KAJIAN RISIKO Salmonella PADA PRODUK TUNA LOIN DI AMBON BALAI BESAR RISET PENGOLAHAN PRODUK & BIOTEKNOLOGI KP BRSDM-KKP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

Analisa Mikroorganisme

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh serta kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. makanan (foodborne illnesses) pada orang yang mengonsumsinya. Lebih dari 250

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur.

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna

KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT. Rinto*

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi,

BISNIS OLAHAN IKAN PARI DI PANTURA JAWA TENGAH

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB III BAHAN DAN METODE

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

PROGRAM SURVEILAN KESEGARAN IKAN, RESIDU DAN BAHAN BERBAHAYA TA. 2017

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. protozoa yang ditularkan melalui feses kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan

6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

Sosis ikan SNI 7755:2013

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

Kontaminasi Pada Pangan

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, aktivitas mikroorganisme atau proses oksidadi lemak oleh udara

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

I. PENDAHULUAN. Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta km 2, panjang garis

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR SINGKATAN... v. DAFTAR TABEL... vii BAB I PENDAHULUAN...

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

HIGIENE SANITASI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah

PENGERTIAN EKONOMI POLITIK

Transkripsi:

KAJIAN RISIKO Salmonella PADA PRODUK TUNA LOIN DI AMBON BALAI BESAR RISET PENGOLAHAN PRODUK & BIOTEKNOLOGI KP BRSDM-KKP

Tujuan Kajian Risiko Mikrobiologi Mengkaji secara sistematis tingkat risiko dari suatu bahaya mikrobiologis dalam produk pangan Inventarisasi seluruh peluang risiko yang disebabkan oleh faktor bahaya mikrobiologis Mengelaborasi seluruh strategi mitigasi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan bahaya mikrobiologis tersebut DASAR UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAGI MANAJER RISIKO

MENGAPA Salmonella pada TUNA??????

LATAR BELAKANG Produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang (TTC) berkontribusi sebesar 22% dari total produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2015. Kontribusi devisa melalui ekspor : 142.023 ton (16,3%) dengan niai ekspor US$ 491.981.000 (Pusdatin-KKP, 2015). Produksi tuna Prov Maluku sebesar 32.000 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 230 milyar tahun 2013 (Diskan Prov Maluku)

MASALAH : penolakan ekspor tuna karena Salmonella merupakan kasus tertinggi Penolakan Ekspor Tuna karena Salmonella Tahun 2013-Nov 2016, ada 71 kasus dan 33 kasus diantaranya adalah produk tuna (US-FDA) Tahun 2011-2014, terjadi 14 kasus penolakan ekspor produk perikanan ke Uni Eropa (BKIPM) Bulan Juli 2015, tuna yang diekspor dari Indonesia menyebabkan KLB Salmonelosis pada 62 penduduk USA (USFDA)

TUJUAN PENELITIAN : Identifikasi sistim rantai pasok pengolahan loin tuna beku hasil tangkapan nelayan kecil Ambon Mengetahui probabilitas cemaran Salmonella pada loin tuna beku di sepanjang rantai pasok Mengetahui probilitas Salmonelosis pada tuna yang tercemar Salmonella dan risikonya pada konsumen Menyusun rekomendasi sebagai bahan masukan kepada BKIPM (Manajer Risiko) terkait dengan permasalahan penolakan ekspor tuna

STAKEHOLDERS 1. LINGKUP KKP BKIPM Ditjen Penguatan Daya Saing Produk KP 2. LINTAS KKP BPOM Unit Pengolahan Ikan/Industri Perikanan

METODE PENELITIAN Alur Pengambilan Sampel di Sepanjang Rantai Pasok Prevalensi Prevalensi Salmonella Prevalensi Salmonella Prevalensi Salmonella Prevalensi Salmonella Loin Tuna Tangkapan Nelayan Pos Pendaratan Suplier Unit Pengolahan Ikan (Penerimaan bahan baku, proses, produk akhir) Peluang Cemaran Level Kontaminasi Salmonella Level Kontaminasi Salmonella Level Kontaminasi Salmonella Level Kontaminasi Salmonella RISIKO Konsentrasi

Observasi Rantai Pasok (Supply Chain) pengolahan loin tuna secara langsung di lapangan dan wawancara Pengambilan Sampel Dilakukan di 3 titik di sepanjang rantai pasok pengolahan loin tuna dengan berat sampel berkisar 2.000-7.000 gr/loin (sesuai loin tangkapan nelayan saat sampling) Data prevalensi dan tingkat cemaran diperoleh dari hasil identifikasi Salmonella (dengan metode PCR) dan perhitungan jumlah Salmonella (dengan metode Most Probable Number)

