Tugas Kesehatan Keluarga Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Dengan Pendekatan Health Belief Model

dokumen-dokumen yang mirip
Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

Dukungan Keluarga Dalam Perawatan Pasien Gangguan Jiwa Dengan Pendekatan Health Promotion Model

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mentalnya bertambah, pada masa ini juga anak-anak sudah mulai. mengenal dunia luar sehingga pada masa ini anak-anak sangat rentan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Fajarina Lathu INTISARI

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

Rezki Putri, 1 Zaira Naftassa. 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD. Asep Irfan (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

PENYULUHAN KESEHATAN RUTIN PUSKESMAS UNTUK MENCEGAH SEKOLAH DASAR DENGAN KEJADIAN DBD DI KOTA MADIUN TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAWANGKO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

THE RELATIONSHIP BETWEEN COMMUNITY KNOWLEDGE AND ATTITUDE IN PREVENTING DENGUE FEVER (DF) AT LAMBRO BILEU VILLAGE, KUTA BARO-ACEH BESAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN TINDAKAN 3M PLUS TERHADAP KEJADIAN DBD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN KEBERADAAN LARVA DI KELURAHAN KASSI-KASSI KOTA MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PANCORAN MAS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

¹STIKES Nani Hasanuddin Makassar ²STIKES Nani Hasanuddin Makassar ³STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

HUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Chikungunya DI KOTA PADANG. Mahaza, Awaluddin,Magzaiben Zainir (Poltekkes Kemenkes Padang )

Riset Informasi Kesehatan, Vol. 6 No.1 Juni Hubungan pengendalian jentik berkala dengan kejadian kasus DBD di puskesmas Kebun Handil Kota Jambi

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

Transkripsi:

Tugas Kesehatan Keluarga Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Dengan Pendekatan Health Belief Model The Family Health Task In Prevention Of Dengue Hemorrhagic Fever With Health Belief Model Approach Said Devi Elvin 1, Mulyadi 2, Hajjul Kamil 3 1 Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala., 2 Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala., 3 Bagian Manajemen Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Abstrak Kasus DBD di Kota Banda Aceh terus mengalami peningkatan dengan jumlah kasus pada tahun 2015 adalah 299 kasus dan kecamatan yang paling banyak penderita DBD adalah Kecamatan Banda Raya, yaitu 48 kasus. Peningkatan kasus DBD ini sangat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap tindakan pencegahan DBD. Salah satu model yang dapat memprediksi perilaku masyarakat terhadap pencegahan DBD tersebut adalah Health Belief Model (HBM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi keluarga terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh. Desain penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional study. Populasi penelitian adalah Keluarga di 3 desa dalam Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya, yaitu Geucue Kayee Jato, Peunyerat dan Lampeuot yang berjumlah 1.113 KK dengan jumlah sampel 92 keluarga yang dipilih dengan teknik proportionate stratified random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dan dianalisa dengan statistik univariat, bivariat dan mulitivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi keluarga tentang kerentanan penyakit DBD (perceived susceptibility to diseases) dan persepsi keluarga tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD (pvalue 0,012 dan 0,000 < 0,05). Sedangkan persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) dan persepsi keluarga tentang hambatan dalam tindakan pencegahan DBD (perceived barriers to preventive action) tidak memberikan pengaruh terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD (pvalue 0,259 dan 0,230 > 0,05). Kata kunci : persepsi, tugas kesehatan, keluarga, DBD. Abstract Dengue cases in Banda Aceh has increased with the number of cases in 2015 was 299 and districts with the highest dengue cases is Banda Raya, as many as 48 cases. The increase in dengue cases is influenced by the public perception of dengue prevention. A model that can predict the public perception of the dengue prevention is the Health Belief Model (HBM). The purpose of this study to determine the effect of family perception of the health tasks for the prevention of dengue in Puskesmas Banda Raya Banda Aceh through HBM approach. Design research is analytic survey with cross sectional study. The study population was 1,113 Families in 3 villages (Geucue Kayee Jato, Peunyerat and Lampeuot). The sample size is 92 families were selected by proportionate stratified random sampling technique. Data were collected by questionnaire and statistical analysis using univariate, bivariate and mulitivariat. The research results showed that the perceived susceptibility to diseases and the perceived benefits of preventive action have a significant influence on the family health task in the prevention of dengue fever (p value 0.012 and 0.000 <0.05). While the perceived seriousness of diseases and perceived barriers to preventive action does not affect on the family health task in the prevention of dengue fever (p value 0.259 and 0.230> 0.05). Keywords : perception, health task, family, DHF. Korespondensi: * Said Devi Elvin, Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas...Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Email: sd_elvin@yahoo.com

Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit arboviral dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang meningkat secara signifikan pada daerah tropis dan sub tropis di seluruh dunia. Insiden DBD telah meningkat 30 kali lipat serta mengalami ekspansi geografis ke negara-negara baru serta dari perkotaan ke pedesaan. Sekitar 2,5 miliar orang atau lebih dari 40% populasi dunia saat ini menghadapi risiko DBD. World Health Organization (WHO) melaporkan ada 50 juta sampai 100 juta kejadian infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun (WHO, 2013). Awalnya penyakit DBD hanya terjadi pada sembilan negara dan menjadi epidemi pada tahun 1970. Akan tetapi saat ini DBD menjadi endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan daerah Pasifik Barat merupakan wilayah yang terkena dampak DBD paling serius. Kasus DBD di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melampaui 1,2 juta kasus pada tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta pada tahun 2010. Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan terus meningkat. Pada tahun 2010, Amerika saja melaporkan 1,6 juta kasus demam berdarah dan 49.000 kasus diantaranya merupakan DBD berat (WHO, 2013). Kasus DBD di Indonesia menurut Dirjen. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI (2016), mengatakan bahwa pada tiga bulan terakhir tahun 2015, jumlah kasus DBD cenderung menurun dengan rentang 1.104 dan 3.219 kasus. Dibandingkan data tahun 2014, jumlah kasus dalam tiga bulan terakhir jauh lebih rendah. Jumlah kasus di tahun 2014 pada tiga bulan tersebut, sebanyak 8.149 kasus (Oktober 2014), 7.877 kasus (November 2014), 7.856 (Desember 2014). Jumlah ini menurun dalam rentang waktu yang sama di 2015, yaitu 3.219 kasus (Oktober 2015), 2.92 kasus (November 2015) dan 1.104 (Desember 2015). Jumlah kematian pada tahun 2015 lebih rendah dibanding tahun 2014, yaitu 81 kasus turun menjadi 32 kasus (Oktober), 66 kasus menjadi 37 kasus (November), dan 50 kasus menjadi 31 kasus (Desember). Pada tahun 2015 dilaporkan terjadi 5 kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di tiga provinsi, yaitu Sumatera Barat, Maluku, dan Sulawesi Tengah dengan jumlah kasus 45 dan kematian 7 atau 15,5%. Sementara kejadian di 2016, menurut Subuh, belum ada laporan yang masuk dari daerah. Umumnya, data untuk bulan tertentu akan masuk pada

