Arus Traksi dan Arus Turbidit

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM ARUS TURBID DAN ARUS PEKAT

Diagram Hjulstrom Diagram Hjulstrom menunjukkan hubungan antara kelajuan aliran air dengan ukuran butir. Diagram ini di tunjukkan oleh Hjulstrom pada

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB IV ANALISIS DATA

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Catatan Kuliah Lapangan Sedimentologi. Parapat Samosir Pusuk Buhit April 2011

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor

Raden Ario Wicaksono/

Batuan Sedimen 2.1. Struktur Sedimen Struktur Sedimen Pengendapan (Depositional Sedimentary Strucures)

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

(Sebagian Lembar Peta Rupabumi Digital Indonesia (Bakosurtanal) No ) SKRIPSI : STUDI SEDIMENTOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II Geologi Regional

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

LABORATORIUM ALAM DAN WISATA GEOLOGI (GEOLOGY LABORATORY AND TOURISM) OLEH 1. EDIYANTO 2. RULY ARIE KRISTIANTO

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

Lingkungan Pengendapan Laut

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Struktur Primer (Primary Structures)

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

GEOLOGI DAN STUDI ENDAPAN TURBIDIT FORMASI HALANG DAERAH WATUAGUNG DAN SEKITARNYA KECAMATAN TAMBAK KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH ABSTRAK

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Berdasarkan genetiknya, struktur sediment dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

BAB III LANDASAN TEORI

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II TINJAUAN UMUM

Karakteristik tersebut tidak selalu harus ada pada suatu endapan turbidit. Dalam hal ini lebih merupakan suatu alternatif, mengingat bahwa suatu

Ciri Litologi

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

Transkripsi:

Arus Traksi dan Arus Turbidit Transportasi dan Deposisi Sedimen Media transportasi dari sedimen pada umumnya dapat dibagi menjadi berikut ini : Air - Gelombang - Pasang Surut - Arus Laut Udara Es Gravitasi - Debris flow - Turbidite flow Secara umum ada 2 mekanisme fisik yang membuat sedimen tertransportasi, yaitu 1. suspended load, berhubungan dengan arus air yang mentransportasikan butiran atau partikel halus seperti ukuran lanau atau lempung dengan pasir yang bervariasi secara proporsi dan ukuran, tertransportasi pada badan utama dari aliran. 2. bed load, berhubungan dengan beberapa hal yang menyebabkan partikel bergerak pada dasar aliran dan kadangkala meninggalkan jejak pada badan sedimen pada dasar aliran tersebut. Aliran Turbulen Aliran turbulen behubungan dengan aliran yang bergerak dengan kuat dan kecepatan yang tinggi yang dapat mentransportasikan sedimen. Umumnya, aliran pada sungai merupakan aliran turbulen. Pada dasarnya, aliran ini dibedakan dengan aliran laminar yang merupakan aliran yang bergerak degan kecepatan rendah dan arah yang paralel terhadap dasar aliran.

Berikut ini merupakan mode transportasi yang mungkin terjadi pada arus turbulen, yaitu : A. Traksi (bergelinding pada permukaan dasar aliran), B. Saltasi (meloncat-loncat pada dasar permukaan dasar aliran), C. Suspensi (mengalami trasportasi yang relatif permanen dalam badan aliran D. Solution (mengalami transpotasi secara kimia). Froud Number Angka Froud merupakan besaran tanpa demensi yang digunakan untuk menentukan suatu aliran itu subkritikal atau superkritikal. Fr = U (gd) dengan U = kecepatan aliran, D = dalam badan aliran, dan g = kecepatan gelombang. HUKUM HJULSTROM Hukum Hjulstrom diterangkan dengan sebuah grafik yang menggambarkan pada kecepatan berapa suatu partikel dengan ukuran tertentu akan tererosi, tertransportasi, dan terendapkan atau apakah yang terjadi pada partikel berukuran tertetu bila berada pada sistem aliran dengan kecepatan tertentu. Berikut merupakan gambar grafik tersebut :

