BAB I PENDAHULUAN. komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli

I. PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Sebagian besar masyarakat Indonesia banyak menggunakan tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. alami untuk pembuatan obat, pestisida, parfum, penyedap rasa dan zat

BAB I PENDAHULUAN. kedelai di Indonesia semakin meningkat seiring kesadaran masyarakat akan peran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

BAB I PENDAHULUAN. kepopulerannya di masyarakat semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. sintetis dan mulai beralih dengan mengkonsumsi obat-obatan herbal.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam tanaman, salah satunya adalah tanaman stevia (Stevia

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. memberikan sensasi seperti terbakar (burning sensation) jika kontak dengan

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu perbedaan pemberian konsentrasi ion logam Cu 2+

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Santika Febri Wardani, 2015

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB I PENDAHULUAN. telah lama dilakukan masyarakat Indonesia (Rahayu, dkk., 2002). Khasiat

SKRIPSI KECEPATAN INDUKSI KALUS DAN KANDUNGAN EUGENOL SIRIH MERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

BAB I PENDAHULUAN. Firman Allah dalam Surat Asy-Syu araa (26):7 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Biosaintifika 4 (2) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

BAB I PENDAHULUAN. sandang dan papan. Allah Subhanahu Wa Ta ala berfirman dalam surat Ali-Imran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pertumbuhan Beberapa Kalus Varietas Kedelai Pada Media

ginsenosides yaitu komposisi utama bioaktif (Jo et al., 1995; Sticher, 1998;

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

Tugas Kelompok. Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat. Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ( ), dan 14 hari ( )

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tugas Akhir - SB091358

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber plasma nutfah yang bernilai tinggi. Sejak lama telah diketahui

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L.

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

TINJAUAN PUSTAKA. Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan. klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae;

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora

Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

A Study of forming cell suspension culture Camelia sinensis and the detection of secondary metabolite Epicathecin Gallate ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Jati Emas (Cordia subcordata) kultur in vitro dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar.

SKRIPSI ANALISIS KANDUNGAN FLAVONOID DAN ALKALOID PADA KALUS. TANAMAN POHPOHAN (Pilea trinervia W.) YANG DIINDUKSI DENGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella alpine Molk.) merupakan tanaman herba komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman tersebut merupakan tanaman asli Indonesia yang hidup secara endemic di daerah pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango di Jawa Barat, dan area pegunungan di Jawa Timur. Bagian dari tanaman Purwoceng yang dikenal memiliki beragam manfaat adalah akar. Khasiat obat yang dihasilkan dari akar tanaman Purwoceng diantaranya adalah sebagai obat afrodisiak dan melancarkan peredaran darah karena khasiat obat yang dikandungnya sehingga menjadikan tanaman purwoceng bernilai ekonomis tinggi. Allah SWT telah berfirman dalam surat Asy-syu ara /26 ayat 7 : Artinya : Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yangbaik?(qs. Asy-Syu araa /26 :07) Surat di atas menerangkan bahwa segala macam tumbuhan yang telah diciptakan di muka bumi ini sesuai dengan manfaat masing-masing, begitu juga dengan purwoceng yang memiliki berbagai fungsi sebagai obat antara lain merupakan tanaman khas jawa tengah, dimana tumbuhan ini dapat 1

