dan penghargaan para siswa terhadap bahasa dan sastra Indonesia sebagai bagian dari budaya warisan leluhur (Noor, 2011:75). Hal itu sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam kurikulum, yang di antarany adalah: (1) peserta didik memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (2) peserta didik memiliki kemampuan menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menggali nilai-nilai budaya dalam cerita-cerita rakyat Sunda di Kabupaten Ciamis. Namun, cerita itu dibatasi yang berlatarkan kerajaan dan hanya beberapa tempat. Penelitian ini memperhatikan juga kaitan cerita rakyat dengan fungsi cerita pada kolektif masyarakat pendukungnya dan pada umumnya, serta pemanfaatannya dalam proses pendidikan untuk membentuk pribadi peserta didik dengan warisan budaya leluhur bangsa yaitu keunggulan kebudayaan lokal yang terkandung dalam cerita rakyat. Peneliti melakukan penelitian pada cerita rakyat dari daerah Sunda dengan
7 judul Penggalian Nilai-nilai Budaya dalam Cerita Rakyat di Kabupaten Ciamis serta Kontribusinya sebagai Bahan Ajar Apresiasi Sastra yang Mengandung Nilainilai Karakter dan Proses Pembelajarannya di MAN Cipasung Kecamatan Singaparna Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian sastra daerah pernah ada yang melakukan, seperti yang telah dilakukan oleh Sudarmono (2009) dengan judul Melestarikan Seni Tradisi Gaok Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Penelitian itu bertumpu pada teks dan pertunjukan sehingga memperhatikan juga pada aspek pertunjukan. Penelitian yang akan dilakukan hanya bertumpu pada teks cerita sehingga tidak ada kaitan dengan aspek pertunjukan. Penelitian ini hanya pada aspek struktur, konteks, dan fungsi. Seperti pendapat Stanton (2007:22) bahwa salah satu unsur pembentuk karya sastra di antaranya fakta cerita atau struktur faktual (alur, tokoh, latar) dan tema. Sementara itu fungsi merupakan salah satu ciri dari cerita rakyat itu sendiri yang memiliki fungsi tersendiri. Salah satunya adalah seperti yang dikemukakan Hutomo (1991:69) yang berfungsi sebagai sistem proyeksi yaitu pengidam-idaman atau angan-angan di bawah sadar seseorang yang ingin menjadi lebih dari yang sedang dikuasainya. Setelah itu, kajian tersebut dijadikan upaya penggalian nilai budaya dari dalam cerita rakyat daerah Sunda di Kabupaten Ciamis dan pemanfaatannya dalam pembelajaran apresiasi sastra yang mengenalkan kembali jati diri bangsa. Penelitian sejenis tentang tradisi lisan pernah dilakukan oleh Badrun (2003), yaitu tentang patu mbojo dari daerah Bima. Penelitian tersebut pun berorientasi pada pertunjukan dan konteksnya karena dianggap memungkinkan melihat objek
8 penelitian sebagai produk tradisi lisan secara komprehensif dan melihat objek penelitian sebagai bagian integral dari budaya Bima. Kaitannya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah ada persamaan pada telaah struktur dan fungsi. Namun, sangat berbeda dalam hal konteks pertunjukan dan proses penciptaan yang tidak ada dalam penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dan berbeda dalam hal pemanfaatan dalam proses pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini. Selain itu, ada pula penelitian legenda orang suci yang telah dilakukan terhadap kehidupan dan ajaran yang dikembangkan para sufi. Seperti studi kasus yang difokuskan pada ketokohan Syekh Abdul Muhyi, yang sudah dilakukan oleh Christomi untuk bahan disertasinya di Australian National University, Canberra tahun 2002. Namun, penelitian tersebut hampir seluruhnya dioperasionalkan dengan pendekatan filologis dan antropologis dengan tema utama seputar asalusul tokoh sufi, karya-karya tasawuf yang dihasilkan, jaringan pesantren serta perkembangan tarekat; bukan hanya di Jawa Barat melainkan juga pengaruhnya sampai ke luar Indonesia. Penelitian sejenis lainnya yang pernah dilakukan di daerah Ciamis adalah oleh Maryanti (2011) dengan judul Carita Maung Panjalu: Struktur, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, dan Fungsi. Penelitian tersebut hanya mengkaji cerita prosa rakyat Maung Panjalu dari segi sastra lisannya saja, tidak ada kajian yang mengaitkan dengan nilai budaya, bahan ajar, nilai karakter, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, penelitian yang peneliti lakukan berbeda dengan penelitian tersebut. Penelitian tersebut pun tidak memperlihatkan adanya kaitan
