1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan mulut yang baik dapat terjangkit penyakit gingivitis, apabila tidak dirawat dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal lainnya bahkan dapat menyebabkan terjadinya kehilangan gigi. Gingiva merupakan pertahanan pertama terhadap pengaruh mekanis dan serangan mikroorganisme. Serabut-serabut gingiva mengandung ikatan serat kolagen yang berfungsi melekatkan gingiva dengan kuat pada permukaan gigi, menyediakan kekenyalan yang penting untuk mempertahankan posisinya terhadap tekanan kunyah tanpa tergeser dari permukaan gigi serta menyatukan tepi gingiva bebas dengan sementum pada akar gigi dan gingiva cekat di dekatnya (Fiorellini et al. 2006 a). Perubahan patologis pada gingivitis dihubungkan dengan jumlah mikroorganisme. Organisme ini memiliki kemampuan untuk mensintesis produk (kolagenase, hialuronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau endotoksin) yang menyebabkan kerusakan pada epitel dan jaringan ikat seperti kolagen, substansi dasar, dan glicocalic (cell coat) (Melatibiyantini, 2009). Gingivitis adalah keradangan pada gingiva dan merupakan penyakit periodontal yang paling umum ditemukan pada manusia. Respon-respon inflamasi
2 dalam jaringan periodontal disebabkan oleh mikroorganisme dalam plak gigi sehingga menyebabkan kerusakan jaringan, kehilangan tulang dan kehilangan gigi (Kirkwood et al. 2006). Gingivitis yang umum terjadi adalah gingivitis kronis ditandai dengan pembengkakan gingiva dan lepasnya epitel perlekatan dan merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung. Gingivitis adalah gingiva yang mengalami perubahan warna dari kemerahan sampai merah kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses peradangan. Gingivitis pada setiap individu pada umumnya dengan keparahan dan keberadaannya bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin, status ekonomi dan tingkat pendidikan (Riyanti, 2008). Penyakit yang menyerang gingiva dan jaringan periodontal merupakan penyakit infeksi yang serius. Periodontitis dimulai dari gingivitis yang tidak dirawat sehingga terjadi kerusakan jaringan periodontal yang lebih dalam berupa kerusakan ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar (Wahyukundari, 2009). Keradangan gingiva dan penyakit periodontal dipicu oleh akumulasi bakteri yang terdapat pada dentogingiva margin. Host menghasilkan infiltrate sel radang pada jaringan yang lebih dalam sampai poket periodontal dimana sel ini berfungsi sebagai pertahanan untuk melawan serangan mikroba (Steinsvoll et al. 2004). Permulaan pembentukkan plak banyak dijumpai kokus gram positif antara lain streptokokus sanguis, actinomyces viscosus dan beberapa strain lainnya. Mikroorganisme non-bakteri yang dijumpai dalam plak adalah spesies Mycoplasma,
3 ragi, protozoa dan virus. Plak gigi mempunyai pengaruh yang kuat pada perkembangan gingivitis dan periodontitis (Sadoh, 2004). Bakteri yang terdapat pada plak gigi ditetapkan sebagai penyebab utama gingivitis. Kuantitas plak yang terbentuk setelah permukaan gigi benar-benar dibersihkan, dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk diet, faktor saliva, dan karakteristik permukaan (Dahan, 2004). Akumulasi plak dalam jumlah banyak umumnya pada regio interdental dan menyebar ke sekitar leher gigi. Gingivitis dimulai dari tepi gingiva oleh karena invansi bakteri atau rangsangan endotoksin. Endotoksin dan enzim gram negatif menghancurkan substansi interseluler epitel sehingga menimbulkan ulserasi epitel sulkus (Riyanti, 2008). Bakteri yang terdapat dalam plak gigi diperkirakan memegang peranan penting dalam pembentukan kalkulus, yaitu proses mineralisasi. Kalkulus secara langsung tidak berpengaruh terhadap terjadinya penyakit periodontal. Kalkulus terbentuk dari plak gigi yang termineralisasi karena pengaruh komponen saliva, maka secara tidak langsung kalkulus juga dianggap sebagai penyebab gingivitis. Plak gigi dan kalkulus mempunyai hubungan yang erat dengan gingivitis (Lelyati, 1996). Penelitian klasik Loe et al. (1965), telah membuktikan bahwa ada hubungan erat antara akumulasi plak dengan terjadinya gingivitis. Terbukti dalam akumulasi plak ditemukan berbagai jenis kuman, sehingga disepakati penyebab gingivitis adalah kuman. Berdasarkan perihal tersebut antibiotika baik secara sistemik maupun secara lokal sering digunakan (Prayitno, 1996).
