BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. teori yang terkait dengan penelitian, serta model penelitian.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Jika dilihat secara nyata, saat ini pembangunan yang terjadi di beberapa

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

LAPORAN EXECUTIVE KAJIAN MODEL PENGEMBANGAN SENI DAN BUDAYA DAERAH KOTA BANDUNG (Kerjasama Kantor Litbang dengan PT. BELAPUTERA INTERPLAN) Tahun 2005

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi wisatawan, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

Sistematika presentasi

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI. karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijadikan sebagai

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

BAB I PENDAHULUAN. andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai Negara. Indonesia

PERANCANGAN KAMPUNG WISATA BERWAWASAN LINGKUNGAN DI DAERAH PERBATASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN PERENCANAAN TATA RUANG

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB. III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6. MODEL PENGEMBANGAN DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

Rencana Strategis

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. berguna untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai strategi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 4 VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATGEI DAN ARAH KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ragam budaya yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya ini

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

Manajemen Strategik dalam Pendidikan

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

I. DESKRIPSI SWOT SETIAP KOMPONEN KOMPONEN A VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN SERTA STRATEGI PENCAPAIANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sakti Alam Kerinci Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi (suatu pendekatan Analitical

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya memiliki potensi pengembangan pariwistata yang luar biasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, selain itu juga dikenal sebagai kota

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. penting pembangunan. Sehingga pada tanggal 11 Juni 2005 pemerintah pusat

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini dijabarkan kajian pustaka, beberapa konsep dan landasan teori yang terkait dengan penelitian, serta model penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Seperti pada tesis yang ditulis oleh Ida Ayu Tary Puspa (2006) yang berjudul Potensi dan Strategi Pengembangan Puri Sebagai Objek Dan Daya Tarik Wisata City Tour Di Kota Denpasar (Kasus Puri Satria), dinyatakan bahwa yang menjadi kekuatan dari Puri Satria diantaranya penari (seniman tua), raja (Raja Denpasar IX), arsitektur, nilai sejarah perjuangan, pertunjukan seni budaya, karya satra tradisional, event, Pura Pemerajan Agung, dan Gamelan. Sri Susanty pada tahun 2009 mengadakan penelitian yang berjudul Pengembangan Kota Bima Sebagai Daerah Tujuan Wisata, yang berhasil mengidentifikasi beberapa hal di antaranya; sarana dan prasarana pariwisata di Kota Bima, potensi daya tarik wisata, dan daya tarik wisata budaya. Strategi pengembangan Kota Bima sebagai daerah tujuan wisata terdiri atas strategi umum, seperti strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk; dan strategi alternatif seperti pengembagan daya tarik wisata di Kota Bima, peningkatan keamanan, pengembangan sarana dan prasarana pariwisata, penetrasi pasar dan promosi daya tarik wisata, perencanaan dan pengembangan pariwisata 7

8 berkelanjutan dan berbasis kerakyatan, serta pengembangan kelembagaan dan SDM pariwisata. A.A Istri Maheswari (2010) melakukan penelitian mengenai strategi pengembangan ekowisata di kawasan danau Buyan, Desa Pancasari. Adapun permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini mencakup penjabaran potensi ekowisata di kawasan danau buyan, bagaimana upaya pengembangannya serta penentuan strategi pengembangan ekowisata di kawasan tersebut. Yang membedakan penelitian-penelitian tersebut diatas dengan penelitian ini adalah perbedaan konsep dari strategi pengelolaan yang dilakukan serta perbedaan lokasi tempat penelitian dilakukan. Namun demikian berbagai pembelajaran tentang bagaimana strategi-strategi yang dilakukan dalam pengelolaan suatu kawasan dapat dijadikan referensi. Dalam penelitian ini diteliti bagaimana pengeolaan yang tepat untuk Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Desa tersebut yakni alam dengan degala hasil perkebunannya. 2.2 Konsep Beberapa deskripsi konsep didunakan terkait dengan penelitian ini 2.2.1 Pembangunan Pariwisata Berbasis Kerakyatan (Community Based Tourism Development) Sistem pembangunan pariwisata yang berbasis kerakyatan hendaknya dilandasi konsep hidup yang berkesinambungan yaitu yang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana; hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam. Dalam kegiatan pembangunan

