BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan. pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB II Enuresis Stres Susah buang air besar Alergi TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

1) Kehidupan awal perkawinan subjek. a. Sudah berapa lama Ibu menikah? b. Bagaimana kehidupan Ibu di awal pernikahan?

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. belum ada lembaga resmi yang memiliki angka prevalensi individu autistik di

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. individu bisa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya, agar. dalam kehidupan suami istri. Putusnya hubungan perkawinan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan menurun pada usia 10 tahun (Hoffbrand, 2005). Berdasarkan data tahun 2010 dari American Cancer Society, jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perusahaan yang tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anaknya akan lahir dengan kondisi fisik dan mental yang normal, sehingga

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak wanita yang ikut bekerja untuk membantu mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meninggal sebelum usia lima tahun didominasi oleh kelahiran prematur dan kelahiran bayi

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan, terampil dan pintar yang nantinya akan menjadi penerus dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

2015 PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

TRIAD OF CONCERN KELOMPOK 3.B. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara. Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai situasi selama rentang kehidupannya, begitu pula pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus. Memiliki anak dengan hidrosefalus merupakan tantangan tersendiri bagi orangtua. Kelainan hidrosefalus merupakan suatu kondisi yang dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan anak. Hidrosefalus adalah suatu kondisi otak dimana cairan otak dan sumsum tulang belakang (cerebrospinal fluid) terakumulasi dalam ruang otak, yang dikenal sebagai ventrikel, menyebabkan peningkatan abnormal pada tekanan di dalam tengkorak (Edwards & Derechin, 2010). Orangtua anak dengan hidrosefalus memiliki peran yang sangat penting dalam membantu anak menghadapi tantangan yang dihadapi oleh anak hidrosefalus (Kulkarni, 2007). Tidak hanya dari orangtua yang memiliki peranan penting dalam membantu kehidupan anak dengan hidrosefalus, karena anggota keluarga yang lain pun turut andil dalam membantu kehidupan anak dengan hidrosefalus. Ditinjau dari segi keluarga penderita, maka adanya seorang anak yang menderita kelainan perkembangan bisa menjadi beban bagi keluarganya. Lebih banyak waktu dan perhatian yang harus diberikan kepada anak tersebut. Memiliki anak dengan penyakit serius, dapat menimbulkan 1

2 efek psikologis yang mengganggu pada orangtua (Kent, 2000). Anak dengan hidrosefalus dan berbagai gejalanya menimbulkan serta memberikan dampak stres pada keluarganya. Kekhawatiran tentang kesehatan dan masa depan anak mereka dapat membuat stres yang tidak hanya dapat berdampak pada kesehatan orangtua sendiri, tetapi dapat berdampak pada anak (Ohleyer, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Greeff dan Walt (2010) mengidentifikasi karakteristik dan sumber daya yang keluarga miliki memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan sukses dan menjadi tangguh meskipun kehadiran anak autis dalam keluarga. Faktor ketahanan diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi status sosial ekonomi yang lebih tinggi, dukungan sosial, terbuka dalam komunikasi, lingkungan keluarga yang mendukung, termasuk komitmen dan fleksibilitas, tahan banting keluarga, strategi mengatasi internal dan eksternal, pandangan positif tentang kehidupan, dan sistem kepercayaan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Pandanwati (2012) menunjukkan bahwa kelekatan antar anggota keluarga, komunikasi dalam keluarga, dan dukungan sosial dapat meningkatkan resiliensi keluarga. Komunikasi terbuka yang didasari oleh kelekatan antar anggota keluarga mendorong keluarga untuk melakukan upaya terbaik dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi oleh keluarga. Beberapa penelitian yang mengulas kondisi psikologis orangtua yang memiliki anak dengan gangguan tertentu ataupun keterbatasan menjelaskan