4 Peranan plak gigi terhadap terjadinya kelainan periodontal sudah dikenal selama hampir 80 tahun. Kelainan periodontal yang lanjut biasanya ditandai dengan adanya radang jaringan lunak, kerusakan membran periodontal, kerusakan tulang serta bergeraknya epithelial attachment ke arah apikal (Prijantojo, 1993). Skeling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi, kalkulus dan depositdeposit lain di permukaan gigi. Skeling subgingiva lebih sulit dilakukan daripada skeling supragingiva karena sangat diperlukan kepekaan perabaan. Skeling dan penghalusan akar gigi adalah bagian dari terapi awal yang paling sering dilakukan. Terapi awal perawatan non bedah periodontal bertujuan menghilangkan seluruh faktor penyebab lokal (Lelyati, 1996). Tindakan skeling dan penghalusan akar gigi kadang-kadang tidak dapat mencapai hasil maksimal. Kompleksitas anatomi gigi menyulitkan akses instrumen ke dalam poket periodontal sehingga membatasi efektivitas penghalusan akar gigi. Repopulasi bakteri dalam tubulus dentin dan jaringan lunak yang berdekatan dengan poket memungkinkan terjadinya rekurensi penyakit (Suwandi, 2003). Bahan kemoterapi banyak digunakan dalam perawatan klinis penyakit periodontal. Terapi lokal dapat mengurangi perlawanan serangan bakteri pada jaringan periodontal. Bahan kemoterapi harus memiliki keuntungan untuk terapi klinis baik melalui aksi antimikroba atau meningkatkan resistensi host (Jolkovsky dan Ciancio, 2006). Sistem pemberian obat antibiotik secara lokal di bidang periodontal dengan cara irigasi poket periodontal menggunakan larutan kimia atau menempatkan obat-
5 obat tertentu dalam bentuk padat atau semi padat. Syarat untuk efektifitas adalah obat dapat bertahan beberapa waktu pada target dan sampai terjadi efek antimikrobialnya. Antibiotika yang diberikan secara lokal dewasa ini adalah tetrasiklin dalam ethylene vinyl acetate (tetracycline fibers 25%). Hasil penelitian dengan menggunakan bahan ini menurunkan rata-rata kedalaman poket 1,02 mm dibandingkan dengan skeling saja dengan rata-rata 0,67 mm (Prayitno dan Herman, 1996). Penelitian Purwaningsih (2004), bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p<0,01) penurunan kedalaman poket dan penambahan perlekatan klinis antara perawatan skeling dan root plening dengan tetrasiklin dibanding perawatan skeling dan root plening tanpa Tetrasiklin HCl Gel 0,5%. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah penulis lakukan (2011), diperoleh hasil pemberian Tetrasiklin HCl gel 0,4% = 15,94 µm lebih mempercepat proliferasi kolagen dibandingkan dengan konsentrasi 0,2% = 73,15 µm dan 0,3% = 45,16 µm pada gingiva tikus yang meradang. Sehubungan dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang penggunaan Tetrasiklin HCl Gel secara topikal tetapi dengan konsentrasi yang berbeda. Peneliti berharap bahwa dengan pemakaian konsentrasi yang rendah akan mendapatkan hasil yang maksimal atau hampir sama dengan penelitian sebelumnya. Peneliti mempertimbangkan efek samping tetrasiklin bila dipakai dalam waktu yang lama dan dengan konsentrasi yang tinggi dapat merugikan tubuh.
6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah pemberian Tetrasiklin HCl Gel 0,4% secara topikal lebih mempercepat proliferasi kolagen gingiva tikus yang meradang dibandingkan dengan konsentrasi 0,2%? 2. Apakah pemberian Tetrasiklin HCl Gel 0,4% secara topikal lebih mempercepat proliferasi kolagen gingiva tikus yang meradang dibandingkan dengan konsentrasi 0,3%? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui perbandingan pemberian Tetrasiklin HCl Gel secara topikal dengan berbagai konsentrasi terhadap cepatnya proliferasi kolagen gingiva tikus yang meradang. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui apakah pemberian Tetrasiklin HCl Gel konsentrasi 0,4% menyebabkan proliferasi kolagen lebih cepat pada gingiva tikus yang meradang dibandingkan dengan pemberian tetrasiklin HCl Gel dengan konsentrasi 0,2%.
7 2. Untuk mengetahui apakah pemberian Tetrasiklin HCl Gel konsentrasi 0,4% menyebabkan proliferasi kolagen lebih cepat pada gingiva tikus yang meradang dibandingkan dengan pemberian tetrasiklin HCl Gel dengan konsentrasi 0,3%. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademi Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. 1.4.2 Manfaat praktis Harapan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tambahan kepada klinisi untuk menentukan terapi yang efektif dan efisisen kepada penderita gingivitis. 1.4.3 Manfaat sosial Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memotivasi masyarakat agar selalu menjaga kebersihan mulut dan rajin kontrol ke dokter gigi.