9 hendaknya digerakan dan dikendalikan oleh adanya keimanan yang kuat, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral etika kepariwisataan, dengan memanfaatkan lingkungan, baik berupa sumber daya alam maupun kondisi geografis dan secara bersamaan melaksanakan pelestarian. Oleh karena itu, kepariwisataan berbasis kerakyatan bertumpu pada nasyarakat sebagai kekuatan dasar. Ada tiga alasan mengapa Community Based Management sangat penting dilaksanakan (korten, 1987); pertama, adanya sumber daya lokal yang secara tradisional dikuasai dan dikelola oleh masyarakat lokal. Kedua, adanya tanggung jawab lokal, artinya pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat biasanya lebih bertanggung jawab karena kegiatan yang mereka lakukan secara langsung akan berpengaruh pada kehidupan mereka. Ketiga, adanya variasi antar daerah sehingga daerah yang satu dengan yang lainnya tidak boleh diperlakukan sama dan menuntut adanya sistem pengelolaan yang berbeda. Community Management (Pitana, 1999) disamakan dengan istilah Community Based Approach (pendekatan berbasis kerakyatan). Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa masyarakat setempat sudah memiliki kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam yang ada di daerahnya dan hal itu diwariskan secara turun temurun. Titik dasar aktivitas pengelolaan dalam konsep Community Management dimulai dari masyarakat itu sendiri, yaitu identifikasi kebutuhan, analisis kemampuan dan kontrol terhadap sumber-sumber yang ada. Lebih jauh lagi Pitana (2002: 101-102) menyatakan bahwa pembangunan pariwisata

10 kerakyatan memiliki beberapa karakteristik ideal sebagai berikut.usaha yang dikembangkan berskala kecil, bukan skala raksasa, pemilihan dan pengelolaan dilakukan oleh masyarakat lokal (locally owned and managed). Sesuai dengan skalanya yang kecil dan pengelolaanya oleh masyarakat lokal, maka sebagian besar input yang digunakan baik pada saat konstruksi maupun operasi berasal dari daerah setempat sehingga komponen impornya kecil. Aktifitas berantai (spin-off activity) yang ditimbulkan banyak, oleh karena itu adanya keterlibatan masyarakat lokal baik secara individual maupun secara melembaga, menjadi semakin besar. Adanya aktivitas berantai tersebut memberikan manfaat langsung yang lebih besar bagi masyarakat lokal. Berbasiskan kebudayaan lokal, karena pelakunya adalah masyarakat lokal. Pengembangan ramah lingkungan, yang terkait dengan adanya konversi lahan secara besar-besaran serta tiadanya perubahan bentuk bentang alam yang berarti. Melekatnya kearifan lokal (local wisdom) karena masyarakat telah beradaptasi dengan alam sekitarnya Penyebarannya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan, tetapi dapat menyebar ke berbagai daerah. Pengembangan pariwisata kerakyatan diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat, seperti keuntungan ekonomi sehingga pemeliharaan lingkungan bisa dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat, adanya penyebaran penduduk dan menciptakan kawasan wisata alternatif. Nasikun (2000:26) mengatakan, pengembangan pariwisata berbasis kerakyatan memiliki karakteristik sebagai berikut; a) berskala kecil (small scale) sehingga lebih mudah diorganisasikan, b) lebih berpeluang untuk dikembangkan dan diterima oleh masyarakat lokal, c) lebih memberikan peluang bagi masyarakat

11 untuk ikut berpartisipasi, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun penerimaan manfaat dan keuntungan, d) selain menekankan partisipasi masyarakat, pembangunan berwawasan kerakyatan juga sangat mementingkan keberlanjutan budaya, dan secara keseluruhan berupaya untuk membangkitkan penghargaan wisatawan terhadap kebudayaan lokal. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembangunan berwawasan kerakyatan akan lebih memberdayakan dan menguntungkan rakyat banyak, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, selanjutnya keseimbagan dan keberlanjutan potensi atau modal dasar kepariwisataan di daerah tersebut akan tetap terjaga dan terpelihara. Disamping itu dalam konsep pembangunan pariwisata yang berbasis kerakyatan perlu pula diperhatikan suatu konsep keseimbangan antara resources dan resident. Dalam suatu pembangunan yang terintegrasi yang mana masyarakat sebagai pemain kunci dari kegiatan kepariwisataan tersebut. Keberhasilan pengelolaan suatu kawasan wisata dengan konsep pengelolaan berbasis masyarakat dapat diukur dengan terciptanya hubungan yang harmonis antara masyarakat lokal, sumber daya alam/budaya, dan wisatawan (Natori, 2001:11-22). 2.2.2 Perencanaan Pariwisata Perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada serta memperhatikan kendala (constrain) dan keterbatasan (limitation) seefisien dan seefektif mungkin (Paturusi, 2008).