METODOLOGI Pengolahan data Pengolahan data menggunakan software Palisade @Risk dengan Simulasi Monte Carlo (iterasi 10.000) untuk menghitung : 1. Probabilitas Salmonella pada tuna di sepanjang rantai pasok : Pv = RiskBeta(x+1;n-(x+1) 2. Probabilitas salmonelosis pada 1 porsi acak tuna yang tercemar : Pdr = 1- ((1+10Ce/ß)-α) 3. Probabilitas risiko salmonelosis pada konsumen akibat mengonsumsi tuna yang telah tercemar Salmonella : P(illness) = Pdr x Pv

HASIL PENELITIAN

Peta Sebaran Nelayan & Penangkapan Tuna Provinsi Maluku Kab. Buru 438,3 768,5 Kab. Buru Selatan 24 22 Kab. Seram Bagian Barat 2.764,5 Kota Ambon 29 187,4 48 1961,7 Kab. Maluku Tengah 427 3.139,4 Kab. Seram Bagian Timur Kab. Maluku Tenggara Kota Tual 3,5 73,4 Kab. Maluku Barat Daya 147,6 Kab. Maluku Tenggara Barat

Sistem Rantai Pasok Pengolahan Loin Tuna Beku untuk Ekspor 5 5 UPI Kapal 3 Nelayan 4 2 1 3 4 Pos 1 2 Miniplan 2 UPI Ambon 4 5 3 UPI JKT/DPS

Kondisi Penanganan Tuna Saat Didaratkan Kapal dengan mesin1-2gt dengan alat pancing huhate (pool and line) Waktu melaut 10-12 jam dengan membawa es saat melaut Loining dilakukan di atas kapal dengan meja loining yang berbahan sama dengan bodi kapal Penyimpanan loin di dalam styrifoam dengan es, namun sebagian besar es sudah habis saat loin tiba di daratan Suhu loin yang terukur saat didaratkan sudah di atas 10 0 C

Kondisi Di Pos Pendaratan Penanganan loin : pembuangan kulit dan sisa daging merah, pembersihan darah menggunakan spons, pengemasan dalam plastik dan penyimpanan loin dalam stiryfom dan diberi es Suhu yang terukur di pos berkisar 10-25 o C Untuk pos pendaratan yang merupakan binaan UPI, bangunan pos pedaratan sudah permanen dan memenuhi syarat sanitasi dan higiene Namun masih terdapat pos pendaratan dengan bangunan dan peralatan yang tidak memenuhi syarat sanitasi dan higiene

Kondisi di Miniplant/Suplier Pembersihan kembali loin tuna dan pembentukan loin sesuai pesanan UPI lalu dikemas dalam plastik Penentuan grade mutu loin tuna (A, B, & C) Pencucian plastik kemasan loin dengan larutan klorin 100 ppm Loin kemudian disusun dalam stirofom dan pengesan dengan perbandingan 1:1 Suhu yang terukur di bawah 4 o C

Kondisi Di Unit Pengolahan Ikan Suhu yang terukur pada penerimaan bahan baku di bawah 4 o C Proses yang dilakukan trimming, CO dan pembekuan Sebagian besar UPI tidak melakukan pencucian pada daging tuna, akan tetapi ada UPI yang mencuci loin tuna pada tahap penerimana bahan baku

Prevalensi & Jumlah Salmonella di sepanjang Rantai Pasok Total Sampel : 77 sampel Prevalensi total Salmonella pada loin tuna adalah 25,97% (20/77 sampel) Prevalensi rata-rata Salmonella pada sampel loin tuna di sepanjang rantai pasok : 27.3% Jumlah Salmonella pada loin tuna berkisar 7,4 1.100 MPN/gr

Kerangka Penyusunan Kajian Risiko Salmonella

1. Identifikasi Bahaya Salmonella Bakteri Gram negatif, bentuk batang, tidak membentuk spora. Memiliki >2500 jenis dengan habitat utama ada saluran usus hewan dan manusia Kontaminasi dapat berasal dari feses, makanan, dan lingkungan Prevalensinya umum ditemukan pada produk perikanan baik pasar domestik dan ekspor. Data FDA menyatakan, prevalensi Salmonella terdapat pada hasil tangkapan dan budidaya sebesar 56% Kasus penolakan ekpor tertinggi sd 80%. Tahun 2013 - November 2016 tercatat sebanyak 71 kasus dan 33 diantaranya adalah produk tuna. Ekspor produk perikanan ke Uni Eropa mengalami penolakan sebanyak 14 kasus periode 2011-2014.

