BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. Simpulan. pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah

Transkripsi

1 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini maka gambaran proses pencapaian kebermaknaan hidup pada ibu dari penyandang cerebral palsy adalah sebagai berikut : 1. Tahap pengalaman tragis a. Subjek SU mengetahui anak yang dikandungnya terlahir dengan memiliki kelainan bentuk tangan kiri dan didiagnosis cerebral palsy oleh dokter. Hal tersebut bertentangan dengan harapan subjek yang menginginkan agar anaknya terlahir sehat dan normal. b. Subjek S mengetahui anaknya memiliki gangguan perkembangan berupa cerebral palsy ketika memeriksakan kondisi anaknya yang demam tinggi disertai kejang-kejang setelah mendapatkan imunisasi. Subjek S tidak menyangka jika kondisi kehamilannya yang tidak baik saat mengandung A akan berujung pada cerebral palsy yang dialami A. c. Subjek SH mengalami peristiwa tragis ketika anaknya terlahir prematur dalam kondisi tidak sehat dan harus mendapat perawatan di inkubator dalam keadaan memprihatinkan. Diagnosis cerebral palsy yang diterima anaknya enam bulan kemudian menambah penderitaan yang dialami 363

2 subjek SH. Keadaan anaknya dengan cerebral palsy merupakan kenyataan di luar 364

3 365 harapan subjek yang menginginkan anak normal setelah mengalami keguguran pada dua kehamilan sebelumnya. 2. Tahap penghayatan tak bermakna a. Subjek SU merasa sedih dengan kenyataan bahwa anaknya memiliki gangguan cerebral palsy. Subjek SU juga merasa bersalah dengan keadaan tersebut dan seringkali menganggap bahwa gangguan yang dimiliki anaknya adalah balasan Tuhan terhadap dosa-dosa yang dimiliki subjek SU. b. Subjek S merasa menyesal dan bersalah dengan kondisi yang dimiliki anaknya. Subjek S menyesali diri karena tidak menyadari jika dirinya tengah mengandung. Subjek S juga kerap bertanya-tanya mengapa dokter kandungan tidak mengatakan lebih awal jika subjek mengalami kehamilan di luar kandungan. c. Subjek SH merasa sedih dan putus asa terhadap kondisi yang dimiliki anaknya. Subjek SH mengalami keguguran dalam dua kehamilan sebelumnya, sehingga kelahiran anak ketiga tersebut merupakan hal yang sangat ditunggu subjek dan suami. Kondisi anak subjek SH yang memiliki kondisi kritis serta berada di ambang hidup dan mati, membuat subjek SH merasa putus asa. 3. Tahap pemahaman diri a. Subjek SU menyadari pentingnya peran seorang ibu bagi penyandang cerebral palsy, yaitu menjadi individu yang paling mengerti dan paling

4 366 bisa diandalkan. Subjek SU memahami N sebagai pemberian dari Tuhan agar dirinya lebih taat dalam beribadah. b. Subjek S menyadari pentingnya peran seorang ibu bagi penyandang cerebral palsy, yaitu memberikan pengasuhan terbaik yang tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Subjek S memahami A sebagai amanah dari Tuhan yang harus dijaga dengan baik. c. Subjek SH menyadari perannya sebagai ibu dari penyandang cerebral palsy adalah untuk terus menguatkan dan merangkul anak dengan cerebral palsy tersebut. Subjek SH memahami Sy sebagai titipan Tuhan yang harus dijaga dengan baik. 4. Tahap penemuan makna dan tujuan hidup a. Subjek SU memiliki tujuan hidup untuk membesarkan anak-anak dalam jalan yang diridhoi Allah dan untuk mendidik N agar bisa mandiri. b. Subjek S memiliki tujuan hidup untuk fisabilillah atau berjuang di jalan Allah. c. Subjek SH memiliki tujuan hidup untuk membangun keluarga harmonis dan memberi pengasuhan terbaik untuk Ay. 5. Tahap pengubahan sikap a. Subjek SU melakukan pengubahan sikap dengan menyediakan fasilitas kursi roda, mengikutkan anak ke dalam program terapi, dan menyekolahkan anak ke YPAC Surakarta. Terapi yang dijalani oleh anak subjek SU adalah fisioterapi, terapi wicara, okupasi terapi, terapi alternatif, dan terapi yang dilakukan berdasarkan kepercayaan Jawa. Subjek SU juga