12 Dalam sebuah perencanaan akan ada perancangan sebagai tindakan lanjutan dari perencanaan. Paturusi dalam bukunya berjudul Perencanaan Kawasan Pariwisata, memaparkan makna dari perencanaan, perancangan, dan rencana sebagai berikut: - Perencanaan (planning): suatu kegiatan berpikir yang lingkupnya menyeluruh dan mencakup bidang yang sangat luas, kompleks, dan berbagai komponennya saling kait mengkait. Produk akhir perencanaan adalah rencana (plan). Perancangan ( design) : merupakan usaha penjabaran dari rencana. Dengan demikian perancangan lingkupnya lebih mikro jika dibandingkan dengan perencanaan. Produk dari perancangan adalah Rancangan. - Rencana (plan) : suatu pedoman atau alat yang terorganisasi secara teratur dan bersistem untuk mencapai suatu keinginan, cita-cita atau maksud yang sasaran dan jangkauannya di masa mendatang yang telah digariskan terlebih dahulu. 2.2.3 Pendekatan Perencanaan Pariwisata Ada beberapa pendekatan perencanaan pariwisata (Paturusi, 2008), antara lain:pendekatan berkesinambungan, Inkremental, dan fleksibel. Pendekatan ini didasari kebijakan dan rencana pemerintah, baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional. Perencanaan pariwisata dilihat dari proses berkesinambungan yang perlu di evaluasi berdasar pemantauan dan umpan balik dalam kerangka pencapaian tujuan dan kebijakan pengembangan pariwisata. Pendekatan sistem

13 (system approach). Pariwisata dilihat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan (interrelated system); demikian halnya dalam perencanaan dan teknik analisanya. Pendekatan menyeluruh (comprehensive approach). Pendekatan ini biasa disebut dengan pendekatan holistik. Seluruh aspek yang terkait dalam perencanaan pariwisata yang mencakup institusi, lingkungan, dan implikasi sosial ekonominya, dianalisis dan direncanakan secara menyeluruh. Pendekatan terintegrasi (Integrated approach); Pendekatan ini mirip dengan pendekatan sistem dan pendekatan menyeluruh. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem yang terintegrasi baik ke dalam maupun ke luar. Dalam perencanaan suatu kawasan wisata, kawasan sekitarnya tidak bisa diabaikan, bahkan dipandang sebagai bagian integral perencanaan. Pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environmental and sustainable development approach). Pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola dengan memperhatikan kelestarian lingkungan fisik dan sosial budaya. Analisa daya dukung merupakan bagian yang paling penting dalam pendekatan ini. Komponen utama dalam pendekatan ini yaitu: industri pariwisata, linngkungan dan masyarakat, ketiganya direncanakan secara terpadu. Pendekatan Swadaya Masyarakat (Community Approach), Pendekatan ini melibatkan sebesar-besarnya masyarakat mulai dari proses perencanaan, membuat keputusan, pelaksanaan, sampai pengelolaan pengembangan pariwisata. Ciri pendekatan ini adalah: skala kecil, dimiliki oleh anggota/kelompok masyarakat tersebut, memberikan kesempatan kerja dan peluang ekonomi pada ekonomi setempat, lokasinya tersebar, tidak berkonsentrasi pada satu empat, desain dan