2 meningkatkan vitalitas (afrodisiak) telah diteliti dan telah diformulasikan. Pada umumnya tumbuhan yang mempunyai khasiat sebagai afrodisiak mengandung senyawa tertentu misalnya saponin, alkaloid, senyawa yang berkaitan dengan steroid dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh dan pelancar peredaran darah Populasi Purwoceng sudah langka karena mengalami erosi genetik besar-besaran. Berdasarkan status erosi genetik, tanaman Purwoceng dikategorikan genting (endangered) atau hampir punah (Rivai et al., 1992). Menurut Convention on International Trading in Endangered Species (CITES), tanaman tersebut dimasukkan dalam Apendiks I sehingga tanaman ini sangat dilindungi. Oleh sebab itu upaya untuk konservasi dan perbanyakan jenis tanaman ini perlu dilakukan untuk pengembangan di masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan pengobatan. Darwati (2012) menjelaskan bahwa purwoceng memiliki beberapa senyawa aktif yan berfungsi untuk berbagai macam penyakit seperti afrodisiak, meningkatkan hormon estrogen dan lain sebagainya. Penelitian uji fitokimia pada akar purwoceng diketahui terdapat bahwa pada akar purwoceng terdapat senyawa fitokimia berupa alkaloid, triterpenoid, flavaniod, steroid (stigmasterol dan sitosterol) dan glikosida. Kultur jaringan merupakan sumber alternatif dalam menghasilkan substansi bioaktif tanaman. Bioteknologi dengan mengkultur tanaman (in vitro) memberikan beberapa keuntungan daripada kultivasi secara konvensional (in vivo). Kelebihan secara in vitro yaitu tidak dipengaruhi oleh

3 iklim dan membutuhkan ruang yang tidak begitu luas dari pada secara in vivo (Georgive et al., 2008). Penggunaan metabolit sekunder semakin meningkat seperti dibidang farmakologi (obat-obatan) dan industri makanan (pewarna). Molekul ini telah diketahui memiliki peranan penting dalam adaptasi tanaman pada lingkungan (Mulabagal and Tsay, 2004). Beberapa metode kultur jaringan yang digunakan untuk menghasilkan metabolit sekunder antara lain kultur rambut akar (hairy root), suspensi sel, dan kalus (Georgive et al., 2008). Menurut Sudarmadji (2003), kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel yang membelah diri dan terdiri atas sel parenkim (Slater et al., 2003). Menurut Stafford dan Warren (1991), kelebihan penggunaan kultur jaringan dengan menggunakan kalus adalah pada kultur kalus penampakan morfologi lebih mudah diamati, terutama warna sehingga penggunaan kultur dengan kalus sesuai dalam memproduksi zat warna atau pigmen yang berasal dari tanaman. Kultur kalus juga digunakan untuk menginisiasi kultur suspensi sel pada media cair. Menurut Saito and Mizukami (2002), pada kultur kalus terdapat beberapa faktor yang dibutuhkan terutama dalam optimalisasi produksi metabolit sekunder, yaitu zat pengatur tumbuh (ZPT), nutrisi medium (nitogen, fosfat, sukrosa, ion Cu 2+ ), elisitor, faktor fisika (cahaya, temperatur, ph, aerasi, kepadatan sel), dan faktor biologi (variasi sel, kemampuan biosintesis). ZPT yang digunakan pada medium primer dalam pembentukan kalus sering digunakan berupa sitokinin (BAP, BA, kinetin) dan auksin (IAA,

4 NAA, atau 2,4-D). Pada konsentrasi antara auksin dengan sitokinin yang seimbang akan menginduksi kalus (Gurel et al., 2000). Penumbuhan kalus purwoceng dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan senyawa aktif yang terdapat di dalam eksplan kalus purwoceng, beberapa penelitian menunjukkan bahwa metabolit sekunder yang di hasilkan dengan menggunakan teknik kultur jaringan lebih tinggi dari yang didapatkan dari tanaman di lapang. Menurut Siregar (2006) dengan penelitiannya mengenai metabolit sekunder pada Eurycoma longifolia Jack menyatakan bahwa melalui kultur kalus didapatkan kandungan fitokimia yang lebih tinggi dari tanaman induknya yaitu dapat dihasilkan sekitar ±0,018-0,078% 9- Hidroksi-kantin-6-on dan ±0,013-0,085% 9-metoksi-kantin-6-on dari eksplan daun sedang dari tanaman induk hanya didapatkan ±0,003-0,004% 9- Hidroksi-kantin-6-on dan ± 0,004-0,014 9-metoksi-kantin-6-on. Di perkuat juga dengan penelitian Zhao et al. (2001) yang melaporkan bahwa kalus yang berasal dari eksplan daun Saussurea medusa dalam medium padat MS + 0,2 mg/l BAP + 2 mg/l NAA menghasilkan senyawa jaseosidin yang lebih tinggi dibanding dengan tumbuhan induk. Menurut Mantell & Smith (1993), kandungan metabolit sekunder dalam beberapa kultur kalus dan kultur sel masih relatif rendah. Oleh karena itu diperlukan metode dalam kultur jaringan yang dapat meningkatkan kandungan metabolit sekunder termasuk bahan bioaktif tumbuhan. Salah satu teknik yang telah berkembang adalah teknik elisitasi. Menurut Sutini (2008), akumulasi metabolit sekunder secara in vitro dapat ditingkatkan dengan