ARUS TRAKSI Arus traksi merupakan istilah bagi arus pada fluida yang dapat menyebabkan proses transportasi yang memungkinkan sedimen bergerak sebagai bed load. Peristiwa saltasi pada aliran turbulen juga sebenarnya berhubungan dengan keberadan arus traksi. Traction carpet, merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu daerah khayal dalam suatu badan aliran fluida, dimana partikel-partikel bergerak diatas partikel-partikel yang tidak bergerak. Struktur Sedimen Struktur sedimen di alam tidak dapat dipisahkan dari gambaran muka lapisan. Muka lapisan dihasilkan oleh materi yang inkoheren terhadap fluida. Permukaan lapisan tersebut dapat berubah bergantung pada aliran pada permukaan dasarnya. Harms dan Fahnestock (1965) membagi aliran menjadi tiga macam, yaitu regim aliran atas, transisi, dan bawah. Rezim aliran merupakan kumpulan dari beberapa hubungan yang berlaku pada aliran air, sudut permukaan air atau sedimen, tipe transportasi sedimen, energi arus, dan morfologi yang berhubungan dengan permukaan sedimen dan permukaan air. Terdapat kecenderungan bagi sedimen yang dengan rezim aliran lambat untuk tidak membentuk gelombang pada permukaannya, yang menyebabkan permukaan air cenderung tidak memiliki riak. Demikian sebaliknya, apabila sedimen di dasar air bergelombang maka permukaan air juga akan bergelombang. Regim Aliran Bawah (Lower Flow Regim)

Pada regim aliran bawah, tahanan aliran besar sehingga pengangkutan butir oleh air kecil. Bentuk permukaan tidak menyatu dengan dasar aliran. Struktur muka lapisan yang umum ditemukan adalah small ripple atau megariple atau kombinasi keduanya. Transportasi butir yang terjadi adalah pergerakkan butir menaiki punggungan kedua bentuk perlapisan ini dan longsor ke bagian yang besudut tajam. Memiliki nilai Froud < 1. Regim Aliran Transisi (Transition Flow Regim) Regim ini memiliki bentuk perlapisan campuran antara regim aliran atas dan bawah. Memiliki nilai Froud = 1. Regim Aliran Atas (Upper Flow Regim) Pada regim aliran atas, tahanan aliran kecil sehingga pengangkutan butir terjadi dengan kuat. Bentuk permukaan fluida menyatu dengan dasar aliran. Struktur muka lapisan yang umum adalah planar (plane bed) atau antidune. Memiliki nilai Froud > 1. Hubungan antara struktur sedimen pada regim aliran yang terbentuk dengan kuat arus dan diameter sedimen dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut : Perbedaan antara strukur lower flow regim dan lower flow regim dapat dilihat seperti di bawah ini :

ARUS TURBIDIT Turbidit didefinisikan oleh Keunen dan Migliorini (1950) sebagai suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbidit, sedangkan arus turbidit itu sendiri adalah suatu arus yang memiliki suspensi sedimen dan mengalir pada dasar tubuh fluida, karena mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada cairan tersebut. Endapan turbidit mempunyai karakteristik tertentu yang sekaligus dapat dijadikan sebagai ciri pengenalnya. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri itu bukan hanya berdasarkan suatu sifat tunggal sehingga tidak bisa secara langsung untuk mengatakan bahwa suatu endapan adalah endapan turbidit. Hal ini disebabkan banyak struktur sedimen tersebut, yang juga berkembang pada sedimen yang bukan turbidit. Litologi dan Struktur Karakteristik endapan turbidit pada dasarnya dapat dikelompokan ke dalam dua bagian besar berdassarkan litologi dan struktur sedimen, yaitu : Karakteristik Litologi 1. Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir relatif kasar dengan batuan yang berbutir relatif halus, dengan ketebalan lapisan beberapa milimeter sampai beberapa puluh centimeter. Umumnya perselingan antar batupasir dan serpih. Batas atas dan bawah lapisan planar, tanpa adanya scouring. 2. Pada lapisan batuan berbutir kasar memiliki pemilahan buruk dan mengandung mineral-mineral kuarsa, feldspar, mika, glaukonit, juga banyak didapatkan matrik lempung. Kadang-kadang dijumpai adanya fosil rework, yang menunjukan lingkungan laut dangkal. 3. Pada beberapa lapisan batupoasir dan batulanau didapatkan adanya fragmen tumbuhan. 4. Kontak perlapisan yang tajam, kadang berangsur menjadi endapan pelagik.