14 kegiatannya mencerminkan karakter wilayah setempat, mengedepankan kelestarian wawasan budaya, tidak memastikan industri dan kegiatan lainnya dan bersifat saling melengkapi, menawarkan pengalaman yang berkualitas pada wisatawan, merupaka kegiatan usaha yang menguntungkan. Pendekatan Implementasi (Implementation Approach). Kebijakan, rencana, rekomendasi, dan rumusan pengembangan pariwisata dibuat serealistis mungkin dan dapat diterapkan. Rumusan perencanaan dibuat jelas sehingga bisa dilaksanakan. Pendekatan yang dapat dimplementasikan memiliki ciri: logis, luwes, obyektif dan realistis. Penerapan Proses Perencanaan yang Bersistem (Application of Systematic Planning Process). Pendekatan ini dilakukan berdasarkan logika tahapan kegiatan, dimana tahapan ini bisa berdasarkan atas dimensi waktu (jangka pendek, menengah, dan panjang), sumber pembiayaan (APBN, APBD, Swasta, Swadaya, dst), sektoral berdasarakan departemen atau instansi internal atau eksternal pariwisata. Kesemua pembagian tahapan ini terapannya dalam perencanaan pariwisata dapat dipadukan sebagai suatu sistem dalam bentuk matriks perencanaan. 2.2.4 Strategi Pengelolaan Terlebih dulu dijabarkan beberapa pengertian strategi. Menurut Rangkuti ada beberapa definisi dari strategi, diantaranya: strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut (Rangkuti, 2001). Strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah

15 satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada (Rangkuti, 2001). Strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi (Rangkuti, 2001). Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terusmenerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan (Rangkuti, 2001). Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa strategi adalah hal yang penting untuk dirancang untuk meningkatkan kualitas dengan melihat segala peluang untuk dapat bersaing dipasar. Pengelolan suatu kawasan wisata merupakan hal yang penting dilakukan untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Dimana strategi pengelolaan suatu kawasan seharusnya ditentukan dengan matang sebelumnya sehingga tujuan dapat dicapai. Jadi strategi pengelolaan merupakan suatu tindakan yang dirancang sedemikian rupa yang dilakukan secara terus menerus untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jika dikaitkan dengan strategi pengelolaan pariwisata, tindakan-tindakan yang dirancang sedemikian rupa ini dilakukan untuk menuju pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

16 2.2.5 Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Sebelum mendefinisikan daya tarik wisata khusus, perlu dijelaskan terlebih dulu pengertian dari daya tarik wisata. Seperti yang dijabarkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sebelumnya secara umum di beberapa pustaka daya tarik wisata telah diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Seperti; Natural Attractions, Built Attractions, Cultural Attractions dan Social Attractions (Yoeti, 2008). Tren dari kelompok-kelompok daya tarik wisata tersebut terus berkembang sesuai dengan keinginan dari pasar. Seperti penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Bali yang telah ditetapkan baru-baru ini, disebutkan istilah KDTWK yakni Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Yang dimaksud Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang didalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup. Jika dilihat dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep pengembangan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus adalah suatu konsep

17 pengembangan suatu daerah untuk menjadi suatu kawasan wisata yang dalam pembangunan infrastrukturnya dilakukan secara terbatas dalam rangka penyelamatan serta pelestarian wilayah tersebut dengan segala potensinya. Desa Pancasari yang berlokasi di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng merupakan salah satu desa yang ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Melihat dari potensi serta konsep pengembangan KDTWK seperti yang tercantum pada peraturan pemerintah propinsi Bali, Desa ini sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi KDTWK. Desa Pancasari yang memiliki sumber daya alam yang indah serta budaya dan lingkungan yang masih alami sangat dapat dikembangkan menjadi salah satu daya tarik wisata namun tetap memperhatikan kelestarian potensi yang dimiliki. 2.2.6 Penyelenggara Pariwisata (stakeholder) Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penyelenggara pariwisata (stakeholder) adalah pemerintah, pihak swasta serta masyarakat. Ketiga pilar ini dianggap sangat penting keterlibatannya dalam suatu pembangunan, dalam hal ini pembangunan Pariwisata. Karena suatu pembangunan pariwisata tidak akan dapat terselenggara secara harmonis apabila tidak ada keterlibatan daring masingmasing stakeholder tersebut. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan sebaiknya mampu menjalankan kebijakan yang melibatkan masyarakat sebagai komponen penting dalam pembangunan. Seperti yang dikatakan oleh Pitana dalam jurnalnya berjudul Kebijakan dan Strategi Pemerintah Daerah Bali dalam Pembangunan Pariwisata, bahwa terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance)