5 367 membangun toko kelontong di rumah dan melatih kemandirian serta kemampuan berkomunkasi anaknya dengan mengajarkan anaknya untuk menjaga toko tersebut. b. Subjek S melakukan pengubahan sikap dengan menyediakan kursi roda dan mengatur perabotan rumah agar anaknya dapat bergerak dengan aman di rumah. Subjek S juga mengikutkan anaknya dalam program fisioterapi, terapi wicara, okupasi terapi, dan terapi alternatif. Subjek S melatih kemandirian anaknya dengan mengajarkan anak untuk menjaga toko kelontong di rumah. c. Subjek SH melakukan pengubahan sikap dengan menyediakan kursi roda dan kursi khusus untuk buang air besar bagi anaknya. Subjek SH juga mengajak anaknya berpergian agar anaknya mengenal lingkungan luar dan belajar berinteraksi dengan orang lain. 6. Tahap keikatan diri a. Subjek SU memiliki komitmen untuk tetap melakukan aktivitas untuk menunjang perkembangan anak meskipun sudah tidak mengikuti terapi. Aktivitas tersebut berupa kegiatan menjaga warung untuk melatih kemandirian dan kemampuan komunikasi anak. b. Subjek S berkomitmen untuk melakukan berbagai aktivitas untuk menunjang perkembangan anak meskipun sudah tidak mengikuti terapi. Aktivitas tersebut berupa memberikan perlakuan seperti yang diterima anak saat masih mengikuti program terapi seperti memijat dan menggerakgerakkan anggota tubuh serta mengobrol untuk melatih kemampuan

6 368 berbicara anak. Subjek S juga terus melatih kemandirian dan tanggung jawab anak dengan mengajarkan anak untuk menjaga toko serta hewan peliharaan. c. Subjek SH memiliki komitmen untuk mengajari anak agar mampu bersosialisasi dengan baik dan memiliki kepercayaan diri. Subjek SH mewujudkan komitmen itu dengan terus membesarkan hati anak dan membuat anak terlibat dalam aktivitas dengan orang lain seperti bermain bersama teman serta mengajak anak berpergian mengenal dunia luar. 7. Tahap kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup a. Subjek SU berusaha memenuhi tujuan hidupnya dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah dan mengerjakan amal ibadah yang sebelumnya belum pernah dikerjakan. b. Subjek S berusaha memenuhi tujuan hidupnya dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah dan mengajak A untuk melakukan hal serupa. c. Subjek SH memenuhi tujuan hidupnya dengan menjalin kerja sama dengan suami dalam hal mengasuh serta merawat Ay. 8. Tahap hidup bermakna a. Subjek SU memaknai kebahagiaan sebagai kondisi ketika diri sendiri dan keluarga dalam keadaan sehat. b. Subjek S memaknai kebahagiaan sebagai kondisi ketika upaya untuk mencapai tujuan telah dilaksanakan dengan maksimal dan melakukan pasrah diri kepada Allah.