5 menggunakan berbagai cara diantaranya dengan memberikan perlakuan radiasi, sinar, diberi pathogen misalnya jamur, pertumbuhan diganggu lewat pengurangan nutrisi, pemberian senyawa toksik berupa ion logam Cu 2+, Mg 2+, Zn, dan lainnya (Mondal, 2004). Elisitasi merupakan teknik untuk menginduksi secara simultan pembentukan fitoaleksin, metabolit sekunder konstitusif atau metabolit sekunder lain yang tidak terakumulasi secara normal. Elisitasi dapat juga dilakukan dengan menambahkan elisitor. Elisitor merupakan senyawa biologis dan non biologis yang dapat menyebabkan peningkatan produksi fitoaleksin (Buitelaar et.al., 1991). Elisitor merupakan faktor eksternal yang digunakan untuk meningkatkan metabolit sekunder (Siregar, 2006). Elisitor terdiri dari dua kelompok yaitu elisitor abiotik yang berasal dari senyawa anorganik seperti etana, sinar UV, temperature ekstrim, dan logam berat, sedangkan elisitor biotik dapat dikelompokkan menjadi elisitor endogen dan elisitor eksogen. Elisitor endogen umumnya berasal dari bagian tumbuhan itu sendiri dan elisitor eksogen berasal dari luar tumbuhan. Ion logam Cu 2+ merupakan mikronutrien esensial bagi seluruh mahluk hidup serta kofaktor dari banyak enzim serta memiliki peranan penting dalam transport electron, reaksi redoks dan berkaitan dalam berbagai jalur metabolisme. Reaksi redoks dan homeostasis ion logam memiliki kaitan dan menyebabkan stress oksidatif. Sehingga pada penelitian Ali et al (2006) menyatakan bahwa pemberian ion logam Cu 2+ dapat meningkatkan metabolit sekunder dalam kultur jaringan.

6 Ion logam Cu 2+ diperlukan karena berperan dalam proses enzimatis seperti cytochrom oxsidase, ascorbic acid oxsidase, dan sebagai stress oksidatif pada tanaman terhadap cekaman. Menurut Muryanti (2005) ion Cu 2+ berperan dalam respon pertahanan diri pada tanaman dengan cara menginduksi gen dan meningkatkan jalur pembentukan metabolit sekunder. Elisitor abiotik ini sebagai signal tranduksi pada sistem pertahanan diri tanaman terhadap stress akibat adanya cekaman lingkungan pertumbuhan. Selain itu menurut Hudoyono (2004) elisitor Cu 2+ berperan sebagai kofakor enzim yang akan menempel pada sisi non protein pada enzim sebagai pemacu metabolisme metabolit sekunder jenis terpnoid, steroid, dari jalur isoprene. Penelitian yang menggunakan penambahan ion Cu 2+ juga dilakukan oleh Ali et al., 2006 pada kultur panax ginseng yang dapat meningkatkan kadar ginsenosida (triterpen saponin) pada penambahan Cu 2+ dengan konsentrasi 25µM. Selain itu juga dilakukan penambahan ion Cu 2+ pada hasil kalus pegagan (Centella asiatica) oleh Oktafiana (2010) yang menunjukkan bahwa peningkatan campuran triterpenoid terjadi pada konsentrasi Ion Cu 2+ 15µM, 20 µm, 25 µm, dan 30 µm. Pada kultur suspensi sel pegagan juga ditambahkan ion Cu 2+ yang dikombinasikan dengan metal jasmonat menunjukkan pada penambahan 25µM di hari ke-21 dapat meningkatkan 6,76 kali senyawa asiatioksida dibandingkan dengan control suspense sel (Bulan, 2006). Pemberian Cu 2+ juga di gunakan dalam peningkatan senyawa isoflavon dengan menggunakan metode kultur jaringan antara lain pada Camelia