18 merupakan suatu keharusan sehingga manajemen pemerintahan dan pembangunan terselenggara secara berdaya guna dan berhasil guna. Dimana good governance ini bercirikan antara lain demokratis, desentralistik, transparan serta pemberdayaan masyarakat. Begitu juga pentingnya peranan pihak swasta dalam hal ini mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan perindustrian pariwisata, seperti pemilik hotel, restauran serta bisnis pariwisata lainnya. Tanpa para pihak swasta penanam modal ini, kegiatan perindustrian pariwisata juga tidak akan dapat berjalan. Melihat begitu pentingnya keterlibatan ketiga pilar pembangunan pariwisata ini maka dipandang perlu dalam menentukan suatu strategi pembangunan melihat keterlibatan dari para stakeholder (pemerintah, pihak swasta serta masyarakat) tersebut. 2.3 Landasan Teori Ada beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis persamasalahan yang dirumuskan. 2.3.1 Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Setiap pembangunan dan pengembangan sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan, termasuk dalam pengembangan pariwisata. Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep alternatif yang mencakup usaha untuk mempertahankan integritas dan diversifikasi ekologis, memenuhi kebutuhan dasar manusia, terbukanya pilihan bagi generasi mendatang, pengurangan ketidakadilan dan peningkatan penentuan nasib sendiri bagi masyarakat setempat. Pendekatan

19 pembangunan yang berkelanjutan, bertujuan untuk menghentikan disintegrasi, mengupayakan dan menyediakan pilihan budaya sebanyak-banyaknya bagi generasi yang akan datang. Ini yang kemudian dikenal dengan istilah sustainable development. Sustainable development terdiri dari 3 (tiga) elemen sistem yang menyangkut; keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Sustainable development ini sesuai dalam laporan World Commission on Environent and Development (WCED, 1987 : 67) yang menyebutkan bahwa: sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising that ability of the future generations to meet their own needs. Menurut Bendesa (2003), pembangunan pariwisata dalam hal ini dapat dilihat dari tiga dimensi, diantaranya lingkungan, ekonomi dan sosial. Ketiga dimensi tersebut harus mendapat perhatian yang serius dari berbagai komponen masyarakat. Dari sisi lingkungan yang mencakup lingkungan alam, lingkungan pertanian, satwa liar, lingkungan yang sengaja dibangun, serta sumber daya alam harus dapat dipertahankan dan dilestarikan keberadaanya, sehingga pariwisata yang tidak bisa terlepas dari lingkungan tersebut dapat dipertahankan kelanjutannya. Pitana (2002:53) menyatakan berkelanjutan dalam pariwisata berkelanjutan tidak cukup hanya berkelanjutan secara ekologis dan keberlanjutan pembangunan ekonomi, tetapi yang tidak kalah penting berkelanjutan

20 kebudayaan, karena kebudayaan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam pembangunan kepariwisataan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat dicapai kalau tingkat pemanfaatan berbagai sumber daya tidak melampaui kemampuan regenerasi sumber daya tersebut. Adapun prinsip-prinsip dari pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah: 1) menjaga kualitas lingkungan, 2) memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal dan wisatawan, 3) menjaga hubungan antara pariwisata dengan lingkungan, 4) menjaga keharmonisan antara masyarakat lokal, kebutuhan wisatawan dan lingkungan, 5) menciptakan kondisi yang dinamis yang disesuaikan dengan carrying capacity, dan 6) semua stakeholders harus bekerja sama didasari oleh misi yang sama untuk merealisasikan pembangunan berkelanjutan (Burn dan Holden, 1997). Penjabaran prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kegiatan kepariwisataan di daerah Bali dijiwai oleh Tri Hita Karana. Tri Hita Karana merupakan filosofi ajaran agama Hindu yang bermakna Tiga Penyebab Kebahagiaan, yakni terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), antara sesama manusia (pawongan) dan antara manusia dengan lingkungan (palemahan). 2.3.2 Teori Perencanaan Perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada

21 serta memperhatikan kendala dan keterbatasan seefisien dan seefektif mungkin (Paturusi, 2008). Perencanaan pariwisata adalah suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu destinasi atau atraksi wisata. Ini merupakan suatu proses dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara bersistem mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan serta implementasinya terhadap alternatif terpilih dan evaluasi. Proses perencanaan mempertimbangkan lingkungan (politik, fisik, sosial, dan ekonomi) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan yang lainnya (Paturusi, 2005: 26). A. Persyaratan Serta Faktor-faktor yang Dimiliki Dalam Perencanaan Ada beberapa persyaratan serta faktor-faktor dalam perencanaan yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam merencanakan sesuatu.syarat-syarat suatu perencanaan serta faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan (Paturusi, 2008): - Logis: bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku - Luwes: fleksibel dan tanggap mengikuti dinamika perkembangan - Obyektif: didasari tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang bersistem dan ilmiah - Realistis: dapat dilaksanakan, memiliki rentang rencana: jangka panjang, menengah dan pendek.