9 nilai budaya yang sangat penting kontribusinya untuk dijadikan bahan ajar yang mengandung nilai-nilai karakter yang bersumber dari keunggulan lokal cerita prosa rakyat dan tidak terlihat usaha proses pembelajarannya. Seperti diungkapkan oleh Hidayat (2012:2), pentingnya mengembangkan bahan ajar yang berkaitan dengan mata pelajaran bahasa Indonesia dengan bertemakan pendidikan karakter. Hal itu dapat dilakukan juga salah satunya dengan mengambil pelajaran nilai luhur budaya bangsa yang terkandung dari dalam cerita rakyat. Dari uraian penelitian terdahulu di atas, penelitian ini tidak hanya mengkaji secara keilmuan murni, tetapi disertai dengan pemanfaatannya dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat dapat dijadikan muatan positif dalam bahan ajar apresiasi sastra yang mengandung nilainilai karakter. 1.2 Fokus Masalah Penelitian Cerita rakyat yang diteliti adalah cerita-cerita rakyat Sunda yang ada di daerah Kabupaten Ciamis. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil cerita rakyat dari tiga tempat, yaitu: Karangkamulyan, Panjalu, dan Kawali. Pemilihan daerah secara khusus ini merupakan pilihan yang cukup praktis bagi peneliti. Hal itu mengingat waktu penelitian yang cukup singkat dan memberikan kesempatan kepada peneliti untuk lebih fokus dalam melakukan penelitian. Peneliti memfokuskan penelitian hanya pada cerita rakyat yang berbentuk legenda dari Kabupaten Ciamis yang terdapat di daerah Karangkamulyan, Panjalu, dan Kawali. Dalam kajiannya difokuskan pada cerita-cerita yang terdapat di
10 tempat tersebut yang berhasil peneliti himpun. Ketiga tempat tersebut dipilih dengan anggapan peneliti pada observasi awal bahwa adanya beberapa kesamaan atau keterkaitan cerita, yaitu cerita prosa rakyat yang berkaitan dengan latar kerajaan yang sarat dengan nilai dan motif tertentu. Data cerita tersebut ada yang dituturkan langsung dan sudah tertuliskan yang terdapat di masing-masing tempat tersebut. Kajian terhadap cerita-cerita rakyat tersebut di antaranya melalui: (1) analisis struktur, konteks situasi, dan fungsi cerita; (2) penggalian nilai-nilai budaya dari dalam cerita; dan (3) pemanfaatan cerita dalam proses pembelajaran bahasa dan sastra, khususnya apresiasi sastra di kelas X MAN Cipasung Kecamatan Singaparna. Dengan melakukan pemanfaatan hasil penelitian dalam pembelajaran bahasa dan sastra, memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan bermanfaat dalam dunia pendidikan. Selain itu, pemilihan kelas X di MAN Cipasung Kecamatan Singaparna cukup memudahkan dan terjangkau dengan jangka waktu penelitian ini, dan sesuai dengan kesempatan yang diberikan oleh pihak Madrasah. Sementara yang berkaitan dengan menguji keefektifan, itu dapat menjadi saran untuk penelitian selanjutnya dan dapat dilakukan juga oleh pihak lain. 1.3 Asumsi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis memiliki beberapa asumsi penelitian atau anggapan dasar untuk lebih menguatkan latar belakang masalah penelitian. Anggapan dasar yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut.
11 1) Pada cerita-cerita rakyat yang terdapat di daerah Karangkamulyan, Kawali, dan Panjalu Kabupaten Ciamis terkandung nilai-nilai budaya. 2) Nilai-nilai budaya tersebut dapat dimanfaatkan atau berkontribusi terhadap pendidikan karakter. 3) Cerita-cerita rakyat tersebut dapat dijadikan sebagai bahan ajar apresiasi sastra 4) Cerita-cerita rakyat tersebut dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran apresiasi sastra. 1.4 Rumusan Masalah Penelitian Setelah memfokusan penelitian, penulis mengarahkan penelitian ini ke dalam pertanyaan berikut. 1) Bagaimana struktur, konteks situasi, dan fungsi cerita rakyat di Kabupaten Ciamis? 2) Bagaimana nilai-nilai budaya tercermin dalam cerita rakyat di Kabupaten Ciamis? 3) Bagaimanakah kontribusi nilai budaya yang tercermin dalam cerita rakyat di Kabupaten Ciamis terhadap nilai-nilai karakter? 4) Bagaimana pemanfaatan cerita rakyat dalam proses pembelajaran apresiasi sastra di MAN Cipasung Kecamatan Singaparna tahun pelajaran 2011/2012? 1.5 Tujuan Penelitian
12 Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui struktur, konteks situasi, dan fungsi cerita rakyat di Kabupaten Ciamis, 2) mengetahui nilai-nilai budaya yang tercermin dalam cerita rakyat di Kabupaten Ciamis, 3) menemukan kontribusi atau andil nilai budaya yang tercermin dalam cerita rakyat di Kabupaten Ciamis terhadap nilai-nilai karakter, dan 4) mendeskripsikan hasil pemanfaatan cerita rakyat dalam proses pembelajaran apresiasi sastra di MAN Cipasung Kecamatan Singaparna tahun pelajaran 2011/2012. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoretis Dalam hal teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang sastra. Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan akan menambah wawasan pengetahuan tentang khazanah sastra Indonesia, khususnya tentang khazanah cerita rakyat di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangan data informasi cerita rakyat serta pembelajarannya di lembaga pendidikan. Oleh karena itu, bagi peneliti lain yang memiliki perhatian besar terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya cerita rakyat, dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan perbandingan, rujukan, serta pemikiran lain dalam pengkajian lainnya.