tanggal 15 bulan berikutnya. Meskipun kasus DBD cenderung menurun, akan tetapi sebanyak 511 kabupaten/kota berpotensi terjadinya DBD dan 244 kabupaten/kota di antaranya sudah terjadi kasus atau endemis (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Kasus penyakit DBD di Provinsi Aceh setiap tahun terus meningkat, disebabkan masih kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Meningkatnya angka penderita DBD di Aceh, tidak lepas dari kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungannya. Pada tahun 2014 ditemukan 2.208 penderita DBD dan tujuh orang diantaranya meninggal dunia. Kasus DBD di Provinsi Aceh pada tahun 2014 berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Aceh (2015) sebanyak 2.269 kasus dan yang meninggal sebanyak 7 orang. Pada tahun 2014, sebanyak 833 penduduk Aceh di 23 kabupaten/kota terjangkit DBD. Penderita terbanyak adalah kelompok remaja (usia 15-20 tahun), mencapai 546 orang. Sedangkan kelompok usia di bawahnya hanya 287 orang yang terjangkit DBD (Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2013). DBD di Kota Banda Aceh menunjukkan tren meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Trend kasus DBD di Kota Banda Aceh diketahui dari tahun 2005 sampai 2007 mengalami peningkatan dengan jumlah tertingi 851 pada tahun 2007, dan terus menurun pada tahun 2008 menjadi 593 kasus dan tahun 2009 sebanyak 313 kasus. Namun jumlah kasus DBD kembali meningkat pada tahun 2010 sebanyak 759 kasus, tahun 2011 sebanyak 382 kasus dan tahun 2012 sebanyak 506 kasus. Pada tahun 2013 kasus DBD sebanyak 258 kasus dan tahun 2014 meningkat kembali menjadi 299 kasus dengan kecamatan yang paling banyak penderita DBD adalah Kecamatan Banda Raya, yaitu 48 kasus (BPS Kota Banda Aceh, 2015). Kejadian DBD di Kota Banda Aceh sering mengalami fluktuasi setiap tahunnya dan sempat mengalami penurunan pada tahun 2008 sampai 2009 sejak Pemerintah Aceh melaksanakan Program DBD Watches pada tahun 2007. Namun setelah program tersebut dihentikan pada tahun 2010, kasus DBD kembali meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberantasan DBD di Kota Banda Aceh telah dilaksanakan oleh pemerintah secara maksimal. Berbagai program dan dukungan anggaran yang banyak telah diberikan oleh pemerintah. Namun setelah program DBD Watches dihentikan, kasus DBD kembali meningkat secara signifikan (Dinkes Kota Banda Aceh, 2013).

Kejadian DBD di Kota Banda Aceh saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, bukan hanya jumlah kasus DBD yang terus meningkat dan menyebar ke daerah baru, akan tetapi kemungkinan ledakan wabah yang akan terjadi apabila tidak dilakukan tindakan preventif yang tepat. Daerah perkotaan selalu memiliki jumlah kasus DBD yang tinggi. Faktor utama karena kepadatan dan mobilitas masyarakat yang tinggi, serta pembangunan yang intensif. Faktor tersebut menyebabkan buruknya sanitasi lingkungan dan menyebabkan terbentuknya tempat perindukan bagi nyamuk Aedes aegypti. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 75% kasus DBD dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku masyarakat yang kurang dan juga partisipasi masyarakat yang sangat rendah dalam pencegahan DBD melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M Plus (Dinkes Kota Banda Aceh, 2013). Berdasarkan uraian di atas, maka diketahui bahwa faktor utama dalam pencegahan dan pemberantasan DBD adalah prilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan yang dapat mencegah berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Walaupun berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah seperti program DBD Watches, akan tetapi jika perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan masih kurang maka akan sulit untuk memberantas DBD secara tuntas. Salah satu model yang dapat memprediksi perilaku kesehatan (health behavior) masyarakat terhadap pencegahan DBD tersebut adalah Health Belief Model (HBM) yang pertama sekali dikembangkan pada tahun 1950-an oleh psikolog sosial Hochbaum, Rosenstock dan Kegels dari Amerika Serikat. HBM menghasilkan serangkaian pola persepsi yang menimbulkan kemungkinan perilaku tindakan pencegahan (Glanz. K, et al, 2008). Aplikasi HBM dalam penelitian perilaku masyarakat dalam pencegahan DBD menurut Hayden (2009) mampu memprediksi kemungkinan tindakan pencegahan untuk kesehatan (likelihood of taking recommended preventive health action) berdasarkan hasil kajian terhadap persepsi masyarakat tentang kerentanan terhadap penyakit (perceived susceptibility to diseases), persepsi terhadap keseriusan penyakit (perceived seriousness of diseases), persepsi terhadap manfaat tindakan pencegahan (perceived benefits of preventive action) dan persepsi terhadap hambatan dalam tindakan pencegahan (perceived barriers to preventive action). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi keluarga terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan

DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh dengan menggunakan pendekatan Helath Belief Model. Metode Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional study. Populasi penelitian adalah Keluarga di 3 desa dalam Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya, yaitu Geucue Kayee Jato, Peunyerat dan Lampeuot yang berjumlah 1.113 KK. Jumlah sampel 92 keluarga yang dipilih dengan teknik proportionate stratified random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dan dianalisa dengan statistik univariat, bivariat dan mulitivariat. Hasil Tabel 1. Pengaruh Persepsi Keluarga tentang Kerentanan Penyakit DBD (Perceived Susceptibility to Diseases) terhadap Tugas Kesehatan dalam Pencegahan DBD. Tugas Kesehatan Kerenta- Total P Baik Kurang α nan Value f % f % f % Baik 48 87,3 7 12,7 55 100 0,05 0,000 Kurang 14 37,8 23 62,2 37 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 55 kepala keluarga dengan persepsi yang baik tentang kerentanan terhadap penyakit DBD, 48 kepala keluarga (87,3%) melaksanakan tugas kesehatan keluarga dengan baik dalam melakukan pencegahan DBD. Selanjutnya juga diketahui bahwa dari 37 kepala keluarga dengan persepsi yang kurang tentang kerentanan terhadap penyakit DBD, 23 kepala keluarga (62,2%) diantaranya masih kurang dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga dalam melakukan pencegahan DBD. Hasil uji chi-square menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi keluarga tentang kerentanan penyakit DBD (perceived susceptibility to diseases) terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD dengan nilai p value 0,000 < 0,05. Tabel 2. Pengaruh Persepsi Keluarga tentang Keseriusan Penyakit DBD (Perceived Susceptibility to Diseases) terhadap Tugas Kesehatan dalam Pencegahan DBD. Keseriusan Tugas Kesehatan Baik Kurang Total f % f % f % α P Value Baik 46 76,7 14 23,3 60 100 0,05 0,012 Kurang 16 50,0 16 50,0 32 100 Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari 60 kepala keluarga dengan persepsi yang baik tentang keseriusan penyakit DBD, 46 kepala keluarga (76,7%) melaksanakan tugas kesehatan keluarga dengan baik dalam melakukan pencegahan DBD. Selanjutnya juga diketahui bahwa dari 32 kepala keluarga dengan persepsi yang kurang tentang keseriusan penyakit DBD, 16 kepala keluarga (50,0%) diantaranya masih kurang dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga

dalam melakukan pencegahan DBD. Hasil uji chi-square diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD dengan pvalue 0,012 < 0,05. Tabel 3. Pengaruh Persepsi Keluarga tentang Manfaat Tindakan Pencegahan DBD (Perceived Benefits of Preventive Action) terhadap Tugas Kesehatan dalam Pencegahan DBD. Tugas Kesehatan Total Keseriusan Baik Kurang f % f % f % Baik 50 86,2 8 13,8 58 100 Kurang 12 35,3 22 64,7 34 100 α P Value 0,05 0,000 Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari 58 kepala keluarga dengan persepsi yang baik tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action), 50 kepala keluarga (86,2%) melaksanakan tugas kesehatan keluarga dengan baik dalam melakukan pencegahan DBD. Selanjutnya juga diketahui bahwa dari 34 kepala keluarga dengan persepsi yang kurang tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action), 22 kepala keluarga (64,7%) diantaranya masih kurang dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga dalam melakukan pencegahan DBD. Hasil uji chi- diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi keluarga tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action) terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD dengan pvalue 0,000 < 0,05. Tabel 4. Pengaruh Persepsi Keluarga tentang Hambatan dalam Tindakan Pencegahan DBD (Perceived Barriers to Preventive Action) terhadap Tugas Kesehatan dalam Pencegahan DBD Tugas Kesehatan Total Keseriusan Baik Kurang f % f % f % Baik 47 83,9 9 16,1 56 100 Kurang 15 41,7 21 58,3 36 100 α P Value 0,05 0,000 Tabel 4 di atas diketahui bahwa dari 56 kepala keluarga dengan persepsi yang baik tentang hambatan dalam tindakan pencegahan DBD (perceived barriers to preventive action), 47 kepala keluarga (83,9%) melaksanakan tugas kesehatan keluarga dengan baik dalam melakukan pencegahan DBD. Selanjutnya juga diketahui bahwa dari 36 kepala keluarga dengan persepsi yang kurang tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action), 21 kepala keluarga (58,3%) diantaranya masih kurang dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga dalam melakukan pencegahan DBD. Hasil uji chi-square diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi keluarga tentang hambatan dalam tindakan pencegahan DBD (perceived barriers to preventive action) terhadap tugas kesehatan