22 Dalam pengelolaan suatu kawasan wisata perlu adanya perencanaan yang tepat untuk dapat mencapai tujuan pengembangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada beberapa pendekatan dalam sebuah perencanaan seperti yang dijabarkan oleh Inskeep (1991:29), diantaranya: 1. Pendekatan berkelanjutan dan fleksibel. Walaupun masih berdasarkan pada suatu kebijakan dan rencana, perencanaan pariwisata dilihat sebagai proses berlanjut dengan penyesuaian yang dibuat pada monitoring dan umpan balik, dalam kerangka memelihara sasaran hasil dan kebijakan dasar pengembangan pariwisata. 2. Pendekatan sistem. Pariwisata dipandang sebagai suatu sistem saling berhubungan dan direncanakan sedemikian rupa dengan memanfaatkan teknik analisis sistem. 3. Pendekatan Menyeluruh. Semua aspek pembangunan pariwisata mencakup unsur-unsur kelembagaan dan implikasi sosial ekonomi dan lingkungan yang dianalisis dan direncanakan dengan penuh pemahaman, itu adalah sebuah pendekatan holistik. 4. Pendekatan yang Terintegrasi. Suatu pendekatan yang dihubungkan dengan sistem dan pendekatan menyeluruh, pariwisata direncanakan dikembangkan sebagai suatu sistemterintegrasi dalam dirinya dan juga terintegrasi dalam keseluruhan rencana dan total pola teladan pengembangan area. 5. Pendekatan Pengembangan Berkelanjutan dan Lingkungan. Pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan diatur yang merupakan sumber daya

23 budaya dan alami tidaklah dihabiskan atau diturunkan kualitasnya, tetapi merawat sumber daya secara permanen untuk penggunaan masa depan berkelanjutan. Analisis daya dukung adalah suatu teknik penting menggunakan pendekatan pengembangan berkelanjutan dan lingkungan. 6. Pendekatan Masyarakat. Adanya keterlibatan maksimum masyarakat lokal di dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan pariwisata serta keikutsertaan masyarakat maksimum dalam pengembangan manajemen pariwisata dan manfaat sosial ekonominya. 7. Pendekatan Pelaksanaan. Kebijakan pengembangan pariwisata, rencana, dan rekomendasi dirumuskan untuk dapat dilaksanakan dan realistis, serta teknik implementasi dipertimbangakan sepanjang seluruh kebijakan dan perumusan rencana dengan teknik implementasi, mencakup suatu pengembangan dan program tindakan atau strategi, secara rinci diadopsi dan diketahui. 8. Aplikasi Proses Perencanaan Sistematis. Proses perencanaan yang sistematis diterapkan dalam perencanaan pariwisata berdasar pada suatu urutan aktifitas logis. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem yang terintegrasi kegiatannya mencerminkan karakter wilayah setempat, mengedepankan kelestarian wawasan budaya, tidak memastikan industri dan kegiatan lainnya dan bersifat saling melengkapi, menawarkan pengalaman yang berkualitas pada wisatawan, merupaka kegiatan usaha yang menguntungkan.

24 2.3.3 Teori Siklus Hidup Area Wisata Menurut Butler (1980) siklus hidup suatu area wisata (tourism area life cycle ) meliputi tahapan sebagai berikut: - Exploration (eksplorasi/penemuan) yakni daerah tujuan wisata baru ditemukan baik itu oleh wisatawan petualang, atau oleh pihak swasta, pemerintah, yang dikunjungi secara terbatas. Pada tahap ini terjadi tingkat interaksi yang tinggi antara masyarakat dan wisatawan. - Involvement (keterlibatan) yaitu dengan meningkatnnya kunjungan maka akaan muncul tahap involvement yang nantinya diikuti dengan local control. Sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang diperuntukan untuk wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal masih sangat tinggi. Disinilah suatu daerah menjadi destinasi wisata. - Development (pembangunan) yakni pada tahap ini dengan adanya local control menunjukkan adanya peningkatan jumlah kunjungan secara drastis, hingga terkandang melebihi jumlah penduduk. Investasi dari luar mulai masuk dan promosi semakin intensif. Fasilitas lokal sudah mulai digantikan dengan fasilitas standar internasional. - Consolidation (konsolidasi) yakni dalam tahap ini yang diikiti dengan intitusionalism menunjukkan bahwa pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah dan dominasi ekonomi in dipegang oleh jaringan internasional. Jumlah kunjungan wisatawan naik dari segi total number tapi pada tingkat yang lebih rendah.