7 369 c. Subjek SH memaknai kebahagiaan sebagai kondisi keluarga yang harmonis. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, saran yang dapat diberikan antara lain : 1. Subjek dan ibu yang memiliki anak penyandang cerebral palsy Kehadiran anak dengan cerebral palsy adalah sesuatu yang terjadi di luar harapan tetapi tidak menutup peluang ibu untuk dapat mencapai hidup bermakna. Ibu diharapkan menerima kondisi yang dimiliki anak dan memaknai kehadiran anak dengan positif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meyakinkan diri bahwa anak merupakan pemberian Tuhan yang harus syukuri dan dijaga dengan baik. Keberhasilan untuk memaknai kehadiran anak secara positif akan membantu ibu mengetahui potensi yang dimiliki anak sehingga dapat mengembangkannya dengan maksimal. Pengembangan potensi anak dapat dilakukan dengan mengenali potensi anak lewat pengamatan atau tes minat bakat dan kemudian mengikutkan anak dalam program pendidikan atau pelatihan yang menunjang potensi tersebut. Misalnya jika anak memiliki potensi di bidang musik, maka akan lebih baik jika ibu mengikutkan anak dalam kursus musik sesuai dengan kondisi yang dimiliki anak. Penerimaan tersebut juga membantu ibu menyusun makna serta tujuan hidupnya dan melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi makna dan

8 370 tujuan hidup tersebut. Aktivitas yang dapat dilakukan untuk memenuhi makna dan tujuan hidup dapat berupa melakukan hobi, berkumpul dengan temanteman dan berbagi semangat, melakukan kegiatan sosial, atau beribadah. Keberhasilan memenuhi makna dan tujuan hidup dapat mengantarkan ibu dalam kehidupan bermakna. 2. Bagi suami atau keluarga ibu yang memiliki anak penyandang cerebral palsy. Seorang ibu dari penyandang cerebral palsy membutuhkan dorongan dari lingkungan sekitar untuk menguatkan diri dalam menghadapi situasi sulit yang tidak diharapkan. Suami sebagai orang terdekat isteri yang memiliki anak penyandang cerebral palsy disarankan mampu memahami kondisi yang terjadi pada anak dengan cerebral palsy dan berusaha menerima kondisi tersebut. Penerimaan terhadap kondisi anak akan membantu orang-orang terdekat untuk bisa memberikan dukungan fisik dan psikis secara penuh kepada ibu. Dukungan tersebut dapat dilakukan dengan cara berbagi tugas dalam kegiatan mengasuh anak. Selain dukungan fisik, dukungan psikis juga diperlukan dan dapat dilakukan suami dengan cara memberikan motivasi, mendengarkan keluhan istri, dan memberikan kesempatan kepada istri untuk beristirahat atau refreshing. Dukungan dari orang terdekat akan menguatkan ibu untuk memandang positif setiap kejadian dalam hidupnya dan diharapkan akan membantu ibu mencapai kebahagiaan hidup. 3. Bagi instansi pemerintah dan kesehatan Instansi pemerintah seperti dinas sosial maupun instansi kesehatan seperti rumah sakit atau lembaga penyedia jasa terapi bagi anak berkebutuhan

9 371 khusus diharapkan memberikan dukungan kepada ibu dari penyandang cerebral palsy. Dukungan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai gangguan cerebral palsy beserta pola pengasuhan yang tepat terhadap anak dengan cerebral palsy. Instansi kesehatan dan instansi pemerintah juga dapat membentuk suatu komunitas yang mengumpulkan orang tua dari penyandang cerebral palsy untuk kemudian memberikan motivasi dan berbagai bentuk dukungan lainnya untuk menguatkan para orang tua terutama para ibu. 4. Bagi pihak sekolah atau tempat terapi. Pihak sekolah atau terapi disarankan dapat menjaga dan meningkatkan komunikasi dengan orang tua khususnya ibu terkait dengan tumbuh kembang anak cerebral palsy selama beraktivitas. Pihak sekolah dan tempat terapi disarankan juga memberikan lebih banyak motivasi dan masukan bagi ibu dalam optimalisasi pengasuhan anak untuk memunculkan rasa optimis dalam diri ibu bahwa sang anak dapat berkembang lebih baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan psikoedukasi kepada ibu dari penyandang cerebral palsy. Pihak sekolah juga dapat bekerja sama dengan psikolog untuk mengadakan program trauma healing untuk menanggulangi perasaan bersalah yang kerap menghantui ibu dari penyandang cerebral palsy.