dalam pencegahan DBD 0,000< 0,05. dengan pvalue Tabel 5. Hasil Uji Binary Logistic Regression B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) Step Kerentanan(1) 2,554 1,012 6,368 1,012 2,078 1 a Keseriusan(1) 1,079,955 1,276 1,259 0,943 Manfaat1(1) 2,118,600 12,467 1,000 3,120 Hambatan1(1) -,814,678 1,440 1,230 0,443 Constant 1,548,576 7,212 1,007 4,703 a. Variable(s) entered on step 1: Kerentanan, Keseriusan, Manfaat, Hambatan. Berdasarkan tabel 5 di atas, maka diketahui bahwa dari 4 (empat) variabel independen, terdapat 2 (dua) variabel independen yang berpengaruh secara signifikan, yaitu persepsi keluarga tentang kerentanan penyakit DBD (perceived susceptibility to diseases) dan persepsi keluarga tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action) terhadap variabel dependen, yaitu tugas kesehatan keluarga dalam pencegahan DBD, dengan nilai signifikan (p value) sebesar 0,012 dan 0,000 < 005. Sedangkan 2 (dua) variabel lainnya, yaitu persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) dan persepsi keluarga tentang hambatan dalam tindakan pencegahan DBD (perceived barriers to preventive action) tidak membeikan pengaruh terhadap tugas kesehatan keluarga dalam pencegahan DBD, dengan nilai signifikan (p value) adalah 0,259 dan 0,230 > 0,05. Pembahasan Hasil penelitian pada tabel 5 diketahui bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel persepsi keluarga tentang kerentanan penyakit DBD (perceived susceptibility to diseases) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD dengan besar pengaruh tersebut adalah 2,708 kali. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebahagian besar keluarga merasa rentan atau beresiko untuk terkena penyakit DBD, sehingga mereka melakukan tugas kesehatan keluarga untuk pencegahan agar tidak terkena DBD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Hochbaum, Rosenstock dan Kegels (dalam Jones & Bartlett, 2008), yaitu persepsi kerentanan mencakup perkiraan tentang kerentanan terhadap penyakit dan salah satu persepsi yang lebih kuat dalam mempromosikan orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Yap (1993, dalam Jones & Bartlett, 2008) juga mengatakan bahwa ketika seseorang percaya bahwa mereka berisiko terkena penyakit, maka mereka akan melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi. Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki risiko rendah untuk terkena suatu penyakit, maka mereka cenderung untuk berperilaku tidak sehat. Misalnya orang dewasa yang lebih tua umumnya tidak menganggap diri mereka berisiko terkena DBD, sehingga mereka tidak melakukan upaya maksimal untuk mencegah

berkembangnya nyamuk Aedes aegypti, seperti memberantas sarang nyamuk buatan manusia yang berasal dari sampah kaleng, ban bekas atau wadah penampungan air bersih lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas kesehatan dalam bentuk praktik pencegahan demam berdarah melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M Plus akan dilakukan oleh keluarga apabila keluarga merasa rentan atau beresiko untuk terkena gigitan nyamuk aedes aegipty dan menderita demam berdarah dengue. Temuan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh dalam menyusun program promosi kesehatan terkait dengan demam berdarah kepada masyarakat. Hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 diketahui bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) secara terpisah (parsial) dari variabel independen lainnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit DBD. Akan tetapi secara simultan atau bersama-sama dengan variabel lainnya, persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) tidak memberikan pengaruh yang bermakna dibandingkan dengan variabel independen lainnya terhadap tugas kesehatan keluarga dalam pencegahan terhadap penyakit DBD Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebahagian besar keluarga belum menganggap penyakit DBD merupakan penyakit yang serius atau parah. Persepsi terhadap keseriusan/keparahan penyakit (perceived seriousness/severity of diseases) menurut Mc Cormick dan Brown (1999 dalam Jones & Bartlett, 2008) merujuk pada keyakinan individu tentang keseriusan dan tingkat keparahan dari suatu penyakit. Jika melihat hasil penelitian di atas, maka sebahagian besar keluarga yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh belum menganggap penyakit DBD sebagai penyakit yang serius/parah. Hal ini akan berdampak pada pemahaman keluarga tentang konsekuensi buruk dari penyakit DBD dan menyebabkan keluarga tidak merasa bahwa penyakit DBD sebagai ancaman kesehatan yang serius dan perlu pencegahan yang segera. Mc Cormick dan Brown (1999 dalam Jones & Bartlett, 2008) lebih lanjut mengatakan bahwa persepsi terhadap keseriusan atau keparahan suatu