25 - Stagnation (stagnasi) pada tahap ini kapasitas berbagai faktor telah terlampaui sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Pasca stagnasi di bagi menjadi dua bagian yakni; decline (penurunan) dan rejuvenation (peremajaan) Gambaran siklus area wisata tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1; Gambar 2.1 Siklus area wisata Jika dilihat dari tahapan-tahapan siklus area wisata tersebut, dapat dikatakan bahwa area wisata di Desa Pancasari masih berada pada tahap involvement (keterlibatan). Ini dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada tahapan tersebut dengan keadaan yang ada sekarang di area wisata Desa Pancasari. Untuk itu perlu dilakukannya tindakan lebih lanjut untuk membangun area wisata tersebut sesuai dengan konsep pembangunan KDTWK. 2.3.4 Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas Korten (1987) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis komunitas merupakan pendekatan dengan cirri-ciri sebagai berikut: prakarsa dan

26 proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara bertahap harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri, fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka, mentoleransi keanekaragaman lokal karena itu sifatnya amat fleksibal dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lokal, dalam pelaksanaan pembangunan ditekankan pada social learning yang berinteraksi dalam komunitas mulai dari proses perencanaan sampai pada evaluasi proyek dengan mendasarkan diri pada saling belajar, proses pembentukan jaringan kerja (net working) antara birokrat lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri merupakan bagian integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan mengindentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun menjaga keseimbangan antara struktur vertikal dan horizontal. 2.3.5 Teori Fungsionalisme Struktural Dalam pengembangan suatu daerah tujuan wisata sangat diperlukan adanya partisipasi masyarakat. Untuk itu teori fungsionalisme struktural digunakan juga dalam penelitian ini. Prinsip-prinsip pokok struktur fungsionalisme menurut Sanderson (2000 : 23) adalah sebagai berikut; 1) masyarakat merupakan suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari bagianbagian yang saling berhubungan dan saling bergantung, dan setiap bagian tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap bagian-bagian lainnya; 2) setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi penting

27 dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan; karena itu, eksistensi satu bagian tertentu dari masyarakat dapat diperankan apabila fungsinya bagi masyarakat sebagai keseluruhan dapat diidentifikasikan; 3) semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya, yaitu mekanisme yang dapat merekatkannya menjadi satu, salah satu bagian penting dari mekanisme ini adalah komitmen para anggota masyarakat kepada serangkaian kepercayaan dan nilai yang sama; 4) masyarakat cenderung mengarah kepada suatu keadaan ekuilibrium atau komeostatis, dan gangguan pada salah satu bagiannya cenderung menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercapai stabilitas; 5) perubahan sosialmerupakan kejadian yang tidak biasa dalam masyarakat, tetapi bila itu terjadi, maka perubahan itu pada umumnya akan mebawa pada konsekuensi-konsekuensi yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Parsons dan para pengikutnya dalam Nasikun (2007: 13), teori fungsionalisme struktural dilandasi dengan sejumlah anggapan dasar, diantaranya: masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis. Objek analisis fungsional struktural meliputi: 1) peran sosial, 2) pola-pola institusionalisasi, 2) proses sosial, 4) organisasi sosial, dan pengendalian sosial.

28 Secara fungsional masyarakat adalah sebuah mekanisme, karena masyarakat menjaga hidupnya dan memenuhi tujuannya dengan menetapkan kembali keseimbangan alamiah tertentu. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpanganpenyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya dengan penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi pada setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah itu. Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner. Perubahan-perubahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi bangunan dasarnya tidak seberapa mengalami perubahan. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam kemungkinan, penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra sysmetic change); pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional; serta penemuan-penemuan baru oleh anggota-anggota masyarakat. Faktor paling penting yang mempunyai daya mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus diantara para anggota masyarakat mengenai nilainilai kemasyarakatan tertentu.

