BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang bersifat

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia adalah satu-satunya tempat untuk. termasuk bakteri aerob obligat (Todar, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TBC PARU BTA (+) TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM DOTS PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PKM CIPAGERAN KOTA CIMAHI PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) secara teratur dievaluasi dan

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAGI PENDERITA TBC/TUBERCULOSIS DI KOTA BANDUNG. yakni menyerang berbagai organ tubuh (Wahyu, 2008, h.2).

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Determinasi Kasus TB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2007). Sebagian besar dinding kuman TB terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (Sudoyo et al., 2006). Dapat tahan hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. lni dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan memungkinkan untuk berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali (Hiswani, 2004). 2. Epidemiologi Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi TB paru cenderung meningkat dengan bertambahnya umur, pada pendidikan rendah, tidak bekerja. TB paru lebih sering terjadi pada laki-laki. Dari seluruh penduduk yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44.4% diobati dengan obat program. Lima provinsi terbanyak yang mengobati TB dengan obat program adalah DKI Jakarta (68.9%), DI Yogyakarta (67,3%), Jawa Barat (56,2%), Sulawesi Barat (54,2%) dan Jawa Tengah (50.4%) (Kemenkes, 2013). 3. Penularan Tuberkulosis Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB 5

dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17% (Depkes, 2014). Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Depkes, 2014). 4. Gejala Tuberkulosis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemes, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan. (Depkes, 2014) 5. Diagnosis Tuberkulosis Menurut Pedoman Nasional Pengendalian TB (2014) yang diterbitkan oleh Depkes RI, diagnosa TB ditegakkan dengan pemeriksaan bakteriologis dan uji kepekaan obat. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, baikan dan tes cepat. a. Pemeriksaan bakteriologis 1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS): 6

S (sewaktu) : dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua. P (pagi) : dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes. S (sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif. 2) Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan untuk identifikasi M.tuberculosis dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal: a) Pasien TB ekstra paru. b) Pasien TB anak. c) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidaktidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis, mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji tuberculin dan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis. 7

b. Pemeriksaan uji kepekaan obat Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tuberculosis terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan oleh laboratorium yang telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/quality Assurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien dengan resistan obat (Depkes, 2014). 6. Pengobatan Pasien TB a. Tujuan Pengobatan TB: 1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup 2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya 3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB 4) Menurunkan penularan TB 5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat (Depkes, 2014) b. Prinsip Pengobatan TB: Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: 1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi 2) Diberikan dalam dosis yang tepat 3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat) sampai selesai pengobatan 8

4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan (Depkes, 2014) c. Tahapan Pengobatan TB: Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud: 1) Tahap Awal Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu (Depkes, 2014). 2) Tahap Lanjutan Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2014). d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Tabel 2.1 OAT Lini Pertama dan Efek Samping Jenis Sifat Efek Samping Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, ganguan fungsi hati, kejang Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine berwarna merah gangguan fungsi hati, trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas, anemia hemolitik 9

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout artritis Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan keseimbangan dan pendengaran, renjatan anafilaktik, anemia, agranulositosis, trombositopeni Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer e. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia Sesuai rekomendasi WHO dan ISTC, panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah: 1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Ethambutol (E). Obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) yang diberikan 3x dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). (Depkes, 2007). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis. Pasien TB paru terdiagnosis klinis Pasien TB ekstra paru (Depkes, 2014) 2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang). Pada kategori ini, tahap intensif diberikan selama 3 bulan. 2 bulan pertama dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Ethambutol (E) dan suntikan Streptomisin setiap hari di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), 10

Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3x dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan Streptomisin diberikan setelah penderita selesai minum obat (Depkes, 2007). Obat ini diberikan untuk: Pasien kambuh (relaps) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up) (Depkes, 2014) 3) Kategori 3: (2HRZ/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZ yang diberikan setiap hari selama 2 bulan, diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3x seminggu. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan Penderita ekstra paru ringan (Depkes, 2007) 4) OAT Sisipan Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes, 2007). 7. Hasil Pengobatan Pasien TB Menurut buku Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis (Kemenkes, 2014), hasil pengobatan TB dibagi menjadi kategori sebagai berikut: a. Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir 11

pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya. b. Pengobatan lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan. c. Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT d. Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan. e. Putus berobat (loss to follow-up) Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih. f. Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah pasien pindah (transfer out) ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan. B. Program DOTS di Indonesia Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu: 1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan. 12