5. Pada perlapisan batuan, terlihat adanya struktur sedimen tertentu yang menunjukan proses pengendapannya, yaitu antara lain perlapisan bersusun, planar, bergelombang, konvolut, dengan urut-urutan tertentu. 6. Tak terdapat struktur sedimen yang memperlihatkan ciri endapan laut dangkal maupun fluvial. 7. Sifat-sifat penunjukan arus akan memperlihatkan pola aliran yang hampir seragam saat suplai terjadi. Karakteristik Struktur sedimen Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu ciri yang penting adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus turbidit memberikan karakteristik sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur sedimen hasil mekanisme arus turbid, salah satunya karakteristik genetik dari Selly (1969). Selly (1969) mengelompokan struktur sedimen menjadi 3 berdasarkan proses pembentukannya : Struktur Sedimen Pre-Depositional Merupakan struktur sedimen yang terjadi sebelum pengendapan sedimen, yang berhubungan dengan proses erosi oleh bagian kepala (head) dari suatu arus turbid (Middleton, 1973). Umumnya pada bidang batas antara lapisan batupasir dan serpih. Beberapa struktur sedimen yang antara lain flute cast, groove cast. Struktur Sedimen Syn-Depositional Struktur yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan sedimen, dan merupakan struktur yang penting dalam penentuan suatu endapan turbidit. Beberapa struktur sedimen yang penting diantaranya adalah perlapisan bersusun, planar, dan perlapisan bergelombang. Struktur Sedimen Post-Derpositional Struktur sedimen yang dibentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang umumnya berhubungan dengan proses deformasi. Salah satunya struktur load cast. Karakteristik-karakteristik tersebut tidak selalu harus ada pada suatu endapan turbidit. Dalam hal ini lebih merupakan suatu alternatif, mengingat bahwa suatu endapan turbidit juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang akan memberikan ciri yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lain.umumnya struktur sedimen yang ditemukan pada endapan turbidit adalah struktur sedimen yang terbentuk karena proses sedimentasi, terutama yang terjadi karena proses pengendapan suspensi dan arus. Sekuen Bouma

Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal dengan Sekuen Bouma. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5 interval (Ta-Te), peralihan antara satu interval ke interval berikutnya dapat secara tajam, berangsur, atau semu, yaitu Gradded Interval (Ta) Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan ini, bertekstur pasir kadang-kadang sampai kerikil atau kerakal. Struktur perlapisan ini menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasirnya memiliki pemilahan yang baik. Tanda-tanda struktur lainnya tidak tampak. Lower Interval of Parallel Lamination (Tb) Merupakan perselingan antara batupasir dengan serpih atau batulempung, kontak dengan interval dibawahnya umumnya secara berangsur. Interval of Current Ripple Lamination (Tc) Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut. Ketebalannya berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus daripada kedua interval dibawahnya. (Interval Tb). Upper Interval of Parallel Lamination (Td) Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus sampai lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun perselingan antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung pasirannya berkurang ke arah atas. Bidang sentuh sangat jelas. Pelitic Interval (Te) Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukan struktur yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar butir makin halus, cangkang

foraminifera makin sering ditemukan. Bidang sentuh dengan interval di bawahnya berangsur. Diatas lapisan ini sering ditemukan lapisan yang bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung pelagik. Kipas bawah laut Dari penelitian fasies turbidit, maka dilakukan pembuatan suatu model kipas bawah laut (sebagai contoh gambar diatas merupakan kipas bawah laut tipe eagle), yang merupakan asosiasi dari beberapa fasies. Dari model tersebut diharapkan dapat diketahui arah pengendapan serta letak dari suatu endapan turbidit. Walker dan Mutti (1973) telah mengemukakan suatu model, yaitu model kipas laut dalam dan hubungannya dengan fasies turbidit. Walker (1978) kemudian menyedehanakannya menjadi 5 fasies, yaitu : Fasies Turbidit Klasik (Classical Turbidite, CT) Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan laminasi, konvolut. Lapisan batupasir menebal ke arah atas. Pada bagian dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbidit (sole mark) dan dapat digunakan untuk menentukan arus turbidit purba. Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS) Fasies ini terdiri dari batupasir masif, kadang-kadang terdapat endapan channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure. Fasies ini berasosiasi dengan kipas laut bagian tengah dan atas. Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)

Fasies ini terdiri dari batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur sedimen memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 5 meter. Berasosiasi dengan channel, penyebarannya secara lateral tidak menerus, penipisan lapisan batupasir ke arah atas dan urutan Bouma tidak berlaku. Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL) Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh perlapisan bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk, penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas. Fasies Lapisan yang didukung oleh aliran debris flow dan lengseran (Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides, SL). Fasies ini terdiri dari berbagai kumpulan batuan, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah-bongkah yang terkompaksi. Fasies ini berasosiasi dengan lingkungan pengendapan kipas atas. Berikut merupakan salah satu contoh sekuen sedimentasi yang digenerasi oleh arus turbidit densitas tinggi pasir-gravel :