29 Menurut Craib (1986 : 33), pandangan Parson menetapkan empat persyaratan fungsional yaitu: 1. Setiap sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan. 2. Setiap sistem harus memiliki alat untuk memobilisasi sumber daya supaya dapat mencapai tujuan tujuan dan dengan demikian mencapai gratifikasi. 3. Setiap sistem harus mempertahankan kondisi internal dari bagian-bagian dan membangun cara-cara yang berpautan dengan deviansi atau harus mempertahankan kesatuannya. 4. Setiap sistem harus mempertahankan dirinya sedapat mungkin dalam keadaan yang seimbang. Teori fungsional struktural menjelaskan bahwa masyarakat terbentuk atas substruktur-substruktur yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri, saling bergantung sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dalam fungsi yang satu akan menyebabkan perubahan di fungsi yang lain. Teori ini juga mengatakan bahwa setiap substruktur yang telah mantap akan menjadi penopang aktivitas-aktivitas atau substruktur-substruktur lainnya dalam suatu sistem sosial. Kaitan teori tersebut dengan penelitian ini sehubungan dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata di Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Seperti dijelaskan diatas bahwa masyarakat merupakan suatu sistem. Dimana masyarakat dalam suatu kelompok memiliki fungsi dan peranan sesuai dengan strukturnya. Dalam sebuah pengelolaan pariwisata keterlibatan masyarakat sangat penting. Dimana keterlibatan dari mereka dimaksimalkan sesuai dengan fungsi dan perananya sejak

30 dari perencanaan. Sehingga dalam pengelolaan pariwisata suatu daerah dapat berjalan dengan baik. 2.4 Model Penelitian Sebuah model penelitian digambarkan sebagai peta berpikir dalam penelitian ini. Dimana kerangka berpikir ini dalam penelitian ini berangkat dari tujuan untuk merumuskan strategi pengelolaan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), yang diawali dengan melihat keadaan perkembangan pariwisata di desa tersebut dengan segala permasalahannya. Ini dibandingkan dengan apa yang seharusnya dilakukan dalam mengembangkan Desa tersebut sesuai dengan ketetapan dari Pemerintah Propinsi Bali yakni menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Dari fenomena yang terjadi maka dirumuskan beberapa permasalahan antara lain; apa potensi yang dimiliki Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus, Bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus, serta Bagaimana strategi pengelolaan pembangunan Desa Pancasari sebagai kawasan daya tarik wisata khusus. Permasalahan-permasalahan tersebut dikaji dengan menggunakan teoriteori serta konsep-konsep yang terkait dengan strategi pengelolaan suatu kawasan wisata. Adapun teori-teori yang digunakan adalah teori perencanaan, teori pengelolaan sumber daya berbasis komunitas serta teori fungsionalisme struktural serta beberapa konsep meliputi konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan, konsep pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan (Community Based Tourism

31 Development), konsep perencanaan pariwisata, konsep strategi pengelolaan serta konsep pengembangan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus. Permasalahan-permasalahan tersebut diatas kemudian dianalisis dengan menggunakan rancangan penelitian kualitatif dan teknik SWOT. Ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data antara lain observasi, wawancara dan kepustakaan. Teknik SWOT yakni dengan mencari faktor-faktor kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari Desa Pancasari yang kemudian di analisis untuk menghasilkan strategi pengelolaan yang tepat untuk Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) sebagai rekomendasi. Dapat dijabarkan seperti pada gambar bagan 2.2;

32 Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Buleleng Potensi SDM, SDA, dan Budaya Pengelolaan KDTWK Pancasari belum maksimal Pengelolaan KDTWK Pancasari Potensi Desa Pancasari Keterlibatan stakeholder Strategi Pengelolaan KONSEP - Pembangunan Pariwisata Berbasis Kerakyatan - Perencanaan Pariwisata - Strategi Pengelolaan - KDTWK - Penyelenggara pariwisata (stakeholder) Pendekatan Kualitatif SWOT TEORI - Teori Pengembanan Pariwisata Berkelanjutan - Teori Perencanaan - Teori Siklus hidup area wisata - Teori Pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas - Teori fungsionalisme Struktural Pengelolaan pembangunan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Gambar 2.2 Model Penelitian