2. Karakterisasi Bahaya Salmonella Foodborne disease karena Salmonella banyak terjadi, terutama di Asia Tenggara dan Asia Tengah yaitu > 100/1000 kasus/tahun Indonesia sendiri kasus keracunan Salmonella mencapai 358-810/100.000 kasus pada tahun 2007 terutama pada musim kemarau Faktor virulensi disebut Salmonella Pathogenicity Islands (SPIs), dengan rute utama transmisi : kontaminasi fekal pada bahan pangan dan air minum yang dikonsumsi manusia Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonelosis Gejala : diare, keram perut, pusing, muntah & demam, setelah konsumsi 6-72 jam dan dapat menimbulkan kematian setelah konsumsi 8-14 hari

3. Kajian Paparan Probabilitas Salmonella pada masing-masing tahap di sepanjang Rantai Pasok Loin Tuna Tahap di Rantai Pasok Jumlah Sampel Probabilitas Salmonella Nelayan 17 0.228 Pos 14 0.408 Miniplant 12 0.062 Receiving-UPI 12 0.327 Pengolahan/CO-UPI 12 0.367 Produk Akhir-UPI 10 -

Probabilitas Salmonella di sepanjang Rantai Pasok Loin Tuna Probabilitas Salmonella di sepanjang Rantai Pasok Tuna 0,0009 0,0182 140 90,0% 5,0% 120 100 80 60 40 20 0 0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 Probabilitas Salmonella di sepanjang Rantai Pasok Tuna Minimum 7,032E-005 Maximum 0,062821 Mean 0,006605 Std Dev 0,005950 Values 10000 Probabilitas Salmonella pada loin tuna disepanjang rantai pasok adalah sebesar 0,007. Artinya terdapat 7 loin tuna yang beratnya berkisar 3-7 kg/loin di dalam 1.000 loin yang positif tercemar Salmonella.

Jika diasumsikan ekspor tuna Indonesia ditujukan ke USA, dan data yang diketahui : Konsumsi seafood penduduk USA/kapita/hari : 16,44 gr Estimasi jumlah Salmonella/1 porsi acak loin tuna mentah : 0,309 MPN/g Model Dose Response Salmonella : Beta Poison dengan rumus Pdr = 1- ((1+10 Ce/ß ) - α) Maka, berdasarkan data di atas dapat dihitung : Probabilitas Salmonelosis (Pdr) per porsi acak tuna mentah yang tercemar adalah 0,496

4. Karakterisasi Risiko Karakterisasi risiko adalah risiko konsumen akan menderita penyakit akibat mengonsumsi produk loin tuna yang tercemar Salmonella (Pillness) Maka, probabilitas risiko salmonelosis (Pill) pada konsumen dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Pdr x Pv yaitu RiskOutput (0,496 x 0,007) = 0,0034 Artinya : 3 dalam 1.000 konsumen berpeluang menderita salmonelosis akibat mengonsumsi 1 porsi acak loin tuna mentah yang telah tercemar Salmonella

REKOMENDASI 1. Kegiatan meloin di atas kapal tidak direkomendasikan, karena berpeluang terpapar cemaran bakteri dan juga penurunan mutu 2. Jika kapal nelayan tidak memungkinkan menampung tuna utuh, dapat disediakan kapal dengan kapasitas cukup besar dengan sarana dan prasarana yang memenuhi syarat yang bertindak sebagai kapal pengumpul hasil tangkapan nelayan 3. Perlu perbaikan pada kapal nelayan, baik dari sisi kapasitas maupun sarana dan prasarana di atas kapal. Dibutuhkan kapal yang dapat menampung tuna dalam bentuk utuh. 4. Penerapan sistim rantai dingin terutama saat ikan ditangkap hingga didaratkan wajib dilakukan karena praktek yang ada saat ini adalah suhu ikan berada >10 0 C. Ketersediaan es yang kontiniu harus dijamin

REKOMENDASI 5. Sistim rantai pasok loin tuna diupayakan sesingkat mungkin. Hal ini berdampak pada mutu dan keamanan tuna tetap terjaga dan mempertahankan stabilitas harga 6. Peran penyuluh dalam menyampaikan cara penanganan ikan yan baik di sepanjang rantai pasok kepada nelayan, pos pendaratan (pengumpul) dan suplier harus rutin dilakukan 7. Perlu adanya inisiasi regulasi yang mengatur aktifitas di nelayan, pos pendataran, dan miniplant, terutama dalam mengimplementasikan GHP dan GMP 8. Perlu koordinasi melalui pertemuan bersama secara periodik antara nelayan, pengumpul, suplier, dan UPI dengan melibatkan BKIPM, DJ PDS dan Direktorat terkait untuk membahas permasalahan jaminan mutu dan keamanan pangan

TERIMA KASIH BALAI BESAR RISET PENGOLAHAN PRODUK & BIOTEKNOLOGI KP BRSDM-KKP