3 bahwa orangtua yang memiliki anak dengan keterbatasan menunjukkan perasaan bersalah yang luar biasa kesedihan yang mendalam, tidak memiliki harapan yang kuat dalam masa depan, memiliki tujuan yang tidak realistis, bentuk reaksi ingin melarikan diri dan akhirnya berpaling untuk menerima anak (Gupta & Kaur, dalam Maharani dan Margaretha, 2014). Smith (2010) mereview beberapa penelitian mengenai anak dengan kelainan hidrosefalus dan menemukan bahwa orangtua yang tinggal dengan anak dengan spina bifida dan hidrosefalus mempengaruhi kualitas hidup keluarga karena beban memenuhi kebutuhan perawatan intensif secara terusmenerus untuk anak dan hal tersebut menimbulkan tekanan dalam hubungan keluarga. Dalam penelitiannya Maharani dan Margaretha (2014) menjelaskan bahwa ibu yang memiliki anak dengan hidrosefalus mengalami stres yang ditunjukkan dengan perasaan shock, sedih, kecewa, dan malu saat pertama kali mengetahui kondisi anaknya. Hal yang memicu munculnya stres pada ibu antara lain adalah kondisi fisik anak yang tampak berbeda dengan anak normal pada umumnya, serta pandangan orang lain terhadap kondisi anak. Selain itu, menurut hasil penelitian Gurol, dkk, (2015) menjelaskan bahwa ibu yang memiliki anak dengan hidrosefalus sebagian besar mengalami masalah sosial selama periode perawatan dimulai saat anak didiagnosis memiliki kelainan hidrosefalus, dan mereka memiliki setidaknya satu keluhan tentang kesehatan mereka sendiri. Ibu lebih tertarik pada masalah yang dialami oleh diri sendiri dan masalah mengenai anak mereka

4 hanya dalam jangka waktu saat ini, belum untuk jangka waktu ke depan. Namun, mereka sadar akan masa depan, mereka hanya dapat memberikan perawatan di rumah dan memberikan pendidikan berkebutuhan khusus kepada anak dengan hidrosefalus. Agar dapat melewati kesulitan yang dirasakan keluarga harus bisa menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya itu dapat berupa dukungan sosial yang didapat dari kerabat dan teman serta komunitas dan sumber daya sistem keluarga yang meliputi kemampuan ketahanan keluarga. Sumber daya yang dimiliki keluarga akan membantu keluarga untuk beradaptasi dengan masalah yang dihadapinya. Keluarga yang memiliki sumber daya yang lebih banyak akan lebih mudah beradaptasi dengan peristiwa kehidupan yang menekan. Hubungan positif antar anggota keluarga dapat menjadi salah satu kunci untuk menghadapi berbagai situasi, termasuk kondisi penuh tekanan. Kemampuan keluarga untuk mengorganisasi permasalahan dapat membantu setiap anggota keluarga untuk bangkit dan beradaptasi dengan situasi, sehingga dapat berkembang ke arah yang lebih positif. Walsh (2006) menyebutnya sebagai family resilience atau resiliensi keluarga. Resiliensi keluarga adalah suatu kondisi dimana keluarga mampu beradaptasi dan berhasil melalui stres, baik di saat sekarang maupun waktu- waktu berikutnya (Hawley & DeHaan, 1996). Keluarga yang resilien merespon secara positif setiap kesulitan dengan mempertimbangkan sudut pandang seluruh anggota keluarga.

5 Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada hari Minggu 26 Februari 2017, yang dilakukan dengan metode wawancara terhadap subjek dalam hal ini merupakan orangtua dari anak dengan hidrosefalus. Bapak dari anak menyatakan bahwa merasa shock, cemas, resah dan sedih saat mengetahui kondisi sewaktu anak baru lahir dengan keadaan kepala yang lebih besar dari ukuran normal. Ada perhatian khusus yang diberikan kepada anaknya yang menderita hidrosefalus. Subjek seringkali merasakan banyak beban dalam merawat anaknya terutama rasa khawatir terhadap kondisi anak. Subjek pun memiliki kekhawatiran sendiri tidak dapat merawat anaknya sampai anak tumbuh dewasa. Kesulitan yang dirasakan dalam merawat anaknya adalah karena hidrosefalus yang diderita membuat kondisi anak menjadi lemah. Ibu dari anak menyatakan bahwa setelah mengetahui kondisi anak yang baru lahir merasa shock dan pada awalnya seringkali bertanya pada diri sendiri Kenapa kok seperti ini?. Kesulitan yang dialami saat anak tiba-tiba mengalami kejang-kejang pada malam hari dan anak seringkali mengeluh kelelahan setelah beraktivitas. Ibu seringkali mendengar komentar yang tidak enak dari oranglain sehingga menganggap memiliki anak dengan hidrosefalus sebagai cobaan untuk sabar. Selain itu ibu pun merasa khawatir dengan masa depan anak karena belum mengetahui apakah anak dapat mandiri. Kedua subjek baik bapak maupun ibu dari anak dengan hidrosefalus menyatakan bahwa dukungan dan bantuan dari orang terdekat sangat diperlukan karena kondisi anak. Untuk masalah ekonomi pun harus memiliki uang lebih karena anak yang harus selalu dikontrol kesehatannya di rumah