13 1.6.2 Manfaat Praktis Dalam hal praktisnya, penelitian ini pun dapat bermanfaat bagi masyarakat sendiri supaya cerita-cerita pada masyarakat tidak hilang begitu saja. Hal itu disebabkan sangat besar perannya untuk memberikan pengajaran dan penghiburan yang kini kurang diminati. Dengan demikian, cerita ini dapat diberikan kembali pada generasi berikutnya, baik secara formal dalam pendidikan melalui pemanfaatan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berkarakter serta berlandaskan keunggulan kebudyaan lokal maupun non formal dalam lingkungan masyarakat. 1.7 Definisi Operasional Penelitian Dalam setiap penelitian ada definisi operasional, agar tidak terjadi perbedaan pemahaman penafsiran. Pada bagian ini beberapa istilah penulis definisikan sesuai dengan konteks penelitian yang akan dilakukan. 1) Penggalian dalam penelitian ini adalah suatu upaya mencari atau menemukan sesuatu. 2) Nilai-nilai Budaya dalam penelitian ini merupakan nilai-nilai keseluruhan sistem berpikir, religi, pandangan hidup, moral, norma, dan keyakinan manusia, yang mewujud dalam lima pilar utama yaitu hubungan: manusia dengan Penciptanya; manusia dengn sesama makhluk; manusia dengan karyanya; manusia dengan alam; dan manusia dengan waktu.
14 3) Cerita rakyat di Kab. Ciamis dalam penelitian ini adalah kisahan yang biasanya beredar secara lisan dan juga tertuliskan yang berlatarkan kerajaan yaitu di daerah Karangkamulyan, Kawali, dan Panjalu. 4) Kontribusi dalam penelitian ini adalah sumbangan atau andil terhadap sesuatu. 5) Bahan ajar apresiasi sastra dalam penelitian ini adalah muatan materi pelajaran yang dijadikan sebagai upaya mengembangkan potensi keterampilan, rasa cinta, dan penghargaan peserta didik terhadap karya sastra Indonesia sebagai bagian dari budaya warisan leluhur yang kaya dengan nilai-nilai yang positif sehingga membekas dalam diri peserta didik. 6) Nilai-nilai karakter dalam penelitian ini adalah nilai-nilai karakter yang dapat membantu menjadikan peserta didik (dengan sadar, sistematis, dan terencana) terbiasa menjalankan nilai dasar yang sangat penting untuk dibiasakan, sehingga terpatri dalam diri yang mewujud baik dalam pikiran maupun tindakan, bersama-sama baik peserta didik maupun pendidik. 7) Proses pembelajaran dalam penelitan ini adalah upaya pemanfaatan atau pelaksanaan atas hasil kajian yang telah dilakukan ke dalam proses pembelajaran apresiasi sastra. 1.8 Paradigma Penelitian Paradigma ini adalah pola pikir yang dilakukan oleh peneliti. Paradigma dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema di bawah ini.
15 Teori Folklor Teori Budaya, Pendidikan Karakter Sastra Lisan (Cerita Rakyat) Analisis Struktur, Konteks Situasi, Fungsi, dan Nilai Budaya Kontribusi Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Terhadap Nilai-Nilai Karakter Bahan Ajar Apresiasi Sastra yang Mengandung Nilai-Nilai Karakter dan Proses Pembelajaran Apresiasi Sastra Standar Kompetensi: Mendengarkan 13. Memahami cerita rakyat yang dituturkan Kompetensi Dasar: 13.1 Menemukan halhal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman Kompetensi Dasar: 13.2 Menjelaskan hal-hal yang menarik tentang latar cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman Bagan 1.1 Paradigma Penelitian