2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. 3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien. 4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. 5. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program (Depkes, 2014). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Depkes, 2014). C. Kinerja PMO (Pengawas Minum Obat) 1. Pengawas Minum Obat (PMO) Berdasarkan Kemenkes (2014) tentang salah satu tujuan dari pengobatan pasien TB paru kasus baru adalah mencegah munculnya kuman resisten obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) agar mencegah terjadinya resistensi obat. a. Persyaratan PMO 1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. 2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. 3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela. 4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien 13

b. Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. c. Tugas seorang PMO 1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. 2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. 3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. 4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: 1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan 2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur 3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya 4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan) 5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur 6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke fasyankes. 14

D. Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi (Taylor, 1999). Sedangkan Smet (1994) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial yang menggambarkan kualitas hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dianggap sebagai aspek kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa percaya diri, tenang, diperhatikan, dicintai, dan kompeten. Dukungan sosial terdiri dari informasi verbal, non verbal, dan tindakan yang diberikan oleh orang lain sehingga mempunyai manfaat emosional bagi individu. 1. Jenis Dukungan Sosial Smet (1994) dan Sarafino (1998) membedakan empat jenis dukungan sosial yaitu: a. Dukungan Emosional (emotional support) Mencakup ungkapan dan perilaku empati, afeksi, kepedulian, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Contoh: PMO ikut merasakan sakit penderita TB (empati), ikut peduli jika ada keluhan yang dirasakan b. Dukungan Penghargaan (apraisal support) Mencakup ungkapan hormat positif, dorongan, dan persetujuan atas gagasan atau perasaan individu. Pemberian dukungan ini membantu individu melihat segi positif dalam dirinya yang berfungsi untuk menambah penghargaan dan kepercayaan diri saat mengalami tekanan. c. Dukungan Instrumental (tangible support) Mencakup bantuan secara langsung sesuai dengan yang dibutuhkan individu, seperti bantuan finansial atau pekerjaan pada saat mengalami stres. Contoh: Memberi pinjaman memberi uang kepada penderita TB jika memerlukan bantuan uang untuk biaya transport berobat, 15

menolong dengan mengambilkan obat ke puskesmas pada waktu yang diperlukan d. Dukungan Informatif (informatif support) Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik yang diperoleh dari orang lain, sehingga individu dapat mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya. Contoh: Pemberian informasi pengetahuan tentang penyakit TB, nasehat jika mengalami stress karena efek samping obat 2. Sumber Dukungan Sosial Menurut Rook dan Dooley (1985) diacu dalam Febriasari (2007) ada dua sumber dukungan sosial, yaitu : a. Sumber Natural Dukungan sosial yang diterima seseorang melalui interaksi sosial secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non formal. b. Sumber Artificial Dukungan sosial untuk kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan. E. Keberhasilan Terapi Seorang penderita TB dikatakan sembuh apabila dalam pemeriksaan laborat dengan spesimen sputum menunjukkan hasil negatif dan rontgen dada menunjukkan hasil gambaran Tuberkulosis pasif serta penderita dengan hasil pengobatan lengkap. Selain dari hasil pemeriksaan laborat, penderita TB dikatakan sembuh jika tanda dan gejala TB lokal dan sistemik seperti batuk jangka lama dan berdarah, sesak napas, nyeri dada, demam, malaise, keringat dingin, dan anoreksia tidak muncul kembali setelah masa pengobatan secara tuntas selama 6-8 bulan (Muttaqien, 2008; Smeltzer, 2002). Keberhasilan 16

terapi dapat ditingkatkan dengan hidup sehat (makan-makanan bergizi, istirahat cukup, hindari merokok, dan hindari stress) (PPTI, 2004) F. Kerangka Konsep Pasien TB di NGHS (Non- Government Health Service) Kabupaten Banyumas Sampel Penelitian : Pasien TB paru kasus baru yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil secara total sampling Keberhasilan Terapi TB Ketidakberhasilan Terapi TB Kinerja PMO baik/buruk Dukungan Sosial baik/buruk Kinerja PMO baik/buruk Dukungan Sosial baik/buruk Gambar 2.1 Kerangka konsep G. Hipotesis Terdapat hubungan kinerja PMO (Pengawas Minum Obat) dan dukungan sosial terhadap keberhasilan terapi tuberkulosis di NGHS (Non Government Health Service) Kabupaten Banyumas. 17