6 sakit satu tahun satu kali. Ayah yang bekerja sendiri merasa bahwa penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan perawatan anak. Akhirnya ibu pun membantu bekerja untuk memenuhi kebutuhan perawatan untuk anak. Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa memiliki anak dengan hidrosefalus merupakan kesulitan tersendiri yang dialami oleh orangtua. Mengetahui kondisi anak yang berbeda tidak seperti anak lainya membuat orangtua merasa shock, cemas, resah dan sedih. Rasa khawatir selalu ada sampai anak bertumbuh besar. Selalu ada penilaian negatif dari orang lain mengenai kondisi anaknya. Dukungan dan bantuan dari orang-orang terdekat sangat diperlukan karena kondisi anak. Pengeluaran dalam hal ekomomi lebih besar karena kebutuhan dari anak pun lebih banyak mengingat anak yang harus selalu dikontrol kesehatannya. Menurut Walsh (2006) terdapat kunci proses yang mendukung resiliensi keluarga yaitu sistem keyakinan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi. Resiliensi dibentuk oleh keyakinan yang dibagi bersama yang mempengaruhi pilihan pemecahan masalah, pemulihan dan pertumbuhan. Selanjutnya untuk menghadapi krisis secara efektif, keluarga harus menggerakkan dan mengatur sumber daya mereka, menahan tekanan, dan mengatur kembali sumber daya tersebut sesuai dengan kondisi yang berubah. Terakhir, komunikasi mampu memfasilitasi seluruh fungsi keluarga, sehingga apabila keluarga tengah menghadapi krisis, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan anggota keluarga

7 dalam menjelaskan situasi krisis mereka, mengekspresikannya, berespon terhadap orang lain dan merundingkan perubahan sistem agar dapat memenuhi tuntutan baru. Ketiga proses kunci ini merupakan elemen utama dalam keberfungsian keluarga dan saling terkait satu sama lain. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas bahwa memiliki anak dengan hidrosefalus merupakan sebuah tantangan tersendiri dalam sebuah keluarga. Keluarga merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan anak dengan hidrosefalus sehingga keluarga harus mampu menghadapi segala situasi yang terjadi di dalam keluarga. Untuk merawat anak dengan hidrosefalus dibutuhkan perpaduan yang baik antar anggota keluarga yaitu ayah, ibu dan anggota keluarga lain yang tinggal bersama anak sehingga dibutuhkan sistem keyakinan, hubungan keluarga dan proses komunikasi yang terbuka di antara anggota keluarga. Dengan adanya penelitian yang akan diadakan ini dapat memberikan suatu dorongan psikologis untuk para orangtua dan keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus untuk bisa beradaptasi dan berhasil melalui stres, baik di waktu sekarang maupun waktu-waktu berikutnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian ini yang mengkaji Family Resilience pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: Bagaimana family resilience pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus?

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji family resilience pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan memberikan wawasan keilmuan di bidang psikologi keluarga untuk memperdalam pemahaman dan memperkaya pengetahuan psikologi mengenai resiliensi keluarga pada orangtua yang memiliki anak dengan hidrosefalus. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan dan informasi mengenai resiliensi keluarga untuk mengatasi kesulitan mengasuh dan merawat anak dengan hidrosefalus, sehingga dapat membantu terjalinnya hubungan yang baik antara anggota keluarga dalam pengasuhan dan perawatan anak dengan hidrosefalus agar dapat menjalankan fungsinya sebagai keluarga dengan baik.