7 sinensis L. yaitu dengan menambahkan 5 ppm Cu 2+ dapat meningkatkan 12,5% senyawa flavon-3-ol dibandingkan dengan kalus tanpa penambahan elisitor io logam Cu 2+, hal ini dikarenakan ion Cu 2+ yang mengaktivasi enzim lipoxigenase pada membrane sel dalam kalus (Sutini,2008). Selain itu juga dilakukan pada kedelai sebagai elisitor peningkatan senyawa isoflavon baik genstein dan deidzein, dengan menggunakan Cu 2+ pada taraf 0,0125, 0,0250, dan 0,375 ppm dapat disimpulkan bahwa pada penambahan 0,0125 ppm dapat dihasilkan senyawa isoflavon tertinggi dari jenis genstein dan deidzein (Rahayu, 2009). Dengan konsep pemberian elisitor sebagai pemacu peningkatan kadar metabolit sekunder zat pengatur tumbuh dan pengujian senyawa metabolit sekunder dalam tehnik kultur jaringan maka dilakukan penelitian tentang Pengaruh pemberian ion logam Cu 2+ terhadap perkembangan dan kendungan metabolit sekunder (stigmasterol dan sitosterol) kalus purwoceng (Pimpinella alpine Molk.) secara in vitro 1.2 Rumusan Masealah 1. Bagaimana pengaruh pemberian beberapa konsentrasi ion logam Cu 2+ terhadap perkembangan kalus purwoceng secara in vitro? 2. Bagaimana pengaruh pemberian beberapa konsentrasi ion logam Cu 2+ terhadap kandungan metabolit sekunder kalus purwoceng secara in vitro?

8 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pemberian beberapa konsentrasi ion logam Cu 2+ terhadap perkembangan kalus purwoceng secara in vitro. 2. Mengetahui pengaruh pemberian beberapa konsentrasi ion logam Cu 2+ terhadap kandungan metabolit sekunder kalus purwoceng secara in vitro. 1.4 Hipotesis 1. Ada pengaruh pemberian beberapa konsentrasi ion logam Cu 2+ terhadap perkembangan kalus purwoceng (Pimpinella alpine Molk.) secara in vitro. 2. Ada pengaruh pemberian beberapa konsentrasi ion logam Cu 2+ terhadap kandungan metabolit sekunder kalus purwoceng secara in vitro. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadikan dasar penelitian lebih lanjut tentang perkembangan kalus purwoceng dengan pemberian ion logam Cu 2+. 2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai upaya memproduksi metabolit sekunder yang lebih tinggi sehingga bermanfaat untuk industri farmasi. 1.5 Batasan Masalah 1. Penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh pertumbuhan kalus purwoceng dan uji fitokimia hasil metabolit sekunder dari kalus purwoceng yang dihasilkan.

9 2. Kalus yang digunakan berasal dari induksi kalus dengan menggunakan 2,4-D 6mg/l didapatkan dari penelitian pendahuluan. 3. Media tanam yang digunakan adalah jenis media MS (Murashige & skoog). 4. Penggunaan ion logam Cu 2+ dengan konsentrasi 20µM, 30µM, dan 40µM serta konsentrasi 0µM sebagai control dan bertujuan untuk meningkatkan kadar metabolit sekunder pada hasil kalus purwoceng 5. Perkembangan kalus yang diamati terdiri dari warna kalus, tekstur kalus sebagai data kualitatif dan berat kalus sebagai data kuantitatif serta pengukuran kadar metabolit sekunder. 6. Pengukuran kadar hasil metaboit sekunder terdiri dari pengamatan kadar senyawa stigmasterol, dan sitostrerol secara kuantitatif dengan menggunakan metode kromatografi kolom.