penyakit termasuk bagaimana seseorang melihat konsekuensi yang buruk dari peristiwa kesehatan yang serius. Keparahan dianggap sebagai keyakinan seseorang tentang pentingnya atau besarnya ancaman kesehatan. Persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan. Selain itu juga dapat berasal dari keyakinan seseorang yang pernah merasakan kesulitan akibat penyakit dan berdampak pada kehidupannya secara umum. Merujuk dari pendapat Mc Cormick dan Brown (1999 dalam Jones & Bartlett, 2008) di atas, maka salah satu faktor kurangnya persepsi keluarga terhadap keseriusan/ keparahan penyakit DBD (perceived seriousness/severity of diseases) adalah kurangnya informasi medis dan pengetahuan tentang konsekuensi buruk dari ancaman penyakit DBD. Jika dilihat dari data demografi, 43,5% kepala keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya memiliki tingkat pendidikan tamat SMA atau pendidikan menengah. Tingkat pendidikan ini dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pengetahuan kepala keluarga tentang bahaya dan keseriusan penyakit DBD. Salah satu pengetahuan yang salah pada keluarga dan masih sering terjadi adalah menganggap gejala demam merupakan gejala penyakit yang biasa dan tidak serius, sehingga keluarga cenderung melakukan pengobatan sendiri. Akan tetapi jika keluarga mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium dari gejala demam tersebut, yang mungkin menunjukkan positif DBD, maka persepsi keluarga akan berubah dan cenderung menganggap serius gejala demam. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Jones dan Bartlett (2008), yaitu pemahaman tentang persepsi terhadap keseriusan (perceived seriousness/severity of diseases) dapat dicontohkan misalnya sebahagian besar orang menganggap demam sebagai gejala penyakit yang biasa. Namun, jika seseorang mengalami demam dan hasil pemeriksaan lanoratorium menunjukkan positif DBD, maka dapat menyebabkan ia dirawat di rumah sakit. Dalam hal ini, persepsinya tentang demam berubah menjadi penyakit yang serius. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebahagian besar keluarga belum beranggapan atau mempersepsikan penyakit DBD merupakan penyakit yang serius dan parah. Kondisi ini akan mempengaruhi tindakan keluarga dalam menjalankan tugas kesehatannya melakukan pencegahan terhadap penyakit DBD. Langkah yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan, khususnya Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh adalah meningkatkan pengetahuan keluarga tentang bahaya dan konsekuensi buruk dari penyakit

DBD untuk meningkatkan persespi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness/severity of diseases). Hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 diketahui bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel persepsi keluarga tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD. Hasil penelitian yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar keluarga mempersepsikan bahwa tindakan pencegahan DBD melalui PSN dan 3M Plus memberikan manfaat untuk mencegah terkena peyakit DBD bagi anggota keluarga. Hasil ini berhubungan erat dengan persepsi keluarga yang baik tentang kerentanan penyakit DBD (perceived susceptibility to diseases) yang diarasakan oleh keluarga seperti yang telah dijelaskan di atas. Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Hayden (2009), yaitu tindakan yang diambil oleh seseorang untuk pencegahan (atau menyembuhkan) penyakit bergantung pada pertimbangan dan evaluasi dari persepsi terhadap kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility to diseases) dan persepsi terhadap manfaat yang dirasakan (perceived benefits of preventive action), sehingga orang tersebut akan menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan jika hal tersebut dianggap menguntungkan. Seseorang cenderung mengadopsi perilaku sehat ketika mereka percaya perilaku sehat tersebut akan mengurangi peluang mereka untuk terkena penyakit (kerentanan). Persepsi terhadap manfaat yang dirasakan memainkan peran penting dalam adopsi perilaku untuk pencegahan sekunder, seperti skrining. Berdasarkan uraian di atas, maka langkah yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan, khususnya Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh adalah memfasilitasi dan aktif memberikan motivasi bagi keluarga untuk melakukan PSN dan 3M Plus secara rutin disekitar rumah. Hal ini penting dilakukan agar keluarga tetap merasakan manfaat yang baik dari tindakan pencegahan DBD yang telah mereka lakukan. Hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 juga diketahui bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel persepsi keluarga tentang hambatan dalam tindakan pencegahan DBD (perceived barriers to preventive action) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga mempersepsikan tidak ada hambatan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap

DBD, sehingga persepsi keluarga tentang hambatan dalam tindakan pencegahan DBD (perceived barriers to preventive action) bukan merupakan variabel yang penting untuk mempengaruhi dalam melakukan tugas kesehatan untuk mencegah DBD. Hasil penelitian di atas berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Glanz dan Viswanath (2008), yaitu persepsi terhadap hambatan (perceived barriers) adalah evaluasi diri individu tentang hambatan yang menghalanginya untuk mengadopsi perilaku baru. Dari semua konstruksi HBM, hambatan yang dirasakan adalah yang paling penting dalam menentukan perubahan perilaku seseorang. Glanz dan Viswanath (2008) menyatakan persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tugas kesehatan dalam pencegahan DBD. Persepsi keluarga terhadap keseriusan/ keparahan penyakit DBD akan mempengaruhi persepsi keluarga tentang hambatan dalam pencegahan DBD. Jones dan Bartlett (2008) juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan perilaku masyarakat dalam pencegahan DBD, maka ancaman dari keseriusan/keparahan penyakit DBD yang nyata akan memotivasi masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan dengan memberantas sarang nyamuk dan mencegah perkembangan jentik nyamuk aedes aegypti. Apapun hambatan yang dirasakan oleh masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk akan dapat diatasi apabila masyarakat merasakan keseriusan/keparahan yang tinggi dari penyakit DBD. Kesimpulan Hasil penelitian ini secara umum diketahui bahwa variabel persepsi keluarga tentang kerentanan penyakit DBD (perceived susceptibility to diseases) dan persepsi keluarga tentang manfaat tindakan pencegahan DBD (perceived benefits of preventive action) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tugas kesehatan keluarga dalam pencegahan DBD (pvalue: sebesar 0,012 dan 0,000 < 005). Sedangkan persepsi keluarga tentang keseriusan penyakit DBD (perceived seriousness of diseases) dan persepsi keluarga tentang hambatan dalam tindakan pencegahan DBD (perceived barriers to preventive action) tidak membeikan pengaruh terhadap tugas kesehatan keluarga dalam pencegahan DBD (pvalue: 0,259 dan 0,230 > 0,05). Referensi BPS Kota Banda Aceh (2015). Banda Aceh dalam angka 2014. ISBN : 979.466.025, Penerbit : BPS Kota Banda Aceh. Dinas Kesehatan Prov. Aceh (2012). Profil kesehatan provinsi Aceh tahun 2011.

Diakses tanggal 18 November 2013, dari www.dinkes.acehprov.go.id. Ditjend. PP & PL (2013). Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta : Kemenkes RI. Diakses tanggal 18 November 2013, dari www.pppl.kemkes.go.id. Glanz, K., Rimer, B. K. & Viswanath, K. (2008). Health behavior and health education : theory, research, and practice. 4 th Edition, San Francisco : John Wiley & Sons, Inc. Diakses tanggal 18 November 2013, dari https://sph.unc.edu. Hayden, J. (2009). Introduction to health behavior theory. USA : Jones & Bartletts Publishers LLC. Jones & Bartlett (2008). The health belief model. Jones and Bartlett Publishers. Kementeriaan Kesehatan RI (2013). Profil kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. WHO (2009). Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. New Edition, Switzerland : WHO Press. Diakses tanggal 18 November 2013, dari www.who.int. WHO (2012). Health education: theoretical concepts, effective strategies and core competencies. Cairo : WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean Publishers. Diakses tanggal 18 November 2013, dari www.emro.who.int. WHO (2013). Dengue and severe dengue. Diakses tanggal 18 November 2013, dari http://www.who.int.